Bila tidak ada air istinja atau buang air kecil dan air besar dapat menggunakan

Oase.id – Menurut Kitab Fiqh al-Manhaji yang dikarang oleh Dr. Musthofa Al-Khin, beristinja merupakan cara menghilangkan najis atau meringankannya dari tempat keluarnya kotoran atau najis. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk beristinja’ yaitu:

  1. Menggunakan air mutlak
  2. Menggunakan batu

Beberapa pendapat menyatakan bahwa saat beristinja paling utama adalah dengan menggunakan batu lalu dilanjut atau disempurnakan dengan menggunakan air. Hal ini dikarenakan batu mampu menghilangkan wujud najis dan air mampu membersihkan sisanya tanpa tercampur dengan wujud najisnya.

Namun, jika seorang muslim ingin beristinja tapi hanya mampu menggunakan batu, maka orang tersebut harus memenuhi syarat-syarat agar istinja yang dilakukan dianggap sah.

Dalam kitab Safinatun Naja, Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menyatakan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang apabila ingin beristinja dengan menggunakan batu. 

شروط اجزاء الحجر ثمانية: أن يكون بثلاثة أحجار وأن ينقي المحل وألا يجف النجس ولا ينتقل ولا يطرأ عليه أخر ولا يجاوز صفحته وحشفته ولا يصيبه ماء وأن تكون الأحجار طاهرة

“Syarat beristinja dengan menggunakan batu ada delapan, yakni 1) dengan menggunakan tiga buah batu, 2) batunya dapat membersihkan tempat keluarnya najis, 3) najis belum kering, 4) najis belum berpindah, 5) najisnya tidak terkena barang najis yang lain, 6) najisnya tidak melampaui shafhah dan hasyafah, 7) najisnya tidak terkena air, 8) batunya suci.”

Batu yang digunakan juga memiliki kriterianya seperti, batu yang digunakan harus memiliki tiga buah sisi, permukaan batu sedikit kasar dan suci (tidak adanya najis). Kriteria ini berhubungan dengan cara kerja batu untuk membersihkan najis di tempat keluarnya najis tanpa sisa.

Walaupun disarankan untuk menyiapkan 3 buah batu, tapi saat beristinja belum bersih maka diwajibkan untuk menambah batu hingga benar-benar bersih. Untuk penambahan jumlah batu disunahkan ganjil dan meskipun telah bersih di batu yang genap maka harus ditambah satu kali untuk membuatnya menjadi ganjil.

Saat melakukan istinja harus najis yang belum kering, jika najis telah kering maka tidak bisa beristinja dengan hanya menggunakan batu dan harus membersihkannya dengan menggunakan air. Hal ini juga berlaku pada najis yang sudah berpindah, jika kotoran belum berpindah maka diperbolehkan beristinja dengan menggunakan batu. Namun, jika sudah berpindah harus dibersihkan dengan menggunakan air, ada hal yang harus diperhatikan dalam membersihkan kotoran yang sudah berpindah,

Jika najis/kotoran yang berpindah masih tersambung dengan tempat keluarnya najis, maka wajib menggunakan air secara keseluruhan. Apabila najis/kotoran yang berpindah telah putus dari tempat keluar kotoran, maka wajib membersihkan najis dengan air hanya pada tempat najis yang berpindah dan kotoran yang tersisa pada tempatnya boleh dibersihkan dengan batu.

Bagi orang yang buang air besar, najis yang keluar tidak melampaui bagian samping dubur, yakni bagian bokong yang apabila pada posisi berdiri maka akan menempel satu sama lain. Dan sedangkan buang air kecil najis yang keluar tidak boleh melampaui ujung zakar. Bila hal ini terjadi maka wajib membersihkannya menggunakan air.

Setelah atau sebelum beristinja’ harus menggunakan batu yang kering, ini dikarenakan air atau benda cair lainnya akan berubah menjadi najis dan membuatnya menjadi tidak sah. Hal ini berlaku juga jika batu basah. Selain kering, batu yang digunakan beristinja adalah batu yang suci.

