Berikut ini yang bukan merupakan tujuan penggunaan pembukuan adalah

Berikut ini yang bukan merupakan tujuan penggunaan pembukuan adalah

Bagi Wajib Pajak, laporan keuangan yang dihasilkan dari proses akuntansi menjadi dasar penting untuk menghitung jumlah pajak terutang. Namun, saldo yang tertuang dalam laporan keuangan yang disusun berdasarkan PSAK tersebut tidak dapat serta-merta langsung digunakan sebagai dasar penghitungan pajak. Hal ini disebabkan karena pajak menggunakan principle based dan akuntansi menggunakan rule based. Untuk mengatasi adanya perbedaan ketentuan antara pajak dan akuntansi, maka timbul adanya koreksi fiskal pada laporan keuangan komersial (laporan keuangan yang disusun berdasarkan PSAK). Koreksi fiskal dapat mengakibatkan bertambahnya laba fiskal (koreksi fiskal positif) atau bahkan mengurangi jumlah laba fiskal (koreksi fiskal negatif). Koreksi fiskal dilakukan diantaranya atas penghasilan yang merupakan objek pajak final, penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, serta atas biaya yang tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto walaupun diakui oleh akuntansi (non-deductible expense). Adanya koreksi fiskal memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam proses pembukuan. Wajib pajak hanya diharuskan menyusun satu macam pembukuan saja dan tidak diperbolehkan melakukan pembukuan ganda (double bookkeeping) yang didasarkan pada masing-masing ketentuan akuntansi dan perpajakan. Lalu bagaimana Ketentuan Perpajakan mengatur mengenai pembukuan?
Artikel Aturan Pencatatan untuk tujuan Perpajakan dapat Anda simak pada tautan berikut ini.
PEMBUKUANPasal 9 PMK Nomor 54 Tahun 2021 mengatur bahwa pembukuan harus diselenggarakan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, kecuali peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan menentukan lain. Pembukuan juga harus memenuhi prinsip taat asas untuk mencegah penggeseran laba atau rugi, apabila Wajib Pajak ingin melakukan perubahan terhadap metode Pembukuan, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari DJP. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan tersebut dapat berupa:a. stelsel pengakuan penghasilan;
b. tahun buku;
c. metode penilaian persediaan; atau
d. metode penyusutan dan amortisasi.
Dalam kaitannya dengan perpajakan, pembukuan digunakan sebagai dasar untuk menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Pembukuan yang disusun sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai:a. harta;
b. kewajiban;
c. modal;
d. penghasilan dan biaya; serta
e. harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa termasuk penjualan dan pembelian, 
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
STELSEL KAS DALAM PEMBUKUANStelsel kas merupakan suatu metode penghitungan yang didasarkan pada transaksi secara tunai, dengan ketentuan penghasilan diakui apabila telah diterima secara tunai dalam suatu Tahun Pajak; dan biaya diakui apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu Tahun Pajak. Namun, penyelenggaraan Pembukuan dengan stelsel kas untuk tujuan perpajakan merupakan stelsel campuran dan harus tetap melaksanakan ketentuan sebagai berikut:

  • penghitungan jumlah penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas termasuk penjualan dalam suatu Tahun Pajak harus meliputi seluruh transaksi, baik tunai maupun bukan tunai; 
  • penghitungan harga pokok penjualan harus memperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan, baik transaksi tunai maupun bukan tunai yang dihitung menggunakan metode Rata-rata atau FIFO; dan
  • perolehan harta yang dapat disusutkan dan/atau hak-hak yang dapat diamortisasi karena mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, hanya dapat dikurangkan dari penghasilan melalui penyusutan dan/atau amortisasi,

    Ketentuan jangka waktu penyusutan dan amortisasi diatur dalam Pasal 11 PMK Nomor 54 Tahun 2021, yaitu ketentuan masa manfaat 4 (empat) tahun untuk harta berwujud bukan bangunan dan harta tak berwujud serta 20 (dua puluh) tahun untuk harta berwujud berupa bangunan, yang penghitungannya dimulai pada Tahun Pajak diperolehnya harta


Beberapa ketentuan lain yang ditetapkan atas penggunaan stelsel kas diantaranya:a. Biaya yang merupakan pembayaran di muka untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dilakukan sekaligus pada Tahun Pajak dibayarkannya biaya tersebut secara tunai.b. Bagi Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat memisahkan antara biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanan biaya dilakukan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah: 
  1. penyusutan dan amortisasi 
  2. biaya yang dibayarkan secara tunai pada Tahun Pajak yang bersangkutan untuk pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun, termasuk biaya yang merupakan pembayaran di muka).

