Bagaimana keadaan sebuah benda jika resultan gaya yang bekerja pada Nenda tersebut sama dengan nol?

ALAT UKUR

  1. Tujuan praktikum
    1. Mempelajari alat ukur waktu (stopwatch), alat ukur panjang dengan ketelitian tinggi (jangka sorong, mikrometer sekrup).
    2. Mempelajari ketelitian alat ukur waktu (stopwatch) dan panjang (jangka sorong, mikrometer sekrup).
    3. Waktu praktikum

Kamis, 28 Oktober 2010.

Laboratorium Fisika Dasar Lantai II, FMIPA, Universitas Mataram.

  1. II.         ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

ü  Stopwatch

ü  Jangka sorong

ü  Penggaris

ü  Mikrometer sekrup

ü  Silet

ü  Kawat

ü  Gotri

ü  Kertas

ü  Balok kayu

Mengukur adalah membandingkan besaran yang diukur dengan alat ukur atau ukuran pada alat ukur. Pada alat ukur terdapat skala yang akan menunjukkan perbandingan antara yang diukur dengan alat ukur. Ketepatan hasil pengukuran ditentukan oleh ketepatan hasil melihat skala induk yang ada pada alat ukur. Ketidaktepatan hasil pengukuran dapat juga bersumber pada keterbatasan skala kecil pada induk (Kadiarman, 1992:16).

Pengukuran adalah suatu teknik untuk mengaitkan suatu bilangan pada suatu sifat fisis dengan membandingkan dengan suatu besaran standar yang telah diterima sebagai suatu pengukuran yang biasa dilakukan di laboratorium yang disederhanakan merupakan pengukuran jarak. Dalam suatu pengukuran harus sangat berhati-hati agar hanya mengahasilkan gangguan sekecil mungkin terhadap sistem yang diamati. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kesalahan eksperimental karena ketidaksempurnaan yang tak terelakkan dalam alat ukur atau karena batasan yang ada pada alat indra (Alonso, 1980: 12).

Contoh-contoh alat ukur berbagai pengukuran yang berkaitan dengan panjang benda yang presisi adalah jangka sorong dan mikrometer. Jangka sorong dapat digunakan untuk menentukan dimensi dalam, luar serta kedalaman dari skala vernies dari jangka sorong meningkatkan akurasi pengukuran hingga 1/20 mm. Pada alat ukur mikrometer, alat ukur dipasangkan pada benda uji dengan memutar sekrup. Bila sekrup pemutar tidak dapat diputar lagi, maka nilai pengukuran atau hasil pengukuran dapat dibaca. Pembacaan dapat penuh dan setengah milimeter dapat dibaca pada skala utama dan nilai perseratus milimeter dapat dibaca pada skala vernier. Jika skala vernier tidak mencukupi ½ milimeter, maka harus ditambahkan pada persatuan milimeter (Hikam, 2005:15-16).

Jangka sorong adalah alat ukur panjang, tebal, kedalaman lubang, dan diameter luar maupun diameter dalam suatu benda dengan batas ketelitian 0,1 mm. Jangka sorong mempunyai dua rahang, yaitu rahang tetap dan rahang sorong. Pada rahang tetap terdapat skala utama dan pada rahang sorong terdapat skala nonius atau skala vernier. Skala nonius ini panjangnya 9 mm yang terbagi menjadi 10 skala dengan tingkat ketelitian 0,1 mm. Hasil pengukuran dengan jangka sorong ditentukan berdasarkan angka pada skala utama (angka pasti) ditambah angka pada skala nonius yang berimpit dengan garis skala utama (Hidayat, 2004:87).

Mikrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur ketebalan benda yang sangat tipis, misalnya mengukur ketebalan kertas. Mikrometer sekrup mempunyai dua skala, yaitu skala utama (dalam mm) dan skala nonius. Skala nonius mikrometer sekrup berupa selubung silinder yang berskala hingga 50. Apabila selubung diputar satu kali, skala utama bergeser maju atau mundur 0,5 mm. Cara membaca skala mikrometer sekrup:

1.     Membaca skala tetap yang tepat di depan skala nonius.

2.     Pembacaan skala nonius adalah banyaknya per seratus milimeter.

3.     Menjumlahkan kedua hasil pembacaan.

Mikrometer sekrup memiliki ketelitian sepuluh kali lebih teliti daripada jangka sorong. Ketelitiannya sampai 0,01 mm. Mikrometer sekrup juga dapat digunakan untuk mengukur diameter kawat yang kecil (Soeparno, 1994:2).

Stopwatch adalah alat ukur waktu yang memiliki ketelitian 0,5 detik. Stopwatch ada yang bertenaga mekanik, ada juga yang bertenaga listrik (Adnan, 1999:31).

1.     Waktu untuk denyut nadi Anda diukur sebanyak 30 denyutan.

2.     Percobaan tersebut diulangi beberapa kali.

3.     Hasilnya dicatat dalam tabel pengamatan 1.

1.     Mengukur panjang, lebar, dan tinggi balok

  1. Sebuah balok diambil dan diukur panjangnya dengan mistar/penggaris.
  2. Panjang balok tersebut juga diukur dengan jangka sorong.
  3. Langkah 1 dan 2 dilakukan untuk beberapa kali pengamatan.
  4. Langkah 1 dan 2 diulangi untuk diameter bagian luar.
  5. Hasilnya dicatat dalam tabel pengamatan 2.
  6. Mikrometer sekrup

1.     Tebal silet diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup.

2.     Percobaan tersebut diukur untuk beberapa kali pengamatan.

3.     Hal yang sama dilakukan untuk benda-benda yang lain, seperti: kertas, gotri dan kawat tembaga (dengan berbagai ukuran).

4.     Hasilnya dicatat dalam tabel pengamatan 3.

V.        HASIL PENGAMATAN

( Terlampir ).

VI.       ANALISIS DATA

  1. Untuk mencari nilai rata-rata ( )

=

  1. Untuk mencari  nilai standar deviasi (SD)

SD =

  1. Untuk mencari persentase (%) error

% error =  x 100%

  1. Untuk mencari nilai angka penting (AP)

AP ( = SD

  1. Pengukuran denyut nadi dengan stopwatch

No.

x ( sekon )

( x-  ) (sekon)

 (sekon)

1

18,48

-0,128

0,016

2

19,51

0,902

0,814

3

19,15

0,542

0,294

4

17,77

-0,838

0,702

5

18,13

-0,478

0,228

93,04

2,054

ü   =

=

=  sekon

ü  SD =

=

= 0,716 sekon

ü  AP (+) = SD +

= 0,717 + 18,608

= 19,325 sekon

AP (-)  = SD –

= 0,717 – 18,608

= 17,891 sekon

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 3,85 %

No.

x ( sekon )

( x-  ) (sekon)

 (sekon)

1

0,58

-0,076

0,005776

2

0,47

-0,186

0,034596

3

0,75

0,094

0,008836

4

0,70

0,044

0,001936

5

0,78

0,124

0,015376

3,28

0,06652

ü   =

=

= 0,656 sekon

ü  SD =

=

= 0,1289 sekon

ü  AP (+) = SD +

= 0,1289 + 0,656

= 0,7849 sekon

AP (-)  = SD –

= 0,717 – 18,608

= 0,5271 sekon

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 19,65 %

  1. Pengukuran balok dengan jangka sorong

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

136,225

-0.235

0,0552

2

137,475

1,015

1,0302

3

136,25

-0,21

0,0441

4

136,15

-0,31

0,0961

5

136,2

-0,26

0,0676

682,3

1,2932

ü   =

=

= 136,46 mm

ü  SD =

=

= 0,569 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,569 + 136,46

= 137,024 mm

AP (-)  = SD –

= 0,569 – 136,46

= 135,891 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,417 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

62,275

-0,265

0,070225

2

62,425

-0,115

0,013225

3

63,05

0,5

0,25

4

62,5

-0,04

0,0016

5

62,45

-0,09

0,0081

312,7

0,34315

ü   =

=

= 62,54 mm

ü  SD =

=

= 0,293mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,293+ 62,54

= 62,833 mm

AP (-)  = SD –

= 0,293 – 62,54

= 62,247mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,47 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

22,075

-0,654

0,427716

2

22,375

-0,354

0,125316

3

22,145

-0,584

0,341056

4

24,75

2,021

4,084441

5

22,3

-0,429

0,184041

113,645

5,16257

ü   =

=

= 22,729 mm

ü  SD =

=

=1,136 mm

ü  AP (+) = SD +

= 1,136 + 22,729

= 23,865 mm

AP (-)  = SD –

= 01,136 – 22,729

= 21,593 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 4,998%

  1. Pengukuran balok dengan mistar
No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

138

0,6

0,36

2

137

-0,4

0,16

3

137,5

0,1

0,01

4

138

0,6

0,36

5

136,5

-0,9

0,81

687

1,7

ü   =

=

= 137,4 mm

ü  SD =

=

= 0,652 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,652 + 137,4

= 138,052 mm

AP (-)  = SD –

= 0,652 – 137,4

= 136,748 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,475 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

62,5

-0,1

0,01

2

62

-0,6

0,36

3

62,5

-0,1

0,01

4

63

0,4

0,16

5

63

0,4

0,16

313

0,7

ü   =

=

= 62,6 mm

ü  SD =

=

= 0,4183 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,4183 + 62,6

= 63,0183 mm

AP (-)  = SD –

= 0,4183 – 62,6

= 62,1817 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,668 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

24,5

0,6

0,36

2

24

0,1

0,01

3

24

0,1

0,01

4

23,5

-0,4

0,16

5

23,5

-0,4

0,16

119,5

0,7

ü   =

=

= 23,9 mm

ü  SD =

=

= 0,4183 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,4183 + 23,9

= 24,3183 mm

AP (-)  = SD –

= 0,4183 – 23,9

= 23,4817 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 1,75 %

  1. Pengukuran balok dengan micrometer sekrup

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

0,088

-0,003

0,000009

2

0,09

-0,001

0,000001

3

0,09

-0,001

0,000001

4

0,09

-0,001

0,000001

5

0,095

0,004

0,000016

0,453

0,000028

ü   =

=

= 0,091 mm

ü  SD =

=

= 0,0026 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,0026 + 0,091

= 0,0936 mm

AP (-)  = SD –

= 0,0026 – 0,091

= 0,0884 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 2,86 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

0,08

0,004

0,000016

2

0,07

-0,006

0,000036

3

0,072

-0,004

0,000016

4

0,08

0,004

0,000016

5

0,078

0,002

0,000004

0,38

0,000088

ü   =

=

= 0,076 mm

SD =

=

= 0,00469 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,00469 + 0,076

= 0,08069mm

AP (-)  = SD –

= 0,00469 – 0,076

= 0,07131 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 6,171 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

12,02

-0.003

0,000009

2

12,014

-0,009

0,000081

3

12,022

-0,001

0,000001

4

12,009

-0,014

0,000196

5

12,052

0,029

0,000841

60,117

0,001128

ü   =

=

= 12,023 mm

SD =

=

= 0,017 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,017 + 12,023

= 12,04 mm

AP (-)  = SD –

= 0,017 – 12,023

= 12,006 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,14 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

1,14

0,06

0,0036

2

1,09

0,01

0,0001

3

1,03

-0,05

0,0025

4

1,09

0,01

0,0001

5

1,06

-0,02

0,0004

5,41

0,0067

ü   =

=

= 1,08 mm

SD =

=

= 0,041 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,041 + 1,08

= 1,121 mm

AP (-)  = SD –

= 0,041 – 1,08

= 1,039 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 3,796 %

VII.     PEMBAHASAN

Pengukuran adalah suatu teknik untuk mengaitkan suatu bilangan pada suatu sifat fisis dengan membandingkan dengan suatu besaran standar yang telah diterima sebagai suatu pengukuran.

            Stopwatch adalah alat ukur waktu yang digunakan untuk mengukur waktu. Stopwatch memilik ketelitian yaitu 0,5 detik.

Alat ukur panjang terdiri atas jangka sorong, mistar dan micrometer sekrup. Jangka sorong memliki ketelitian yang tinggi yaitu 0,001 mm. Mistar memiliki ketelitian yaitu 0,1 mm. Dan mikrometer sekrup memiliki ketelitian yaitu 0,005 mm.

Berdasarkan percobaan pertama yaitu menggunakan alat ukur waktu (stopwatch) untuk mengukur waktu denyut nadi 30 denyutan dan 1 denyutan, yang dilakukan sebanyak 5 kali, agar hasil yang diperoleh lebih optimal. Dari data pengamatan diperoleh hasil yang berbeda-beda  pada setiap percobaan untuk pengukuran 30 denyutan diperoleh rata-rata 18,608 detik, dengan nilai % error sebesar 3,85 %. Sedangkan untuk 1 denyutan diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,656 detik, dengan nilai % error sebesar 19,65 %. Perbedaan hasil data yang diperoleh setiap percobaan dipengaruhi oleh aktifitas, jenis kelamin, umur dan kondisi tubuh saat diukur.

Pada pengukuran dengan menggunakan alat ukur panjang, yaitu jangka sorong, mistar dan mikrometer sekrup, diperoleh hasil yang berbeda pada masing-masing alat yang dipengaruhi oleh tingkat ketelitian yang dimiliki. Berdasarkan percobaan dengan menggunakan jangka sorong untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi balok diperoleh nilai rata-rata berturut-turut adalah 136,46 mm; 62,54 mm; dan 22,749 mm. Sedangkan nilai % error dari pengukuran panjang, lebar, dan tinggi balok berturut-turut adalah 0,417 %; 0,47 %; dan 4,998 % . Kemudian, pada pengukuran dengan menggunakan mistar diperoleh nilai rata-rata panjang, lebar, dan tinggi balok berturut-turut adalah 0,475 %; 0,668 %; dan 1,75 %.

Pada hasil pengukuran dan nilai % error cukup berbeda, karena tingkat ketelitian jangka sorong  yaitu 0,005 mm lebih besar dari pada mistar.dengan ketelitian 0,1 mm. Sehingga nilai % error jangka sorong lebih kecil dibandingkan dengan mistar.

Berdasarkan percobaan dengan mikromter sekrup untuk mengukur silet, kertas, gotri dan kawat. Pada pengukuran silet diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,091 mm dan nilai % error sebesar 2,86 %, untuk pengukuran kertas diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,076 mm dan nilai % error sebesar 6,171 %, untuk pengukuran gotri diperoleh nilai rata-rata sebesar 12,023 mm dan nilai % error sebesar 0,141 %, dan untuk pengukuran kawat diperoleh nilai rata-rata sebesar 1,08 mm dan nilai % error sebesar 3,796 %. Terlihat % error yang paling tinggi terdapat pada pengukuran kertas dan yang paling rendah terdapat pada pengukuran gotri.

Perbedaaan atau kesalahan hasil pengukuran tidak sepenuhnya tergantung pada ketelitian alat, tapi perlu diperhatikan metode penelitian dan keadaan ala tang ada. Posisi pembaca skala sangat menentukan keakuratan, untuk itu saat membaca skala diharapkan dalam posisi tegak lurus dengan skala yang dibaca dan dibutuhkan ketelitian yang tinggi. Keadaan alat bisa mengurangi ketelitaian seperti mistar plastik yang mudah melar atau jangka sorong dan mikrometer sekrup yang mudah berkarat. Untuk itulah sebaiknya menggunakan alat yang steril dan sesuai dengan standar.

VIII.    PENUTUP

  1. Kesimpulan
    1. Stopwatch adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur waktu, jangka sorong, mistar dan mikrometer sekrup dan alat ukur panjang, tetapi micrometer sekrup biasa digunakan untuk mengukur ketebalan benda.
    2. Mikrometer sekrup memiliki ketelitian yang paling tinggi yaitu 0,001 mm dibandingkan dengan jangka sorong yaitu 0,005 mm dan mistar yaitu 0,1 mm.
    3. Makin tinggi ketelitian dari suatu alat ukur maka persentase (%) error yang dihasilkan semakin kecil.
    4. Hasil pengamatan tidak selalu persis sama dengan teori yang ada. Hal ini karena adanya beberpa faktor yang mempengaruhi seperti pembacaan skala yang kurang teliti, posisi pembacaan skala yang tegak lurus dengan skala yang dibaca, serta keadaan alat ukur yang disediakan,
  1. Saran
    1. Sebelum melakukan praktikum hendaknya praktikan memeriksa alat yang akan digunakan agar tidak mempengaruhi hasil pengamatan.
    2. Dalam mealkukan percobaan haruslah teliti dan serius agar data yang didapat tidak salah dan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan.1999. Fisika Dasar. Mataram: Mataram University Press.

Alonso, Marcela. 1980. Dasar-Dasar Fisika Universitas Mekanika. Jakarta: Erlangga.

Hidayat, Lilik.2004. Kamus Fisika Bergambar. Bandung: Pakar Raya.

Hikam, Muhammad.2005. Eksperimen Fisika Dasar untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana.

Kadiawarman. 1992. Fisika Dasar I. Jakarta: Depdikbud.

GERAK PARABOLA

  1. I.                   PELAKSANAAN PRAKTIKUM
  2. Tujuan Praktikum

–          Menentukan lintasan proyektil dengan sudut proyeksi yang menghasilkan jangkauan maksimum

2.  Waktu Praktikum

– Kamis, 28 oktober 2010.

3. Tempat praktikum.

– Laboratorium fisika dasar lantai II, FMIPA, Universitas Mataram.

    II. ALAT DAN BAHAN

  1. Alat:   – Alat penembak bola ( Tauncher ) 1 pasang.

–          Meteran Baja

–          Papan pemantul dan stip pendukung.

–          Penyangga besi

–          Statif ( Klamp ) ‘G’ untuk menahan tauncher.

–          Tiang papan pemantul

  1. Bahan : – Bola khusus untuk ditembakkan sebanyak 3 buah

– Kertas grafik

–  kertas karbon.

III. LANDASAN TEORI

Gerak parabola atau sering disebut gerak peluru merupakan suatu jenis gerakan benda yang pada awalnya diberikan kecepatan awal lalu menempuh lintasan yang arahnya sepenuhnya dipengaruhi oleh gravitasi. Benda-benda yang melakukan gerakan peluru dipengaruhi oleh beberapa factor. Pertama, benda tersebut bergerak karena ada gaya yang diberikan. Kedua, seperti pada gerak jatuh bebas, benda-benda yang melakukan gerak peluru dipengaruhi oleh gravitasi, yang berarah kebawah ( pusat bumi ) dengan besar 9=9,8m/s2. Ketiga, hambatan atau gesekan udara. Setelah benda tersebut diberikan kecepatan awal hingga bergerak, maka selanjutnya gerakannya bergantung pada gravitasi dan gesekan alias hambatan udara (www. Garumuda. Com/ gerak,-farabola).

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa jenis gerak parabola. Pertama, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal dengan sudut teta (θ) terhadap garis horizontal. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak gerakan benda yang berbentuk demikian. Beberapa diantaranya adalah gerakan bola yang ditendang oleh pemaen sepak bola, gerakan bola basket  yang yang dilempar kedalam keranjangnya, gerakan bola tenis, gerakan bola volley, gerakan lompat jauh dan gerakan peluru atau rudai yang ditembakkan dari permukaan bumi. Kedua, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal poada ketinggian tertentu dengan arah sejajar horizontal. Beberapa contoh gerakan jenis ini yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, meliputi gerakan bom yang dijatuhkan dari pesawat atau benda yang dilemparkan ke bawah dari ketinggian tertentu. Ketiga, gerakan tentu berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal dari ketinggian trertentu dengan sudut teta ( θ ) terhadap garis horizontal ( tippler. 1998:58 ).

Gerak peluru adalah gerak dengan percepatan konstan 9yang berarah kebawah, dan tidak ada komponen percepatan dalam arah horisonta. Untuk menyatakan geraknya dapat digunakan persamaan gerak dengan kecepatan konstan dalam bidang x-y. Jika dipilih sistim koordinat dengan sumbu Y-positif   vertical keatas, maka dalam persamaan-persamaan tersebut harus kita masukkan ay = -g dan ax = 0. Selanjutnya pilih pula titik asal system koordinat pada tempat mulainya gerak peluru tersebut, misalnya pada titik dimana bola mulai lepas dari tangan pelemnya. Pilihan ini menyrbabkan Xo=Yo=0 saat peluru mulai bergerak, t=0 kecepatannya adalah Vo yang membentuk sudut θo dengan sumbu X-positif, sehingga komponen X dan Y dari Vo adalah Vxo=Vo cos Өo dan Vyo=Vo sin Өo. Karena tidak ada komponenpercepatan dalaarah horizontal, maka komponen kecepatan dalam arah ini konstan masukkan ax=0 dan Vxo=Vo cos Ө. Sehingga diperoleh Vx=Vo cos Өo                                        jadi sepanjanggeraknya komponen horizontal kecepatan berharga sama dengan harga awalnya. Komponen awal vertikalnya akan berubah terhadap waktu sesuai dengan gerak vertical dengan percepatan konstan ke bawah. Sehingga diperoleh Vy=Vo sin Өo-gt. Besar resultan vaktor kecepatan pada sembarang saat adalah V= . Sudut θ yang dibentuk oleh vector kecepatan dengan garis horizontal pada saat itu diberikan oleh                     tan Ө = . Vektor kecepatan disetiap titik selalu menyinggung lintasan partikel.

Dengan Xo=o, ax=o dan Vxo=Vo cos θo, diperoleh koordinat –X dari posisi partikel pada saat sembarang  yaitu x=(Vo cos Өo)t. Sedangkan dengan yo=o, ay=g dan Vyo=vo sin θo diperoleh koordinat –y Y=(Vo sin Өo)t- gt2. Persamaan-persamaan tersebutmemberikan x dan y sebagai  fungsi dari parameter persamaan t, yaitu waktu gerak partikel. Dengan menggabungkan keduanya sambil mengeliminasi parameter t, maka diperoleh : y = (tan θo)x- .

Persamaan ini menghubungkan y dengan X dan menyatakan persamaan lintasan peluru, karena Vo, θo dan g korstan, maka persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk y =bx –x2  yaitu persamaan parabola. Jadi lintasan peluru bentuknya adalah parabola ( Resnick. 198 : 78 ).

IV. PROSEDUR  PERCOBAAN

IV. 1. Penentuan bentuk lintasan (trayektil )

  1. Papan pemantul, papan register dan karbon disusun seperti pada gambar 1. Dengan menempatkan peralatan pada lintasan proyektil dalam koordinat X dan y, titik tersebut pada lintasan dapat diukur.
  2. Pengukuran dimulai dengan papan reflector dekat moncong senjata (launher ) dan tinggi dari moncong ( h ) pada kertas register. Semua nilai ydapat diukur dari posisi ini.
  3. Papan reflector ditempatkan beberapa cm dari senjata dan jarak X diukur. Bola ditembakkan kepapan reflector kemudian jejak/ rekaman dilihat dibalik karbon pada kertas. Dibelakang jejak itu ditulis nilai x yang diukur dengan meteran.
  4. Papan dipindahkan menjauh dari senjata, diulangi untuk beberapa nilai. Bola dimasukkan lalu ditembakkan dengan laju yang sama untuk beberapa tembakan dengan sudut θ tetap
  5. Setelah minimal 12 posisi terekam / diukur, kertas registrasi dilepaskan dan diukur setiap koordinat y. disesuaikan dengan gambar 1 untuk merepresentasikan y.
  6. Nilai-nilai untuk x dan y diplot pada sebuah grafik gambar 2.
  7. Nilai y maks diperkirakan atau diestimasi dan dibuat pasangan sumbu baru ( x1 dan y1 ) dengan menggunakan titik ini sebagai titik  asal.
  8. Digunakan skala yang sama tetapi di tentukan bacaan sumbu baru nilai-nilai y1  untuk  nilai-nilai x1 berikut.

IV. 2 Pengunkuran jangkauan ( Range) proyektil.

  1. Papan reflektpor (demgan kertas karbon dan registrasi) dipasang plat pada permukaan horizontal, sehingga jejak bola akan direkam pada posisi P seperti pada gambar 1. Ringe, R bola dapat diukur ke arah mancong untuk berbagai    sudut θ.
  2. Plot grafik range R, sin 2θ.
  3. Ditentukan apakah persamaan diatas terbukti
  4. Laju awal proyektil ( V )  dihitung.
  5. Ditentukan pada sudut ( θ ) berappa menghasilkan range maksimum.

V. TABEL PENGAMATAN 

(Terlampir)

VI. ANALISIS DATA

VI.1.Rumus yang digunkan

Y=x tan Ө –

  1. Untuk mencari laju awal (v)

V =

VI.2 Analisis hasil percobaan

  1. percobaan 1. (Gambar Grafik)

Laju awal (v) saat mencapai peuncak tertinggi

V

Tinggi maksimum yang dapat dijangkau.

Y=x tan Ө-

b. Percobaan 2 (Gambar Grafik)

VII.  PEMBAHASAN .

Gerak parabola atau sering disebut gerak peluru adalah suatu jenis gerakan benda yang pada awalnya diberi kecepatan awal lalu menempuh lintasan yang arahnya sepenuhnya dipengaruhi oleh gravitasi. Dinamakan gerak peluru karena mungkin jenis gerakan ini mirip gerakan peluru yang ditembakkan.

Pada percobaan kali ini praktikan mencoba melakukan eksperimen gerak parabola dengan memberikan kecepatan awal pada bola yang hendak ditembakkan dari ketinggian tertentu dengan sudut teta (  θ ) terhadap garis horizontal.