Syaikh Nawawi menjelaskan ada benda yang bisa disamakan dengan batu jika masuk dalam empat batasan, yaitu: 1) barangnya suci 2) benda padat 3) sesuatu yang dapat menghilangkan dan menyerap najisnya 4) bukan sesuatu yang dihormati, misalnya makanan atau tulang belulang.


(ACF)

Jangan beristinja kecuali dengan tangan kiri.

www.freepik.com

Benarkah Tangan untuk Beristinja Dianggap Najis?

Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tangan yang digunakan untuk istinja (membersihkan dua lubang qubul dan dubur) tidak selalu dianggap kotor. Bahkan tangan tersebut bisa dianggap suci apabila tidak ada bekas kotoran, baik dari warna dan baunya.

Baca Juga

Namun, tetap disarankan mencucinya setelah membersihkan diri, bisa dengan tanah atau sabun untuk menghilangkan kotoran lainnya. Maimunah r.a. meriwayatkan tentang perilaku Nabi Muhammad saat melakukan istinja. Dia mengatakan, “Kemudian ia mengenakan tanah dengan tangannya dan menggosoknya dengan sangat keras.”

Terkait hal ini, Imam An-Nawawi juga menjelaskan beberapa hal terkait istinja. Dilansir Islamweb, Senin (23/8), dia mengatakan hadits ini menunjukkan orang yang bersuci atau beristinja dengan air, setelah selesai disarankan mencuci tangannya dengan tanah atau tanaman yang menghasilkan sesuatu seperti sabun atau menggosoknya dengan air tanah atau ke dinding untuk menghilangkan kotoran darinya.

Al-Kharshi 'ala Mukhtasar Khaleel dari mazhab Maliki mengatakan disarankan juga mencuci tangan setelah istinja dengan tanah atau pasir atau sejenisnya yang bisa menghilangkan bau kotoran. Imam Al-Ghazali dalam bukunya Jalan Orang Bijak mengatakan jangan kencing dalam keadaan terpaksa.

Saat akan melakukan istinja pergunakan batu dan air. Namun, jika hanya ingin menggunakan salah satunya, maka air lebih baik.

Jika akan menggunakan batu, harus memakai tiga batu bersih dan kering. Kemudian usaplah tempat keluarnya kotoran tersebut seraya berusaha agar kotoran itu tidak berpindah ke tempat lain. Begitu juga basuh buah zakar dalam tiga usapan batu.

Jika setelah diusap tiga kali masih belum bersih, maka usaplah sampai lima atau tujuh kali. Yang penting dibersihkan dengan hitungan ganjil. Sebab, hitungan ganjil lebih disukai dan membersihkan diri dari najis adalah wajib.

Jangan beristinja kecuali dengan tangan kiri dan selesai beristinja bacalah “Ya Allah, bersihkan hatiku dari penyakit nifak dan lindungi kemaluanku dari berbagai keburukan.” Kemudian usaplah tangan setelah beristinja dengan tanah atau dinding lalu basuhlah.

https://www.islamweb.net/en/fatwa/445354/the-hand-with-which-one-has-performed-istinjaa-is-not-always-considered-impure

Selain air bersih, batu bisa menjadi alat untuk bersuci.

Mahmud Muhyidin

Cara Bersuci dengan TIga Kali Usapan Batu. Foto ilustrasi: Aliran sungai

Rep: Ali Yusuf Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Istinja atau bersuci dengan membersihkan kotoran usai buang air besar merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Air bersih menjadi salah satu alat yang digunakan untuk istinja tersebut.

Dalil tentang tata cara tersebut dapat ditemukan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi, Anas bin Malik RA. Dia berkata, "Rasulullah SAW masuk ke tempat buang hajat lalu saya dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air dan satu tombak kecil, lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu," (HR Bukhari-Muslim).

