Menurutmu keterampilan dan pengetahuan apa yang dikuasai Didik Nini Thowok sehingga ia berhasil sebagai pekerja seni?

KOMPAS.com - Didik Hadiprayitno atau yang lebih dikenal Didik Nini Thowok merupakan penari legendaris yang multitalenta.

Didik memiliki bakat sebagai koreografer, komedian, pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar Indonesia. 

Kariernya sebagai penari dimulai saat ia duduk di bangku kuliah di ISI Yogyakarta, di mana ia mementaskan Tari Nini Thowok bersama dua kerabatnya, Tutik dan Sunaryo.

Dari menarikan Tari Nini Thowok inilah di belakang nama Didik jadi melekat nama Nini Thowok. 

Kariernya juga mulai melejit, hingga muncul di beberapa pementasan tari di televisi. 

Baca juga: Asal-usul Ronggeng, Tari Magis dari Jawa

Pergantian Nama 

Didik Nini Thowok terlahir dengan nama asli Kwee Tjoen Lian. 

Namun, karena kerap sakit, orangtuanya mengubah namanya menjadi Kwee Tjoen An. 

Didik Nini Thowok adalah putra keturunan Jawa-Tionghoa.

Darah Tionghoa ia dapat dari dari ayahnya bernama Kwee Yoe Tiang. Sedangkan darah Jawa ia dapat dari ibunya yang bernama Suminah. 

Pasca-G30S, setiap orang berketurunan Tionghoa diwajibkan untuk mengganti nama Tionghoa mereka menjadi nama pribumi.

Oleh sebab itu, ia harus kembali mengganti namanya dari Kwee Tjoen An menjadi Didik Hadiprayitno. 

Baca juga: Tarian Suling Dewa, Tari Pemanggil Hujan asal Lombok

Masa Kecil 

Didik Hadiprayitno atau yang lebih dikenal sebagai Didik Nini Thowok lahir di Temanggung, 13 November 1954. 

Didik merupakan anak sulung dari lima bersaudara, di mana keempat adiknya perempuan.

Ayahnya memiliki bisnis jual beli kulit kambing dan sapi. Sedangkan ibunya membuka kios di Pasar Kayu. 

Sebagai anak dan cucu pertama, Didik pun dimanjakan oleh seluruh anggota keluarganya. 

Ia bahkan tidak nakal seperti kebanyakan anak laki-laki seumurannya, justru Didik cenderung bersikap seperti anak perempuan. 

Didik senang bermain pasar-pasaran (berjualan) dan masak-masakan. 

Ketika kecil, Didik juga diajari oleh neneknya keterampilan perempuan seperti menjahit, menisik, menyulam, dan merenda. 

Baca juga: Alat-Alat Musik Pengiring Tari Jawa

Pendidikan

Setelah lulus SMA, Didik ingin melanjutkan kuliah di ASTI Yogyakarta, sekarang Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. 

Namun, karena terkendala biaya, keinginannya pun tidak dapat terpenuhi. 

Alhasil, Didik bekerja yang juga tidak jauh dari kesukaannya, yaitu menari. 

Didik bekerja sebagai pegawai honorer di Kabin Kebudayaan Kabupaten Temanggung dengan tugas mengajar tari di SD dan SMP. 

Didik juga memberikan les privat menari untuk anak-anak di sekitar Temanggung. 

Dua tahun kemudian, dengan menggunakan uang tabungannya, Didik nekat untuk bersekolah di ISI Yogyakarta. 

Berkat tarian Tari Manipuri, tarian wanita yang dengan sangat cantik ia peragakan, Didik pun diterima di ISI Yogyakarta angkatan 1974.

Baca juga: Fungsi Tari sebagai Media Hiburan dan Contohnya

Penamaan Nini Thowok

Beberapa tahun setelah berkuliah, Didik mendapat tawaran dari kakak angkatannya, Bekti Budi Hastuti (Tutik) untuk membantu dalam fragmen tari Nini Thowok bersama Sunaryo. 

Nini Thowok adalah semacam permainan jailangkung yang biasa dimainkan masyarakat Jawa tradisional. 

Didik, Tutik, dan Sunaryo berhasil menyelesaikan pementasan mereka dengan sukses. 

Kesuksesan mereka kemudian membawa ketiga seniman ini tampil di berbagai acara. 

Akan tetapi, sempat terjadi pergantian anggota ketika Sunaryo memutuskan undur diri. Posisinya lantas digantikan oleh Bambang Leksono Setyo Aji, teman sekos Didik. 

Mereka kemudian menyebut kelompok mereka sendiri sebagai Bengkel Nini Thowok dan di belakang nama mereka melekat nama tambahan Nini Thowok. 

Sejak saat itu, karier Didik Nini Thowok sebagai penari pun terus melejit, bahkan ia kerap muncul di berbagai televisi. 