Dari percobaan pertama, peraktikan menembakkan bola dari sebuah launcher dengan sudut 45o terhadap garis horizontal.sudut dibuat konsisten agar mudah membandingkan y ( ketinggian bola ) yang dapat dijangkau dengan x yang dibuat bervariasi. Ketinggian dari lubang menembak sampai kepermukaan bumi diukur dan didapat h =17,7 cm. dengan menaruh data pada table pengamatan  1, dapat diamati bahwa jangkauan tertinggi terjadi saat  x ( jarak penembak ke papan karbon ) berjarak 40 cm dengan y ( ketinggian ) 29,9 cm. Hal ini membuktikan bahwa terdapat gaya lain yang mempengaruhi laju dari bola tersebut. Dari yang awalnya bergerak dengan kecepatan awal, mencapai titik puncak dan akhirnya turun dan kembali keposisi awal yaitu diam. Gaya tersebut antara lain adalah gaya gesek udara dan yang paling penting gaya gravitasi yang mempengaruhi bola jatuh kembali yang hanya bekerja pada arah vertikel. Gravitasio tidak mempengaruhi gerak benda pada arah horizontal.

Pada percobaan kedua , praktikan melakukan penembatan peluru dengan sudut yang dibuat bervariasi  dengan x1 bervariasi pula, sehingga didapat y ( ketinggian /titik puncak )  dari percobaan berturut-turut  15,6 cm, 19,2 cm, 25,6 cm, 46,5 cm, dan 58,5 cm. Dari data ditabelpengamatan dapat dilihat bahwa titik, tertinggi yang dapat diraih bukanlah pada sudut 45o namun pada sudut 70o. Hal ini disebabkan karena ukuran x yang digunakan berbeda-beda sehingga kita menjadi sulit untuk membandingkan hasil pengamatan dengan teori yang telah ada. Kesalahan lainnya yang menyebabkan ketidaksesuaian hasil pengamatan adalah pembacaan skala dan pengukuran sudut yang kurang tempat terhadap garis horizontal. Ketidak tepatan ini menyebabkan hasil pengamatan ikut berubah dari yang diinginkan.

Seperti yang kita ketahui bahwa gerak parabola adalah gerak dua dimensi dimana melibatkan sumbu horizontal dan vartikal. Percepatan pada komponen x adalah nol ( ingat bahwa gerak parabola hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Pada arah horizontal ataupun komponen x, gravitasi tidak bekerja ). Percepatan pada komponen x atau arah vartikal tetap ( g=gravitasi  ) dan bernilai negatif  -g ( percepatan gravitasi gerak vertical bernilai negative karena arah gravitasi selalu kebawah alias kepusat permukaan bumi. Karena percepatan gravitasi yamng bernilai negative inilah, menyebabkan bola yang dilontarkan, setelah mencapai titik puncak tertentu ( V=O ), kembali menuju permukaan bumi akibat mengalami perlambatan. Hal ini dapat dilihat dari kedua gravik yang menunjukkan nilai y yang mula-mula semakin naik sesuai perubahan x, dan setelah mencapai puncak tertentu, gravik y mulai turun sehingga gravik tersebut berbentuk seperti parabola.

VIII.  PENUTUP.

1. Kesimpulan.

  1. Lintasan proyektif yang dihasilkan pada percobaan ini menyerupai parabola.
  2. Jangkauan maksimum ( range) yang dicapai ketika sebuah proyektil ditembakkan adalah dengan sudut θ =45o kearah horizontal.
  3. Pada gerak parabola percepatan gravitasi  ( g ) yang bekerja bernilai negative karena selalu menuju kepusat permukaan bumi.
  4. Semakin besar kecepatan awal  ( Vo ) yang diberikan maka jarak yang dapat ditempuh oleh suatu lintasan parabola ( x max ) semakin jauh.

2  Saran

  1. Hendaknya sebelum memulai praktikum, praktikan memeriksa alat dan bahan yang digunakan agar tidak mengganggu peruses praktikum nantinya.
  2. Praktikum harus menguasai materi yang akan dipraktikan agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
  3. Menggunakan alat secara berhati-hati, karena alat praktikum akan mudah rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, dauglas C. 2001. Fisika jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Halliday, Resnivk. 1991. Fisika jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Tipler, P.A. 1998. Fisika untuk Jenis dan teknik Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Www. Gurumuda. Com / gerak – Parabola.

KONSTANTA PEGAS

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1.1 Tujuan praktikum

  • Menentukan konstanta pegas,yaitu kekuatan pegas berdasarkan Hukum Hooke
  • Menentukan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras

waktu praktikum

1.2  Tempat praktikum

  • Laboratorium  Fisika dasar lantai III,FMIPA Universitas  Mataram

II. ALAT DAN BAHAN

2.1  alat:

  • neraca atau timbangan
  • satu set pegas
  • stopwatch

2.2  bahan

III. LANDASAN TEORI

Setiap  gerak terjadi secara berulang dalam selang waktu yang sama disebut gerak periodic,karena gerak ini terjadi secara teratur  maka disebut juga sebagai gerak harmonik/harmonis.Apabila suatu partikel melakukan gerak periodik pada lintasan yang sama maka geraknya disebut gerak osilasi/getaran.Bentuk yang sederhana dari gerak periodik adalahbenda yang berosilasi  pada ujung pegas .Karenanya kiya menyebutnya gerak harmonis sederhana.Banyak jenis lain (osilasi dawai,roda keseimbangan,arloji,atom dalam molekul dan sebagainya)yang mirip dengan jenis gerakan ini,sehingga pada kesempatan ini kita akan membahas secara mendetail (Halliday.1991:183).

Dalam kehidupan sehari –hari,gerak bolak balik benda yang bergetar  terjadi tidak tepat sama karena pengaruh gaya gesekan.Ketika kita memainkan gitar,senar gitar tersebut akan berhenti bergetar  apabila kita hentikan petikan.Demikian juga bandul yang berhenti berayun jika tidak digerakan secara berulang.Hal ini disebabkan karena adanya gaya gesekan.Gaya gesekan menyebabkan  benda-benda tersebut berhenti berosilasi.Jenis getaran seperti in I disebut getaran harmonik teredam.Walaupun kita tidak dapat menghindari gesekan ,kita dapat meniadakan efek redaman dengan menambah energi ke dalam sistem yang berosilasi untuk mengisi kembali energi yang hilang akibat gesekan,salah satu contohnya adalah pegas dalam arloji yang sering kiya pakai (Giancoli.2001:203).

Semua pegas memiliki panjang alami sebagaimana tampak pada gambar a.ketika sebuah beban  dihubungkan ke ujung sebuah pegas,maka pegas akan meregang(bertambah panjang) sejauh y.Pegas akan mencapai titik kesetimbangan  jika tidak di berikan gaya luar (ditarik atau di goyang).Jika beban di tarik ke bawah sejauh y1 dan di lepaskan ,benda akan bergerak naik turun .Gerakan terjadi secara berulang dan periodic (Tipler.1998:96).

Apabila benda di tarik ke kanan sejauh +x(pegas di renggangkan),pegas akan memberikan gaya  pemulih benda tersebut yang arahnya ke kiri sehingga benda kembali ke posisi setimbang.sebaiknya ,jika benda di tarik sejauh –x ,pegas juga memberikan gaya pemulih untuk mengembalikan benda ke kanan sehingga benda kembali ke posisi setimbang. Besar gaya pemulih F ternyata sebanding lurus dengan simpangan x dari pegas yang di rentangkan atau di tekan dari posisi setimbang (posisi setimbang ketika x=0). Secara sistematis ditulis:

F=-k x

Persamaan ini sering disebut sebagai Hukum Hooke dn di cetuskan oleh paman Robert Hooke. K adalah konstanta dan x adalah simpangan.Hukum Hooke akurat jika pegas tidak di tekan sampai  kumparan pegas bersentuhan /di renggangkan sampai batas elastisitas.Tanda negative menunjukan bahwa gaya pemulih alias F mempunyai arah berlawanan dengan simpangan x . Ketika kita menarik pegas ke kanan maka x bernilai positif ,tetapi arah F ke kiri (berlawanan arah dengan simpangan x).Sebaiknya jika pegas di tekan ,x berarah ke kiri (negatif),sedangkan gaya F bekerja ke kanan .Jadi gaya F selalu bekerja berlawanan arah dengan arah simpangan x. k adalah konstanta pegas (young.2002:215).

IV.  PROSEDUR KERJA

4.1 Menghitung konstanta pegas berdasarkan Hukum Hooke

  • Beban yang akan digunakan di timbang dan di catat hasilnya dalam tabel 1.
  • Beban (m1) digantungkan pada pegas dan diukur lagi pertambahan panjang pegas tersebut.
  • Beban (m2) di tambahkan dan diukur lagi pertambahan panjangnya.
  • Beban terus di tambahkan dan dicatat hasilnya pada tabel 2.
  • Beban dikurngi satu persatu dan di catat panjang pegas pada setiap pengurangan dalam tabel 2.

4.2 menghitung konstanta pegas berdasarkan getaran selaras (harmonik)

  • Beban (m1) digantungkan pada pegas dan di getarkan dengan ditarik sejauh x (tidak jauh) dan di lepaskan .Waktu n getaran dihitung dan dicatat hasilnya dalam tabel 3.
  • Beban m2,m3 dan seterusnya ditambahkan dan dihitung waktu getar setiap penambahan beban sebagaimana poin 2a dan dicatat hasilnya pada tabel 3
  • Beban di kurangi satu persatu dan waktu getarnya dicatat untuk n getar setiap pengurangan beban  sebagaimana pada saat penambahan beban dan hasilnya dicatat pada tabel 3

V. TABEL PENGAMATAN

Massa Beban ( bandul )

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Tabel 2. Menentukan konstanta pegas berdasarkan hokum hooke

Beban Pertambahan Panjang pegas (cm)
m1 1,5
m1 +m2 2,5
m1 +m2+m3 3,8
m1 +m2+m3+m4 5
m1 +m2+m3+m4+m5 6,5
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 7,7
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 9,2
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 10,4
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 11,6
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 13

Pengurangan beban

m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 13
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 11,6
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 10,1
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 8,1
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 7,6
m1 +m2+m3+m4+m5 6,2
m1 +m2+m3+m4 4,9
m1 +m2+m3 3,4
m1 +m2 2,3
m1 0,9

Panjang beban mula-mula(l0)=18

Tabel 3,Menentukan konstanta pegas bardasarkan Getaran selaras

Beban Waktu t(s)getar untuk 20 getaran
m1 06,99
m1 +m2 08,01
m1 +m2+m3 09,49
m1 +m2+m3+m4 10,62
m1 +m2+m3+m4+m5 11,38
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 12,63
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 13,28
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 13,96
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 15,35
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 16,23

Pengurangan beban

m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 16,23
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 15,02
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 14,03
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 13,52
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 13,07
m1 +m2+m3+m4+m5 11,67
m1 +m2+m3+m4 10,80
m1 +m2+m3 9,65
m1 +m2 8,29
m1 7,00

VI. ANALISIS DATA

Beban Pertambahan panjang pegas (⧍x ) (m) F=W=m.g (N) K=F/⧍x
0,05 1,5.10-2 0,5 33,33
0,1 2,5.10-2 1 40
0,15 3,8.10-2 1,5 39,47
0,2 5.10-2 2 40
0,25 6,5.10-2 2,5 38,46
0,3 7,7.10-2 3 38,96
0,35 9,2.10-2 3,5 36,08
0,4 10,4.10-2 4 38,46
0,45 11,6.10-2 4,5 38,79
0,5 13.10-2 5 38,46

Penurangan beban

0,5 13.10-2 5 38,46
0,45 11,6.10-2 4,5 39,13
0,4 10,1.10-2 4 39,06
0,35 8,1.10-2 3,5 43,21
0,3 7,6.10-2 3 39,47
0,25 6,2.10-2 2,5 40,3 2
0,2 4,9.10-2 2 40,82
0,15 3,4.10-2 1,5 44,12
0,1 2,3.10-2 1 43,48
0,05 0,9.10-2   55,56

Tabel 2. Menentukan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras

Beban (Kg) Waktu untuk 20 kali getaran (s) T=t/n K=4π2m/=T2
0,05 06,99 0,3495 16,1433
0,1 08,01 0,4005 24,5875
0,15 09,49 04745 26,2747
0,2 10,62 0,5310 27,9744
0,25 11,38 0,5690 30,4533
0,3 12,63 0,6315 29,6684
0,35 13,28 0,6640 31,3077
0,4 13,96 0,6980 32,3749
0,45 15,35 0,7675 30,1283
0,5 16,23 0,8115 29,9442
 
0,5 16,23 0,8115 29,9442
0,45 15,02 0,7510 31,4668
0,4 14,03 0,7015 32,0571
0,35 13,57 0,6785 29,9838
0,3 13,07 0,6535 27,7044
0,25 11,67 0,5835 28,9586
0,2 10,80 0,5400 27,0497
0,15 9,65 0,4285 32,2188
0,1 8,29 0,4145 22,9546
0,05 7,00 0,3500 16,0973

Penentuan konstanta pegas berdasarkan Hukum Hooke (Pertambahan beban)

(metode ketidakpastian)

m (Kg) ⧍x  (m) K=(m g/⧍x  ) (k- ) (k- )2
0,05 1,5.10-2 33,33 38,201 4,871 23,729
0,1 2,5.10-2 40 1,799 3,236
0,15 3,8.10-2 39,47 1,269 1,610
0,2 5.10-2 40 1,799 3,236
0,25 6,5.10-2 38,46 0,259 0,067
0,3 7,7.10-2 38,96 0,759 0,576
0,35 9,2.10-2 36,08 -2,121 4,499
0,4 10,4.10-2 38,46 0,259 0,067
0,45 11,6.10-2 38,79 0,589 0,347
0,5 13.10-2 38,46 0,259 0,067
    Ʃ=382,01 Ʃ 37,432

=

=  =38,201 N/m

Sandar deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=2,04 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ= tan 250

0,466

K  =

=21,8 N/m

Terdapat perbedaan nilai konstanta pegas berdasarkan metode ketidakpastian dan metode grafik.Pada metode ketidakpastian ⧍k=2,04 N/m,sedangkan pada metode grafik ⧍k=21,6 N/m .Kedua nilai tidak jauh berbeda,hal ini berarti percobaan yang di lakukan cukup teliti

Penentuan konstanta pegas berdasarkan hokum Hooke (Pengurangan beban)(metode ketidakpastian)

m (kg) ⧍x (m) K=(mg/⧍x) (k- ) (k- )2
0,5 13.10-2 38,46 42,417 -3,957 15,658
0,45 11,6.10-2 39,13 -3,287 10,804
0,4 10,1.10-2 39,06 -2,817 7,935
0,35 8,1.10-2 43,21 0,793 0,629
0,3 7,6.10-2 39,47 -2,947 8,685
0,25 6,2.10-2 40,3 2 -2,097 4,397
0,2 4,9.10-2 40,82 -1,597 2,550
0,15 3,4.10-2 44,12 1,103 2,900
0.1 2,3.10-2 43,48 1,063 1,130
0,05 0,9.10-2 55,56 13,143 172,738
    Ʃ=424,17 Ʃ  

=

= =42,417 N/m

Standar Deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=5,03 N/m

Nilai terbaik (k konstan)

K=  ±⧍k

=42,417±5,03 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ =tan 16

=0,287

K=  =  =34,8 N /m

Perbedaan yang di tunjukan oleh kedua metode pada nilai konstanta pegas sangat berbeda jauh .Metode ketidakpastian k=5,03 N/m sedangkan metode grafik k=34,8 N/m.

Penentuan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras ⟶penambahan panjang

m (Kg) T (n=20) (sekon)  T=t/n T2 K=4π2 m/T2   (k- )2
0,05 06,99 0,3495 0,1221 16,1433   137,89
0,1 08,01 0,4005 0,1604 24,5875 10,88
0,15 09,49 04745 0,2251 26,2747 2,60
0,2 10,62 0,5310 0,2820 27,9744 0,008
0,25 11,38 0,5690 0,3238 30,4533 6,59
0,3 12,63 0,6315 0,3988 29,6684 3,18
0,35 13,28 0,6640 0,4409 31,3077 11,71
0,4 13,96 0,6980 0,4872 32,3749 20,19
0,45 15,35 0,7675 0,5891 30,1283 5,03
0,5 16,23 0,8115 0,6585 29,9442 4,24
      Ʃ 278,8612 Ʃ 192,318

=

=  =27,8861N/m

Sandar deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=4,62 /m

Nilai terbaik (k konstan)

K=  ±⧍k

=27,8861±4,62 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ =tan 35⁰=0,7

K=  =  =56,34N /m

Terdapat perbedaan nilai konstanta pegas dari kedua metode perhitungan yang di gunakan. Metode ketidakpastian k=27,8861±4,62 N/m dan metode grafik k =56,34N /m

Penentuan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras ⟶pengurangan beban

m (Kg)

T(n=20) (sekon)

T=t/n

T2

K=4π2 m/T2   (k- )2
0,5 16,23 0,8115 0,6585 29,9442 27,1637 7,7311
0,45 15,02 0,7510 0,5640 31,4668 18,5167
0,4 14,03 0,7015 0,4921 32,0571 23,9463
0,35 13,57 0,6785 0,4604 29,9838 7,9394
0,3 13,07 0,6535 0,4270 27,7044 0,2868
0,25 11,67 0,5835 0,3404 28,9586 3,2436
0,2 10,80 0,5400 0,2916 27,0497 0,0129
0,15 9,65 0,4285 0,2328 32,2188 3,07047
0.1 8,29 0,4145 0,1718 22,9546 17,7047
0,05 7,00 0,3500 0,1225 16,0973 122,4652
     

Ʃ

271,6371

Ʃ

196,9882

=

=  =27,16371N/m

Sandar deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=4,678/m

Nilai terbaik (k konstan)

K=  ±⧍k

=27,1637 ±4,678 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ =tan 32⁰=0,625

K=  =  =63,10 N /m

Terdapat perbedaan antara kedua metode .metode ketidakpastian k==27,1637 ±4,678 N/m

,sedangkan metode grafik k=63,10 N /m

VII.   PEMBAHASAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa untuk menentukan konstanta pegas ( kekuatan pegas ) dapat dilakukan dengan melakukan percobaan sederhana menggunakan pegas yang diberi beban sehingga mengalami tegangan dan pertambahan panjang ( ⧍x ) sesuai keelastisitasnya. Nilai K dapat dihitun h dengan menggunakan rumus F = – K . ⧍x yang sering disebut Hukum Hooke. Tanda negative dalam rumus ini menunjukkan bahwa gaya F merupakan gaya pulih yang selalu berlawanan arah dengan pertambahan panjang ( ⧍x )pada pegas. Selain itu, untuk memperoleh kostanta pegas dapat di proleh dengan getaran selaras yaitu  percobaan pada pegas yang diberi suatu beban , kemudian diberi gaya tegak lurus bidang horizontal yang ketika dilepas pegas akan bergerak naik turun akibat adanya gaya gravitasi . berdasarkan getaran selaras dapat digunakan rumus ini :

k=

               Dari percobaan yang dilakukan diperoleh kostanta pegas yang berbeda-beda baik dengan menggunakan metode ketidakpastian ataupun metode grafik, dengan menggunakan getaran selaras ataupun berdasarkan hokum hooke. Berdasarkan hokum hooke dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai konstanta pegas 38, 201 ± 2,04 N/m menurut metode ketidakpastian dan 21,6 N/m dengan metode grafik . kedua nilai ini diperoleh dengan menambah beban pada pegas yang digantung . sedangkan dengan pengurangan beban diperoleh konstanta pegas sebesar 42,417 ± 5,03 N/m ( metode ketidakpastian ) dan 34,8 N/m ( metode grafik ). Pada penambahan beban, hasil yang diperoleh tidak terlalu jauh , namun saat pengurangan beban hasil perhitungan konstanta pegas jauh berbeda. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh beban yang diberikan karena beban yang terlalu berat , maka pegas yang dipakai akan mengendor ( mulur ) sehingga pertambahan panjang pegas semakin besar ini yang menyebabkan perbedaan hasil yang dipeoleh.

Dengan menggunakan metode getaran selaras pada penambahan beban diperoleh K = 27,8 ± 4,6 N/m ( metode ketidak pastian ) dan 56,34 N/m ( metode grafik ) sedangkan pada pengurangan beban diperoleh K = 27,16 ± 4,6 N/m ( metode ketidak pastian ) dan 63,10 N/m metode grafik . pada pertambahan beban angka yang ditunjukkan tidak terlalu jauh , sama halnya dengan pengurangan beban. Namun saat pengurangan beban nilai K yang ditunjukkan lebih besar sadipada saat penambahan beban. Hal ini disebabkan kaena pegas yang dipakai bertambah panjang setelah digantungkan beban, terlebih lagi ditarik dan dilepaskan agar beban dapat bergerak naik turun secara vertical. Hal ini yang mempengaruhi nilai K yang diperoleh

Jika dibandingkan nilai k yang diperoleh dari getaran selaras ataupun berdasarkan hokum Hooke, konstanta pegas yang di dapat jauh berbeda.Hal ini membuktikan bahwa dalam praktikum masih terdapat kelemahan –kelemahannya .Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa pegas yang digunakan adalah factor utama dari hasil yang diperoleh walaupun pegas yang digunakan sama,tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan dalam praktikum .Selain itu ketelitian praktikan dalam membaca skala pada mistar dan stopwatch juga mempengaruhi perhitungan.Faktor yang lain adalah beban yang diberikan serta gaya tarik yang dilakukan pada pegas ,semakin besar keduanya,pegas akan akan semakin mengendor dan mempengaruhi hasil pengamatan berikutnya.

VIII. PENUTUP                                                                                                                                                     

  • Berdasarkan hooke diperoleh nilai konstanta pegas sebesar 2,04 N/m( Pertambahan Beban )

dan 0,5 N/m (Pengurangan Beban )

  • Berdasarkan getaran selaras diperoleh nilai konstanta pegas sebesar 27,8 ± 4,6 N/m

(pertambahan beban ) dan 27,16 ± 4,6 ( pengurangan beban )

  • Nilai konstanta pegas berdasarkan hokum hooke berbeda dengan pengukuran

berdasarkan getaran selaras.

  • Konstanta pegas yang dihasilkan bergantung dari massa beban ( m ), pertambahan

panjang ( ⧍x  ) dan periode yang dihasilkan pegas ( T ).

  • Sebelum praktikum berlangsung,cek alat – alat yang akan digunakan.
  • Co.Ass lebih menerangkan bagaimana cara melakukan praktikum yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Giancolli, Douglas C. 2001. Fisika Jili 1. Jakarta : Erlangga.

Resnic , Halliday. 1991. Fisika Jilid 1 edisi kedua. Jakarta : Erlangga.

Tipler , Paul A. 1998. Fisika dasar. Jakarta : Erlangga.

Young. H. D. 2002. Fisika Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

BANDUL MATEMATIS

I.   PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1.1  Tujuan praktikum

–          Memahami gerak osilasi yang tidak teredam.

–          Menentukan besarnya niai percepatan gravitasi

1.2  Waktu praktikum

Kamis, 11 November 2010.

1.3  tempat praktikum

Laboratorium Fisika Dasar, lantai II, FMIPA, Universitas Mataram.

2.1 Alat           :

– Meteran

– Statif

– Stopwatch

2.2 Bahan        :

– Beban atau bandul

– Benang

III. LANDASAN TEORI

Bandul matematis adalah system fisis yang bergerak mengikuti gerak harmonik sederhana. Bandul matematis adalah benda ideal yang terdiri atas sebuah titik massa yang digantungkan pada tali ringan yang tidak mulur dan tidak bersama. Bila bandul disimpangkan dengan sudut Ø dari posisi setimbangnya lalu dilepaskan maka benda akan berayun dalam bidang vertiakal karena pengaruh gaya gravitasi.

Gaya yang bekerja pada bandul dengan massa m adalah gaya gravitasi m.g dan gaya tegangan tali T . untuk sudut ø yang kecil aka percepatan gravitasi dapat dihitung dengan persamaan :

˚

Dimana T adalah periode bandul (s), l adalah panjang tali (m), dan g adalah percepatan gravitasi (m/s2) (Anonim, 2007  ; 35).

Ayunan sederhana adalah sebuah benda yang digantungkan pada tali ringan yang memiliki panjang tetap. Jika simpangan diberikan sudut ø dan dilepaskan, maka benda akan berayun pada bidang vertikal karena pengaruh gaya berat. Gerakan ini akan periodik. Benda bermassa m merupakan ayunan sederhana. Fres = – mg sin ø, merupakan gaya pulih yang merupakan komponen tangensial dari gaya berat.

Jika  Fres = – mg      ø = – ks

Jika s adalah busur yang dijalani benda dan akan sama dengan simpangan x, maka :

ØL = s   à x        atau  ø = X/ L

Gaya pulih : -m.g = -m.g x/L = -kx

Jadi  k= m.g/L  atau  m/k = L/g

P = 2∏ √m/k  =   2∏ √L/g

Dimana L adalah panjang tali (m), g adalah percepatan tali  (m/s2) dan P adalah periode ( sarajo, 2002 ; 134 )

Pendulum sederhana(bandul sederhana) adalah terdiri atas sebuah bola pendulum yang digantung di ujung tali yang ringan. Kita anggap bahwa tali tidak teregang dan massanya diabaikan, sehingga mnyerupai gerak haronik sederhana. Pendulum berjalan sepanjang busuh. Pendulum berosilasi sepanjang busur sebuah lingkaran dengan amplitudo yang sama disetiap titik seimbang (dimana ia tergantung vertikal) dan semetara melalui titik setimbang lajunya bernilai maksimun, sehingga dapat di[peroleh periode (Giancoly, 2001 ; 57).

