Apakah setiap suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa daerah yang sama?


Takalar, Kominfo - Negara Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan kekayaan bahasa yang sangat banyak, dengan kekhasan yang berbeda satu sama lain, dan ketika keanekaragaman dan kekayaan itu menyatu menjadi satu bangsa, maka yang muncul adalah sebuah keindahan.

Penggambaran tentang kekayaan budaya bangsa Indonesia itu dikemukakan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Kementerian Komunikasi & Informatika RI, Freddy H. Tulung ketika memberikan sambutan pada acara Sosialisasi Wawasan Kebangsaan Menuju Ketahanan Nasional di Balai Budidaya Air Payau Boddia, Kecamatan Galesong, Takalar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/6).

Menurut dia, bangsa Indonesia memiliki 742 bahasa/dialek, terdiri atas berbagai suku bangsa dan sub suku bangsa, jumlahnya tidak kurang dari 478 suku bangsa. "Kekayaan dan keanekaragaman budaya dan bahasa itu ketika menyatu benar-benar melahirkan keindahan," katanya.

Ia kemudian bercerita mengenai upacara penyambutan yang diterimanya ketika akan memasuki ruangan acara, yang diucapkan dalam bahasa Takalar. Menurut pendengarannya, intonasi suara dalam bahasa Takalar cukup keras, dan ia seperti dibentak-bentak.

Freddy dengan terus terang mengaku tidak mengerti bahasa Takalar, namun setelah dibisiki seseorang dan memahami maksud kata-kata yang keras itu, ia kemudian merasa sangat terharu.

"Dari situlah saya menemukan keindahan itu, keindahan dari adanya keanekaragaman budaya dan bahasa. Kata-kata yang keras itu artinya begini, 'Kalau Bapak datang dengan niat baik, saya siap mati untuk Bapak. Tetapi kalau Bapak datang dengan niat buruk, sebaiknya Bapak pulang sekarang juga, sebelum sesuatu hal buruk terjadi pada Bapak'," kata Freddy Tulung.

Menurut dia, karena tidak mengerti, maka bahasa Takalar terdengar keras dan galak, namun setelah ia mengetahui artinya, dirinya merasakan sesuatu keindahan dari bahasa Takalar itu. "Makna dari kata-kata indah itu adalah perbedaan. Jika perbedaan dan keanekaragaman itu menyatu, maka akan melahirkan keindahan," katanya lagi.

Ia menambahkan, banyak orang Indonesia yang tidak mengetahui betapa luasnya negara Indonesia. Panjangnya dari ujung barat hingga ke ujung timur Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, mencapai 5.120 kilometer. Jarak tempuhnya, katanya, hampir sama kalau orang Indonesia naik haji ke Jeddah, Arab Saudi, dengan waktu tempuh penerbangan selama 12 jam.


"Sedangkan panjang jarak dari selatan ke utara, lebih dari 1.700 km. Bayangkan, panjang pantai Indonesia sekitar 104.000 km, menduduki urutan nomor empat sebagai negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia," katanya.

Sedangkan luas daratan Indonesia, menurutnya, lebih dari dua juta kilometer, dengan luas lautan hampir tiga kali lipatnya. Artinya, dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan. "Hampir seperti penduduk Takalar yang mayoritas berprofesi di laut," katanya.

Pada kesempatan itu ia berpesan agar seluruh bangsa Indonesia menjaga kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan budaya itu untuk tetap hidup dan berkembang menuju ke arah kesatuan bangsa, bukan sebaliknya membesar-besarkan perbedaan.

Hadir pada acara itu di antaranya Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Ideologi dan Konstitusi, Laksma TNI AL Christina M Rantetana, Deputi Pemberdayaan Pemuda Kemenpora, Alfitra Salamm, Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Takalar, Drs Syahriar, MAP, Ketua Umum PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)  Pusat, Addin Jauharurudin, Ketua Dewan Pembina PWI Tarman Azzam, dan Ketua Panitia yang juga Ketua Bidang Pendidikan Seni dan Budaya PB PMII, Nina Batuatas. (Ajo)

SEBAGAI negara multikultural, Indonesia terdiri dari sekitar 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air menurut sensus BPS 2010.