Baca juga: Beksan Lawung Ageng, Tarian Pusaka Keraton Yogyakarta

Perkembangan Karier 

Meskipun karier Didik dalam dunia tari mulai naik, ia tidak berhenti mengembangkan kemampuan tarinya dengan berguru ke mana-mana. 

Ia pernah berguru langsung dengan seorang maestro tari Bali yaitu I Gusti Gde Raka di Gianyar.

Didik juga belajar tari klasik Sunda dari Endo Suanda dan belajar Tari Topeng Cirebon dengan Ibu Suji. 

Lalu, ketika Didik berkesempatan pergi ke Spanyol, ia mempelajari tari klasik Noh (Hagoromo). 

Baca juga: Asal Usul Tari Arja dari Bali

Tari Persembahan

Pada pertengahan tahun 1971, ketika masih awal kuliah, Didik menciptakan koreo tarian pertamanya. 

Tarian itu ia beri nama Tari Persembahan yang merupakan gabungan gerak tari Bali dan Jawa. 

Ia pertama kali menampilkan Tari Persembahan saat acara kelulusan SMA tahun 1972. 

Dalam acara tersebut, Didik dengan sangat luwes memperagakan tarian ciptaannya sendiri. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Menurutmu keterampilan dan pengetahuan apa yang dikuasai Didik Nini Thowok sehingga ia berhasil sebagai pekerja seni?

Yogyakarta, 26 Juni 2015. Peserta Belajar Bareng Maestro (BBM) Yogyakarta bersama seniman Didik Nini Thowok berjumlah 9 orang yang datang dari berbagai daerah. Peserta merupakan siswa setara SMA yang sedang mengisi liburan kenaikan sekolah dengan belajar kesenian tari. Diawali hari pertama registrasi peserta dan pengenalan tentang perusahaan perorangan Sanggar Natya Lakshita Dance School serta penerimaan peserta oleh Didik Nini Thowok  di kediamannya dengan buka bersama puasa Ramadhan.

Didik Nini Thowok menyampaikan melalui kegiatan Belajar Bareng Museum peserta tidak hanya belajar tarian saja, tetapi peserta dibekali ilmu pengetahuan tentang seni. Membuka wawasan kekurangan dan kelebiahn peserta. Melalui edukasi “sharing seni budaya” sejak usia dini (SD) akan membentuk apresiasi masyarakat terhadap budaya lokal. Pengalaman anak-anak yang mendapatkan sentuhan seni akan peduli pada kebudayaan jika ia dewasa kelak, salah satunya untuk membina penonton sehingga saat seniman melakukan pertunjukan akan banyak yang menonton dan akan berdampak luas pada ekonomi sekitar tempat pertunjukan.

Menurutmu keterampilan dan pengetahuan apa yang dikuasai Didik Nini Thowok sehingga ia berhasil sebagai pekerja seni?

Peserta BBM akan diajarkan mengenai pengenalan gerakan dasar tari termasuk teknik nafas, olah tubuh. Dari 10 macam olah tubuh murni dari ciptaan peserta sendiri bukan tiruan akan menghasilkan dinamika dan komposisi jika dipadukan dengan musik akan menghasilkan sebuah tarian. Kemampuan peserta didasarkan melalui olah tubuh masing-masing peserta. Peserta juga akan diajarkan mengenai pengetahuan management/pengelolaan sanggar, kiat-kiat mendai penari/seniman profesional, kostum, desain kostum, keuangan dan belanja untuk kebutuhan pertunjukan, serta belajar sejarah melalui kunjungan ke Candi Borobudur, Prambanan, Boko, Museum Keraton, Museum Sonobudoyo dan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Keseriusan belajar tari merupakan modal awal yang harus dimiliki setiap peserta BBM, keuletan penari merupakan pintu kesuksesan seorang maestro. Etos kerja/ pola kerja yang bisa dimanfaatkan oleh setiap individu, teknik promosi yang bagus, koreografi yang unik dan orisinil/asli, royalti, kontrak kerja juga merupakan kunci keberadaan dan kesejahteraan seniman maestro Didik Nini Thowok.

Didik Ninik Thowok yang sering disebut maestro ini juga mempunyai julukan lain yaitu “Legend” karena karya-karyanya yang sangat luar biasa dan telah diakui seluruh dunia. Didik berpesan “Nandhur–Ngunduh” yang artinya siapa yang menanam akan menuai, dengan membekali diri sendiri dengan ilmu pengetahuan, jujur, disiplin, bertakwa dan selalu belajar merupakan kunci keberhasilan setiap individu.

Kelurahan Kricak dikenal sebagai salah satu Kelurahan Budaya di Kota Yogyakarta, selain karena banyak ragam kesenian yang tumbuh di sana,  beberapa tokoh seniman juga tinggal dan hidup di Kelurahan Kricak, salah satunya adalah Didik Hadiprayitno atau lebih dikenal dengan Didik Nini Thowok.