IV.   PROSEDUR PERCOBAAN

  1. Benda (m1) digantungkan pada tali dengan panjang tertentu (ditentukan oleh asisten).
  2. Bandul disimpangkan dengan sudut tertentu ( < 10) dari titik kesetimbangan.
  3. Bandul dilepaskan dan dihitung waktunya untuk 20 ayunan.
  4. Prosedur a sampai c diulangi untuk beberapa pannjang tali yang berbeda dan hasilnya dicatat pada tabel 1.
  5. Cara a sampai d diulangi untuk massa benda (m2) berbeda dan hasilnya dicatat pada tabel 1.

Panjang tali

(cm)

Waktu 20 ayunan

(sekon)

1.               0,66 1.                      14,10
2.               0,55 2.                      18,59
3.               0,43 3.                      22,48
4.               0,32 4.                      25,97
5.               0,20 5.                      28,17
1.               0,43 1.                      15,85
2.               0,50 2.                      20,22
3.               0,53 3.                      24,16
4.               0,56 4.                      27,00
5.               0,59 5.                      29,77
  1. VI.             ANALISIS DATA

∑F=m.a

∑F=-m.g sin Ø

m.a=-m.g sin Ø

a= -g sin Ø

a=

                                =

                                =- w A sin wt

Maka:

a= -g sin Ø

w A sin wt = -g sin Ø

w A sin wt = -g

w A sin wt= -g

Tabel hasil pengamatan percobaan bandul matematis beban m1

Xi(m)

xi2 (s)

L(s)

T

T2

xi-yi(ms2)

 

0,66

0,44

32,9

1,64

2,69

1,78  

0,55

0,30

30,1

1,50

2,25

1,24  

0,43

0,18

26,7

1,34

1,79

0,77  

0,32

0,10

23,3

1,16

1,34 0,43  

0,2

0,04

19,1

0,96

0,92

0,18  
2,16 1,06 312,1

6,60

8,99

4,40

b =

=

=

= 4, 07

5=

=

= 9,69

Ag=

=  10 m/s2

=  9,38 – 0,62

=  8,76 m/s2            ( metode ketidakpastian)

GRAFIK ( hubungan panjang tali(L) terhadap kuadrat periode (T2)

Tan ø   = tan 35˚

= 0,7

g          = 4П2/tan ø

= 4(3,14)2/0,7

= 39,4384/0,7

= 56,34 m/s2                          (metode grafik)

Tabel hasil pengamatan percobaan bandul matematis beban m2

beban

Panjang tali(cm)

Waktu ayunan(s)

(n = 20)

Periode ayunan

(T = t/n)

g = 4П2L/T2

T2

ğ

(g- ğ)2

 

M2 = 295 gr

1,0

40,93

2,046

9,421

4,2

 

8,47

0,40

0,9

39,28

1,964

9,202

3,9

0,50

0,8

38,09

1,904

8,703

3,6

0,05

0,7

35,29

1,764

8,872

3,1

0,20

0,6

32,74

1,637

8,830

2,7

0,10

0,5

29,77

1,488

8,906

2,2

0,20

0,4

27,00

1,350

8,656

1,8

0,03

0,3

24,16

1,208

8,108

1,5

0,10

0,2

20,22

1,011

7,717

1,0

0,60

0,1

15,85

0,792

6,287

0,6

4,80

jumlah    

84,702

 

7,48

ğ =  ∑ gt/n

=  84,702/10

=  8,47 m/s2

∆g = √∑ (g- ğ) 2/n-1

=  √7,48/9

=  0,91 m/s2

g =  ğ ± ∆g

=  8,47 ± 0,91

=  8,47 + 0,91

=  9,38 m/s2

=  8,47 – 0,91

=  7,56 m/s2                ( metode ketidakpastian)

GRAFIK ( hubungan panjang tali(L) terhadap kuadrat periode (T2))

Tan ø   = tan 42˚

= 0,9

g         = 4П2/tan ø

= 4(3,14)2/0,9

= 39,4384/0,9

= 43,82 m/s2         (metode grafik)

VII.   PEMBAHASAN

Untuk menentukan besarnya gravitasi disuatu tempat dapat dilakukan dengan alat deteksi gravitasi atau dengan melakukan percobaan. Percobaan bisa dilakukan dengan bandul matematis. Bandul matematis adalah benda yang digantung pada tali ringan yang tidak mulur. Jika bandul dimiringkan dengan sudut ø dari titik seimbangnya lalu dilepaskan maka bandul akan berayun secara vertikal karena pengaruh gravitasi.

Pada percobaan kali ini, praktikan mencari dan menghitung besar dari nilai gravitasi dengan metode yang berbeda, yaitu dengan metode ketidakpastian dan metode grafik. Hasil yang diperoleh dari kedua metode ini sangat berbeda, baik pada beban m1 dan m2. Pada beban m1 diperoleh nilai g sebesar 10 m/s2 dengan metode ketidakpastian, sedangkan dengan menggunakan metode grafik diperoleh g 56,34 m/s2. perbedaan nilai g yang diperoleh dengan kedua metode ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketelitian dalam membaca skala pada mistar dan pengukuran panjang tali pada saat percobaan. Selain itu adanya gesekan antar bandul dengan udara juga dapat mempengaruhi hasil pengamatan yang diperoleh.

Pada beban m2 diperoleh g 9,38 m/s2 dengan metode ketidakpastian., sedangkan dengan menggunkan metode grafik diperoleh nilai g sebesar 43,82 m/s2. Pada percobaan ini juga terdapat perbedaan nilai g, sama halnya dengan percobaan pertama hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan pada percobaan sebelumnya.

Dari penjelasan diatas diketahui bahwa nilai g yang diperoleh dari percobaan dengan m1 dan m2 sangat berbeda. Nilai g yang ditunjukkan dengan menggunakan beban m1 seberat 100 gram selalu lebih besar dari pada nilai g yang ditunjukkan dengan menggunakan beban m2 295 gram, baik dengan metode ketidakpastian dan metode grafik. Seharusnya nilai g yang diperoleh dengan menggunakan m1 atau m2 tidak jauh berbeda karena dalam menentukan nilai gravitasi tidak dipengaruhi oleh massa(tidak ada variabel massa). Oleh sebab itu, perbedaan ini akibat dari ”human error” dan ketelitian dalam melakukan percobaan serta gaya luar yang mempengaruhi(gaya gesek udara).

VIII. PENUTUP

–   Pada pengukuran meggunakan beban pertama (100 gram) diperoleh nilai percepatan gravitasi sebesar 10 m/s2 (dengan metode ketidakpastian).

–   Pada pengukuran dengan menggunakan beban kedua(295 gram) diperoleh nilai percepatan gravitasi sebesar 9,38 m/s2 (dengan metode ketidakpastian).

–   Percepatan gravitasi tidak dipengaruhi oleh massa beban yang digunakan, namun dipengaruhi oleh panjang tali (l) yang berdampak pada periode(T) yang dihasilkan

–   Perbedaan percepatan gravitasi yang diperoleh dengan kedua metode disebabkan karena adanya pengaruh gaya lain dalam percobaan seperti gaya gesek udara dengan bandul serta ketelitian dalam mengukur panjang tali dan sudut simpangan.

b.    Saran

– Sebelum percobaan dimulai, hendaknya alat-alat percobaan diperiksa terlebih dahulu.

– Dalam melakukan praktikum, ketelitian praktikan sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007.Petunjuk Praktikum Fisika dasar.Mataram : Universitas Mataram.

Giancolli, D.C.2007.Fisika.Jakarta : Erlangga.

Sarojo, Ganijati  Abi.2002.Mekanika Seri Fisika Dasar. Jakarta : Salemba tehnik.

VISKOSITAS ZAT CAIR

  1. Tujuan Praktikum      : Menentukan koefisien viskositas (kekentalan)

zat cair  berdasarkan Hukum Stokes.

  1. Hari, tanggal             : Kamis, 21 Oktober 2010.
  2. Tempat                     :  Laboratorium Fisika Dasar Lantai II,

FMIPA,Universitas Mataram.

  • Bola plastic
  • Gelas ukur
  • Jangka sorong
  • Mistar
  • Penjepit
  • penyaring
  • Pipet tetes
  • Stopwatch
  • Tabung gelas
  • Timbangan analitik

Viskositas ada pada zat cair maupun gas, dan pada intinya merupakan gaya gesekan antara lapisan – lapisan yang bersisian pada fluida pada waktu lapisan – lapisan tersebut bergerak satu melewati yang lainnya. Pada zat cair, viskositas terutama disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul. Pada gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul. Fluida yang berbeda memiliki besar viskositas yang berbeda. Satu lapisan tipis fluida ditempatkan antara dua lempeng yang rata. Satu lempeng diam dan yang lainnya bergerak dengan laju konstan, seperti pada gambar berikut :

Lempeng bergerak

gradien

Fluida                                               kecepatan                  l

Lempeng diam

Fluida yang langsung besentuhan dengan setiap lempeng dan ditahan pada permukaan oleh gaya adhesi antar molekul zat cair dan lempeng. Dengan demikian, permukaan atas fluida bergerak dengan laju v yang sama seperti lempeng yang atas, sementara fluida yang bersentuhan dengan lempeng yang diam tetap diam. Lapisan fluida yang diam menahan aliran lapisan yang perrsis di atasnya, yang jug menahan lapisan berikutnya, dan seterusnya. Berarti kecepatan bervariasi secara kontinu dari 0 sampai v. Untuk fluida tertentu, gaya yang dibutuhkan, F, sebanding dengan luas fluida yng bersentuhan dengan setiap lempeng, A, dan dengan laju, v, dan berbanding terbalik dengan jarak, l, antar lempeng : F  vA/l. Untuk flida yang berbeda, makin kental fluida tersebut, mkin besar gaya yang diperlukan. Konstanta perbandingan untuk persamaan ini didefinisikan sebagai koefisien viskositas, ɳ :

F = ɳ A v/l

Dengan menyelesaikan untuk ɳ, kita dapatkan ɳ = Fl/vA. Satuan SI untuk ɳ adalah N.s/ = Pa.s (Pascal sekon). Pada system CYS, satuan tersebut adalah dyne.s/  dan satuan ini disebut poise (Giancoli, 2001 : 347).

Untuk cairan yang mudah mengalir, misalnya air atau minyak tanah, tegangan luncur (F/A) itu reltif kecil untuk perubahan regangan luncur tertentu, dan viskositasnya juga rlatif kecil. Viskositas semua fluida sangat dipengaruhi oleh temperatur ; jika temperatur naik, viskositas gas bertambah dan viskositas zat cair berkurang (Sears Zemansky, 1962 : 342).

Persamaan untuk gaya kekentalan dipengaruhi oleh viskositas ᶯ fluida yang bersangkutan, radius r bola (untuk benda berbentuk bola), dan kecepatannya v relatif terhadap fluida, maka gaya kekentalan ialah :

F = 6 ɳrv

Persamaan ini pertama kali diumuskan oleh Sir George Stokes pada tahun 1945 dan dinamakan Hukum Stokes. Sebuah bola yang jatuh ke dalam fluida kental akan mencapai kecepatan akhir  pada saat gaya kekentalan yang menahan plus gaya apung sama dengan berat bola itu. Umpamakan ρ rapat massa bola dan ῤ rapat massa fluida. Jadi, berat bola ialah , dan apabila kecepatan akhir telah tercapai (Sears Zemansky, 1962 : 346).

+ 6 ɳr  = ρg

=  (ρ-ῤ)

Gaya – gaya yang bekerja pada benda yang bergerak dalam fluida adalah : gaya berat W, gaya apung Archimedes, A, dan gaya Stokes f. Berdasarkan hukum II Newton, rsultan gaya – gaya di atas adalah :

W – A – f = ma

ρ(b)vg – ρ(f)vg – 6 rɳv = ma

ρ(b) = massa jenis benda

ρ(f) = massa jenis fluida

V      = volume

g      = percepatan gravitasi

v   = laju

Karena gaya gesek f berlawanan arah dan besarnya sebanding dengan laju v, maka dengan membesarnya v, perceatan benda semakin berkurang dan mencapai nol pada saat v mencapai nilai maksimum. Dengan demikian, persamaannya menjadi :

ρ(b)vg – ρ(f)vg – 6 rɳv = 0

sehingga viskositas fluida adalah :

ɳ =

Persamaan di atas hanya cocok untuk wadah berdimensi besar (Hiden, 2008 : 12).

Kekentalan atau viskositas dapat dibayangkan sebagai gesekan antara satu bagian dengan bagian lain dalam fluida. Dalam fluida yan kental kita perlu gaya untuk menggeser satu bagian fluida terhadap yang cair. Di dalam membahas aliran kental, kita dapat memandang persoalan seperti halnya tegangan dan regangan geser di dalam bahan padat. Setiap fluida baik gas maupun zat cair mempunyai sifat kekentalan, karena partikel – partikel di dalamnya bertumbukan (Sutrisno, 1997 : 229).

Pada dasarnya penentuan ᶯ dengan menggunakan rumus stokes sangatlah sederhana. Hanya saja untuk itu secara teknis diperlukan kelereng dari bahan yang amat ringan, misalnya dari aluminium, serta berukuran kecil, misalnya dengan jari – jari sekitar 1 cm saja. Sewaktu kelereng dijatuhkan ke dalam bejana kaca yang berisi cairan yang hendak ditentukan koefisien viskositasnya, oleh gaya beratnya, klereng akan semakin cepat jatuhnya. Tetapi sesuai dengan rumus stokes, makin cepat gerakannya, makin besar gaya gesekannya sehingga akhirnya gaya berat itu tepat seimbang dengan gaya gesekan dan jatuhnya kelerengpun dengan kecepatan tetap sebesar v sehingga berlaku persamaan :

mg = 6 rɳv

Akan tetapi sebenarnya pada kelereng juga bekerja gaya ke atas Archimedes sebesar berat cairan yang dipindahkan, yaitu sebesar :

= vῤg = ( ) ῤg

Dengan v ialah volum kelereng dan ῤ ialah massa jenis cairan. Dengan menuliskan :

m = vρ = ρg

dengan ρ adalah massa jenis bahan pembuat kelereng, persamaan di atas terkoreksi menjadi :

ρg –  ῤg = 6 rɳv

Yang kemudian menghasilkan :

ɳ =

Jadi dengan mengukur jari – jari kelereng r, kecepatan jatuh v sewaktu kecepatan itu tetap, dan diketahuinya ρ, ῤ, dan g, dapatlah dihitung koefisien viskositas cairan ɳ di dalam bejana itu (Peter Soedojo, 2004 : 52).

  1. D.     Prosedur Percobaan
    1. Menentukan massa jenis benda yang akan digunakan
      1. Massa benda ditimbang dengan neraca digital, dan dicatat dalam tabel.
      2. Diameter benda diukur dengan menggunakan jangka sorong sera dihitung volum benda.
      3. Massa jnis benda dihitung dengan rumus ρ = m/v.
      4. Menentukan massa jenis zat cair yang digunakan
        1. Massa tabung kosong ditimbang
        2. Gelas ukur kecil diisi dengan zat cair, dan ditimbang dengan neraca digital.
        3. Massa zat cair dihitung dengan cara massa tabung ditanbah zat cair dikurangi masa tabung kosong.
        4. Massa zat cair dihitung dengan rumus ρ = m/v.
        5. Benda dijatuhkan dalam tabung berisi zat cair, waktu, dan jarak dicatat setelah mencapai kecepatan terminal (stasioner) sesuai petunjuk asisten.
        6. Langkah 1, 2, dan 3 diulangi beberapa kali kemudian dihitung viskositas zat cairnya.
        7. Langkah 1 sampai 4 dilakukan kembali untuk zat cair yang berbeda.

              DATA HASIL PENGAMATA

a. Tabel pengukuran massa jenis benda

Benda

Massa (gr)

d1

(cm)

d2

(cm)

d3

(cm)

d4

(cm)

d5

(cm)

(cm)

r =

(cm)

V =

(cm3)

ρ =

(kg/m3)

Bola plastik I

9,962

2,53

2,53

2,53

2,53

2,53

2,53

1,265

8,475

1175,46

Bola plastik II

9,966

2,538

2,54

2,54

2,538

2,54

2,538

1,2695

8,566

1163,44

b. Tabel pengukuran massa jenis fluida

Fluida

Volume

(ml)

Massa tabung kosong (gr)

Massa tabung berisi (gr)

Massa fluida (gr)

P =  (kg/m3)

Minyak

5

10,56

15,056

4,496

899,2

Oli

5

10,324

14,717

4,708

941,6

c. Tabel pengukuran jari-jari tabung fluida (R)

Tabung fluida

D1 (cm)

D2

(cm)

D3

(cm)

D4

(cm)

D5

(cm)

D

(cm)

R =  (cm)

Minyak

8,31

8,32

8,315

8,30

8,31

8,31

4,15

Oli

8,04

8,04

8,042

8,04

8,04

8,04

4,02

d. Tabel pengukuran waktu jatuh bola

Fluida

Jarak tempuh (m)

t1

(s)

t2

(s)

t3

(s)

t4

(s)

t5

(s)

T

(s)

Minyak

0,3

1,69

1,66

1,58

1,60

1,69

1,644

Oli

0,3

2,96

2,53

2,86

2,63

2,54

2,704

Analisis data viskositas zat cair digunakan nilai sebenarnya dan nilai taksiran (standar deviasi). Hasilnya ditulis dalam bentuk :

ɳ fluida  = ɳ   ɳ , dengan

ɳ        =

Standar deviasi ditentukan dari persamaan berikut :

ɳ =

Berikut proses penurunan rumus (1) sehingga didapatkan rumus / persamaan (3), (4) dan (5) :

=                u = 2r2 9t ( pb-pf )

V = 95 ( 1 + 0,24 r/R )

Persamaan (3) didapat dari :

=

Untuk persamaan (3) di atas :

U1        = 4r gt (pb-pf)

V1        = 9s +

= 0 +

=

Persamaan (4) :

U1           = 0

V1        = 9 +

=

=

= 0,025 mm     s  = 0,25 mm            t  = 0,005 s

a. Perhitungan Viskositas Minyak

ρb  = 1175,46 Kg / m3

ρf  = 899,2  kg / m3

t    = 1,03 S

S   = 0,3 m

r    = 0,01265 m

R   = 0,04154 m

=

=

= 0,501  pa . S

Persamaan (3)

=

= 76,61 Pa.s

Persamaan (4)

= -1,672 Pa.s

Persamaan (5)

= 24,123 Pa.s

=

=

= 0,12 Pa.s

Minyak  =

= 0,501  40,12  Pa.s

b.Perhitungan viskositos oli

pb      = 1163,44 kg / m3

pf         = 941,6 kg / m3

t  = 2,704 s

s  = 0,3 m

r  = 0,012695 m

R = 0,0402 m

=

=

= 0,665  Pa.

Persamaan (3)

=

=

= 101,175 Pa.s

Persamaan (4)

=

= -2,218 Pa.s

=

= 0,246 Pa.s

=

=

=

= 0,0032 Pa.s

oli  = 0,665  0,0032 Pa.s

           Pada percobaan viskositas ini bertujuan unuk menentukan koefisien viskositas (kekentalan) zat cair berdasarkan hukum stokes. Fluida yang digunakan yaitu minyak goreng dan oli. Dari percobaan ini didapatkan viskositas minyak goreng yaitu 0,501  0,12 Pa.s dan viskositas oli didapatkan nilai sebesar 0,665  0,0032 Pa.s. Hasil tersebut menunjukan bahwa viskositas oli lebih besar dari viskositas minyak goreng. Karena viskositas merupakan koefisien kekentalan suatu zat cair maka dapat dikatakan bahwa oli lebih kental dari minyak goreng.

Pada saat mengukur massa jenis benda faktor – faktor  yang mempengauhi yaitu massa benda dan volum benda dimana massa benda berbanding lurus dengan massa jenis dan volum benda berbanding terbalik dengan massa jenis benda (ρ=m/v=Kg/ ). Massa jenis benda satu diperoleh 1175,46 Kg/ , sedangkan massa jenis benda dua diperoleh 1163,44 Kg/ .

Pengukuran massa jenis fluida yaitu minyak goreng dan oli dilakukan dengan cara membagi massa fluida dengan volum fluida dalam  Kg/ . Sama halnya seperti mengukur massa jenis benda, massa jenis fluidapun berbanding lurus dengan massanya dan berbanding terbalik dengan volumnya. Untuk massa jenis minyak goreng diperoleh 899,2 Kg/  dan untuk massa jenis oli diperoleh 941,6  Kg/ .

Massa jenis benda dan massa jenis fluida yang didapat tersebut merupakan factor yang mempengaruhi koefisien viskositas (kekentalan) suatu zat cair. Selain kedua faktor tersebut, koefisien viskositas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diameter tabung gelas, yang menentukan jari – jarinya, gravitasi, waktu yang ditempuh benda saat dijatuhkan atau dicelupkan ke dalam fluida dengan jarak yang sudah ditentukan. Dari faktor – faktor tersebut dapat dicari koefisien viskositas yang menunjukan bahwa oli lebih kental dari pada minyak goreng, hasil ini sesuai dengan kenyataan yang dapat diamati sehari – hari.

TUGAS

Buktikan persamaan (8) untuk benda berbentuk bola !

Persamaan (8) :  =

Penyelesaian :

Volume bola  =

W – FA – Fs     = M . a          ;         a = 0

(Pb-Vb . 9) – (Pf . Pb . 9) – (6 r v)  = 0

(Pb . Vb .9) – (Pf. Vb .9)                       = 6 r v

Vb .9 ( Pb – Pf)                                     = 6 r v…………..(a)

Kita masukan rumus volume bola ke dalam persamaan (a)

6 r v         = Vb . 9 (Pb-Pf)

=

=

=

Untuk wadah berjari-jari R factor koreksinya adalah

. Sehingga persamaan (b) menjadi :

=

W         = gaya berat

FA        = gaya apung Archimedes

Fs         = gaya stokes

a)      Viskositas zat cair dipengaruhi oleh massa jenis, jari – jari tabung, gravitasi, jarak, dan waktu yang ditempuh benda.

b)      Koefisien viskositas zat cair menentukan kekentalan dan cepat lambatnya pergerakan atau aliran zat cair tersebut.

c)      Viskositas oli lebih besar dari viskositas mnyak goreng sehingga oli lebih kental dari manyak goreng. Koefisien viskositas minyak goreng yaitu 0,501  0,12 Pa.s dan koefisien viskositas oli yaitu 0,665  0,0032 Pa.s.

d)      Benda yang memiliki massa jenis paling besar memiliki waktu luncur atau waktu tempuhnya paling cepat.

e)      Massa jenis minyak goreng didapatkan 899,2 Kg/  dan massa jenis oli didapatkan 941,6 Kg/ .

a)      Saat melakukan praktikum, sebaiknya dilaksanakan sesuai prosedur yang sudah ditentukan.

b)      Praktikan seebaiknya memanfaatkan waktu seefisien mungkin.

c)      Praktikan harus teliti dalam mengukur atau melakukan percobaan agar didapatkan data yang benar dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Francis Weston, Sears dan Mark Zemansky. 1962. Fisika Untuk Universitas 1. Bandung : Trimitra Mandiri.

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika. Jakarta : Erlangga.

Hiden. 2008. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar 1. Mataram : Fakultas MIPA.

Soedojo, peter. 2004. Fisika Dasar 1. Yogyakarta : Andi.

Sutrisno. 1997. Fisika Dasar . Bandung : Institut Teknologi Bandung.

KESETIMBANGAN GAYA

  1. Tujuan               :                       Menjelaskan tentang Hukum Newton pertama.

Mahasiswa dapat mengetahui gaya-gaya dalam keadaan setimbang.

  1. Hari / tanggal    :                       Rabu, 12 oktober 2011

                                                                    i.      Tempat                     :                       Laboratorium Fisika, Lantai III, Fakultas Matematika dan     Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

Hukum gerak Newton adalah hukum sains yang dikemukakan oleh Isaac Newton mengenai sifat gerak benda. Hukum ini merupakan dasar dari mekanika klasik. Newton pertama kali mengumumkan hukum ini dalam Philosophiae Naturalis Principia  Mathematica (1687) dan menggunakan untuk membuktikan banyak hasil mengenai gerak objek. Dalam volume ketiga karyanya, ia menunjukkan bagaimana penggabungan hukum gravitasi universal dan hukum gerak newton ini, dapat menjelaskan hukum gerakan planet Kepler (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Gerak_Newton).

Hukum gerak newton atau dikenal dengan hukum inersia atau prinsip Galileo menyatakan bahwa “jika resultan gaya yang bekerja dalam suatu benda adalah nol, maka benda yang mula-mula diam akan terus diam. Sedangkan yang mula-mula bergerak, akan bergerak dengan kecepatan tetap”. Hukum Newton I dapat di interpretasikan sebagai berikut:

  1. Sebuah benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau akan terus bergerak, kcuali dipaksa berubah dengan menerapkan gaya luar ke nenda tersebut. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan  ,dimana adalah resultan vector dari gaya.
  2. Sebuah benda akan tetap diam atau bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan tetap,kecuali diberi gaya luar (Zanuari, 2007 : 136).

Sesungguhnya Hukum Newton pertama ini memberikan pernyataan tentang kerangka acuan. Pada umumnya, pecepatan suatu benda bergantung pada kerangka acuan dimana ia diukur. Hukum pertama ini mrnyatakan bahwa jika tidak ada benda lain didekatnya (artinya tidak ada gaya yang bekerja,karena setiap gaya harus dikaitkan dengan benda dalam lingkungannya) maka dapat dicari suatu keluarga kerangka acuan sehingga suatu partikel tidak mengalami percepatan. Kenyataan bahwa tanpa gaya luar suatu benda akan tetap diamatau tetap bergerak lurus beraturan sering dinyatakan dengan memberikan suatu sifatpada benda yang disebut inersia (kelembaman), karena itu hukum newton pertama sering disebut dangan hukum inersia dan kerangka acuan dimana hukum ini berlaku disebut kerangka inersia. Keragka acuan ini sering dianggap diam terhadap bintang yang sangat jauh (Resnich, 1985 : 109).

