Bolehkah seorang anak berkata kasar kepada orang tua

Jerat Pidana Menurut UU Perlindungan Anak

Anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Sikap memarahi anak Anda dengan kata-kata kasar pada dasarnya adalah pelanggaran terhadap salah satu hak anak, yaitu setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.[1]

Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan sebagai berikut:[2]

  1. Diskriminasi;

  2. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

  3. Penelantaran;

  4. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

  5. Ketidakadilan; dan

  6. Perlakuan salah lainnya.

Perlakuan kejaman, misalnya tindakan atau perbuatan secara zalim, keji, bengis, atau tidak menaruh belas kasihan kepada anak. Sedangkan perlakuan kekerasan dan penganiayaan, misalnya perbuatan melukai dan/atau mencederai anak, dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial.[3]

Jadi, kata-kata memarahi anak dengan mengatai dia dengan sebutan ‘bodoh’ kemudian melukai dan/atau mencederai mentalnya, termasuk perlakukan kekerasan dan penganiayaan terhadap mentalnya.

Sebagaimana disebutkan juga bahwa kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.[4]

Pasal 76 C UU 35/2014 mengatur larangan ada kekerasan terhadap anak:

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Adapun sanksinya diatur di Pasal 80 UU 35/2014, yang berbunyi :

  1. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

  2. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

  3. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

  4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan di atas, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.[5]

Jerat Pidana Menurut UU PKDRT

Pasal 5 UU PKDRT menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:

  1. kekerasan fisik;

  2. kekerasan psikis;

  3. kekerasan seksual; atau

  4. penelantaran rumah tangga.

Memarahi anak dan berkata-kata kasar padanya dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis pada anak. Kekerasan psikis menurut Pasal 7 UU PKDRT adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Sanksi terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga (termasuk pada anak) diatur dalamdalam Pasal 45 ayat (1) UU PKDRT, yakni:

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta.

Analisis

Sikap orang tua yang memarahi anak dengan kata-kata kasar pada dasarnya mengandung unsur ancaman kekerasan dan dapat dipidana sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak dan perubahannya serta UU PKDRT. Sikap tersebut juga telah merampas hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan.

Hendaknya orang tua selalu melindungi anak dan menghindari perbuatan kekerasan baik secara fisik maupun psikis pada anak. Agar anak tidak merasa takut, kehilangan rasa percaya diri, kehilangan kemampuan untuk bertindak, memiliki rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Contoh Kasus

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat pada Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg, dimana terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “kekerasan terhadap anak”.

Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara menjambak rambut korban (anak kandungnya) dengan menggunakan tangan kanan sebanyak 1 (satu) kali sambil berkata ” manga kau pacaruik an den”(mengapa kamu berkata kasar sama saya), anak korban menjawab ”manga lo den ang agak an” (mengapa pula saya yang kamu atur). Setelah itu terdakwa langsung menarik tangan kanan anak korban menggunakan tangan kanan terdakwa hingga anak korban terjatuh dari sepeda motor yang ditumpanginya. Seketika terdakwa juga melayangkan tinju tangan kanan terdakwa kearah kepala bagian kanan anak korban sambil berkata ”cubo kau pacaruik an den sakali lai, den pijak-pijak kau” (coba kamu berkata kasar lagi kepada saya, saya injak-injak kamu).

Akibat perbuatan tersebut, terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebanyak Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan berdasarkan Pasal 76 C jo Pasal 80 ayat (1) dan ayat (4) UU 35/2014.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Putusan:

Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg.

[1] Pasal 4 UU Perlindungan Anak

[2] Pasal 13 ayat (1) UU Perlindungan Anak

[3] Penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf d UU Perlindungan Anak

[4] Pasal 1 angka 16 UU 35/2014

[5] Pasal 13 ayat (2) UU 23/2002

[6] Pasal 2 ayat (1) huruf a UU PKDRT

Rasulullah SAW mengajarkan tidak berkata kasar ke orang tua. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Seorang Muslim hendaknya tidak mencaci orang tua, sebab hal ini termasuk ke dalam dosa besar.

Apa hukumnya anak memarahi orang tua?

Marah kepada kedua orangtua hukumnya adalah haram. Apapun alasannya. Bahkan dalam islam disebutkan sebagai anak durhaka, jika memarahi orang tua. Karena manusia tidak akan terlepas dari salah dan khilaf dan tentu harus sang anak pun bisa memahaminya.

Siapa orang tua yang berkata kasar terhadap anak?

Kata-kata ini adalah sebuah pernyataan yang sangat kasar dan tentunya langsung dimaknai buruk oleh anak-anak. Orang tua sewajarnya dilarang untuk berkata kasar terhadap anak-anaknya. Seorang anak yang telah melakukan kesalahan dan ditegur dengan pernyataan seperti ini akan membuat mereka mendapatkan label anak nakal.

Apakah kata-kata kasar orang tua katakan terhadap anak?

Tidak diragukan lagi, kata-kata ini merupakan pernyataan paling menyakitkan yang orang tua katakan terhadap anak mereka. Selain membuat anak menangis dan mengurung dirinya di kamar, keadaan mental anak juga bisa sangat terganggu akibat kata-kata kasar ini.

Siapa cara yang dapat dilakukan anak kepada kedua orang tua?

Salah satu cara yang dapat dilakukan anak kepada kedua orang tua adalah balas budi yakni berupa doa. Bahkan, salah satu cara berbakti kepada kedua orang tua yang telah wafat yakni dengan mendoakannya. Itulah adab atau akhlak yang wajib diterapkan oleh setiap anak kepada kedua orang tuanya. Semoga bermanfaat.

Apakah anak harus berbakti kepada orang tua?

Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban setiap anak. Dalam berinteraksi dengan kedua orang tua, anak harus memperhatikan rambu-rambu etika yang disebut adab. Berikut ini merupakan adab atau akhlak yang harus diterapkan oleh seorang anak terhadap kedua orang tua menurut ajaran Islam. 1.