Namun, jika tidak ada air bersih, alat bersuci yang bisa dijadikan pilihan berikutnya adalah batu atau benda sejenisnya yang bersih dan suci.

Baca Juga

Sementara, dalil tentang bersuci menggunakan batu diungkapkan oleh Nabi SAW dalam sabdanya, "Apabila salah seorang di antara kamu pergi ke tempat buang hajat besar, maka bersihkanlah dengan menggunakan tiga batu karena sesungguhnya dengan tiga batu itu bisa membersihkannya," (HR Ahmad, Nasa'i, dan Abu Dawud).

Sementara untuk caranya, menurut pendapat Imam Syafi'i adalah dengan tiga kali usapan. Dan yang dijadikan landasan adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA.

"Bahwa Nabi memerintahkan untuk menggunakan tiga batu dan melarang menggunakan kotoran binatang dan potongan tulang."Selain itu juga hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Majah serta Abu Awanah dan Asy-syafi'i dari Abu Hurairah dengan lafadz sebagai berikut. "Hendaklah salah seorang di antara kalian beristinja dengan menggunakan tiga batu."

Kedua nash di atas kata Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya Fiqih Wanita secara jelas menyebutkan, bahwa memenuhi tiga usapan merupakan hal yang wajib. Sementara dalam masalah ini masih terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama.

Imam Asy Syafi'i mengatakan: "Tidak boleh kurang dari tiga batu meskipun dengan menggunakan atas selain batu. Apabila tidak sampai tiga batu, maka harus menambahkan ya sampai berjumlah tiga. "Sedangkan apabila lebih dari tiga, maka disunahkan untuk menutupinya dengan angka ganjil," katanya.Sementara Abu Hanifah mengatakan: "Yang disunnahkan adalah bersuci dan tidak disunnahkan untuk melakukannya dengan jumlah ganjil." Dalam mentakwilkan hadits mengenai jumlah ganjil ini Abu Hanifah berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan kata ganjil adalah melakukannya sebanyak tiga kali.Selanjutnya Abu Hanifah mengatakan: Digunakan bersuci dengan menggunakan air. Sebagaimana hadits dari Umar bin Khattab r.a. bahwa Rasulullah berwudhu dengan menggunakan air pada bagian bawah kainnya". Mengenai hadits ini Syekh Kamil Muhammad Uwaidah berpendapat bahwa pengertian wudhu dimaksud adalah mencucikan dan membersihkannya."Demikian itulah yang menjadi pendapat para ulama secara umum," kata Syekh Kamil.Sedangkan kata Syekh Kamil, Imam Malik berpendapat bahwa yang wajib adalah bersuci, meskipun dengan menggunakan pecahan-pecahan dari sebuah batu. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: "Bersuci dari buang air besar itu dilakukan sebanyak tiga kali. Seandainya dengan satu atau dua cucian saja wujud najis itu telah hilang, maka tetap diharuskan untuk melakukan cucian yang ketiga. Sedangkan istinja dengan menggunakan batu apabila dengan tiga batu telah bersih maka tidak harus ditambah.  Sebaiknya kamu apabila belum bersih, maka harus menggunakan batu yang keempat."Apabila dengan keempat batu itu telah berisi, maka tidak harus ditambah," kata Syekh Kamil.Namun, disunahkan untuk menutupinya dengan bilangan ganjil, yaitu itu batu yang kelima. Apabila dengan keempat batu itu belum bersih, maka harus menggunakan batu yang kelima dan apabila telah berisi, maka tidak harus ditambahkan.

Demikian seterusnya mengenai batu tambahan yaitu apabila kebersihan telah dicapai dengan bilangan ganjil, maka tidak perlu ditambah. Tetapi apabila masih belum bersih, maka harus ditambah sampai bersih dan disunahkan diakhiri dengan bilangan ganjil. 

  • bersuci
  • istinja
  • batu
  • batu istinja
  • bersuci dengan batu