Hokum pertama newton ini digunakan dalam menentukan keseimbangan suatu partikel. Suatu partikel dikatakan dalam keadaan seimbang,bila jumlah aljabar gaya-gaya yang bekerja pada partikel adalah nol. Syarat keseimbangan partikel adalah F=0. Jika partikel terletak pada bidang XY maka syarat keseimbangan  dan . Dalam mempelajari kesetimbangan, dikenal dengan momen gaya yaitu kemampuan suatu gaya untuk dapat menyebabkan gerak  rotasi. Besarnya momen gaya pada suatu titik sama dengan perkalian gaya dengan lengan momen :  ;                                                     = momen gaya

d = lengan momen

F = gaya

Lengan momen adalah panjang garis yang ditarik dari poros sampai memotong tegak lurus garis kerja gaya. Momen gaya yang searah dengan jarum jam diberi tanda positif sedangkan yang berlawanan diberi tanda negative. Selain momen gaya terdapat juga istilah kopel dan momen kopel. Kopel adalah pasangan dua buah gaya yang sejajar, sama besar dan berlawanan arah. Kopel yang bekerja pada suatu benda tidak menyebabkan benda berputar pada porosnya. Momen kopel adalah perkalian silang antara gaya dengan gaya tegak lurus antara kedua garis kerja gaya tersebut, M = r . d (http://forum.detiksurabaya.com/).

Syarat-syarat sebuah benda dalam keadaan seimbang atau diam adalah :

  1. Jika pada sebuah benda bekerja satu gaya F. pada garis kerja gaya F itu harus diberi gaya F’ yang besarnya sama dengan gaya F itu tetapi berlawanan arah.
  2. Jika pada benda bekerja gaya-gaya yang terletak pada suatu bidang datar dan garis kerjanya melalui satu titik. Maka syaratnya gaya resultannya harus sama dengan nol (
  3. Jika pada sebuah benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada suatu bidang datar tetapi garis-garis kerjanya melalui satu titik maka sumbu-sumbu x , y dan z haruslah : ;
  4. Jika pada suatu benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada satu bidang tetapi garis-garis kerjanya tidak melalui satu titik, maka pertolongan sumbu x dan y haruslah : : ; . Momen gaya-gaya boleh diambil terhadap sembarang titik pada bidang-bidang gaya itu (titik tersebut dipilih sedemikian hingga memudahkan kita dalam menyelesaikan soal)(www.google.com).
  1. III.      PROSEDUR PERCOBAAN
    1. Tiga beban yang berbeda di ambil dan digantungkan dengan menggunakan benang pada katrol yang telah dipasang pada statif.
    2. Simpul ikatan benang dipastikan tepat bersimpul pada titik pusat busur derajat
    3. Ketiga sudut α, β,γ (α + β +γ – 3600) diukur
    4. Selanjutnya digunakan 5 kombinasi beban dengan massa yang berbeda
    5. Untuk setiap set data (F1 + F2 + F3) digambarkan dengan vector gaya dengan masing-masing α, β,γ

Panjang Vektor gaya pada diagram dalam kertas millimeter sebanding dengan berat dalam gram.

Gambar rangkaian alat

M1                                              M2

Busur

M1                                                                               M2                                                          γ

β            α

M3

M3

No

M1 (gr)

M2 (gr)

M3 (gr)

Α

β

Fh

FV

% Eror

Fh Fv

1

50

75

50

130

100

130

0,083

0,037

17,71

7,4

2

75

75

50

115

105

140

-0,044

0,011

-12,35

7,2

3

100

75

75

105

125

130

-0,095

0,017

29,31

0,267

4

100

125

75

120

100

140

0,098

0,049

40,53

6,53

5

75

125

100

135

100

125

0,144

0,013

46,7

1,3

6

125

125

150

125

125

110

0

-0,608

0

-40,53

7

150

150

150

115

125

120

0,11

0,22

56,54

14,67

8

150

160

200

130

130

100

0

-0,072

0

-3,6

9

200

150

200

110

135

115

0

-0,073

0

-3,65

10

200

200

100

105

105

150

0

0,034

0

3,4

Besar Gaya Horizontal

Fh1    =    75 * 10-2 Cos 40 – 50 * 10-2 Cos 10

=    0,575 – 0,492

=    0,083

Fh2    =    75 * 10-2Cos 25 – 75 * 10-2 Cos 15

=    0,68 – 0,724

=    -0,044

Fh3    =    75 * 10-2Cos 15 – 75 * 10-2 Cos 35

=    0,724 – 0,819

=    -0,095

Fh4    =    125 * 10-2Cos 30 – 100 * 10-2 Cos 10

=    1,083 – 0,985

=    0,098

Fh5    =    125 * 10-2Cos 45 – 75 * 10-2 Cos 10

=    0,833 – 0,739

=    0,144

Fh6    =    125 * 10-2Cos 35 – 125 * 10-2 Cos 35

=    1,024 – 1,024

=    0

Fh7    =    150 * 10-2Cos 25 – 150 * 10-2 Cos 35

=    1,34 – 1,23

=    0,11

Fh8    =    150 * 10-2Cos 40 – 150 * 10-2 Cos 40

=    1,49 – 1,49

=    0

Fh9    =    150 * 10-2Cos 20 – 200 * 10-2 Cos 45

=    1,41 – 1,41

=    0

Fh10  =    200 * 10-2Cos 15 – 200 * 10-2 Cos 15

=    1,931 – 1,931

=    0

Persentase Kesalahan Gaya Horizontal

% = 17,71%

% = -12,35%

% = 29,317%

% = 40,53%

% = 46,7%

% = 56,54%

Besar Gaya Vertikal

Fv1    =    50 * 10-2 Sin 10 + 70 * 10-2 Sin 40 – 50 * 10-2

=    0,87 + 0,45 – 0,5

=    0,037

Fv2    =    75 * 10-2 Sin 15 + 75 * 10-2 Sin 25 – 50 * 10-2

=    0,194 + 0,317 – 0,5

=    0,011

Fv3    =    100 * 10-2 Sin 35 + 75 * 10-2 Sin 15 – 75 * 10-2

=    0,573 + 0,194 – 0,75

=    0,017

Fv4    =    100 * 10-2 Sin 10 + 125 * 10-2 Sin 30 – 75 * 10-2

=    0,174 + 0,625 – 0,75

=    0,049

Fv5    =    75 * 10-2 Sin 10 + 125 * 10-2 Sin 45 – 100 * 10-2

=    0,13 + 0,883 – 1

=    0,013

Fv6    =    125 * 10-2 Sin 35 + 125 * 10-2 Sin 35 – 150 * 10-2

=    0,716 + 0,716 – 1,5

=    -0,608

Fv7    =    150 * 10-2 Sin 35 + 150 * 10-2 Sin 25 – 150 * 10-2

=    0,86 + 0,86 – 1,5

=    0,22

Fv8    =    150 * 10-2 Sin 40 + 150 * 10-2 Sin 40 – 200 * 10-2

=    0,964 + 0,964 – 2

=    -0,072

Fv9    =    200 * 10-2 Sin 45 + 150 * 10-2 Sin 20 – 200 * 10-2

=    1,414 + 0,513– 2

=    -0,073

Fv10  =    200 * 10-2 Sin 15 + 200 * 10-2 Sin 15 – 100 * 10-2

=    0,517 + 0,517 – 1

=    0,034

Persentase Kesalahan Gaya Vertikal

% = 7,4%

% = 2,2%

% = 2,267%

% = 6,53%

% = 1,3%

% = -40,53%

% = 14,67%

% = -3,67%

% = -3,65%

% = 3,4%

Hukum Newton pertama atau dikenal sebagai hokum inersia menyatakan bahwa jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang mula-mula diam akan tetap diam dan benda yang mula-mula bergerak akan bergerak dengan kecepatan konstan (∑F = 0).

Dalam percobaan ini praktikan mencoba membuktikkan hokum tersebut, bahwa jumlah resultan gaya yang bekerja adalah nol, maka benda tersebut akan tetap diam pada posisi seimbangnya.

Langkah awal yang dilakukan praktikan adalah dengan menggantungkan tiga beban dengan berat yang bervariasi di tiang statif yang telah disiapkan dengan menggunakan benang nilon. Dengan penggunaan katrol, dari ketiga beban tersebut nantinya akan membentuk tiga sudut pada saat seimbang yang diberi nama sudut α (berhadapan dengan M1), β (berhadapan dengan M2) dan sudut γ (berhadapan dengan M3). Sudut-sudut ini kemudian diukur untuk menghitung gaya yang bekerja baik secara horizontal maupun vertical. Sudut yang dhitung harus diukur dengan teliti dengan menggunakan busur derajat. Diusahakan agar titik pusat busur derajat benar-benar menempel dan tepat pada simpul ketiga beban tersebut. Percobaan ini terus diulangi sebanyak 10 kali untuk berat beban yang berbeda-beda agar dapat menjadi perbandingan bagi hasil-hasil sebelumnya.

Percobaan tidak akan pernah luput dari kesalahan dan ketidaktelitian, maka untuk mengetahui tingkat kesalahan dari percobaan ini, dihitung persentase ke’erroran pada gaya baik yang bekerja secara horizontal ataupun vertical

Dari hasil pengamatan dan analisis data, hanya beberapa saja terdapat gaya yang bekerja sebesar nol. Bahkan dari hasil penghitungan terdapat gaya yang bernilai negative. Ketidaksesuaian hasil percobaan dari yang diharapkan dipengaruhi oleh beberapa faktor,  yakni :

  1. Ketelitian dalam membaca skala yang kurang ataupun penentuan meletakkan pusat busur derajat yang tidak pas dengan simpul ketiga beban
  2. Adanya gesekan pada katrol sehingga berpengaruh pada gerak benda (beban) ketika mencari posisi seimbang

Factor-faktor inilah yang menyebabkan beberapa gaya bernilai negative. Karena seharusnya resultan gaya yang bekerja pada beban tersebut adalah 0 (∑F = 0) terkait dengan pembuktian hokum Newton pertama

¾    Partikel akan tetap diam atau terus bergerak lurus beraturan dengan kecepatan tetap bila resultan gaya yang bekerja pada partikel adalah nol (∑F = 0). Hal ini terkait dengan hokum pertama Newton.

¾    Benda akan mengalami hokum pertama Newton jika tidak ada gaya lain yang bekerja.

¾    Beberapa gaya yang tidak bernilai nol disebabkan karena beberapa factor-faktor diantaranya human error dan gaya gerak katrol dan benang.

¾    Gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda dapat diuraikan pada sumbu x dan y (∑Fx = 0 dan ∑Fy = 0). Agar dengan mudah dapat ditentukan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut.

¾    Diperiksa sebelumnya alat-alat yang akan digunakan agar hasil pengamatan tidak jauh dari harapan.

¾    Praktikan lebih aktif bertanya pada pembimbing masing-masing agar tidak terjadi miss komunikasi, sehingga kesalahan dalam praktikum dapat dihindari.

¾    Para Co.ass hendaknya mengawasi, menemani dan memberi penjelasan, agar percobaan ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

http : // forum . detik Surabaya . com / .

http : // id. Wikipedia . org / wiki / hokum gerak newton.

www. Google.com

Resnidi, halliday . 1985 . Fisika Jilid I edisi ketiga . Jakarta : Erlangga

Zainuri , imam . 2007 . Tip’s n Trik fisika . Jakarta : Erlangga

PUSAT GRAVITASI

  • Menerapkan Hukum Newton Pertama tentang kesetimbangan
  • Menentukan pusat gravitasi
  • Laboratorium Fisika, Lantai II, FMIPA Universitas Mataram
  • Salah seorang sebagai sample pengambilan berat badan

Salah satu gaya yang dijumpai dalam gerak benda tegar adalah gaya gravitasi. Gaya gravitasi yang bekerja dalam suatu benda disebut gaya berat (w). sesungguhnya, untuk benda besar, gaya ini bukan satu, melainkan resultan dari banyak gaya. Masing-masing partikel pada benda mengalamigaya gravitasi. Misalnya suatu benda bermassa M dibagi-bagi atas sejumlah besar katakanlah n buah partikel; gaya gravitasi yang dilakukan bumi pada partikel ke i, yang bermassa mi adalah mig. gaya ini berarah ke bawah ke arah bumi. Jika percepatan yang disebabkan oleh gravitasi g sama di setiap tepat dalam satu region (daerah) maka dikatakan dalam daerah tersebut medan grevitasi yang sama (uniform), disetiap tempat dalam daerah itu nilai g memiiki arah dan besar yang sama (Resnich, 1985 ; 419).

Apabila benda berada pada tempat dimana nilai percepatan gravitasi (g) sama, maka gaya berat untuk setiap partikel bernilai sama. Arah gaya berat untuk setiap partikel juga sejajar menuju ke permukaan bumi. Unutk kasus seperti ini, kita bias menggantikan gaya berat pada masing-masing partikel dengan sebuah gaya berat tunggal (w=mg) yang bekerja pada titik dimana pusat massa benda berada. Jika gaya berat ini mewakilkan semua gaya berat pertikel,titik dimana gaya berat bekerja (dalam hal ini  pusat massa benda) disebut titik berat. Nama lain dari titik barat adalah pusat gravitasi (http://www.gurumuda.com/titik-berat-alias-pusat-gravitasi).

Bentuk benda simetris sehingga pusat massa benda dengan mudah ditentukan. Pusat massa untuk benda tersebut berada di tengah-tengah. Jika bentuk benda tidak simetris atau tidak beraturan, maka pusat massabenda bias ditentukan menggunakan persamaan. Jika benda berada pada tempat yang memiliki nilai percepatan (g) sama, maka gaya gravitasi bias dianggap bekerja pada pusat massa benda itu. Untuk kasus ini, titik barat benda berada pada pusat massa benda. Perlu diketahui bahwa penentuan titik barat benda juga perlu memperhatikan syarat-syarat kasetimbangan. Yang pertama titik berat benda harus terletak pada pusat massa benda. Syarat kedua menyatakan bahwa sebuah benda berada dalam keseimbangan statis jika jumlah semua torsi yang bekerja pada benda sama dengan nol (0). Ketika titik berat benda berada pada pusat massa, langan gaya = 0. Karena lengan gaya nol, maka tidak ada torsi yang dihasilkan oleh gaya berat (torsi=gaya x lengan gaya = gaya berat x 0 = 0) (Douglas, 2001; 145).

Ciri khas dari pusat gravitasia adalah sebagai berikut:

  1. Gaya gravitasi pada suatu benda menghasilkan torsi nol pada pusat gaya gravitasinya. Karena garis aksi pusat gaya gravitasi melalui pusat gravitasi.
  2. Pusat gaya gravitasi dari suatu benda tegar merupakan suatu titik keseimbangan.
  3. Jika sebuah benda dibagi menjadi dua bagian dengan memotongnya melalui pusat gravitasi, dua bagian itu tidak harus memiliki berat yang sama.
  4. Untuk suatu benda tegar pusat gravitasinya merupakan titik tetap meskipuntidak perlu berada dalam benda.
  5. Untuk suatu benda lunak, seperti tubuh manusia, posisi pusat gravitasinya berubah menuruti perubahan bentuknya (http://file.upi.udu/Direktori).

Dalam menentukan posisi titik berat suatu benda agar diperoleh keadaan seimbang, dikenal 3 macam keseimbangan, yaitu:

a)         Keseimbangan Translasi : apabila benda tak mempunyai percepatan linier (a=0).

Dapat diuaraikan ke sumbu x dan y

x = 0 dan y = 0

x : resultan gaya pada komponen sumbu x

y :  resultan gaya pada komponen sumbu y

Benda yang mempunyai persyaratan berikut mungkin diam atau bergerak lurus beraturan.

b)         Keseimbangan Rotasi : apabila benda tidak memiliki percepatan anguler atau benda tidak berputar (

Benda yang memiliki persyaratan tersebut mungkin diam atau bergerak melingkar beraturan.

c)         Keseimbangan Translasi dan Rotasi : apabila benda mempunyai kedua syarat keseimbangan (  dan (http://google.co.id/gaya-gaya-dalam-keadaan-setimbang).

Penentuan pusat gaya gravitasi dapat dilakukan dengan 3 cara, untuk lebih jelasnya akan diabarkan sebagai berikut:

Dengan mengantungkan suatu benda tegar di suatu titik berbeda pada benda, kemudian menandai garis vertical yang melalui titik penggantungannya, titik perpotongan garis vertical merupakan pusat gravitasinya. Karena titik pusat gravitasi menggantung pada garis vertical ketika digantungkan. Metode ini sangat cocok untuk benda mati.

Pusat gravitasi dari suatu benda tersusun dari beberapa bagian. Dapat dihitung jika berat dan posisi pusat gaya gravitasi setiap bagian diketahui.

Menentukan cara menentukan pusat gravitasi dengan cara menimbang melalui suatu papan dengan panjang d yang disangga oleh dua skala timbangan. Dimana dua skala ini ditempatkan tepat pada gaya kontaknya. Dari skala ini diperoleh berat w1 dan w2. Lalu dengan metode perhitungan diperoleh posisi pusat gravitasi. Metode ini cocok untuk benda hidup (http://file.upi.edu/Direktori).

  1. Sebuah papan diletakkan di atas kedua timbangan.

L-X

                             X

  1. Panjang papan (L) diukur, kemudian massa papan yang ditunjukkan oleh timbangan 1 dan 2 dicatat sebagai massa m1 dan m2, massa papan = m1 + m2.
  2. Pusat massa atau pusat gravitasi ditentukan dengan menggunakan hubungan berikut:

                                         X . W1 – (L-X) . W2 = 0

X . m1 – (L-X) . m2 = 0 ;  X =

  1. Salah satu rekan (sample) disuruh berdidi dengan posisi tegak di atas papan. Angka yang ditunjukkan kedua timbangan tersebut dicatat sebagai m1 dan m2, berat badan atau massa dari sample ditentukan dengan persamaan berikut:

Massa orang (m­orang) = (m1 + m2) – mp

X

Worang

  1. Posisi pusat berat tubuh sample pada keadaan tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus rotasi berikut:

-0 . N1 – X . Wpapan – R . Worang + L . N2 = 0

-X . Wpapan – R . Worang + L . N2 = 0

Jadi pusat gravitasi tubuh adalah:

R =

  1. Percobaan diulang untuk lima posisi lainnya. Serta dicatat hasilnya.

Table Percobaan

No.

Keadaan

m1

(kg)

m2

(kg)

Jarak dari m1

(cm)

Pusat Gravitasi

(cm)

1

Papan tanpa orang

4

4

X = 77,1

2

Berdiri tegak

48

11

30

R1 = 21,165

3

Jongkok

50

10

30

R2 = 17,79

4

Berdiri tegak

21

39

100

R3 = 103,78

5

Berdiri satu kaki

22

38

100

R4 = 100,82

6

Berdiri tegak

40,5

19,5

50

R5 = 45,96

7

jongkok

41

19

50

R6 = 44,48

Panjang papan (L) = 154,2 cm

Massa papan (mp)   = m1 + m2

                                          = 4 + 4

= 8 kg

Pusat gravitasi

X   =

=

= 77,1 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (48 + 11) – 8

= 51 kg

Pusat gravitasi (R)

R1  =

=

= 21,1647 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (50 + 10) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R2  =

=

= 17,79 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (21 + 39) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R3  =

=

= 103,78cm

  1. Posisi 4 (berdiri satu kaki)

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (22 + 38) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R4  =

=

= 100,823 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (40,5 + 19,5) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R5  =

=

= 45,96 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (41 + 19) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R6  =

=

= 44,48 cm

Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di segmen tubuh dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan menbuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Untuk menetapkan pusat gravitasi tubuh, digunakan penerapan hukum I Newton.

Pada percobaan kali ini, praktikan mencoba mencari pusat gravitasi tubuh dengan cara menimbang yaitu penentuan pusat gravitasi dengan cara menimbang melalui suatu papan yang disangga oleh dua skala timbangan. Dimana dua skala tersebut ditempatkan tepat pada gaya kontaknya. Dari skala ini nantinya akan diperoleh berat W1 dan W2. Lalu dengan metode perhitungan dapat diperoleh posisi pusat gravitasi.

Digunakan enam posisi berbeda dalam percobaan ini dan dengan jarak berbeda pula dari titik acuan. Hal ini ditujukan sebagai pembanding, apakah pusat gravitasi dipengaruhi oleh posisi dan jarak dari titik acuan. Untuk dapat menentukan pusat gravitasi dari percobaan tersebut, terlebih dahulu dihitung panjang papan dan massa papan yang digunakkan sebagai tumpuan, yang berturut-turut bernilai 154,2 cm dan 8 kg.

Dengan melihat massa yang ditunjukkan kedua timbangan saat salah seorang berdiri di atas papan tumpuan, maka didapat besar m1 (ditunjuk timbangan pertama) dan m2 ditunjuk timbangan kedua). Dari sini dapat dihitung jarak keseimbangan dari titik acuan (dalam percobaan ini, timbangan pertama digunakan sebagai titik acuan) dengan menggunakan perhitungan.

Saat menentukan pusat gravitasi dai papan yang tidak dipengaruhi oleh gaya lain, diperoleh jarak keseimbangan 77,1 cm dari titik acuan yang merupakan setengah dari panjang papan. Hal ini membuktikan bahwa pusat massa dari papan tersebut adalah tepat di tengah benda tersebut. Namun saat salah seorang rekan disuruh menaiki papan tumpuan dengan posisi tubuh yang berbeda-beda (dalam percobaan ini digunakan posisi berdiri tegak, jongkok, dan berdiri sdengan satu kaki) dan jarak yang berbeda-beda dari timbangan pertama, diperoleh pusat massa atau pusat gravitasi yang berbeda-beda. Hal ini membuktikan bahwa posisi tubuh yang berbeda-beda menyebabkan perubahan pada pusat gravitasi yang mempengaruhinya.

Perubahan letak gravitasi ini dipengaruhi karena posisi tubuh yang berbeda-beda yang mengakibatkan pergeseran letak pusat gravitasi ini, juga dipengaruhi oleh keseimbangan yang di alami tubuh. Bila tubuh selalu ditopang oleh pusat gravitasi (titik utama pada tubuh yang akan mendistibusikan massa tubuh secara merata ) maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi bertambah sesuai dengan arah dan perubahan berat. Selain itu keseimbangan yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu,semakin tinggi stabilitas. Seperti pada percobaan, berdiri dengan kedua kaki dengan posisi tegap akan lebih stabil dibandingkan dengan berdiri dengan satu kaki. Sehingga dapat dikatakan jika tumpuan yang digunakan berbeda maka pusat gravitasi seseorang akan mengalami perubahan akibat terpengaruhnya stabilitas tubuh.

Pada posisi tubuh yang sama dari titik acuan, pusat gravitasi seseorang akan sama. Hal ini dikarenakan tubuh seseorang yang menempati posisi yang sama dari titik acuan ini memiliki percepatan gravitasi yang sama. Selama letak atau jarak dari tumpuan kepermukaan bumi sama. Karena jika semakin dekat dengan pusat bumi maka g akan lebih besar dibanding benda yang jaraknya lebih jauh dari pusat bumi, yang nantinya nilai percepatan gravitasi (g) ini mempengaruhi letak pusat gravitasi tubuh pada saat itu.

Dari perhitungan, diperoleh nilai dari pusat gravitasi yang beberapa diantaranya jauh berbeda dengan pusat gravitasi yang telah ditentukan sebelumnya. Seperti pada perlakuan kedua, jarak yang digunakan dari titik acuan sepanjang 30 cm, namun setelah ditentukan dengan rumus dan perhitungan, letak pusat gravitasinya yang diperoleh sepanjang 21,165 cm dari titik acuan (timbangan pertama). Hal ini dikarenakan oleh beberapa factor diantaranya adalah ketepatan membaca skala yang kurang teliti (human error), skala timbangan yang kurang tepat, serta factor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan rekan tersebut saat diukur. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan nilai pusat gravitasi yang diperoleh.

a)         Penerapan Hukum Newton Pertama tentang kaseimbangan digunakan dalam penentuan pusat gravitasi.

b)         Penentuan pusat gravitasi dapat ditentukan dengan cara menimbang yaitu dengan menggunakan papan yang diletakan di atas dua timbangan.

c)         Posisi tubuh mempengaruhi letak pusat gravitasi.

d)        Pada posisi tubuh yang sama dari titik acuan, pusat gravitasi setiap orang sama selama percepatan gravitasi yang bekerja sama besar.

e)         Pada posisi yang sama dari titik acuan, pusat gravitasi seseorang akan berbeda jika tumpuannya berbeda. Hal ini dikarenakan tumpuan mempengaruhi stabilitas tubuh yang berpengaruh pada letak pusat gravitasi.

a)         Kepada praktikan hendaknya memeriksa terlabih dahulu peralatan yang akan digunakan dalam melaksanakan praktik.

b)         Praktikan lebih teliti dalam melakukan praktikum terutama dalam membaca skala pada alat ukur yang digunakan.

c)         Kapada assistant yang mendampingi hendaknya lebih menjelaskan pada praktikan metode pelaksanaan praktikum agar tidak terjadi kesalahan pada praktikum atau pada hasil praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

http://file.upi.edu/Direktori

http://www.gurumuda.com/titik-berat-alias-pusat-gravitasi

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Resnick, Halliday. 1985. Fisika Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

ALAT UKUR

  1. Tujuan praktikum
    1. Mempelajari alat ukur waktu (stopwatch), alat ukur panjang dengan ketelitian tinggi (jangka sorong, mikrometer sekrup).
    2. Mempelajari ketelitian alat ukur waktu (stopwatch) dan panjang (jangka sorong, mikrometer sekrup).
    3. Waktu praktikum

Kamis, 28 Oktober 2010.

