Berikut ini adalah salah satu alat musik rampak bedug

Berikut ini adalah salah satu alat musik rampak bedug

Aksi Rampak Bedug yang merupakan kesenian khas Banten yang menggunakan alat musik tradisional. /Tangkapan layar/Instagram/@baleseni_ciwasiat//

KABAR BANTEN - Di Hari Musik Nasional yang bertepatan pada 9 Maret 2022, yuk mengenal alat-alat musik tradisional khas Banten. Buat kamu tentu penasaran ada alat musik apa saja yang dimiliki Banten.

Di masa lampau alat musik tradisional digunakan sebagai alat komunikasi, hiburan bahkan berekspresi.

Alat musik tradisional memiliki ragam keunikan yang bisa dimainkan namun seiring berkembangnya zaman alat musik tradisional mulai ditinggalkan.

Ataupun banyak alat musik tradisional yang mungkin yang tidak diketahui oleh masyarakat saat ini, karena sudah tidak ada regenerasi untuk memainkan.

Baca Juga: Rampak Bedug, Kesenian Bermusik Khas dari Provinsi Banten

Dikutip kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari berbagai sumber, Rabu 9 Maret 2022, berikut 4 alat musik tradisional di Banten :

1.  Dogdog Lojor

Alat musik yang digunakan dengan cara di tabuh ini merupakan alat musik khas Banten Selatan, alat musik ini menjadi salah satu pengiring dalam ritual yang diselenggarakan masyarakat seperti seren taun.

2. Angklung Bahun

  Rampak Bedug. Foto: Pesona Indonesia

Kesenian yang satu ini merupakan kreasi seni permainan alat musik bedug yang khas dari daerah Banten, Jawa Barat. Namanya rampak bedug. Bedug atau beduk merupakan gendang besar yang asal muasalnya berfungsi sebagai media informasi. Kemudian, oleh warga Banten, bedug tersebut digunakan sebagai alat musik dalam perayaan “rampak bedug”.

Kata “rampak” mengandung arti “serempak”. Jadi “rampak bedug” memiliki arti seni bedug dengan menggunakan waditra [bentuk fisik alat musik tradisional] berupa “banyak” bedug yang ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar.

Kesenian tradisional dari tanah Banten yang memadukan musik tradisional, modern, seni tari, serta unsur religi ini, juga dikenal dengan tradisi adu bedug saat bulan Ramadan. Kesenian ini pertama kali digelar bertujuan untuk menyemarakkan bulan suci Ramadan pada 1950. Bahkan saat itu, di Kabupaten Pandeglang, diadakan pula pertandingan rampak bedug antarkampung. Hingga pada 1960, rampak bedug masih menjadi hiburan rakyat dan menyebar ke daerah-daerah sekitarnya di Banten.

Namun dalam perkembangannya, rampak bedug tidak hanya dimainkan saat Ramadan dan hari raya saja. Kini kesenian rampak bedug menjadi ajang rekreasi bagi masyarakat. Kesenian tradisional khas Banten ini sekarang menjadi ajang adu kreasi antar kelompok pemukul bedug.

Awalnya pun hanya laki-laki saja yang bermain rampak bedug. Namun, sekarang ini para penari perempuan juga turut serta memeriahkan pertunjukkan rampak bedug. Biasanya, kesenian ini ditampilkan 10 orang yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Namun ada juga yang menampilkan lebih dari jumlah personil itu, tergantung dari penyajian pertunjukan yang akan mereka tampilkan.

Dalam rampak bedug, kita mengenal satu bedug besar berfungsi sebagai bass, kemudian satu set bedug kecil berfungsi sebagai pengatur irama, tempo, dan dinamika musik yang dimainkan. Lalu ada tingtir, yang terbuat dari batang pohon kelapa berfungsi sebagai penyelaras irama lagu yang bernuansa spiritual, serta berfungsi sebagai melodi seperti takbiran.

Ada juga anting caram dan anting karam yang terbuat dari pohon jambu dan dililit kulit kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari. Jika dahulu Rampak Bedug dimainkan pada saat Ramadhan saja, saat ini kesenian ini dimainkan juga pada saat perayaan-perayaan besar lainnya, seperti acara pernikahan, khitanan, pagelaran budaya, bahkan hari peringatan kedaerahan maupun nasional.

Dilihat dari sejarahnya, tidak ada pakem khusus yang berlaku dalam kesenian ini. Setiap pelakunya bisa memukul bedug dengan kreatifitas masing-masing. Para pemukul bedug juga mengkreasikannya dengan tari–tarian yang enerjik dan atraktif.

Kostum yang digunakan para pemainnya merupakan busana muslim dan muslimah. Dengan ditambahi aksesoris tambahan, namun tanpa melanggar unsur religius yang ada. Para pelaku juga bisa memasukkan unsur budaya tradisional dan modern, dalam setiap penampilannya.