Siapa yang tak mengenalnya, pria yang ramah ini adalah sosok seniman yang cukup melegenda di Indonesia bahkan dunia. Padahal, tak banyak orang yang tahu bagaimana seorang Didik berjuang dalam hidupanya.

Kehidupan masa kecilnya penuh dengan keprihatinan, Ayah Didik adalah penjual kulit kambing dan sapi, sementara Ibunya adalah pedagang sembako di Pasar Kayu. Maka keluarga Didik harus hidup pas-pasan. Selain tinggal bersama kedua orang tuanya, Didik juga tinggal bersama Kakek dan Neneknya.

Sebagai anak dan cucu pertama, Didik selalu dimanja oleh seluruh anggota keluarganya. Selain itu, sejak kecil ia selalu sopan dan berkelakuan baik tidak seperti kebanyakan anak laki-laki seusianya.

Didik cenderung menyukai beberapa permainan seperti pasaran, masak-masakan, dan ibu-ibuan. Sejak kecil Didik telah diajari oleh Neneknya beberapa keterampilan seperti menjahit, menisik, menyulam, dan merenda.

Pemilik Sanggar Natya Lakshita ini merasakan betul bagaimana proses menjadi ‘seseorang’ yang saat ini dikenal dunia. Dua tahun setelah lulus SMA, Didik bertekad untuk kuliah di ASTI dengan berbekal uang tabungannya.

Ia menceritakan untuk menjadi mahasiswa ASTI saat itu sebelumnya ada semacam lomba.  Berkat Tari Manipuri, tarian wanita yang diperankannya dengan begitu cantik, Didik berhasil memikat tim juri ASTI. Sehingga Didik diterima dan dinyatakan sebagai mahasiswa ASTI.

"Masuk ASTI itu tahun 74. Lulus sarjana muda tahun 77. Jadi mahasiswa teladan tahun 76," kata pria yang tinggal di Perumahan Jatimulyo Baru Blok G no 14, Kelurahan Kricak, Kemantren Tegalrejo ini.

Beberapa bulan setelah mulai kuliah, Didik menerima tawaran dari kakak angkatannya, Bekti Budi Hastuti untuk membantu dalam fragmen tari Nini Thowok bersama Sunaryo. Nini Thowok atau Nini Thowong adalah semacam permainan jelangkung yang biasa dimainkan masyarakat Jawa tradisional.

Didik terus mengembangkan kemampuan tarinya dengan berguru ke mana-mana. Didik berguru langsung pada maestro tari Bali, I Gusti Gde Raka, di Gianyar. Ia juga mempelajari tari klasik Sunda dari Endo Suanda, tari Topeng Cirebon gaya Palimanan yang dipelajarinya dari tokoh besar Topeng Cirebon, Ibu Suji. Saat pergi ke Jepang, Didik mempelajari tari klasik Noh (Hagoromo), di Spanyol, ia pun belajar tari Flamenco.

"Menari adalah salah satu langkah dan upaya yang saya lakukan untuk melestarikan tradisi nenek moyang. Tarian sudah ada sejak lama, namun tidak banyak generasi muda yang tertarik untuk mempelajari tarian lintas gender ini. Saya berharap dengan ditampilkannya ini para penikmat seni dapat lebih tertarik untuk ikut melestarikan budaya nusantara," ungkapnya.

Tak lupa, diapun belajar tari klasik baik Jawa maupun tari klasik daerah lainnya. Hal inilah yang membuat dirinya memiliki dasar-dasar beragam seni tari, ditambah dengan kemampuan aktingnya membuat tarian yang ia mainkan seolah-olah ‘berbicara’ dengan penontonnya.

Koreografi pertama Didik Nini Thowok adalah Tari Persembahan yang menggabungkan tari klasik Bali dan Jawa. Didik tampil kali pertama sebagai penari wanita berkebaya dan bersanggul saat acara kelulusan SMA tahun 1972. Saat itu, Didik juga mempersembahkan tari ciptaannya sendiri dengan sangat luwes.

Meski telah menjadi legenda dan mendunia, Didik Nini Thowok tetap mengikuti perkembangan jaman. Salah satunya dengan mengikuti aksi Lathi Challenge berdasarkan lagu Lathi karya Weird Genius yang mampu mengundang ribuan komentar dari netizen saat itu.

Didik Nini Thowok ikut menjalankan tantangan tersebut dengan menggunakan keahliannya dalam tari topeng.

Didik bukan hanya mengubah riasan wajahnya sesuai dengan tantangan, tetapi juga menunjukkan sejumlah topeng yang menguatkan aksinya tersebut. Tak pelak, aksinya saat itu membuat dirinya menjadi trending topic media sosial di Indonesia.

Ia juga mengatakan dalam berproses berkarir untuk selalu rendah hati. Ia juga tidak sungkan belajar dari orang yang lebih muda. “Filsafat mbodo itu ada unsur rendah hati, kontrol emosi. Jangan kemlinthi. Itu nasihat kakek saya juga dulu,” ujarnya. (Han)