Laboratorium Fisika Dasar Lantai II, FMIPA, Universitas Mataram.

  1. II.         ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

ü  Stopwatch

ü  Jangka sorong

ü  Penggaris

ü  Mikrometer sekrup

ü  Silet

ü  Kawat

ü  Gotri

ü  Kertas

ü  Balok kayu

Mengukur adalah membandingkan besaran yang diukur dengan alat ukur atau ukuran pada alat ukur. Pada alat ukur terdapat skala yang akan menunjukkan perbandingan antara yang diukur dengan alat ukur. Ketepatan hasil pengukuran ditentukan oleh ketepatan hasil melihat skala induk yang ada pada alat ukur. Ketidaktepatan hasil pengukuran dapat juga bersumber pada keterbatasan skala kecil pada induk (Kadiarman, 1992:16).

Pengukuran adalah suatu teknik untuk mengaitkan suatu bilangan pada suatu sifat fisis dengan membandingkan dengan suatu besaran standar yang telah diterima sebagai suatu pengukuran yang biasa dilakukan di laboratorium yang disederhanakan merupakan pengukuran jarak. Dalam suatu pengukuran harus sangat berhati-hati agar hanya mengahasilkan gangguan sekecil mungkin terhadap sistem yang diamati. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kesalahan eksperimental karena ketidaksempurnaan yang tak terelakkan dalam alat ukur atau karena batasan yang ada pada alat indra (Alonso, 1980: 12).

Contoh-contoh alat ukur berbagai pengukuran yang berkaitan dengan panjang benda yang presisi adalah jangka sorong dan mikrometer. Jangka sorong dapat digunakan untuk menentukan dimensi dalam, luar serta kedalaman dari skala vernies dari jangka sorong meningkatkan akurasi pengukuran hingga 1/20 mm. Pada alat ukur mikrometer, alat ukur dipasangkan pada benda uji dengan memutar sekrup. Bila sekrup pemutar tidak dapat diputar lagi, maka nilai pengukuran atau hasil pengukuran dapat dibaca. Pembacaan dapat penuh dan setengah milimeter dapat dibaca pada skala utama dan nilai perseratus milimeter dapat dibaca pada skala vernier. Jika skala vernier tidak mencukupi ½ milimeter, maka harus ditambahkan pada persatuan milimeter (Hikam, 2005:15-16).

Jangka sorong adalah alat ukur panjang, tebal, kedalaman lubang, dan diameter luar maupun diameter dalam suatu benda dengan batas ketelitian 0,1 mm. Jangka sorong mempunyai dua rahang, yaitu rahang tetap dan rahang sorong. Pada rahang tetap terdapat skala utama dan pada rahang sorong terdapat skala nonius atau skala vernier. Skala nonius ini panjangnya 9 mm yang terbagi menjadi 10 skala dengan tingkat ketelitian 0,1 mm. Hasil pengukuran dengan jangka sorong ditentukan berdasarkan angka pada skala utama (angka pasti) ditambah angka pada skala nonius yang berimpit dengan garis skala utama (Hidayat, 2004:87).

Mikrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur ketebalan benda yang sangat tipis, misalnya mengukur ketebalan kertas. Mikrometer sekrup mempunyai dua skala, yaitu skala utama (dalam mm) dan skala nonius. Skala nonius mikrometer sekrup berupa selubung silinder yang berskala hingga 50. Apabila selubung diputar satu kali, skala utama bergeser maju atau mundur 0,5 mm. Cara membaca skala mikrometer sekrup:

1.     Membaca skala tetap yang tepat di depan skala nonius.

2.     Pembacaan skala nonius adalah banyaknya per seratus milimeter.

3.     Menjumlahkan kedua hasil pembacaan.

Mikrometer sekrup memiliki ketelitian sepuluh kali lebih teliti daripada jangka sorong. Ketelitiannya sampai 0,01 mm. Mikrometer sekrup juga dapat digunakan untuk mengukur diameter kawat yang kecil (Soeparno, 1994:2).

Stopwatch adalah alat ukur waktu yang memiliki ketelitian 0,5 detik. Stopwatch ada yang bertenaga mekanik, ada juga yang bertenaga listrik (Adnan, 1999:31).

1.     Waktu untuk denyut nadi Anda diukur sebanyak 30 denyutan.

2.     Percobaan tersebut diulangi beberapa kali.

3.     Hasilnya dicatat dalam tabel pengamatan 1.

1.     Mengukur panjang, lebar, dan tinggi balok

  1. Sebuah balok diambil dan diukur panjangnya dengan mistar/penggaris.
  2. Panjang balok tersebut juga diukur dengan jangka sorong.
  3. Langkah 1 dan 2 dilakukan untuk beberapa kali pengamatan.
  4. Langkah 1 dan 2 diulangi untuk diameter bagian luar.
  5. Hasilnya dicatat dalam tabel pengamatan 2.
  6. Mikrometer sekrup

1.     Tebal silet diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup.

2.     Percobaan tersebut diukur untuk beberapa kali pengamatan.

3.     Hal yang sama dilakukan untuk benda-benda yang lain, seperti: kertas, gotri dan kawat tembaga (dengan berbagai ukuran).

4.     Hasilnya dicatat dalam tabel pengamatan 3.

V.        HASIL PENGAMATAN

( Terlampir ).

VI.       ANALISIS DATA

  1. Untuk mencari nilai rata-rata ( )

=

  1. Untuk mencari  nilai standar deviasi (SD)

SD =

  1. Untuk mencari persentase (%) error

% error =  x 100%

  1. Untuk mencari nilai angka penting (AP)

AP ( = SD

  1. Pengukuran denyut nadi dengan stopwatch

No.

x ( sekon )

( x-  ) (sekon)

 (sekon)

1

18,48

-0,128

0,016

2

19,51

0,902

0,814

3

19,15

0,542

0,294

4

17,77

-0,838

0,702

5

18,13

-0,478

0,228

93,04

2,054

ü   =

=

=  sekon

ü  SD =

=

= 0,716 sekon

ü  AP (+) = SD +

= 0,717 + 18,608

= 19,325 sekon

AP (-)  = SD –

= 0,717 – 18,608

= 17,891 sekon

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 3,85 %

No.

x ( sekon )

( x-  ) (sekon)

 (sekon)

1

0,58

-0,076

0,005776

2

0,47

-0,186

0,034596

3

0,75

0,094

0,008836

4

0,70

0,044

0,001936

5

0,78

0,124

0,015376

3,28

0,06652

ü   =

=

= 0,656 sekon

ü  SD =

=

= 0,1289 sekon

ü  AP (+) = SD +

= 0,1289 + 0,656

= 0,7849 sekon

AP (-)  = SD –

= 0,717 – 18,608

= 0,5271 sekon

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 19,65 %

  1. Pengukuran balok dengan jangka sorong

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

136,225

-0.235

0,0552

2

137,475

1,015

1,0302

3

136,25

-0,21

0,0441

4

136,15

-0,31

0,0961

5

136,2

-0,26

0,0676

682,3

1,2932

ü   =

=

= 136,46 mm

ü  SD =

=

= 0,569 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,569 + 136,46

= 137,024 mm

AP (-)  = SD –

= 0,569 – 136,46

= 135,891 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,417 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

62,275

-0,265

0,070225

2

62,425

-0,115

0,013225

3

63,05

0,5

0,25

4

62,5

-0,04

0,0016

5

62,45

-0,09

0,0081

312,7

0,34315

ü   =

=

= 62,54 mm

ü  SD =

=

= 0,293mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,293+ 62,54

= 62,833 mm

AP (-)  = SD –

= 0,293 – 62,54

= 62,247mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,47 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

22,075

-0,654

0,427716

2

22,375

-0,354

0,125316

3

22,145

-0,584

0,341056

4

24,75

2,021

4,084441

5

22,3

-0,429

0,184041

113,645

5,16257

ü   =

=

= 22,729 mm

ü  SD =

=

=1,136 mm

ü  AP (+) = SD +

= 1,136 + 22,729

= 23,865 mm

AP (-)  = SD –

= 01,136 – 22,729

= 21,593 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 4,998%

  1. Pengukuran balok dengan mistar
No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

138

0,6

0,36

2

137

-0,4

0,16

3

137,5

0,1

0,01

4

138

0,6

0,36

5

136,5

-0,9

0,81

687

1,7

ü   =

=

= 137,4 mm

ü  SD =

=

= 0,652 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,652 + 137,4

= 138,052 mm

AP (-)  = SD –

= 0,652 – 137,4

= 136,748 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,475 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

62,5

-0,1

0,01

2

62

-0,6

0,36

3

62,5

-0,1

0,01

4

63

0,4

0,16

5

63

0,4

0,16

313

0,7

ü   =

=

= 62,6 mm

ü  SD =

=

= 0,4183 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,4183 + 62,6

= 63,0183 mm

AP (-)  = SD –

= 0,4183 – 62,6

= 62,1817 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,668 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

24,5

0,6

0,36

2

24

0,1

0,01

3

24

0,1

0,01

4

23,5

-0,4

0,16

5

23,5

-0,4

0,16

119,5

0,7

ü   =

=

= 23,9 mm

ü  SD =

=

= 0,4183 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,4183 + 23,9

= 24,3183 mm

AP (-)  = SD –

= 0,4183 – 23,9

= 23,4817 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 1,75 %

  1. Pengukuran balok dengan micrometer sekrup

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

0,088

-0,003

0,000009

2

0,09

-0,001

0,000001

3

0,09

-0,001

0,000001

4

0,09

-0,001

0,000001

5

0,095

0,004

0,000016

0,453

0,000028

ü   =

=

= 0,091 mm

ü  SD =

=

= 0,0026 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,0026 + 0,091

= 0,0936 mm

AP (-)  = SD –

= 0,0026 – 0,091

= 0,0884 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 2,86 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

0,08

0,004

0,000016

2

0,07

-0,006

0,000036

3

0,072

-0,004

0,000016

4

0,08

0,004

0,000016

5

0,078

0,002

0,000004

0,38

0,000088

ü   =

=

= 0,076 mm

SD =

=

= 0,00469 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,00469 + 0,076

= 0,08069mm

AP (-)  = SD –

= 0,00469 – 0,076

= 0,07131 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 6,171 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

12,02

-0.003

0,000009

2

12,014

-0,009

0,000081

3

12,022

-0,001

0,000001

4

12,009

-0,014

0,000196

5

12,052

0,029

0,000841

60,117

0,001128

ü   =

=

= 12,023 mm

SD =

=

= 0,017 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,017 + 12,023

= 12,04 mm

AP (-)  = SD –

= 0,017 – 12,023

= 12,006 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 0,14 %

No.

x (mm )

( x-  ) (mm)

 (mm)

1

1,14

0,06

0,0036

2

1,09

0,01

0,0001

3

1,03

-0,05

0,0025

4

1,09

0,01

0,0001

5

1,06

-0,02

0,0004

5,41

0,0067

ü   =

=

= 1,08 mm

SD =

=

= 0,041 mm

ü  AP (+) = SD +

= 0,041 + 1,08

= 1,121 mm

AP (-)  = SD –

= 0,041 – 1,08

= 1,039 mm

ü  % error =  x 100%

=  x 100%

= 3,796 %

VII.     PEMBAHASAN

Pengukuran adalah suatu teknik untuk mengaitkan suatu bilangan pada suatu sifat fisis dengan membandingkan dengan suatu besaran standar yang telah diterima sebagai suatu pengukuran.

            Stopwatch adalah alat ukur waktu yang digunakan untuk mengukur waktu. Stopwatch memilik ketelitian yaitu 0,5 detik.

Alat ukur panjang terdiri atas jangka sorong, mistar dan micrometer sekrup. Jangka sorong memliki ketelitian yang tinggi yaitu 0,001 mm. Mistar memiliki ketelitian yaitu 0,1 mm. Dan mikrometer sekrup memiliki ketelitian yaitu 0,005 mm.

Berdasarkan percobaan pertama yaitu menggunakan alat ukur waktu (stopwatch) untuk mengukur waktu denyut nadi 30 denyutan dan 1 denyutan, yang dilakukan sebanyak 5 kali, agar hasil yang diperoleh lebih optimal. Dari data pengamatan diperoleh hasil yang berbeda-beda  pada setiap percobaan untuk pengukuran 30 denyutan diperoleh rata-rata 18,608 detik, dengan nilai % error sebesar 3,85 %. Sedangkan untuk 1 denyutan diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,656 detik, dengan nilai % error sebesar 19,65 %. Perbedaan hasil data yang diperoleh setiap percobaan dipengaruhi oleh aktifitas, jenis kelamin, umur dan kondisi tubuh saat diukur.

Pada pengukuran dengan menggunakan alat ukur panjang, yaitu jangka sorong, mistar dan mikrometer sekrup, diperoleh hasil yang berbeda pada masing-masing alat yang dipengaruhi oleh tingkat ketelitian yang dimiliki. Berdasarkan percobaan dengan menggunakan jangka sorong untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi balok diperoleh nilai rata-rata berturut-turut adalah 136,46 mm; 62,54 mm; dan 22,749 mm. Sedangkan nilai % error dari pengukuran panjang, lebar, dan tinggi balok berturut-turut adalah 0,417 %; 0,47 %; dan 4,998 % . Kemudian, pada pengukuran dengan menggunakan mistar diperoleh nilai rata-rata panjang, lebar, dan tinggi balok berturut-turut adalah 0,475 %; 0,668 %; dan 1,75 %.

Pada hasil pengukuran dan nilai % error cukup berbeda, karena tingkat ketelitian jangka sorong  yaitu 0,005 mm lebih besar dari pada mistar.dengan ketelitian 0,1 mm. Sehingga nilai % error jangka sorong lebih kecil dibandingkan dengan mistar.

Berdasarkan percobaan dengan mikromter sekrup untuk mengukur silet, kertas, gotri dan kawat. Pada pengukuran silet diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,091 mm dan nilai % error sebesar 2,86 %, untuk pengukuran kertas diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,076 mm dan nilai % error sebesar 6,171 %, untuk pengukuran gotri diperoleh nilai rata-rata sebesar 12,023 mm dan nilai % error sebesar 0,141 %, dan untuk pengukuran kawat diperoleh nilai rata-rata sebesar 1,08 mm dan nilai % error sebesar 3,796 %. Terlihat % error yang paling tinggi terdapat pada pengukuran kertas dan yang paling rendah terdapat pada pengukuran gotri.

Perbedaaan atau kesalahan hasil pengukuran tidak sepenuhnya tergantung pada ketelitian alat, tapi perlu diperhatikan metode penelitian dan keadaan ala tang ada. Posisi pembaca skala sangat menentukan keakuratan, untuk itu saat membaca skala diharapkan dalam posisi tegak lurus dengan skala yang dibaca dan dibutuhkan ketelitian yang tinggi. Keadaan alat bisa mengurangi ketelitaian seperti mistar plastik yang mudah melar atau jangka sorong dan mikrometer sekrup yang mudah berkarat. Untuk itulah sebaiknya menggunakan alat yang steril dan sesuai dengan standar.

VIII.    PENUTUP

  1. Kesimpulan
    1. Stopwatch adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur waktu, jangka sorong, mistar dan mikrometer sekrup dan alat ukur panjang, tetapi micrometer sekrup biasa digunakan untuk mengukur ketebalan benda.
    2. Mikrometer sekrup memiliki ketelitian yang paling tinggi yaitu 0,001 mm dibandingkan dengan jangka sorong yaitu 0,005 mm dan mistar yaitu 0,1 mm.
    3. Makin tinggi ketelitian dari suatu alat ukur maka persentase (%) error yang dihasilkan semakin kecil.
    4. Hasil pengamatan tidak selalu persis sama dengan teori yang ada. Hal ini karena adanya beberpa faktor yang mempengaruhi seperti pembacaan skala yang kurang teliti, posisi pembacaan skala yang tegak lurus dengan skala yang dibaca, serta keadaan alat ukur yang disediakan,
  1. Saran
    1. Sebelum melakukan praktikum hendaknya praktikan memeriksa alat yang akan digunakan agar tidak mempengaruhi hasil pengamatan.
    2. Dalam mealkukan percobaan haruslah teliti dan serius agar data yang didapat tidak salah dan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan.1999. Fisika Dasar. Mataram: Mataram University Press.

Alonso, Marcela. 1980. Dasar-Dasar Fisika Universitas Mekanika. Jakarta: Erlangga.

Hidayat, Lilik.2004. Kamus Fisika Bergambar. Bandung: Pakar Raya.

Hikam, Muhammad.2005. Eksperimen Fisika Dasar untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana.

Kadiawarman. 1992. Fisika Dasar I. Jakarta: Depdikbud.

GERAK PARABOLA

  1. I.                   PELAKSANAAN PRAKTIKUM
  2. Tujuan Praktikum

–          Menentukan lintasan proyektil dengan sudut proyeksi yang menghasilkan jangkauan maksimum

2.  Waktu Praktikum

– Kamis, 28 oktober 2010.

3. Tempat praktikum.

– Laboratorium fisika dasar lantai II, FMIPA, Universitas Mataram.

    II. ALAT DAN BAHAN

  1. Alat:   – Alat penembak bola ( Tauncher ) 1 pasang.

–          Meteran Baja

–          Papan pemantul dan stip pendukung.

–          Penyangga besi

–          Statif ( Klamp ) ‘G’ untuk menahan tauncher.

–          Tiang papan pemantul

  1. Bahan : – Bola khusus untuk ditembakkan sebanyak 3 buah

– Kertas grafik

–  kertas karbon.

III. LANDASAN TEORI

Gerak parabola atau sering disebut gerak peluru merupakan suatu jenis gerakan benda yang pada awalnya diberikan kecepatan awal lalu menempuh lintasan yang arahnya sepenuhnya dipengaruhi oleh gravitasi. Benda-benda yang melakukan gerakan peluru dipengaruhi oleh beberapa factor. Pertama, benda tersebut bergerak karena ada gaya yang diberikan. Kedua, seperti pada gerak jatuh bebas, benda-benda yang melakukan gerak peluru dipengaruhi oleh gravitasi, yang berarah kebawah ( pusat bumi ) dengan besar 9=9,8m/s2. Ketiga, hambatan atau gesekan udara. Setelah benda tersebut diberikan kecepatan awal hingga bergerak, maka selanjutnya gerakannya bergantung pada gravitasi dan gesekan alias hambatan udara (www. Garumuda. Com/ gerak,-farabola).

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa jenis gerak parabola. Pertama, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal dengan sudut teta (θ) terhadap garis horizontal. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak gerakan benda yang berbentuk demikian. Beberapa diantaranya adalah gerakan bola yang ditendang oleh pemaen sepak bola, gerakan bola basket  yang yang dilempar kedalam keranjangnya, gerakan bola tenis, gerakan bola volley, gerakan lompat jauh dan gerakan peluru atau rudai yang ditembakkan dari permukaan bumi. Kedua, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal poada ketinggian tertentu dengan arah sejajar horizontal. Beberapa contoh gerakan jenis ini yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, meliputi gerakan bom yang dijatuhkan dari pesawat atau benda yang dilemparkan ke bawah dari ketinggian tertentu. Ketiga, gerakan tentu berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal dari ketinggian trertentu dengan sudut teta ( θ ) terhadap garis horizontal ( tippler. 1998:58 ).

Gerak peluru adalah gerak dengan percepatan konstan 9yang berarah kebawah, dan tidak ada komponen percepatan dalam arah horisonta. Untuk menyatakan geraknya dapat digunakan persamaan gerak dengan kecepatan konstan dalam bidang x-y. Jika dipilih sistim koordinat dengan sumbu Y-positif   vertical keatas, maka dalam persamaan-persamaan tersebut harus kita masukkan ay = -g dan ax = 0. Selanjutnya pilih pula titik asal system koordinat pada tempat mulainya gerak peluru tersebut, misalnya pada titik dimana bola mulai lepas dari tangan pelemnya. Pilihan ini menyrbabkan Xo=Yo=0 saat peluru mulai bergerak, t=0 kecepatannya adalah Vo yang membentuk sudut θo dengan sumbu X-positif, sehingga komponen X dan Y dari Vo adalah Vxo=Vo cos Өo dan Vyo=Vo sin Өo. Karena tidak ada komponenpercepatan dalaarah horizontal, maka komponen kecepatan dalam arah ini konstan masukkan ax=0 dan Vxo=Vo cos Ө. Sehingga diperoleh Vx=Vo cos Өo                                        jadi sepanjanggeraknya komponen horizontal kecepatan berharga sama dengan harga awalnya. Komponen awal vertikalnya akan berubah terhadap waktu sesuai dengan gerak vertical dengan percepatan konstan ke bawah. Sehingga diperoleh Vy=Vo sin Өo-gt. Besar resultan vaktor kecepatan pada sembarang saat adalah V= . Sudut θ yang dibentuk oleh vector kecepatan dengan garis horizontal pada saat itu diberikan oleh                     tan Ө = . Vektor kecepatan disetiap titik selalu menyinggung lintasan partikel.

Dengan Xo=o, ax=o dan Vxo=Vo cos θo, diperoleh koordinat –X dari posisi partikel pada saat sembarang  yaitu x=(Vo cos Өo)t. Sedangkan dengan yo=o, ay=g dan Vyo=vo sin θo diperoleh koordinat –y Y=(Vo sin Өo)t- gt2. Persamaan-persamaan tersebutmemberikan x dan y sebagai  fungsi dari parameter persamaan t, yaitu waktu gerak partikel. Dengan menggabungkan keduanya sambil mengeliminasi parameter t, maka diperoleh : y = (tan θo)x- .

Persamaan ini menghubungkan y dengan X dan menyatakan persamaan lintasan peluru, karena Vo, θo dan g korstan, maka persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk y =bx –x2  yaitu persamaan parabola. Jadi lintasan peluru bentuknya adalah parabola ( Resnick. 198 : 78 ).

IV. PROSEDUR  PERCOBAAN

IV. 1. Penentuan bentuk lintasan (trayektil )

  1. Papan pemantul, papan register dan karbon disusun seperti pada gambar 1. Dengan menempatkan peralatan pada lintasan proyektil dalam koordinat X dan y, titik tersebut pada lintasan dapat diukur.
  2. Pengukuran dimulai dengan papan reflector dekat moncong senjata (launher ) dan tinggi dari moncong ( h ) pada kertas register. Semua nilai ydapat diukur dari posisi ini.
  3. Papan reflector ditempatkan beberapa cm dari senjata dan jarak X diukur. Bola ditembakkan kepapan reflector kemudian jejak/ rekaman dilihat dibalik karbon pada kertas. Dibelakang jejak itu ditulis nilai x yang diukur dengan meteran.
  4. Papan dipindahkan menjauh dari senjata, diulangi untuk beberapa nilai. Bola dimasukkan lalu ditembakkan dengan laju yang sama untuk beberapa tembakan dengan sudut θ tetap
  5. Setelah minimal 12 posisi terekam / diukur, kertas registrasi dilepaskan dan diukur setiap koordinat y. disesuaikan dengan gambar 1 untuk merepresentasikan y.
  6. Nilai-nilai untuk x dan y diplot pada sebuah grafik gambar 2.
  7. Nilai y maks diperkirakan atau diestimasi dan dibuat pasangan sumbu baru ( x1 dan y1 ) dengan menggunakan titik ini sebagai titik  asal.
  8. Digunakan skala yang sama tetapi di tentukan bacaan sumbu baru nilai-nilai y1  untuk  nilai-nilai x1 berikut.

IV. 2 Pengunkuran jangkauan ( Range) proyektil.

  1. Papan reflektpor (demgan kertas karbon dan registrasi) dipasang plat pada permukaan horizontal, sehingga jejak bola akan direkam pada posisi P seperti pada gambar 1. Ringe, R bola dapat diukur ke arah mancong untuk berbagai    sudut θ.
  2. Plot grafik range R, sin 2θ.
  3. Ditentukan apakah persamaan diatas terbukti
  4. Laju awal proyektil ( V )  dihitung.
  5. Ditentukan pada sudut ( θ ) berappa menghasilkan range maksimum.

V. TABEL PENGAMATAN 

(Terlampir)

VI. ANALISIS DATA

VI.1.Rumus yang digunkan

Y=x tan Ө –

  1. Untuk mencari laju awal (v)

V =

VI.2 Analisis hasil percobaan

  1. percobaan 1. (Gambar Grafik)

Laju awal (v) saat mencapai peuncak tertinggi

V

Tinggi maksimum yang dapat dijangkau.

Y=x tan Ө-

b. Percobaan 2 (Gambar Grafik)

VII.  PEMBAHASAN .

Gerak parabola atau sering disebut gerak peluru adalah suatu jenis gerakan benda yang pada awalnya diberi kecepatan awal lalu menempuh lintasan yang arahnya sepenuhnya dipengaruhi oleh gravitasi. Dinamakan gerak peluru karena mungkin jenis gerakan ini mirip gerakan peluru yang ditembakkan.

Pada percobaan kali ini praktikan mencoba melakukan eksperimen gerak parabola dengan memberikan kecepatan awal pada bola yang hendak ditembakkan dari ketinggian tertentu dengan sudut teta (  θ ) terhadap garis horizontal.