Pemain laki-laki misalnya menggunakan pakian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten. Namun warnanya lebih modern tidak warna hitam dan putih saja. Sedangkan perempuan menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dan di dalamnya mengenakan celana panjang pesilat. [K-YN]

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id

Rampak Bedug Banten. //www.indonesia.go.id/ ©2020 Merdeka.com

JABAR | 23 Juli 2020 20:00 Reporter : Nurul Diva Kautsar

Merdeka.com - Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beragam kesenian yang unik dan khas di setiap daerah. Kekayaan tradisi tersebut membuat masing-masing daerah memiliki warna tersendiri, sesuai pola hidup masyarakatnya.

Salah satu tradisi warisan leluhur yang memiliki corak budaya yang kuat adalah rampak bedug, yaitu sebuah kesenian perkusi dari Kabupaten Pandeglang, Banten. Keunikan dari rampak bedug adalah adanya nuansa nada islami di setiap pertunjukan yang digelar.

2 dari 7 halaman

indonesia.go.id

©2020 Merdeka.com

Pada 1950-an, rampak bedug banyak digelar oleh warga di sekitar Pandeglang untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Biasanya masyarakat akan menyaksikan rampak bedug di masjid-masjid lingkungan mereka pada hari terakhir bulan Sya’ban menjelang pelaksanaan salat tarawih.

3 dari 7 halaman

Selain itu, tradisi rampak bedug juga digelar pada hari terakhir bulan Ramadan, atau pada saat malam takbiran.

Dilansir dari Indonesia.go.id, saat rampak bedug digelar, masyarakat banyak yang membuat irama atau ketukan khusus untuk mengiringi gema takbir dan dijadikan sebagai kompetisi antar kampung.

4 dari 7 halaman

virtualtour.bantenprov.go.id

©2020 Merdeka.com

Dalam setiap pertunjukan, para pemain rampak bedug yang terdiri dari 12 orang [6 laki-laki dan 6 perempuan] menabuh bedug secara bergantian.

Mula-mula para perempuan akan mengiringi kaum laki-laki untuk menari dengan formasi yang dinamis nan atraktif. Para pria yang menabuh bedug akan bermain dengan pola atau irama tertentu untuk mengiringi tarian.

Momen menarik dan ditunggu-tunggu oleh penonton adalah adanya atraksi dari para penabuh yang dilakukan secara serentak. Para lelaki akan menunjukkan kemampuan mereka dalam memainkan irama musik sambil menaiki bedug berukuran cukup besar yang mereka mainkan.

5 dari 7 halaman

Tradisi rampak bedug biasanya terdiri dari beberapa alat musik penunjang yang membentuk nada-nada tertentu.

Dalam setiap penampilan rampak bedug, terdapat sebuah bedug besar yang memiliki fungsi sebagai nada bass, kemudian satu set bedug kecil berfungsi sebagai pengatur tempo dan pembangun dinamika musik yang telah disesuaikan dengan para penari.

6 dari 7 halaman

Selanjutnya terdapat tingtir, yaitu sebuah model perkusi yang terbuat dari batang pohon kelapa dan berfungsi sebagai penyelaras lagu. Biasanya tingtir digunakan untuk membangun kesan spiritual serta penyelaras melodi layaknya dalam gema takbir.

Ada juga anting caram dan anting karam yang terbuat dari pohon jambu yang dililit kulit kendang. Keduanya berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari. Unsur perkusi tersebut akan menambah kesan islami yang identik pada acara-acara tradisi tertentu seperti pernikahan, selamatan, hingga khitanan.

7 dari 7 halaman

budayalokal.id

©2020 Merdeka.com

Saat ini tradisi rampak bedug masih sering dilaksanakan di beberapa wilayah Pandeglang hingga sebagian Jawa Barat seperti Bogor.

Rampak bedug biasa dipertunjukkan untuk mengiringi beberapa festival seperti pagelaran budaya, hari ulang tahun daerah, maupun kemerdekaan Indonesia.

[mdk/nrd]

Pengertian Rampak Bedug
Kata "bedug" sudah tidak asing lagi bagi telinga bangsa Indonesia. Bedug terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi datangnya waktu­ shalat wajib 5 waktu. Demikian juga dengan seni bedug semacam ngabedug atau

ngadulag sudah akrab di telinga bangsa kita, khususnya lagi bagi telinga kaum muslimin. Tapi "rampak bedug" akan terasa asing, bahkan di telinga masyarakat Muslim sekalipun. Karena rampak bedug hanya terdapat di daerah Banten sebagai ciri khas seni-budaya Banten. Kata "rampak" mengandung arti "serempak" juga banyak. Jadi "rampak bedug" adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa "banyak" bedug dan ditabuh secara "serempak" sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar.