Namun, tidak semua Wajib Pajak diperbolehkan untuk menggunakan stelsel kas dalam pembukuannya. Pasal 10 ayat (1) PMK Nomor 54 Tahun 2021 mengatur bahwa penggunaan stelsel kas yang merupakan bagian dari stelsel pengakuan penghasilan hanya dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak tertentu. Kriteria Wajib Pajak tertentu yang dapat menggunakan stelsel kas antara lain

a. secara komersial berhak menyelenggarakan Pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi usaha mikro dan kecil; dan b. merupakan Wajib Pajak:
  1. orang pribadi yang yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu tetapi memilih atau diwajibkan menyelenggarakan Pembukuan; atau
  2. badan yang memiliki jumlah keseluruhan peredaran bruto dari setiap jenis dan/atau tempat usaha tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang didasarkan dari Tahun Pajak sebelumnya.

TATA CARA PENGGUNAAN STELSEL KASWajib Pajak tertentu yang ingin menggunakan stelsel kas sebagai metode penghitungannya harus menyampaikan pemberitahuan setiap Tahun Pajak untuk dapat menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas melalui laman DJP atau saluran lain yang terintegrasi dengan sistem DJP. Apabila lama tersebut belum tersedia, pemberitahuan dapat dilakukan secara langsung; atau melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar.Beberapa ketentuan penyampaian pemberitahuan tersebut adalah
  1. Untuk Wajib Pajak yang memiliki cabang, pemberitahuan hanya dilakukan oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat saja.
  2. Pemberitahuan disampaikan paling lambat bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Tahun Pajak sebelumnya
  3. Untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar pemberitahuan dilakukan paling lambat pada 3 (tiga) bulan sejak saat terdaftar atau akhir Tahun Pajak, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
  4. Pemberitahuan yang disampaikan dalam jangka waktu diatas dianggap disetujui dan memenuhi ketentuan.
  5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat keterangan penyelenggaraan Pembukuan dengan stelsel kas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak pemberitahuan diterima.
  6. Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data atau informasi bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan, maka Wajib Pajak tersebut tidak dapat menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas mulai Tahun Pajak berikutnya dan dianggap telah mendapat persetujuan dari DJP untuk menyelenggarakan Pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dengan stelsel akrual.
  7. Wajib Pajak tertentu yang pada suatu Tahun Pajak menggunakan stelsel kas dan Tahun Pajak berikutnya menggunakan stelsel akrual, tidak dapat lagi menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas pada Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya.
Selaras dengan ketentuan pencatatan dalam perpajakan yang diatur dalam PMK Nomor 54 Tahun 2021, pembukuan dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak secara elektronik maupun non-elektronik dan Buku, catatan, dan Wajib pajak harus menyimpan dokumen yang menjadi dasar pembukuan  dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, pada: tempat tinggal dan/ atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun tempat kedudukan dan/ atau tempat kegiatan usaha bagi Wajib Pajak badan.
PERUBAHAN PENGGUNAAN STELSEL KAS DAN STELSEL AKRUAL Wajib Pajak tertentu yang pembukuannya mengalami perubahan dari stelsel akrual menjadi stelsel kas berlaku ketentuan sebagai berikut: a. penghasilan dan/atau biaya yang sudah diakui saat penggunaan stelsel akrual, tidak lagi diakui saat penggunaan stelsel kas; b. penghasilan dan/atau biaya yang belum diakui saat penggunaan stelsel akrual tetapi telah memenuhi syarat pengakuan penghasilan dan/ atau biaya. berdasarkan stelsel kas, maka penghasilan dan/atau biaya tersebut langsung diakui pada Tahun Pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel kas; dan/atauc. nilai sisa buku atas harta berwujud dan/ atau harta tak berwujud berupa:
  1. bangunan, disusutkan sesuai sisa masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; 
  2. selain bangunan yang masa manfaatnya: a. kurang dari 4 (empat) tahun, disusutkan atau diamortisasi sekaligus pada Tahun Pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel kas; dan/atau

    b. sama dengan atau lebih dari 4 (empat) tahun, harta diperlakukan sebagai perolehan baru serta disusutkan atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 11.


Sebaliknya, bagi wajib pajak tertentu yang pembukuannya mengalami perubahan dari stelsel kas menjadi stelsel akrual berlaku ketentuan sebagai berikut:a. penghasilan dan/atau biaya yang sudah diakui saat penggunaan stelsel kas, tidak lagi diakui saat penggunaan stelsel akrual;b. penghasilan dan/atau biaya yang belum diakui saat penggunaan stelsel kas tetapi telah memenuhi syarat pengakuan penghasilan dan/atau biaya berdasarkan stelsel akrual, maka penghasilan dan/ atau biaya tersebut langsung diakui pada Tahun Pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel akrual; dan/atauc. nilai sisa buku atas harta berwujud dan/atau harta tak berwujud, tetap disusutkan dan/atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 11 sampai dengan akhir masa manfaat atau saat pengalihan harta tersebut.Referensi:
[1] Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
[2] Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
[3] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
[4] PMK Nomor 54 Tahun 2021
pembukuan-stelsel-kas , stelsel-kas , tata-cara-pembukuan , pmk-nomor-54-tahun-2021


Berikut ini yang bukan merupakan tujuan penggunaan pembukuan adalah