Bagaimana peran Sukarni dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia

Foto : Wikipedia

Jakarta - Sukarni Kartodiwirjo menjadi salah seorang tokoh pejuang dari Jawa Timur yang mendapat penghargaan gelar pahlawan nasional dari Presiden Joko Widodo. Pria kelahiran Blitar ini punya peran penting di balik sejarah proses pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI.Saat prosesnya, Sukarni adalah sosok yang mewakili kelompok muda agar pasangan Soekarno-Hatta secepatnya memproklamasikan kemerdekaan negara pada 17 Agustus 1945. Dia tidak menginginkan pasangan itu terlalu berpikir lama menyatakan kemerdekaan negara. Sejarah ini yang membuat kelompok pemuda harus melakukan ‘penculikan’ terhadap kedua pemimpin itu ke Rengasdengklok, Jawa Barat.Sosoknya sejak kecil digambarkan sebagai orang yang membenci Belanda. Lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916, Sukarni punya catatan gemar berkelahi dengan anak-anak Belanda. Hal ini dilakukannya hampir setiap hari. Pola pikir membenci Belanda ini karena tertanam oleh gurunya yang juga tokoh pergerakan Indonesia saat itu, Mohammad Anwar. Dengan pola pikir yang tertanam seperti itu, tidak mengherankan kalau Sukarni kelak menjadi remaja kritis dan punya nasionalisme yan tinggi. Saat usia 14 tahun, dia sudah bergabung dengan organisasi perhimpunan Indonesia Muda. Sejak itulah, sikap pejuang, kritis, dan tanpa kompromi semakin muncul. Sampai ketika Sukarni didaulat menjadi Keetua Pengurus Besar Indonesia Muda. Saat itu Sukarni baru berusia 20 tahun Menjadi pimpinan kumpulan anak muda yang kritis, Sukarni menjadi incaran pemerintahan kolonial Belanda untuk ditangkap. Namun, dalam usaha penangkapan itu, dia berhasil melarikan diri hingga beberapa tahun ke depan. Tapi, beberapa tahun kemudian Sukarni tertangkap di Balikpapan, Kalimantan Timur. Begitu Jepang coba mengambil alih Indonesia, Sukarni dan beberapa temannya malah dibebaskan. Di era jajahan Jepang, Sukarni sempat bekerja di kantor berita Antara.Kemudian, takdir juga mempertemukan Sukarni dengan Tan Malaka di masa jajahan Jepang. Sosok Tan Malaka ini yang membuatnya semakin berevolusioner terhadap perjuangan bangsa. Pertemuan ini juga menjadi cikal awal berdirinya Partai Murba. Sukarni juga didaulat menjadi Ketua Umum.Hubungan antara Sukarni dengan Tan Malaka semakin erat ketika kedudukan pusat pemerintahan RI berada di Yogyakarta. Hubungan ini dibuktikan ketika Sukarni menjabat sebagai Sekjen Persatuan Perjuangan [PP] di bawah ketua Tan Malaka. Karena sikapnya yang berani, Sukarni sempat dijebloskan ke penjara pada 1946 di Madiun.Dalam riwayat hidupnya, Sukarni juga pernah ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok pada 1961.Dia juga pernah ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung pada 1967. Tokoh yang pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra ini wafat pada tanggal 7 Mei 1971.

[hat/nwk]

Bagaimana peran Sukarni dalam proklamasi kemerdekaan?

Jawab

Peran Sukarni dalam proklamasi kemerdekaan adalah mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi kemerdekaan adalah Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.


Pembahasan

Salah satu tokoh yang berperan dalam peristiwa proklamasi adalah Soekarni.


Beliau bernama lengkap Sukarni kartodiwiryo. Lahir di Blitar pada tanggal 14 Juni 1916 dan wafat pada 7 Mei 1971 di Jakarta.


Beliau telah berjuang sebelum masa kemerdekaan yaitu masa pergerakan nasional ketika masuk menjadi anggota perhimpunan Indonesia mudah di tahun 1930.


Beliau tumbuh sebagai pemuda militan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.


Perjuangan yang terus berlanjut sampai pada masa pendudukan Jepang. Beliau pernah ditangkap di Balikpapan dan dibawa ke Samarinda. 


Bersama tokoh-tokoh pejuang lainnya, Sukarni terus berjuang salah satunya melalui media jurnalistik.


Beliau juga merupakan salah satu tokoh yang memaksa Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Terimakasih telah berkunjung ke langsut.com. Semoga membantu. 

Sejarah

Pada masa pendudukan Jepang, Sukarni membentuk Angkatan Baru Indonesia dengan sekretariat di Jalan Menteng 31. Tokoh muda yang bergabung ke dalam Angkatan Baru Indonesia selain Sukarni, yakni Supeno dan Chaerul Saleh. Sukarni diangkat sebagai Ketua Asrama Menteng 31. Selain itu, ia juga membentuk Komite Van Aksi, Angkatan Pemuda Indonesia, dan Barisan Buruh Indonesia sebagai gerakan yang bertugas dalam pelucutan senjata terhadap serdadu Jepang dan merebut kantor-kantor yang masih diduduki Jepang. Nama Sukarni Kartodiwirjo juga lekat dengan Peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada 16 Agustus 1945. Pemuda yang menjadi tokoh sentral peristiwa itu berani “menculik” dan mendesak Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Peran lainnya adalah dengan mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. 