Dari percobaan pertama, peraktikan menembakkan bola dari sebuah launcher dengan sudut 45o terhadap garis horizontal.sudut dibuat konsisten agar mudah membandingkan y ( ketinggian bola ) yang dapat dijangkau dengan x yang dibuat bervariasi. Ketinggian dari lubang menembak sampai kepermukaan bumi diukur dan didapat h =17,7 cm. dengan menaruh data pada table pengamatan  1, dapat diamati bahwa jangkauan tertinggi terjadi saat  x ( jarak penembak ke papan karbon ) berjarak 40 cm dengan y ( ketinggian ) 29,9 cm. Hal ini membuktikan bahwa terdapat gaya lain yang mempengaruhi laju dari bola tersebut. Dari yang awalnya bergerak dengan kecepatan awal, mencapai titik puncak dan akhirnya turun dan kembali keposisi awal yaitu diam. Gaya tersebut antara lain adalah gaya gesek udara dan yang paling penting gaya gravitasi yang mempengaruhi bola jatuh kembali yang hanya bekerja pada arah vertikel. Gravitasio tidak mempengaruhi gerak benda pada arah horizontal.

Pada percobaan kedua , praktikan melakukan penembatan peluru dengan sudut yang dibuat bervariasi  dengan x1 bervariasi pula, sehingga didapat y ( ketinggian /titik puncak )  dari percobaan berturut-turut  15,6 cm, 19,2 cm, 25,6 cm, 46,5 cm, dan 58,5 cm. Dari data ditabelpengamatan dapat dilihat bahwa titik, tertinggi yang dapat diraih bukanlah pada sudut 45o namun pada sudut 70o. Hal ini disebabkan karena ukuran x yang digunakan berbeda-beda sehingga kita menjadi sulit untuk membandingkan hasil pengamatan dengan teori yang telah ada. Kesalahan lainnya yang menyebabkan ketidaksesuaian hasil pengamatan adalah pembacaan skala dan pengukuran sudut yang kurang tempat terhadap garis horizontal. Ketidak tepatan ini menyebabkan hasil pengamatan ikut berubah dari yang diinginkan.

Seperti yang kita ketahui bahwa gerak parabola adalah gerak dua dimensi dimana melibatkan sumbu horizontal dan vartikal. Percepatan pada komponen x adalah nol ( ingat bahwa gerak parabola hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Pada arah horizontal ataupun komponen x, gravitasi tidak bekerja ). Percepatan pada komponen x atau arah vartikal tetap ( g=gravitasi  ) dan bernilai negatif  -g ( percepatan gravitasi gerak vertical bernilai negative karena arah gravitasi selalu kebawah alias kepusat permukaan bumi. Karena percepatan gravitasi yamng bernilai negative inilah, menyebabkan bola yang dilontarkan, setelah mencapai titik puncak tertentu ( V=O ), kembali menuju permukaan bumi akibat mengalami perlambatan. Hal ini dapat dilihat dari kedua gravik yang menunjukkan nilai y yang mula-mula semakin naik sesuai perubahan x, dan setelah mencapai puncak tertentu, gravik y mulai turun sehingga gravik tersebut berbentuk seperti parabola.

VIII.  PENUTUP.

1. Kesimpulan.

  1. Lintasan proyektif yang dihasilkan pada percobaan ini menyerupai parabola.
  2. Jangkauan maksimum ( range) yang dicapai ketika sebuah proyektil ditembakkan adalah dengan sudut θ =45o kearah horizontal.
  3. Pada gerak parabola percepatan gravitasi  ( g ) yang bekerja bernilai negative karena selalu menuju kepusat permukaan bumi.
  4. Semakin besar kecepatan awal  ( Vo ) yang diberikan maka jarak yang dapat ditempuh oleh suatu lintasan parabola ( x max ) semakin jauh.

2  Saran

  1. Hendaknya sebelum memulai praktikum, praktikan memeriksa alat dan bahan yang digunakan agar tidak mengganggu peruses praktikum nantinya.
  2. Praktikum harus menguasai materi yang akan dipraktikan agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
  3. Menggunakan alat secara berhati-hati, karena alat praktikum akan mudah rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, dauglas C. 2001. Fisika jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Halliday, Resnivk. 1991. Fisika jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Tipler, P.A. 1998. Fisika untuk Jenis dan teknik Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Www. Gurumuda. Com / gerak – Parabola.

KONSTANTA PEGAS

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1.1 Tujuan praktikum

  • Menentukan konstanta pegas,yaitu kekuatan pegas berdasarkan Hukum Hooke
  • Menentukan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras

waktu praktikum

1.2  Tempat praktikum

  • Laboratorium  Fisika dasar lantai III,FMIPA Universitas  Mataram

II. ALAT DAN BAHAN

2.1  alat:

  • neraca atau timbangan
  • satu set pegas
  • stopwatch

2.2  bahan

III. LANDASAN TEORI

Setiap  gerak terjadi secara berulang dalam selang waktu yang sama disebut gerak periodic,karena gerak ini terjadi secara teratur  maka disebut juga sebagai gerak harmonik/harmonis.Apabila suatu partikel melakukan gerak periodik pada lintasan yang sama maka geraknya disebut gerak osilasi/getaran.Bentuk yang sederhana dari gerak periodik adalahbenda yang berosilasi  pada ujung pegas .Karenanya kiya menyebutnya gerak harmonis sederhana.Banyak jenis lain (osilasi dawai,roda keseimbangan,arloji,atom dalam molekul dan sebagainya)yang mirip dengan jenis gerakan ini,sehingga pada kesempatan ini kita akan membahas secara mendetail (Halliday.1991:183).

Dalam kehidupan sehari –hari,gerak bolak balik benda yang bergetar  terjadi tidak tepat sama karena pengaruh gaya gesekan.Ketika kita memainkan gitar,senar gitar tersebut akan berhenti bergetar  apabila kita hentikan petikan.Demikian juga bandul yang berhenti berayun jika tidak digerakan secara berulang.Hal ini disebabkan karena adanya gaya gesekan.Gaya gesekan menyebabkan  benda-benda tersebut berhenti berosilasi.Jenis getaran seperti in I disebut getaran harmonik teredam.Walaupun kita tidak dapat menghindari gesekan ,kita dapat meniadakan efek redaman dengan menambah energi ke dalam sistem yang berosilasi untuk mengisi kembali energi yang hilang akibat gesekan,salah satu contohnya adalah pegas dalam arloji yang sering kiya pakai (Giancoli.2001:203).

Semua pegas memiliki panjang alami sebagaimana tampak pada gambar a.ketika sebuah beban  dihubungkan ke ujung sebuah pegas,maka pegas akan meregang(bertambah panjang) sejauh y.Pegas akan mencapai titik kesetimbangan  jika tidak di berikan gaya luar (ditarik atau di goyang).Jika beban di tarik ke bawah sejauh y1 dan di lepaskan ,benda akan bergerak naik turun .Gerakan terjadi secara berulang dan periodic (Tipler.1998:96).

Apabila benda di tarik ke kanan sejauh +x(pegas di renggangkan),pegas akan memberikan gaya  pemulih benda tersebut yang arahnya ke kiri sehingga benda kembali ke posisi setimbang.sebaiknya ,jika benda di tarik sejauh –x ,pegas juga memberikan gaya pemulih untuk mengembalikan benda ke kanan sehingga benda kembali ke posisi setimbang. Besar gaya pemulih F ternyata sebanding lurus dengan simpangan x dari pegas yang di rentangkan atau di tekan dari posisi setimbang (posisi setimbang ketika x=0). Secara sistematis ditulis:

F=-k x

Persamaan ini sering disebut sebagai Hukum Hooke dn di cetuskan oleh paman Robert Hooke. K adalah konstanta dan x adalah simpangan.Hukum Hooke akurat jika pegas tidak di tekan sampai  kumparan pegas bersentuhan /di renggangkan sampai batas elastisitas.Tanda negative menunjukan bahwa gaya pemulih alias F mempunyai arah berlawanan dengan simpangan x . Ketika kita menarik pegas ke kanan maka x bernilai positif ,tetapi arah F ke kiri (berlawanan arah dengan simpangan x).Sebaiknya jika pegas di tekan ,x berarah ke kiri (negatif),sedangkan gaya F bekerja ke kanan .Jadi gaya F selalu bekerja berlawanan arah dengan arah simpangan x. k adalah konstanta pegas (young.2002:215).

IV.  PROSEDUR KERJA

4.1 Menghitung konstanta pegas berdasarkan Hukum Hooke

  • Beban yang akan digunakan di timbang dan di catat hasilnya dalam tabel 1.
  • Beban (m1) digantungkan pada pegas dan diukur lagi pertambahan panjang pegas tersebut.
  • Beban (m2) di tambahkan dan diukur lagi pertambahan panjangnya.
  • Beban terus di tambahkan dan dicatat hasilnya pada tabel 2.
  • Beban dikurngi satu persatu dan di catat panjang pegas pada setiap pengurangan dalam tabel 2.

4.2 menghitung konstanta pegas berdasarkan getaran selaras (harmonik)

  • Beban (m1) digantungkan pada pegas dan di getarkan dengan ditarik sejauh x (tidak jauh) dan di lepaskan .Waktu n getaran dihitung dan dicatat hasilnya dalam tabel 3.
  • Beban m2,m3 dan seterusnya ditambahkan dan dihitung waktu getar setiap penambahan beban sebagaimana poin 2a dan dicatat hasilnya pada tabel 3
  • Beban di kurangi satu persatu dan waktu getarnya dicatat untuk n getar setiap pengurangan beban  sebagaimana pada saat penambahan beban dan hasilnya dicatat pada tabel 3

V. TABEL PENGAMATAN

Massa Beban ( bandul )

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Tabel 2. Menentukan konstanta pegas berdasarkan hokum hooke

Beban Pertambahan Panjang pegas (cm)
m1 1,5
m1 +m2 2,5
m1 +m2+m3 3,8
m1 +m2+m3+m4 5
m1 +m2+m3+m4+m5 6,5
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 7,7
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 9,2
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 10,4
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 11,6
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 13

Pengurangan beban

m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 13
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 11,6
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 10,1
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 8,1
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 7,6
m1 +m2+m3+m4+m5 6,2
m1 +m2+m3+m4 4,9
m1 +m2+m3 3,4
m1 +m2 2,3
m1 0,9

Panjang beban mula-mula(l0)=18

Tabel 3,Menentukan konstanta pegas bardasarkan Getaran selaras

Beban Waktu t(s)getar untuk 20 getaran
m1 06,99
m1 +m2 08,01
m1 +m2+m3 09,49
m1 +m2+m3+m4 10,62
m1 +m2+m3+m4+m5 11,38
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 12,63
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 13,28
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 13,96
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 15,35
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 16,23

Pengurangan beban

m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9+m10 16,23
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8+m9 15,02
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7+m8 14,03
m1 +m2+m3+m4+m5+m6+m7 13,52
m1 +m2+m3+m4+m5+m6 13,07
m1 +m2+m3+m4+m5 11,67
m1 +m2+m3+m4 10,80
m1 +m2+m3 9,65
m1 +m2 8,29
m1 7,00

VI. ANALISIS DATA

Beban Pertambahan panjang pegas (⧍x ) (m) F=W=m.g (N) K=F/⧍x
0,05 1,5.10-2 0,5 33,33
0,1 2,5.10-2 1 40
0,15 3,8.10-2 1,5 39,47
0,2 5.10-2 2 40
0,25 6,5.10-2 2,5 38,46
0,3 7,7.10-2 3 38,96
0,35 9,2.10-2 3,5 36,08
0,4 10,4.10-2 4 38,46
0,45 11,6.10-2 4,5 38,79
0,5 13.10-2 5 38,46

Penurangan beban

0,5 13.10-2 5 38,46
0,45 11,6.10-2 4,5 39,13
0,4 10,1.10-2 4 39,06
0,35 8,1.10-2 3,5 43,21
0,3 7,6.10-2 3 39,47
0,25 6,2.10-2 2,5 40,3 2
0,2 4,9.10-2 2 40,82
0,15 3,4.10-2 1,5 44,12
0,1 2,3.10-2 1 43,48
0,05 0,9.10-2   55,56

Tabel 2. Menentukan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras

Beban (Kg) Waktu untuk 20 kali getaran (s) T=t/n K=4π2m/=T2
0,05 06,99 0,3495 16,1433
0,1 08,01 0,4005 24,5875
0,15 09,49 04745 26,2747
0,2 10,62 0,5310 27,9744
0,25 11,38 0,5690 30,4533
0,3 12,63 0,6315 29,6684
0,35 13,28 0,6640 31,3077
0,4 13,96 0,6980 32,3749
0,45 15,35 0,7675 30,1283
0,5 16,23 0,8115 29,9442
 
0,5 16,23 0,8115 29,9442
0,45 15,02 0,7510 31,4668
0,4 14,03 0,7015 32,0571
0,35 13,57 0,6785 29,9838
0,3 13,07 0,6535 27,7044
0,25 11,67 0,5835 28,9586
0,2 10,80 0,5400 27,0497
0,15 9,65 0,4285 32,2188
0,1 8,29 0,4145 22,9546
0,05 7,00 0,3500 16,0973

Penentuan konstanta pegas berdasarkan Hukum Hooke (Pertambahan beban)

(metode ketidakpastian)

m (Kg) ⧍x  (m) K=(m g/⧍x  ) (k- ) (k- )2
0,05 1,5.10-2 33,33 38,201 4,871 23,729
0,1 2,5.10-2 40 1,799 3,236
0,15 3,8.10-2 39,47 1,269 1,610
0,2 5.10-2 40 1,799 3,236
0,25 6,5.10-2 38,46 0,259 0,067
0,3 7,7.10-2 38,96 0,759 0,576
0,35 9,2.10-2 36,08 -2,121 4,499
0,4 10,4.10-2 38,46 0,259 0,067
0,45 11,6.10-2 38,79 0,589 0,347
0,5 13.10-2 38,46 0,259 0,067
    Ʃ=382,01 Ʃ 37,432

=

=  =38,201 N/m

Sandar deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=2,04 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ= tan 250

0,466

K  =

=21,8 N/m

Terdapat perbedaan nilai konstanta pegas berdasarkan metode ketidakpastian dan metode grafik.Pada metode ketidakpastian ⧍k=2,04 N/m,sedangkan pada metode grafik ⧍k=21,6 N/m .Kedua nilai tidak jauh berbeda,hal ini berarti percobaan yang di lakukan cukup teliti

Penentuan konstanta pegas berdasarkan hokum Hooke (Pengurangan beban)(metode ketidakpastian)

m (kg) ⧍x (m) K=(mg/⧍x) (k- ) (k- )2
0,5 13.10-2 38,46 42,417 -3,957 15,658
0,45 11,6.10-2 39,13 -3,287 10,804
0,4 10,1.10-2 39,06 -2,817 7,935
0,35 8,1.10-2 43,21 0,793 0,629
0,3 7,6.10-2 39,47 -2,947 8,685
0,25 6,2.10-2 40,3 2 -2,097 4,397
0,2 4,9.10-2 40,82 -1,597 2,550
0,15 3,4.10-2 44,12 1,103 2,900
0.1 2,3.10-2 43,48 1,063 1,130
0,05 0,9.10-2 55,56 13,143 172,738
    Ʃ=424,17 Ʃ  

=

= =42,417 N/m

Standar Deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=5,03 N/m

Nilai terbaik (k konstan)

K=  ±⧍k

=42,417±5,03 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ =tan 16

=0,287

K=  =  =34,8 N /m

Perbedaan yang di tunjukan oleh kedua metode pada nilai konstanta pegas sangat berbeda jauh .Metode ketidakpastian k=5,03 N/m sedangkan metode grafik k=34,8 N/m.

Penentuan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras ⟶penambahan panjang

m (Kg) T (n=20) (sekon)  T=t/n T2 K=4π2 m/T2   (k- )2
0,05 06,99 0,3495 0,1221 16,1433   137,89
0,1 08,01 0,4005 0,1604 24,5875 10,88
0,15 09,49 04745 0,2251 26,2747 2,60
0,2 10,62 0,5310 0,2820 27,9744 0,008
0,25 11,38 0,5690 0,3238 30,4533 6,59
0,3 12,63 0,6315 0,3988 29,6684 3,18
0,35 13,28 0,6640 0,4409 31,3077 11,71
0,4 13,96 0,6980 0,4872 32,3749 20,19
0,45 15,35 0,7675 0,5891 30,1283 5,03
0,5 16,23 0,8115 0,6585 29,9442 4,24
      Ʃ 278,8612 Ʃ 192,318

=

=  =27,8861N/m

Sandar deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=4,62 /m

Nilai terbaik (k konstan)

K=  ±⧍k

=27,8861±4,62 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ =tan 35⁰=0,7

K=  =  =56,34N /m

Terdapat perbedaan nilai konstanta pegas dari kedua metode perhitungan yang di gunakan. Metode ketidakpastian k=27,8861±4,62 N/m dan metode grafik k =56,34N /m

Penentuan konstanta pegas berdasarkan getaran selaras ⟶pengurangan beban

m (Kg)

T(n=20) (sekon)

T=t/n

T2

K=4π2 m/T2   (k- )2
0,5 16,23 0,8115 0,6585 29,9442 27,1637 7,7311
0,45 15,02 0,7510 0,5640 31,4668 18,5167
0,4 14,03 0,7015 0,4921 32,0571 23,9463
0,35 13,57 0,6785 0,4604 29,9838 7,9394
0,3 13,07 0,6535 0,4270 27,7044 0,2868
0,25 11,67 0,5835 0,3404 28,9586 3,2436
0,2 10,80 0,5400 0,2916 27,0497 0,0129
0,15 9,65 0,4285 0,2328 32,2188 3,07047
0.1 8,29 0,4145 0,1718 22,9546 17,7047
0,05 7,00 0,3500 0,1225 16,0973 122,4652
     

Ʃ

271,6371

Ʃ

196,9882

=

=  =27,16371N/m

Sandar deviasi (SD)

SD=⧍k=

=

=4,678/m

Nilai terbaik (k konstan)

K=  ±⧍k

=27,1637 ±4,678 N/m

GRAFIK

Tan Ѳ =tan 32⁰=0,625

K=  =  =63,10 N /m

Terdapat perbedaan antara kedua metode .metode ketidakpastian k==27,1637 ±4,678 N/m

,sedangkan metode grafik k=63,10 N /m

VII.   PEMBAHASAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa untuk menentukan konstanta pegas ( kekuatan pegas ) dapat dilakukan dengan melakukan percobaan sederhana menggunakan pegas yang diberi beban sehingga mengalami tegangan dan pertambahan panjang ( ⧍x ) sesuai keelastisitasnya. Nilai K dapat dihitun h dengan menggunakan rumus F = – K . ⧍x yang sering disebut Hukum Hooke. Tanda negative dalam rumus ini menunjukkan bahwa gaya F merupakan gaya pulih yang selalu berlawanan arah dengan pertambahan panjang ( ⧍x )pada pegas. Selain itu, untuk memperoleh kostanta pegas dapat di proleh dengan getaran selaras yaitu  percobaan pada pegas yang diberi suatu beban , kemudian diberi gaya tegak lurus bidang horizontal yang ketika dilepas pegas akan bergerak naik turun akibat adanya gaya gravitasi . berdasarkan getaran selaras dapat digunakan rumus ini :

k=

               Dari percobaan yang dilakukan diperoleh kostanta pegas yang berbeda-beda baik dengan menggunakan metode ketidakpastian ataupun metode grafik, dengan menggunakan getaran selaras ataupun berdasarkan hokum hooke. Berdasarkan hokum hooke dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai konstanta pegas 38, 201 ± 2,04 N/m menurut metode ketidakpastian dan 21,6 N/m dengan metode grafik . kedua nilai ini diperoleh dengan menambah beban pada pegas yang digantung . sedangkan dengan pengurangan beban diperoleh konstanta pegas sebesar 42,417 ± 5,03 N/m ( metode ketidakpastian ) dan 34,8 N/m ( metode grafik ). Pada penambahan beban, hasil yang diperoleh tidak terlalu jauh , namun saat pengurangan beban hasil perhitungan konstanta pegas jauh berbeda. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh beban yang diberikan karena beban yang terlalu berat , maka pegas yang dipakai akan mengendor ( mulur ) sehingga pertambahan panjang pegas semakin besar ini yang menyebabkan perbedaan hasil yang dipeoleh.

Dengan menggunakan metode getaran selaras pada penambahan beban diperoleh K = 27,8 ± 4,6 N/m ( metode ketidak pastian ) dan 56,34 N/m ( metode grafik ) sedangkan pada pengurangan beban diperoleh K = 27,16 ± 4,6 N/m ( metode ketidak pastian ) dan 63,10 N/m metode grafik . pada pertambahan beban angka yang ditunjukkan tidak terlalu jauh , sama halnya dengan pengurangan beban. Namun saat pengurangan beban nilai K yang ditunjukkan lebih besar sadipada saat penambahan beban. Hal ini disebabkan kaena pegas yang dipakai bertambah panjang setelah digantungkan beban, terlebih lagi ditarik dan dilepaskan agar beban dapat bergerak naik turun secara vertical. Hal ini yang mempengaruhi nilai K yang diperoleh

Jika dibandingkan nilai k yang diperoleh dari getaran selaras ataupun berdasarkan hokum Hooke, konstanta pegas yang di dapat jauh berbeda.Hal ini membuktikan bahwa dalam praktikum masih terdapat kelemahan –kelemahannya .Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa pegas yang digunakan adalah factor utama dari hasil yang diperoleh walaupun pegas yang digunakan sama,tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan dalam praktikum .Selain itu ketelitian praktikan dalam membaca skala pada mistar dan stopwatch juga mempengaruhi perhitungan.Faktor yang lain adalah beban yang diberikan serta gaya tarik yang dilakukan pada pegas ,semakin besar keduanya,pegas akan akan semakin mengendor dan mempengaruhi hasil pengamatan berikutnya.

VIII. PENUTUP                                                                                                                                                     

  • Berdasarkan hooke diperoleh nilai konstanta pegas sebesar 2,04 N/m( Pertambahan Beban )

dan 0,5 N/m (Pengurangan Beban )

  • Berdasarkan getaran selaras diperoleh nilai konstanta pegas sebesar 27,8 ± 4,6 N/m

(pertambahan beban ) dan 27,16 ± 4,6 ( pengurangan beban )

  • Nilai konstanta pegas berdasarkan hokum hooke berbeda dengan pengukuran

berdasarkan getaran selaras.

  • Konstanta pegas yang dihasilkan bergantung dari massa beban ( m ), pertambahan

panjang ( ⧍x  ) dan periode yang dihasilkan pegas ( T ).

  • Sebelum praktikum berlangsung,cek alat – alat yang akan digunakan.
  • Co.Ass lebih menerangkan bagaimana cara melakukan praktikum yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Giancolli, Douglas C. 2001. Fisika Jili 1. Jakarta : Erlangga.

Resnic , Halliday. 1991. Fisika Jilid 1 edisi kedua. Jakarta : Erlangga.

Tipler , Paul A. 1998. Fisika dasar. Jakarta : Erlangga.

Young. H. D. 2002. Fisika Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

BANDUL MATEMATIS

I.   PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1.1  Tujuan praktikum

–          Memahami gerak osilasi yang tidak teredam.

–          Menentukan besarnya niai percepatan gravitasi

1.2  Waktu praktikum

Kamis, 11 November 2010.

1.3  tempat praktikum

Laboratorium Fisika Dasar, lantai II, FMIPA, Universitas Mataram.

2.1 Alat           :

– Meteran

– Statif

– Stopwatch

2.2 Bahan        :

– Beban atau bandul

– Benang

III. LANDASAN TEORI

Bandul matematis adalah system fisis yang bergerak mengikuti gerak harmonik sederhana. Bandul matematis adalah benda ideal yang terdiri atas sebuah titik massa yang digantungkan pada tali ringan yang tidak mulur dan tidak bersama. Bila bandul disimpangkan dengan sudut Ø dari posisi setimbangnya lalu dilepaskan maka benda akan berayun dalam bidang vertiakal karena pengaruh gaya gravitasi.

Gaya yang bekerja pada bandul dengan massa m adalah gaya gravitasi m.g dan gaya tegangan tali T . untuk sudut ø yang kecil aka percepatan gravitasi dapat dihitung dengan persamaan :

˚

Dimana T adalah periode bandul (s), l adalah panjang tali (m), dan g adalah percepatan gravitasi (m/s2) (Anonim, 2007  ; 35).

Ayunan sederhana adalah sebuah benda yang digantungkan pada tali ringan yang memiliki panjang tetap. Jika simpangan diberikan sudut ø dan dilepaskan, maka benda akan berayun pada bidang vertikal karena pengaruh gaya berat. Gerakan ini akan periodik. Benda bermassa m merupakan ayunan sederhana. Fres = – mg sin ø, merupakan gaya pulih yang merupakan komponen tangensial dari gaya berat.

Jika  Fres = – mg      ø = – ks

Jika s adalah busur yang dijalani benda dan akan sama dengan simpangan x, maka :

ØL = s   à x        atau  ø = X/ L

Gaya pulih : -m.g = -m.g x/L = -kx

Jadi  k= m.g/L  atau  m/k = L/g

P = 2∏ √m/k  =   2∏ √L/g

Dimana L adalah panjang tali (m), g adalah percepatan tali  (m/s2) dan P adalah periode ( sarajo, 2002 ; 134 )

Pendulum sederhana(bandul sederhana) adalah terdiri atas sebuah bola pendulum yang digantung di ujung tali yang ringan. Kita anggap bahwa tali tidak teregang dan massanya diabaikan, sehingga mnyerupai gerak haronik sederhana. Pendulum berjalan sepanjang busuh. Pendulum berosilasi sepanjang busur sebuah lingkaran dengan amplitudo yang sama disetiap titik seimbang (dimana ia tergantung vertikal) dan semetara melalui titik setimbang lajunya bernilai maksimun, sehingga dapat di[peroleh periode (Giancoly, 2001 ; 57).