"Rampak Bedug" dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka "Rampak Bedug" hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan [hitanan, pernikahan] dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruatan, Marhabaan, Shalawatan [Shalawat Badar], dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.

Maksud dan Fungsi Rampak Bedug
Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan, persis seperti seni ngabedug, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suati seni yang layak jual, sama dengan seni-seni musik komersial lainnya. Walau para pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampak bedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai.

Rampak bedug selain berfungsi religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang dirancang para ulama pewaris Nabi , juga memiliki fungsi rekreasi/hiburan. Tentu saja berbeda dengan ngabedug, rampak bedug memiliki fungsi ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka. Dalam fungsi religi selain menyemarakan Tarawihan adalah sebagai pengiring Takbiran dan Marhabaan.

Sejarah dan Perkembangan Rampak Bedug
Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah biasa diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Kapan rampak bedug diciptakan, mungkin jauh sebelum tahun 1950-an. Siapa pencipta awal rampak bedug ? Ini pun sepertinya tidak dicatat. Bahkan mungkin saja sang creator tidak menyebut-nyebut dirinya. Hanya saja disebut-sebut, bahkan tepatnya di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, malah hingga ke Kabupaten Serang.

Seni rampak bedug mulai ramai dipertandingkan pada tahun 1955-1960. Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen dan sampai sekarang Haji Ilen masih ada. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : haji Ilen, Burhata [almarhum], juju, dan Rahmat. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.

Daerah Penyebaran Rampak Bedug
Rampak bedug Haji Ilen berdiri di Kelurahan Juhut Kecamatan Pandeglang. Kemudian menyebar ke kampung-kampung di sekitar kelurahan Juhut dan kelurahan­kelurahan serta kecamatan-kecamatan sekitar. Malah menyebar juga di kecamatan­kecamatan Serang, Pamaraian, dan Walantaka Kabupaten Serang. Seni rampak bedug yang terdaftar ada 4 group, 3 group di Pandeglang dan 1 group di Serang. Adapun daerah penyebaran seni rampak bedug di Provinsi Banten yaitu sebagai berikut:

Group seni rampak bedug Kitapa yang dipimpin oleh TB. Ruchayat Zaen dengan jumlah anggota 45 orang terdapat di Kabupaten/Kecamatan Serang, Lopang, dan Gede. Seni rampak bedug Putra Medal yang dipimpin oleh Diding Sujai dengan beranggotakan 16 orang tersebar di Kabupaten/Kecamatan Pandeglang, 3. Seni Rampak Bedug group Layung Sari yang dipimpin oleh Utom Bustomi yang beranggotakan 35 orang tersebar di Kabupaten/Kecamatan Pandeglang, dan 4. Rampak Bedug Paguyuban Sentra Pulosari yang dipimpin oleh Hardi dengan anggota sebanyak 26 orang terdapat di Kabupaten/Kecamatan Pandeglang dan Kadu Hejo.

Silsilah dan Tokoh Rampak Bedug
Sebagaimana telah disebutkan bahwa seni rampak bedug telah ramai
dipertandingkan di Pandeglang pada tahun 1955-1960. Kemudian antara tahun 1960­1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kratif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu Haji Ilen, Burhata [almarhum], Juju, dan Rahmat. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug. Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat itulah seni rampak bedug menyebar.

Pemain rampak Bedug dan Fungsinya
Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi
sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan [selain tentunya laki-laki]. Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain sebagai berikut:

Pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang
Pemain perempuan sebagai penabuh bedug
Baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.

Waditra Rampak Bedug dan Fungsinya
Waditra rampak bedug terdiri dari :

Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya'ir dari lagu.

Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama
lagu bernuansa spiritualis [takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain].
Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambe dan dililiti kulit
kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.

Busana yang Dipakai Pemain Rampak Bedug
Busana yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain [bukan hitam atau putih saja]. Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari-tari tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatf religius. Misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit yang bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang. Banyunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat pinggang besar. Adapun rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.

Urutan Pertunjukan Rampak Bedug
Pada awalnya seni rampak bedug dipentaskan untuk mengiringi Takbiran di hari Lebaran. Kemudian berkembang juga untuk acara ruatan dan Marhabaan. Sekarang malah berkembang lagi sebagai seni profesional untuk mengisi hiburan dalam acara hajatan pernikahan, khitanan, dan peringatan hari-hari nasional maupun kedaerahan. Lagu-lagu yang diiringinya pun berkembang, diantaranya Shalawat Badar dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.

Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

Photo : //akupasrah.com

Page 2

Video yang berhubungan