Dengan demikian, maka jawaban yang tepat adalah E.
 

tirto.id - Sukarni Kartodiwirjo merupakan salah satu tokoh penting dalam pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain ikut andil dalam Peristiwa Rengasdengklok menjelang proklamasi, ia juga menjadi salah satu perintis perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lahir di Desa Sumberdiran, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur pada 14 Juli 1916, Sukarni merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Dimun Kartodiwirjo, merupakan keturunan dari Eyang Onggo [sebagai orang kepercayaan Pangeran Diponegoro] yang menikah dengan Mbah Garum.

Menurut buku Sukarni Kartodiwirjo: Hidup Bersahaja Sepanjang Hayat [2012] terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sejak kecil Sukarni sudah menimba ilmu di sekolah formal. Mulai dari HIS [tingkat SD], MULO [SMP], Kweekschool [Sekolah Guru], hingga Volks Universiteit atau Universitas Rakyat. Namun, sebelum masuk HIS, Sukarni sudah ikut bersekolah di Mardisiswo, yang dipimpin oleh seorang nasionalis, Mohammad Anwar, yang berasal dari Banyumas.

Dari Mardusiswo ini lah Sukarni memperoleh tempaan semangat nasionalisme, karena arah pendidikan di sekolah ini ialah semangat anti-penjajahan. Rasa nasionalisme yang tinggi tersebut telah tertanam dalam diri Sukarni, sehingga mendorong untuk menjadi orang yang aktif dalam hal pergerakan.

Meski bisa dikatakan sebagai keturunan keluarga yang mendapatkan privilese pada masanya, namun itu tidak mengubah cara berpikirnya, yang sangat berpihak pada rakyat dan wong cilik. Tidak heran jika Sukarni muda menjadi perhatian PID atau polisi rahasia Hindia-Belanda.


Sukarni dan Masa Pergerakan

Hubungan mesra Sukarni dengan dunia pergerakan sudah terjadi bahkan ketika usianya masih sangat muda, 14 tahun. Ketika itu, dia masuk menjadi anggota Perhimpunan Indonesia Muda, salah satu organisasi nasionalis di masa pergerakan nasional, pada tahun 1930. Semenjak itu dia berkembang menjadi seorang pemuda aktivis yang militan dan revolusioner.

Rizky Arya Mahesa dalam penelitiannya berjudul “Sukarni Kartodiwirjo dalam Perjuangan Bangsa Indonesia Tahun 1930-1966”, menuliskan pada tahun 1934, Sukarni berhasil menjadi Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda, dan sementara itu penguasa kolonial telah mencurigainya sebagai tokoh pemuda yang radikal dan ekstrim.

Dua tahun berselang, pada tahun 1936 pemerintah kolonial melakukan penggerebekan terhadap para anggota pengurus besar organisasinya. Sukarni berhasil lolos dari penangkapan dan menghilang selama beberapa tahun. Alhasil, sejak saat itu, ia menjadi seorang pelarian politik yang selalu diintai dan dikejar oleh polisi rahasia Hindia-Belanda. Namun, pada akhirnya Sukarni berhasil ditangkap oleh PID dalam persembunyiannya di Balikpapan. Ia pun digelandang ke Surabaya, untuk selanjutnya dijatuhi hukuman penjara di Jakarta. Sukarni bebas setelah kekalahan Belanda atas Jepang pada 1943.

Sukarni dan Peristiwa Rengasdengklok

15 Agustus 1945, kabar seputar menyerahnya Jepang atas Sekutu membuat para pemuda revolusioner bergejolak. Indonesia tengah mengalami kekosongan kekuasaan, namun proklamasi tidak segera dilaksanakan. Dalam momentum ini, golongan muda, termasuk di antaranya Sukarni bersama Chaerul Saleh dan Wikana, menginginkan kemerdekaan diproklamirkan secepatnya. Dalam rapat golongan muda pada tanggal 15 Agustus 1945 malam yang dipimpin Chaerul Saleh, menelurkan keputusan bahwa kemerdekaan merupakan “hak dan soal rakyat yang tak dapat digantungkan oleh orang lain.” Dari keputusan tersebut, mereka mendesak untuk memplokamirkan kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno-Hatta selambat-lambatnya tanggal 16 Agustus 1945. Usulan ini ditolak golongan tua, yang beralasan segala keputusan terkait kemerdekaan hendaknya menunggu sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia [PPKI] terlebih dahulu. Namun, golongan muda tidak menerima hal tersebut, karena mereka khawatir Sukarno terpengaruh Jepang, sehingga kemerdekaan Indonesia bisa jadi tidak diberikan.

Akhirnya, sebagaimana mengutip Benedict Anderson dalam Revoloesi Pemoeda [2018], berdasarkan keputusan rapat terakhir yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta, para pemuda bersepakat untuk “mengamankan”Sukarno dan Hatta ke luar kota, dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang.

Demikianlah, pada tanggal 16 agustus 1945 jam 04.00 WIB terjadi peristiwa penculikan Sukarno dan Hatta untuk dibawa ke luar kota menuju Rengasdengklok. Tidak jelas siapa yang memulai rencana untuk menculik Sukarno dan Hatta, tetapi pada akhirnya para pelaksananya adalah Chaerul Saleh, Wikana, dr. Muwardi, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Sutjipto, dan tentu saja Sukarni. Meski kemudian tetap menimbulkan beda pendapat antara golongan muda dan golongan tua, tapi Achmad Soebardjo berhasil menengahinya. Ia pun menjanjikan bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 pagi. Setelah situasi sudah menjadi dingin, akhirnya digelarlah rapat PPKI di kediaman Laksamana Muda Maeda, yang menghasilkan teks proklamasi. Sukarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut, yang akhirnya dibacakan pada pagi harinya, pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56.