IV.   PROSEDUR PERCOBAAN

  1. Benda (m1) digantungkan pada tali dengan panjang tertentu (ditentukan oleh asisten).
  2. Bandul disimpangkan dengan sudut tertentu ( < 10) dari titik kesetimbangan.
  3. Bandul dilepaskan dan dihitung waktunya untuk 20 ayunan.
  4. Prosedur a sampai c diulangi untuk beberapa pannjang tali yang berbeda dan hasilnya dicatat pada tabel 1.
  5. Cara a sampai d diulangi untuk massa benda (m2) berbeda dan hasilnya dicatat pada tabel 1.

Panjang tali

(cm)

Waktu 20 ayunan

(sekon)

1.               0,66 1.                      14,10
2.               0,55 2.                      18,59
3.               0,43 3.                      22,48
4.               0,32 4.                      25,97
5.               0,20 5.                      28,17
1.               0,43 1.                      15,85
2.               0,50 2.                      20,22
3.               0,53 3.                      24,16
4.               0,56 4.                      27,00
5.               0,59 5.                      29,77
  1. VI.             ANALISIS DATA

∑F=m.a

∑F=-m.g sin Ø

m.a=-m.g sin Ø

a= -g sin Ø

a=

                                =

                                =- w A sin wt

Maka:

a= -g sin Ø

w A sin wt = -g sin Ø

w A sin wt = -g

w A sin wt= -g

Tabel hasil pengamatan percobaan bandul matematis beban m1

Xi(m)

xi2 (s)

L(s)

T

T2

xi-yi(ms2)

 

0,66

0,44

32,9

1,64

2,69

1,78  

0,55

0,30

30,1

1,50

2,25

1,24  

0,43

0,18

26,7

1,34

1,79

0,77  

0,32

0,10

23,3

1,16

1,34 0,43  

0,2

0,04

19,1

0,96

0,92

0,18  
2,16 1,06 312,1

6,60

8,99

4,40

b =

=

=

= 4, 07

5=

=

= 9,69

Ag=

=  10 m/s2

=  9,38 – 0,62

=  8,76 m/s2            ( metode ketidakpastian)

GRAFIK ( hubungan panjang tali(L) terhadap kuadrat periode (T2)

Tan ø   = tan 35˚

= 0,7

g          = 4П2/tan ø

= 4(3,14)2/0,7

= 39,4384/0,7

= 56,34 m/s2                          (metode grafik)

Tabel hasil pengamatan percobaan bandul matematis beban m2

beban

Panjang tali(cm)

Waktu ayunan(s)

(n = 20)

Periode ayunan

(T = t/n)

g = 4П2L/T2

T2

ğ

(g- ğ)2

 

M2 = 295 gr

1,0

40,93

2,046

9,421

4,2

 

8,47

0,40

0,9

39,28

1,964

9,202

3,9

0,50

0,8

38,09

1,904

8,703

3,6

0,05

0,7

35,29

1,764

8,872

3,1

0,20

0,6

32,74

1,637

8,830

2,7

0,10

0,5

29,77

1,488

8,906

2,2

0,20

0,4

27,00

1,350

8,656

1,8

0,03

0,3

24,16

1,208

8,108

1,5

0,10

0,2

20,22

1,011

7,717

1,0

0,60

0,1

15,85

0,792

6,287

0,6

4,80

jumlah    

84,702

 

7,48

ğ =  ∑ gt/n

=  84,702/10

=  8,47 m/s2

∆g = √∑ (g- ğ) 2/n-1

=  √7,48/9

=  0,91 m/s2

g =  ğ ± ∆g

=  8,47 ± 0,91

=  8,47 + 0,91

=  9,38 m/s2

=  8,47 – 0,91

=  7,56 m/s2                ( metode ketidakpastian)

GRAFIK ( hubungan panjang tali(L) terhadap kuadrat periode (T2))

Tan ø   = tan 42˚

= 0,9

g         = 4П2/tan ø

= 4(3,14)2/0,9

= 39,4384/0,9

= 43,82 m/s2         (metode grafik)

VII.   PEMBAHASAN

Untuk menentukan besarnya gravitasi disuatu tempat dapat dilakukan dengan alat deteksi gravitasi atau dengan melakukan percobaan. Percobaan bisa dilakukan dengan bandul matematis. Bandul matematis adalah benda yang digantung pada tali ringan yang tidak mulur. Jika bandul dimiringkan dengan sudut ø dari titik seimbangnya lalu dilepaskan maka bandul akan berayun secara vertikal karena pengaruh gravitasi.

Pada percobaan kali ini, praktikan mencari dan menghitung besar dari nilai gravitasi dengan metode yang berbeda, yaitu dengan metode ketidakpastian dan metode grafik. Hasil yang diperoleh dari kedua metode ini sangat berbeda, baik pada beban m1 dan m2. Pada beban m1 diperoleh nilai g sebesar 10 m/s2 dengan metode ketidakpastian, sedangkan dengan menggunakan metode grafik diperoleh g 56,34 m/s2. perbedaan nilai g yang diperoleh dengan kedua metode ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketelitian dalam membaca skala pada mistar dan pengukuran panjang tali pada saat percobaan. Selain itu adanya gesekan antar bandul dengan udara juga dapat mempengaruhi hasil pengamatan yang diperoleh.

Pada beban m2 diperoleh g 9,38 m/s2 dengan metode ketidakpastian., sedangkan dengan menggunkan metode grafik diperoleh nilai g sebesar 43,82 m/s2. Pada percobaan ini juga terdapat perbedaan nilai g, sama halnya dengan percobaan pertama hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan pada percobaan sebelumnya.

Dari penjelasan diatas diketahui bahwa nilai g yang diperoleh dari percobaan dengan m1 dan m2 sangat berbeda. Nilai g yang ditunjukkan dengan menggunakan beban m1 seberat 100 gram selalu lebih besar dari pada nilai g yang ditunjukkan dengan menggunakan beban m2 295 gram, baik dengan metode ketidakpastian dan metode grafik. Seharusnya nilai g yang diperoleh dengan menggunakan m1 atau m2 tidak jauh berbeda karena dalam menentukan nilai gravitasi tidak dipengaruhi oleh massa(tidak ada variabel massa). Oleh sebab itu, perbedaan ini akibat dari ”human error” dan ketelitian dalam melakukan percobaan serta gaya luar yang mempengaruhi(gaya gesek udara).

VIII. PENUTUP

–   Pada pengukuran meggunakan beban pertama (100 gram) diperoleh nilai percepatan gravitasi sebesar 10 m/s2 (dengan metode ketidakpastian).

–   Pada pengukuran dengan menggunakan beban kedua(295 gram) diperoleh nilai percepatan gravitasi sebesar 9,38 m/s2 (dengan metode ketidakpastian).

–   Percepatan gravitasi tidak dipengaruhi oleh massa beban yang digunakan, namun dipengaruhi oleh panjang tali (l) yang berdampak pada periode(T) yang dihasilkan

–   Perbedaan percepatan gravitasi yang diperoleh dengan kedua metode disebabkan karena adanya pengaruh gaya lain dalam percobaan seperti gaya gesek udara dengan bandul serta ketelitian dalam mengukur panjang tali dan sudut simpangan.

b.    Saran

– Sebelum percobaan dimulai, hendaknya alat-alat percobaan diperiksa terlebih dahulu.

– Dalam melakukan praktikum, ketelitian praktikan sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007.Petunjuk Praktikum Fisika dasar.Mataram : Universitas Mataram.

Giancolli, D.C.2007.Fisika.Jakarta : Erlangga.

Sarojo, Ganijati  Abi.2002.Mekanika Seri Fisika Dasar. Jakarta : Salemba tehnik.

VISKOSITAS ZAT CAIR

  1. Tujuan Praktikum      : Menentukan koefisien viskositas (kekentalan)

zat cair  berdasarkan Hukum Stokes.

  1. Hari, tanggal             : Kamis, 21 Oktober 2010.
  2. Tempat                     :  Laboratorium Fisika Dasar Lantai II,

FMIPA,Universitas Mataram.

  • Bola plastic
  • Gelas ukur
  • Jangka sorong
  • Mistar
  • Penjepit
  • penyaring
  • Pipet tetes
  • Stopwatch
  • Tabung gelas
  • Timbangan analitik

Viskositas ada pada zat cair maupun gas, dan pada intinya merupakan gaya gesekan antara lapisan – lapisan yang bersisian pada fluida pada waktu lapisan – lapisan tersebut bergerak satu melewati yang lainnya. Pada zat cair, viskositas terutama disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul. Pada gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul. Fluida yang berbeda memiliki besar viskositas yang berbeda. Satu lapisan tipis fluida ditempatkan antara dua lempeng yang rata. Satu lempeng diam dan yang lainnya bergerak dengan laju konstan, seperti pada gambar berikut :

Lempeng bergerak

gradien

Fluida                                               kecepatan                  l

Lempeng diam

Fluida yang langsung besentuhan dengan setiap lempeng dan ditahan pada permukaan oleh gaya adhesi antar molekul zat cair dan lempeng. Dengan demikian, permukaan atas fluida bergerak dengan laju v yang sama seperti lempeng yang atas, sementara fluida yang bersentuhan dengan lempeng yang diam tetap diam. Lapisan fluida yang diam menahan aliran lapisan yang perrsis di atasnya, yang jug menahan lapisan berikutnya, dan seterusnya. Berarti kecepatan bervariasi secara kontinu dari 0 sampai v. Untuk fluida tertentu, gaya yang dibutuhkan, F, sebanding dengan luas fluida yng bersentuhan dengan setiap lempeng, A, dan dengan laju, v, dan berbanding terbalik dengan jarak, l, antar lempeng : F  vA/l. Untuk flida yang berbeda, makin kental fluida tersebut, mkin besar gaya yang diperlukan. Konstanta perbandingan untuk persamaan ini didefinisikan sebagai koefisien viskositas, ɳ :

F = ɳ A v/l

Dengan menyelesaikan untuk ɳ, kita dapatkan ɳ = Fl/vA. Satuan SI untuk ɳ adalah N.s/ = Pa.s (Pascal sekon). Pada system CYS, satuan tersebut adalah dyne.s/  dan satuan ini disebut poise (Giancoli, 2001 : 347).

Untuk cairan yang mudah mengalir, misalnya air atau minyak tanah, tegangan luncur (F/A) itu reltif kecil untuk perubahan regangan luncur tertentu, dan viskositasnya juga rlatif kecil. Viskositas semua fluida sangat dipengaruhi oleh temperatur ; jika temperatur naik, viskositas gas bertambah dan viskositas zat cair berkurang (Sears Zemansky, 1962 : 342).

Persamaan untuk gaya kekentalan dipengaruhi oleh viskositas ᶯ fluida yang bersangkutan, radius r bola (untuk benda berbentuk bola), dan kecepatannya v relatif terhadap fluida, maka gaya kekentalan ialah :

F = 6 ɳrv

Persamaan ini pertama kali diumuskan oleh Sir George Stokes pada tahun 1945 dan dinamakan Hukum Stokes. Sebuah bola yang jatuh ke dalam fluida kental akan mencapai kecepatan akhir  pada saat gaya kekentalan yang menahan plus gaya apung sama dengan berat bola itu. Umpamakan ρ rapat massa bola dan ῤ rapat massa fluida. Jadi, berat bola ialah , dan apabila kecepatan akhir telah tercapai (Sears Zemansky, 1962 : 346).

+ 6 ɳr  = ρg

=  (ρ-ῤ)

Gaya – gaya yang bekerja pada benda yang bergerak dalam fluida adalah : gaya berat W, gaya apung Archimedes, A, dan gaya Stokes f. Berdasarkan hukum II Newton, rsultan gaya – gaya di atas adalah :

W – A – f = ma

ρ(b)vg – ρ(f)vg – 6 rɳv = ma

ρ(b) = massa jenis benda

ρ(f) = massa jenis fluida

V      = volume

g      = percepatan gravitasi

v   = laju

Karena gaya gesek f berlawanan arah dan besarnya sebanding dengan laju v, maka dengan membesarnya v, perceatan benda semakin berkurang dan mencapai nol pada saat v mencapai nilai maksimum. Dengan demikian, persamaannya menjadi :

ρ(b)vg – ρ(f)vg – 6 rɳv = 0

sehingga viskositas fluida adalah :

ɳ =

Persamaan di atas hanya cocok untuk wadah berdimensi besar (Hiden, 2008 : 12).

Kekentalan atau viskositas dapat dibayangkan sebagai gesekan antara satu bagian dengan bagian lain dalam fluida. Dalam fluida yan kental kita perlu gaya untuk menggeser satu bagian fluida terhadap yang cair. Di dalam membahas aliran kental, kita dapat memandang persoalan seperti halnya tegangan dan regangan geser di dalam bahan padat. Setiap fluida baik gas maupun zat cair mempunyai sifat kekentalan, karena partikel – partikel di dalamnya bertumbukan (Sutrisno, 1997 : 229).

Pada dasarnya penentuan ᶯ dengan menggunakan rumus stokes sangatlah sederhana. Hanya saja untuk itu secara teknis diperlukan kelereng dari bahan yang amat ringan, misalnya dari aluminium, serta berukuran kecil, misalnya dengan jari – jari sekitar 1 cm saja. Sewaktu kelereng dijatuhkan ke dalam bejana kaca yang berisi cairan yang hendak ditentukan koefisien viskositasnya, oleh gaya beratnya, klereng akan semakin cepat jatuhnya. Tetapi sesuai dengan rumus stokes, makin cepat gerakannya, makin besar gaya gesekannya sehingga akhirnya gaya berat itu tepat seimbang dengan gaya gesekan dan jatuhnya kelerengpun dengan kecepatan tetap sebesar v sehingga berlaku persamaan :

mg = 6 rɳv

Akan tetapi sebenarnya pada kelereng juga bekerja gaya ke atas Archimedes sebesar berat cairan yang dipindahkan, yaitu sebesar :

= vῤg = ( ) ῤg

Dengan v ialah volum kelereng dan ῤ ialah massa jenis cairan. Dengan menuliskan :

m = vρ = ρg

dengan ρ adalah massa jenis bahan pembuat kelereng, persamaan di atas terkoreksi menjadi :

ρg –  ῤg = 6 rɳv

Yang kemudian menghasilkan :

ɳ =

Jadi dengan mengukur jari – jari kelereng r, kecepatan jatuh v sewaktu kecepatan itu tetap, dan diketahuinya ρ, ῤ, dan g, dapatlah dihitung koefisien viskositas cairan ɳ di dalam bejana itu (Peter Soedojo, 2004 : 52).

  1. D.     Prosedur Percobaan
    1. Menentukan massa jenis benda yang akan digunakan
      1. Massa benda ditimbang dengan neraca digital, dan dicatat dalam tabel.
      2. Diameter benda diukur dengan menggunakan jangka sorong sera dihitung volum benda.
      3. Massa jnis benda dihitung dengan rumus ρ = m/v.
      4. Menentukan massa jenis zat cair yang digunakan
        1. Massa tabung kosong ditimbang
        2. Gelas ukur kecil diisi dengan zat cair, dan ditimbang dengan neraca digital.
        3. Massa zat cair dihitung dengan cara massa tabung ditanbah zat cair dikurangi masa tabung kosong.
        4. Massa zat cair dihitung dengan rumus ρ = m/v.
        5. Benda dijatuhkan dalam tabung berisi zat cair, waktu, dan jarak dicatat setelah mencapai kecepatan terminal (stasioner) sesuai petunjuk asisten.
        6. Langkah 1, 2, dan 3 diulangi beberapa kali kemudian dihitung viskositas zat cairnya.
        7. Langkah 1 sampai 4 dilakukan kembali untuk zat cair yang berbeda.

              DATA HASIL PENGAMATA

a. Tabel pengukuran massa jenis benda

Benda

Massa (gr)

d1

(cm)

d2

(cm)

d3

(cm)

d4

(cm)

d5

(cm)

(cm)

r =

(cm)

V =

(cm3)

ρ =

(kg/m3)

Bola plastik I

9,962

2,53

2,53

2,53

2,53

2,53

2,53

1,265

8,475

1175,46

Bola plastik II

9,966

2,538

2,54

2,54

2,538

2,54

2,538

1,2695

8,566

1163,44

b. Tabel pengukuran massa jenis fluida

Fluida

Volume

(ml)

Massa tabung kosong (gr)

Massa tabung berisi (gr)

Massa fluida (gr)

P =  (kg/m3)

Minyak

5

10,56

15,056

4,496

899,2

Oli

5

10,324

14,717

4,708

941,6

c. Tabel pengukuran jari-jari tabung fluida (R)

Tabung fluida

D1 (cm)

D2

(cm)

D3

(cm)

D4

(cm)

D5

(cm)

D

(cm)

R =  (cm)

Minyak

8,31

8,32

8,315

8,30

8,31

8,31

4,15

Oli

8,04

8,04

8,042

8,04

8,04

8,04

4,02

d. Tabel pengukuran waktu jatuh bola

Fluida

Jarak tempuh (m)

t1

(s)

t2

(s)

t3

(s)

t4

(s)

t5

(s)

T

(s)

Minyak

0,3

1,69

1,66

1,58

1,60

1,69

1,644

Oli

0,3

2,96

2,53

2,86

2,63

2,54

2,704

Analisis data viskositas zat cair digunakan nilai sebenarnya dan nilai taksiran (standar deviasi). Hasilnya ditulis dalam bentuk :

ɳ fluida  = ɳ   ɳ , dengan

ɳ        =

Standar deviasi ditentukan dari persamaan berikut :

ɳ =

Berikut proses penurunan rumus (1) sehingga didapatkan rumus / persamaan (3), (4) dan (5) :

=                u = 2r2 9t ( pb-pf )

V = 95 ( 1 + 0,24 r/R )

Persamaan (3) didapat dari :

=

Untuk persamaan (3) di atas :

U1        = 4r gt (pb-pf)

V1        = 9s +

= 0 +

=

Persamaan (4) :

U1           = 0

V1        = 9 +

=

=

= 0,025 mm     s  = 0,25 mm            t  = 0,005 s

a. Perhitungan Viskositas Minyak

ρb  = 1175,46 Kg / m3

ρf  = 899,2  kg / m3

t    = 1,03 S

S   = 0,3 m

r    = 0,01265 m

R   = 0,04154 m

=

=

= 0,501  pa . S

Persamaan (3)

=

= 76,61 Pa.s

Persamaan (4)

= -1,672 Pa.s

Persamaan (5)

= 24,123 Pa.s

=

=

= 0,12 Pa.s

Minyak  =

= 0,501  40,12  Pa.s

b.Perhitungan viskositos oli

pb      = 1163,44 kg / m3

pf         = 941,6 kg / m3

t  = 2,704 s

s  = 0,3 m

r  = 0,012695 m

R = 0,0402 m

=

=

= 0,665  Pa.

Persamaan (3)

=

=

= 101,175 Pa.s

Persamaan (4)

=

= -2,218 Pa.s

=

= 0,246 Pa.s

=

=

=

= 0,0032 Pa.s

oli  = 0,665  0,0032 Pa.s

           Pada percobaan viskositas ini bertujuan unuk menentukan koefisien viskositas (kekentalan) zat cair berdasarkan hukum stokes. Fluida yang digunakan yaitu minyak goreng dan oli. Dari percobaan ini didapatkan viskositas minyak goreng yaitu 0,501  0,12 Pa.s dan viskositas oli didapatkan nilai sebesar 0,665  0,0032 Pa.s. Hasil tersebut menunjukan bahwa viskositas oli lebih besar dari viskositas minyak goreng. Karena viskositas merupakan koefisien kekentalan suatu zat cair maka dapat dikatakan bahwa oli lebih kental dari minyak goreng.

Pada saat mengukur massa jenis benda faktor – faktor  yang mempengauhi yaitu massa benda dan volum benda dimana massa benda berbanding lurus dengan massa jenis dan volum benda berbanding terbalik dengan massa jenis benda (ρ=m/v=Kg/ ). Massa jenis benda satu diperoleh 1175,46 Kg/ , sedangkan massa jenis benda dua diperoleh 1163,44 Kg/ .

Pengukuran massa jenis fluida yaitu minyak goreng dan oli dilakukan dengan cara membagi massa fluida dengan volum fluida dalam  Kg/ . Sama halnya seperti mengukur massa jenis benda, massa jenis fluidapun berbanding lurus dengan massanya dan berbanding terbalik dengan volumnya. Untuk massa jenis minyak goreng diperoleh 899,2 Kg/  dan untuk massa jenis oli diperoleh 941,6  Kg/ .

Massa jenis benda dan massa jenis fluida yang didapat tersebut merupakan factor yang mempengaruhi koefisien viskositas (kekentalan) suatu zat cair. Selain kedua faktor tersebut, koefisien viskositas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diameter tabung gelas, yang menentukan jari – jarinya, gravitasi, waktu yang ditempuh benda saat dijatuhkan atau dicelupkan ke dalam fluida dengan jarak yang sudah ditentukan. Dari faktor – faktor tersebut dapat dicari koefisien viskositas yang menunjukan bahwa oli lebih kental dari pada minyak goreng, hasil ini sesuai dengan kenyataan yang dapat diamati sehari – hari.

TUGAS

Buktikan persamaan (8) untuk benda berbentuk bola !

Persamaan (8) :  =

Penyelesaian :

Volume bola  =

W – FA – Fs     = M . a          ;         a = 0

(Pb-Vb . 9) – (Pf . Pb . 9) – (6 r v)  = 0

(Pb . Vb .9) – (Pf. Vb .9)                       = 6 r v

Vb .9 ( Pb – Pf)                                     = 6 r v…………..(a)

Kita masukan rumus volume bola ke dalam persamaan (a)

6 r v         = Vb . 9 (Pb-Pf)

=

=

=

Untuk wadah berjari-jari R factor koreksinya adalah

. Sehingga persamaan (b) menjadi :

=

W         = gaya berat

FA        = gaya apung Archimedes

Fs         = gaya stokes

a)      Viskositas zat cair dipengaruhi oleh massa jenis, jari – jari tabung, gravitasi, jarak, dan waktu yang ditempuh benda.

b)      Koefisien viskositas zat cair menentukan kekentalan dan cepat lambatnya pergerakan atau aliran zat cair tersebut.

c)      Viskositas oli lebih besar dari viskositas mnyak goreng sehingga oli lebih kental dari manyak goreng. Koefisien viskositas minyak goreng yaitu 0,501  0,12 Pa.s dan koefisien viskositas oli yaitu 0,665  0,0032 Pa.s.

d)      Benda yang memiliki massa jenis paling besar memiliki waktu luncur atau waktu tempuhnya paling cepat.

e)      Massa jenis minyak goreng didapatkan 899,2 Kg/  dan massa jenis oli didapatkan 941,6 Kg/ .

a)      Saat melakukan praktikum, sebaiknya dilaksanakan sesuai prosedur yang sudah ditentukan.

b)      Praktikan seebaiknya memanfaatkan waktu seefisien mungkin.

c)      Praktikan harus teliti dalam mengukur atau melakukan percobaan agar didapatkan data yang benar dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Francis Weston, Sears dan Mark Zemansky. 1962. Fisika Untuk Universitas 1. Bandung : Trimitra Mandiri.

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika. Jakarta : Erlangga.

Hiden. 2008. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar 1. Mataram : Fakultas MIPA.

Soedojo, peter. 2004. Fisika Dasar 1. Yogyakarta : Andi.

Sutrisno. 1997. Fisika Dasar . Bandung : Institut Teknologi Bandung.

KESETIMBANGAN GAYA

  1. Tujuan               :                       Menjelaskan tentang Hukum Newton pertama.

Mahasiswa dapat mengetahui gaya-gaya dalam keadaan setimbang.

  1. Hari / tanggal    :                       Rabu, 12 oktober 2011

                                                                    i.      Tempat                     :                       Laboratorium Fisika, Lantai III, Fakultas Matematika dan     Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

Hukum gerak Newton adalah hukum sains yang dikemukakan oleh Isaac Newton mengenai sifat gerak benda. Hukum ini merupakan dasar dari mekanika klasik. Newton pertama kali mengumumkan hukum ini dalam Philosophiae Naturalis Principia  Mathematica (1687) dan menggunakan untuk membuktikan banyak hasil mengenai gerak objek. Dalam volume ketiga karyanya, ia menunjukkan bagaimana penggabungan hukum gravitasi universal dan hukum gerak newton ini, dapat menjelaskan hukum gerakan planet Kepler (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Gerak_Newton).

Hukum gerak newton atau dikenal dengan hukum inersia atau prinsip Galileo menyatakan bahwa “jika resultan gaya yang bekerja dalam suatu benda adalah nol, maka benda yang mula-mula diam akan terus diam. Sedangkan yang mula-mula bergerak, akan bergerak dengan kecepatan tetap”. Hukum Newton I dapat di interpretasikan sebagai berikut:

  1. Sebuah benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau akan terus bergerak, kcuali dipaksa berubah dengan menerapkan gaya luar ke nenda tersebut. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan  ,dimana adalah resultan vector dari gaya.
  2. Sebuah benda akan tetap diam atau bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan tetap,kecuali diberi gaya luar (Zanuari, 2007 : 136).

Sesungguhnya Hukum Newton pertama ini memberikan pernyataan tentang kerangka acuan. Pada umumnya, pecepatan suatu benda bergantung pada kerangka acuan dimana ia diukur. Hukum pertama ini mrnyatakan bahwa jika tidak ada benda lain didekatnya (artinya tidak ada gaya yang bekerja,karena setiap gaya harus dikaitkan dengan benda dalam lingkungannya) maka dapat dicari suatu keluarga kerangka acuan sehingga suatu partikel tidak mengalami percepatan. Kenyataan bahwa tanpa gaya luar suatu benda akan tetap diamatau tetap bergerak lurus beraturan sering dinyatakan dengan memberikan suatu sifatpada benda yang disebut inersia (kelembaman), karena itu hukum newton pertama sering disebut dangan hukum inersia dan kerangka acuan dimana hukum ini berlaku disebut kerangka inersia. Keragka acuan ini sering dianggap diam terhadap bintang yang sangat jauh (Resnich, 1985 : 109).

Hokum pertama newton ini digunakan dalam menentukan keseimbangan suatu partikel. Suatu partikel dikatakan dalam keadaan seimbang,bila jumlah aljabar gaya-gaya yang bekerja pada partikel adalah nol. Syarat keseimbangan partikel adalah F=0. Jika partikel terletak pada bidang XY maka syarat keseimbangan  dan . Dalam mempelajari kesetimbangan, dikenal dengan momen gaya yaitu kemampuan suatu gaya untuk dapat menyebabkan gerak  rotasi. Besarnya momen gaya pada suatu titik sama dengan perkalian gaya dengan lengan momen :  ;                                                     = momen gaya

d = lengan momen

F = gaya

Lengan momen adalah panjang garis yang ditarik dari poros sampai memotong tegak lurus garis kerja gaya. Momen gaya yang searah dengan jarum jam diberi tanda positif sedangkan yang berlawanan diberi tanda negative. Selain momen gaya terdapat juga istilah kopel dan momen kopel. Kopel adalah pasangan dua buah gaya yang sejajar, sama besar dan berlawanan arah. Kopel yang bekerja pada suatu benda tidak menyebabkan benda berputar pada porosnya. Momen kopel adalah perkalian silang antara gaya dengan gaya tegak lurus antara kedua garis kerja gaya tersebut, M = r . d (http://forum.detiksurabaya.com/).

Syarat-syarat sebuah benda dalam keadaan seimbang atau diam adalah :

  1. Jika pada sebuah benda bekerja satu gaya F. pada garis kerja gaya F itu harus diberi gaya F’ yang besarnya sama dengan gaya F itu tetapi berlawanan arah.
  2. Jika pada benda bekerja gaya-gaya yang terletak pada suatu bidang datar dan garis kerjanya melalui satu titik. Maka syaratnya gaya resultannya harus sama dengan nol (
  3. Jika pada sebuah benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada suatu bidang datar tetapi garis-garis kerjanya melalui satu titik maka sumbu-sumbu x , y dan z haruslah : ;
  4. Jika pada suatu benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada satu bidang tetapi garis-garis kerjanya tidak melalui satu titik, maka pertolongan sumbu x dan y haruslah : : ; . Momen gaya-gaya boleh diambil terhadap sembarang titik pada bidang-bidang gaya itu (titik tersebut dipilih sedemikian hingga memudahkan kita dalam menyelesaikan soal)(www.google.com).
  1. III.      PROSEDUR PERCOBAAN
    1. Tiga beban yang berbeda di ambil dan digantungkan dengan menggunakan benang pada katrol yang telah dipasang pada statif.
    2. Simpul ikatan benang dipastikan tepat bersimpul pada titik pusat busur derajat
    3. Ketiga sudut α, β,γ (α + β +γ – 3600) diukur
    4. Selanjutnya digunakan 5 kombinasi beban dengan massa yang berbeda
    5. Untuk setiap set data (F1 + F2 + F3) digambarkan dengan vector gaya dengan masing-masing α, β,γ

Panjang Vektor gaya pada diagram dalam kertas millimeter sebanding dengan berat dalam gram.

Gambar rangkaian alat

M1                                              M2

Busur

M1                                                                               M2                                                          γ

β            α

M3

M3

No

M1 (gr)

M2 (gr)

M3 (gr)

Α

β

Fh

FV

% Eror

Fh Fv

1

50

75

50

130

100

130

0,083

0,037

17,71

7,4

2

75

75

50

115

105

140

-0,044

0,011

-12,35

7,2

3

100

75

75

105

125

130

-0,095

0,017

29,31

0,267

4

100

125

75

120

100

140

0,098

0,049

40,53

6,53

5

75

125

100

135

100

125

0,144

0,013

46,7

1,3

6

125

125

150

125

125

110

0

-0,608

0

-40,53

7

150

150

150

115

125

120

0,11

0,22

56,54

14,67

8

150

160

200

130

130

100

0

-0,072

0

-3,6

9

200

150

200

110

135

115

0

-0,073

0

-3,65

10

200

200

100

105

105

150

0

0,034

0

3,4

Besar Gaya Horizontal

Fh1    =    75 * 10-2 Cos 40 – 50 * 10-2 Cos 10

=    0,575 – 0,492

=    0,083

Fh2    =    75 * 10-2Cos 25 – 75 * 10-2 Cos 15

=    0,68 – 0,724

=    -0,044

Fh3    =    75 * 10-2Cos 15 – 75 * 10-2 Cos 35

=    0,724 – 0,819

=    -0,095

Fh4    =    125 * 10-2Cos 30 – 100 * 10-2 Cos 10

=    1,083 – 0,985

=    0,098

Fh5    =    125 * 10-2Cos 45 – 75 * 10-2 Cos 10

=    0,833 – 0,739

=    0,144

Fh6    =    125 * 10-2Cos 35 – 125 * 10-2 Cos 35

=    1,024 – 1,024

=    0

Fh7    =    150 * 10-2Cos 25 – 150 * 10-2 Cos 35

=    1,34 – 1,23

=    0,11

Fh8    =    150 * 10-2Cos 40 – 150 * 10-2 Cos 40

=    1,49 – 1,49

=    0

Fh9    =    150 * 10-2Cos 20 – 200 * 10-2 Cos 45

=    1,41 – 1,41

=    0

Fh10  =    200 * 10-2Cos 15 – 200 * 10-2 Cos 15

=    1,931 – 1,931

=    0

Persentase Kesalahan Gaya Horizontal

% = 17,71%

% = -12,35%

% = 29,317%

% = 40,53%

% = 46,7%

% = 56,54%

Besar Gaya Vertikal

Fv1    =    50 * 10-2 Sin 10 + 70 * 10-2 Sin 40 – 50 * 10-2

=    0,87 + 0,45 – 0,5

=    0,037

Fv2    =    75 * 10-2 Sin 15 + 75 * 10-2 Sin 25 – 50 * 10-2

=    0,194 + 0,317 – 0,5

=    0,011

Fv3    =    100 * 10-2 Sin 35 + 75 * 10-2 Sin 15 – 75 * 10-2

=    0,573 + 0,194 – 0,75

=    0,017

Fv4    =    100 * 10-2 Sin 10 + 125 * 10-2 Sin 30 – 75 * 10-2

=    0,174 + 0,625 – 0,75

=    0,049

Fv5    =    75 * 10-2 Sin 10 + 125 * 10-2 Sin 45 – 100 * 10-2

=    0,13 + 0,883 – 1

=    0,013

Fv6    =    125 * 10-2 Sin 35 + 125 * 10-2 Sin 35 – 150 * 10-2

=    0,716 + 0,716 – 1,5

=    -0,608

Fv7    =    150 * 10-2 Sin 35 + 150 * 10-2 Sin 25 – 150 * 10-2

=    0,86 + 0,86 – 1,5

=    0,22

Fv8    =    150 * 10-2 Sin 40 + 150 * 10-2 Sin 40 – 200 * 10-2

=    0,964 + 0,964 – 2

=    -0,072

Fv9    =    200 * 10-2 Sin 45 + 150 * 10-2 Sin 20 – 200 * 10-2

=    1,414 + 0,513– 2

=    -0,073

Fv10  =    200 * 10-2 Sin 15 + 200 * 10-2 Sin 15 – 100 * 10-2

=    0,517 + 0,517 – 1

=    0,034

Persentase Kesalahan Gaya Vertikal

% = 7,4%

% = 2,2%

% = 2,267%

% = 6,53%

% = 1,3%

% = -40,53%

% = 14,67%

% = -3,67%

% = -3,65%

% = 3,4%

Hukum Newton pertama atau dikenal sebagai hokum inersia menyatakan bahwa jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang mula-mula diam akan tetap diam dan benda yang mula-mula bergerak akan bergerak dengan kecepatan konstan (∑F = 0).

Dalam percobaan ini praktikan mencoba membuktikkan hokum tersebut, bahwa jumlah resultan gaya yang bekerja adalah nol, maka benda tersebut akan tetap diam pada posisi seimbangnya.

Langkah awal yang dilakukan praktikan adalah dengan menggantungkan tiga beban dengan berat yang bervariasi di tiang statif yang telah disiapkan dengan menggunakan benang nilon. Dengan penggunaan katrol, dari ketiga beban tersebut nantinya akan membentuk tiga sudut pada saat seimbang yang diberi nama sudut α (berhadapan dengan M1), β (berhadapan dengan M2) dan sudut γ (berhadapan dengan M3). Sudut-sudut ini kemudian diukur untuk menghitung gaya yang bekerja baik secara horizontal maupun vertical. Sudut yang dhitung harus diukur dengan teliti dengan menggunakan busur derajat. Diusahakan agar titik pusat busur derajat benar-benar menempel dan tepat pada simpul ketiga beban tersebut. Percobaan ini terus diulangi sebanyak 10 kali untuk berat beban yang berbeda-beda agar dapat menjadi perbandingan bagi hasil-hasil sebelumnya.

Percobaan tidak akan pernah luput dari kesalahan dan ketidaktelitian, maka untuk mengetahui tingkat kesalahan dari percobaan ini, dihitung persentase ke’erroran pada gaya baik yang bekerja secara horizontal ataupun vertical

Dari hasil pengamatan dan analisis data, hanya beberapa saja terdapat gaya yang bekerja sebesar nol. Bahkan dari hasil penghitungan terdapat gaya yang bernilai negative. Ketidaksesuaian hasil percobaan dari yang diharapkan dipengaruhi oleh beberapa faktor,  yakni :

  1. Ketelitian dalam membaca skala yang kurang ataupun penentuan meletakkan pusat busur derajat yang tidak pas dengan simpul ketiga beban
  2. Adanya gesekan pada katrol sehingga berpengaruh pada gerak benda (beban) ketika mencari posisi seimbang

Factor-faktor inilah yang menyebabkan beberapa gaya bernilai negative. Karena seharusnya resultan gaya yang bekerja pada beban tersebut adalah 0 (∑F = 0) terkait dengan pembuktian hokum Newton pertama

¾    Partikel akan tetap diam atau terus bergerak lurus beraturan dengan kecepatan tetap bila resultan gaya yang bekerja pada partikel adalah nol (∑F = 0). Hal ini terkait dengan hokum pertama Newton.

¾    Benda akan mengalami hokum pertama Newton jika tidak ada gaya lain yang bekerja.

¾    Beberapa gaya yang tidak bernilai nol disebabkan karena beberapa factor-faktor diantaranya human error dan gaya gerak katrol dan benang.

¾    Gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda dapat diuraikan pada sumbu x dan y (∑Fx = 0 dan ∑Fy = 0). Agar dengan mudah dapat ditentukan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut.

¾    Diperiksa sebelumnya alat-alat yang akan digunakan agar hasil pengamatan tidak jauh dari harapan.

¾    Praktikan lebih aktif bertanya pada pembimbing masing-masing agar tidak terjadi miss komunikasi, sehingga kesalahan dalam praktikum dapat dihindari.

¾    Para Co.ass hendaknya mengawasi, menemani dan memberi penjelasan, agar percobaan ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

http : // forum . detik Surabaya . com / .

http : // id. Wikipedia . org / wiki / hokum gerak newton.

www. Google.com

Resnidi, halliday . 1985 . Fisika Jilid I edisi ketiga . Jakarta : Erlangga

Zainuri , imam . 2007 . Tip’s n Trik fisika . Jakarta : Erlangga

PUSAT GRAVITASI

  • Menerapkan Hukum Newton Pertama tentang kesetimbangan
  • Menentukan pusat gravitasi
  • Laboratorium Fisika, Lantai II, FMIPA Universitas Mataram
  • Salah seorang sebagai sample pengambilan berat badan

Salah satu gaya yang dijumpai dalam gerak benda tegar adalah gaya gravitasi. Gaya gravitasi yang bekerja dalam suatu benda disebut gaya berat (w). sesungguhnya, untuk benda besar, gaya ini bukan satu, melainkan resultan dari banyak gaya. Masing-masing partikel pada benda mengalamigaya gravitasi. Misalnya suatu benda bermassa M dibagi-bagi atas sejumlah besar katakanlah n buah partikel; gaya gravitasi yang dilakukan bumi pada partikel ke i, yang bermassa mi adalah mig. gaya ini berarah ke bawah ke arah bumi. Jika percepatan yang disebabkan oleh gravitasi g sama di setiap tepat dalam satu region (daerah) maka dikatakan dalam daerah tersebut medan grevitasi yang sama (uniform), disetiap tempat dalam daerah itu nilai g memiiki arah dan besar yang sama (Resnich, 1985 ; 419).

Apabila benda berada pada tempat dimana nilai percepatan gravitasi (g) sama, maka gaya berat untuk setiap partikel bernilai sama. Arah gaya berat untuk setiap partikel juga sejajar menuju ke permukaan bumi. Unutk kasus seperti ini, kita bias menggantikan gaya berat pada masing-masing partikel dengan sebuah gaya berat tunggal (w=mg) yang bekerja pada titik dimana pusat massa benda berada. Jika gaya berat ini mewakilkan semua gaya berat pertikel,titik dimana gaya berat bekerja (dalam hal ini  pusat massa benda) disebut titik berat. Nama lain dari titik barat adalah pusat gravitasi (http://www.gurumuda.com/titik-berat-alias-pusat-gravitasi).

Bentuk benda simetris sehingga pusat massa benda dengan mudah ditentukan. Pusat massa untuk benda tersebut berada di tengah-tengah. Jika bentuk benda tidak simetris atau tidak beraturan, maka pusat massabenda bias ditentukan menggunakan persamaan. Jika benda berada pada tempat yang memiliki nilai percepatan (g) sama, maka gaya gravitasi bias dianggap bekerja pada pusat massa benda itu. Untuk kasus ini, titik barat benda berada pada pusat massa benda. Perlu diketahui bahwa penentuan titik barat benda juga perlu memperhatikan syarat-syarat kasetimbangan. Yang pertama titik berat benda harus terletak pada pusat massa benda. Syarat kedua menyatakan bahwa sebuah benda berada dalam keseimbangan statis jika jumlah semua torsi yang bekerja pada benda sama dengan nol (0). Ketika titik berat benda berada pada pusat massa, langan gaya = 0. Karena lengan gaya nol, maka tidak ada torsi yang dihasilkan oleh gaya berat (torsi=gaya x lengan gaya = gaya berat x 0 = 0) (Douglas, 2001; 145).

Ciri khas dari pusat gravitasia adalah sebagai berikut:

  1. Gaya gravitasi pada suatu benda menghasilkan torsi nol pada pusat gaya gravitasinya. Karena garis aksi pusat gaya gravitasi melalui pusat gravitasi.
  2. Pusat gaya gravitasi dari suatu benda tegar merupakan suatu titik keseimbangan.
  3. Jika sebuah benda dibagi menjadi dua bagian dengan memotongnya melalui pusat gravitasi, dua bagian itu tidak harus memiliki berat yang sama.
  4. Untuk suatu benda tegar pusat gravitasinya merupakan titik tetap meskipuntidak perlu berada dalam benda.
  5. Untuk suatu benda lunak, seperti tubuh manusia, posisi pusat gravitasinya berubah menuruti perubahan bentuknya (http://file.upi.udu/Direktori).

Dalam menentukan posisi titik berat suatu benda agar diperoleh keadaan seimbang, dikenal 3 macam keseimbangan, yaitu:

a)         Keseimbangan Translasi : apabila benda tak mempunyai percepatan linier (a=0).

Dapat diuaraikan ke sumbu x dan y

x = 0 dan y = 0

x : resultan gaya pada komponen sumbu x

y :  resultan gaya pada komponen sumbu y

Benda yang mempunyai persyaratan berikut mungkin diam atau bergerak lurus beraturan.

b)         Keseimbangan Rotasi : apabila benda tidak memiliki percepatan anguler atau benda tidak berputar (

Benda yang memiliki persyaratan tersebut mungkin diam atau bergerak melingkar beraturan.

c)         Keseimbangan Translasi dan Rotasi : apabila benda mempunyai kedua syarat keseimbangan (  dan (http://google.co.id/gaya-gaya-dalam-keadaan-setimbang).

Penentuan pusat gaya gravitasi dapat dilakukan dengan 3 cara, untuk lebih jelasnya akan diabarkan sebagai berikut:

Dengan mengantungkan suatu benda tegar di suatu titik berbeda pada benda, kemudian menandai garis vertical yang melalui titik penggantungannya, titik perpotongan garis vertical merupakan pusat gravitasinya. Karena titik pusat gravitasi menggantung pada garis vertical ketika digantungkan. Metode ini sangat cocok untuk benda mati.

Pusat gravitasi dari suatu benda tersusun dari beberapa bagian. Dapat dihitung jika berat dan posisi pusat gaya gravitasi setiap bagian diketahui.

Menentukan cara menentukan pusat gravitasi dengan cara menimbang melalui suatu papan dengan panjang d yang disangga oleh dua skala timbangan. Dimana dua skala ini ditempatkan tepat pada gaya kontaknya. Dari skala ini diperoleh berat w1 dan w2. Lalu dengan metode perhitungan diperoleh posisi pusat gravitasi. Metode ini cocok untuk benda hidup (http://file.upi.edu/Direktori).

  1. Sebuah papan diletakkan di atas kedua timbangan.

L-X

                             X

  1. Panjang papan (L) diukur, kemudian massa papan yang ditunjukkan oleh timbangan 1 dan 2 dicatat sebagai massa m1 dan m2, massa papan = m1 + m2.
  2. Pusat massa atau pusat gravitasi ditentukan dengan menggunakan hubungan berikut:

                                         X . W1 – (L-X) . W2 = 0

X . m1 – (L-X) . m2 = 0 ;  X =

  1. Salah satu rekan (sample) disuruh berdidi dengan posisi tegak di atas papan. Angka yang ditunjukkan kedua timbangan tersebut dicatat sebagai m1 dan m2, berat badan atau massa dari sample ditentukan dengan persamaan berikut:

Massa orang (m­orang) = (m1 + m2) – mp

X

Worang

  1. Posisi pusat berat tubuh sample pada keadaan tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus rotasi berikut:

-0 . N1 – X . Wpapan – R . Worang + L . N2 = 0

-X . Wpapan – R . Worang + L . N2 = 0

Jadi pusat gravitasi tubuh adalah:

R =

  1. Percobaan diulang untuk lima posisi lainnya. Serta dicatat hasilnya.

Table Percobaan

No.

Keadaan

m1

(kg)

m2

(kg)

Jarak dari m1

(cm)

Pusat Gravitasi

(cm)

1

Papan tanpa orang

4

4

X = 77,1

2

Berdiri tegak

48

11

30

R1 = 21,165

3

Jongkok

50

10

30

R2 = 17,79

4

Berdiri tegak

21

39

100

R3 = 103,78

5

Berdiri satu kaki

22

38

100

R4 = 100,82

6

Berdiri tegak

40,5

19,5

50

R5 = 45,96

7

jongkok

41

19

50

R6 = 44,48

Panjang papan (L) = 154,2 cm

Massa papan (mp)   = m1 + m2

                                          = 4 + 4

= 8 kg

Pusat gravitasi

X   =

=

= 77,1 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (48 + 11) – 8

= 51 kg

Pusat gravitasi (R)

R1  =

=

= 21,1647 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (50 + 10) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R2  =

=

= 17,79 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (21 + 39) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R3  =

=

= 103,78cm

  1. Posisi 4 (berdiri satu kaki)

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (22 + 38) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R4  =

=

= 100,823 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (40,5 + 19,5) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R5  =

=

= 45,96 cm

Massa orang (morang)      = (m1 + m2) – mp

= (41 + 19) – 8

= 52 kg

Pusat gravitasi (R)

R6  =

=

= 44,48 cm

Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di segmen tubuh dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan menbuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Untuk menetapkan pusat gravitasi tubuh, digunakan penerapan hukum I Newton.

Pada percobaan kali ini, praktikan mencoba mencari pusat gravitasi tubuh dengan cara menimbang yaitu penentuan pusat gravitasi dengan cara menimbang melalui suatu papan yang disangga oleh dua skala timbangan. Dimana dua skala tersebut ditempatkan tepat pada gaya kontaknya. Dari skala ini nantinya akan diperoleh berat W1 dan W2. Lalu dengan metode perhitungan dapat diperoleh posisi pusat gravitasi.

Digunakan enam posisi berbeda dalam percobaan ini dan dengan jarak berbeda pula dari titik acuan. Hal ini ditujukan sebagai pembanding, apakah pusat gravitasi dipengaruhi oleh posisi dan jarak dari titik acuan. Untuk dapat menentukan pusat gravitasi dari percobaan tersebut, terlebih dahulu dihitung panjang papan dan massa papan yang digunakkan sebagai tumpuan, yang berturut-turut bernilai 154,2 cm dan 8 kg.

Dengan melihat massa yang ditunjukkan kedua timbangan saat salah seorang berdiri di atas papan tumpuan, maka didapat besar m1 (ditunjuk timbangan pertama) dan m2 ditunjuk timbangan kedua). Dari sini dapat dihitung jarak keseimbangan dari titik acuan (dalam percobaan ini, timbangan pertama digunakan sebagai titik acuan) dengan menggunakan perhitungan.

Saat menentukan pusat gravitasi dai papan yang tidak dipengaruhi oleh gaya lain, diperoleh jarak keseimbangan 77,1 cm dari titik acuan yang merupakan setengah dari panjang papan. Hal ini membuktikan bahwa pusat massa dari papan tersebut adalah tepat di tengah benda tersebut. Namun saat salah seorang rekan disuruh menaiki papan tumpuan dengan posisi tubuh yang berbeda-beda (dalam percobaan ini digunakan posisi berdiri tegak, jongkok, dan berdiri sdengan satu kaki) dan jarak yang berbeda-beda dari timbangan pertama, diperoleh pusat massa atau pusat gravitasi yang berbeda-beda. Hal ini membuktikan bahwa posisi tubuh yang berbeda-beda menyebabkan perubahan pada pusat gravitasi yang mempengaruhinya.

Perubahan letak gravitasi ini dipengaruhi karena posisi tubuh yang berbeda-beda yang mengakibatkan pergeseran letak pusat gravitasi ini, juga dipengaruhi oleh keseimbangan yang di alami tubuh. Bila tubuh selalu ditopang oleh pusat gravitasi (titik utama pada tubuh yang akan mendistibusikan massa tubuh secara merata ) maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi bertambah sesuai dengan arah dan perubahan berat. Selain itu keseimbangan yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu,semakin tinggi stabilitas. Seperti pada percobaan, berdiri dengan kedua kaki dengan posisi tegap akan lebih stabil dibandingkan dengan berdiri dengan satu kaki. Sehingga dapat dikatakan jika tumpuan yang digunakan berbeda maka pusat gravitasi seseorang akan mengalami perubahan akibat terpengaruhnya stabilitas tubuh.

Pada posisi tubuh yang sama dari titik acuan, pusat gravitasi seseorang akan sama. Hal ini dikarenakan tubuh seseorang yang menempati posisi yang sama dari titik acuan ini memiliki percepatan gravitasi yang sama. Selama letak atau jarak dari tumpuan kepermukaan bumi sama. Karena jika semakin dekat dengan pusat bumi maka g akan lebih besar dibanding benda yang jaraknya lebih jauh dari pusat bumi, yang nantinya nilai percepatan gravitasi (g) ini mempengaruhi letak pusat gravitasi tubuh pada saat itu.

Dari perhitungan, diperoleh nilai dari pusat gravitasi yang beberapa diantaranya jauh berbeda dengan pusat gravitasi yang telah ditentukan sebelumnya. Seperti pada perlakuan kedua, jarak yang digunakan dari titik acuan sepanjang 30 cm, namun setelah ditentukan dengan rumus dan perhitungan, letak pusat gravitasinya yang diperoleh sepanjang 21,165 cm dari titik acuan (timbangan pertama). Hal ini dikarenakan oleh beberapa factor diantaranya adalah ketepatan membaca skala yang kurang teliti (human error), skala timbangan yang kurang tepat, serta factor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan rekan tersebut saat diukur. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan nilai pusat gravitasi yang diperoleh.

a)         Penerapan Hukum Newton Pertama tentang kaseimbangan digunakan dalam penentuan pusat gravitasi.

b)         Penentuan pusat gravitasi dapat ditentukan dengan cara menimbang yaitu dengan menggunakan papan yang diletakan di atas dua timbangan.

c)         Posisi tubuh mempengaruhi letak pusat gravitasi.

d)        Pada posisi tubuh yang sama dari titik acuan, pusat gravitasi setiap orang sama selama percepatan gravitasi yang bekerja sama besar.

e)         Pada posisi yang sama dari titik acuan, pusat gravitasi seseorang akan berbeda jika tumpuannya berbeda. Hal ini dikarenakan tumpuan mempengaruhi stabilitas tubuh yang berpengaruh pada letak pusat gravitasi.

a)         Kepada praktikan hendaknya memeriksa terlabih dahulu peralatan yang akan digunakan dalam melaksanakan praktik.

b)         Praktikan lebih teliti dalam melakukan praktikum terutama dalam membaca skala pada alat ukur yang digunakan.

c)         Kapada assistant yang mendampingi hendaknya lebih menjelaskan pada praktikan metode pelaksanaan praktikum agar tidak terjadi kesalahan pada praktikum atau pada hasil praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

http://file.upi.edu/Direktori

http://www.gurumuda.com/titik-berat-alias-pusat-gravitasi

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Resnick, Halliday. 1985. Fisika Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.