Dengan banyaknya suku bangsa tersebut, bahasa daerah yang digunakan juga beragam dan berbeda satu sama lain. Indonesia memiliki 718 bahasa daerah atau terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini.

Layaknya hutan tropis Nusantara yang memiliki keanekargamanan hayati, bahasa daerah pun demikian. Di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur sebagai identitas, karakter dan kekayaan bangsa berbineka.

Baca juga: Kuatkan Warga Terpapar Covid-19, Ganip: Jaga Pikiran, Semangat Terus

"Keragaman bahasa daerah adalah refleksi atau cerminan kekayaan bangsa yang berbineka," ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Endang Aminudin Aziz kepada Media Indonesia, Kamis (5/8).

Dijelaskannya, bahasa daerah memiliki nilai sosiologis yang sangat lekat kepada penuturnya. Semua penutur bahasa daerah hidup, berkembang dan berpikir dalam bahasa daerah. Bahasa daerah juga memiliki nilai emosional bagi para penuturnya.

"Dalam konteks inilah bangsa Indonesia melihat bahasa daerah sebagai salah satu bentuk kekayaan tak benda bagi masyarakat dan bangsa," tutur Endang.

Sebagai bahasa lokal, bahasa daerah bukanlah penghambat perkembangan Bahasa Indonesia. Menggunakan bahasa daerah bukan berarti tidak menghargai Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.

Salah satu sumber pengayaan kosa kata Bahasa Indonesia berasal dari bahasa daerah. Dari 114.665 entri di dalam KBBI, 6.075 atau 5,3% diantaranya berasal dari bahasa daerah. Sampai saat ini hadir sekitar 228 kamus dwibahasa daerah. "Ini adalah wujud dari rekaman kekayaan dan peradaban dari masyarakat bangsa Indonesia," kata dia.

Meski demikian, seiring berkembangnya zaman, eksistensi bahasa daerah kian terancam dan beberapa bahasa daerah di Indonesia pun sudah dinyatakan punah. Pada Februari 2020, Badan Bahasa mencatat sedikitnya ada 11 bahasa daerah sudah punah dan 25 lainnya terancam punah.

Baca juga: Ini 3 Penyebab Harimau ke Luar Hutan

Bahasa yang punah dan terancam punah banyak terdapat di wilayah Indonesia timur. Mengingat, dari 718 bahasa daerah, sebanyak 428 bahasa daerah berasal dari Papua dan pada kenyataannya nyaris tidak dijumpai aksara lokal.

Menurut ahli bahasa Universitas Indonesia (UI) Multamia Lauder, masalah kepunahan bahasa dan bahasa yang terancam punah merupakan topik hangat yang diperbincangkan para pakar bahasa di seluruh dunia. Akan tetapi, masalah ini kurang dipahami orang awan dan para petinggi pengambil keputusan.

"Secara umum jika kita membicarakan masalah bahasa dan budaya, acap kali dianggap tidak penting atau tidak ada urgensinya. Padahal, apabila sebuah bahasa punah, secara otomatis kebudayaannya akan ikut punah," ungkapnya.

Sementara itu, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Alie Humaedi menerangkan bahasa daerah menjadi identitas kebudayaan suku bangsa dan penyusun khazanah kebudayaan nasional Indonesia.

"Perkembangan bahasa dan budaya daerah seolah dilemahkan dan menjadi lemah karena berbagai faktor internal dan eksternal," tuturnya.

Faktor internal datang dari masyarakat penuturnya, seperti berkurangnya penutur dan ketidakpedulian generasi penerus untuk melestarikan bahasa daerah. Faktor eksternal datang dari kebijakan pemerintah yang tidak melindungi bahasa daerah dan pengaruh budaya serta bahasa asing.

Lantas, menjaga dan melestarikan bahasa daerah merupakan tanggup jawab bersama. Bahasa daerah merupakan identitas dan karakter dari bangsa yang berbineka.

Melestarikan bahasa daerah menjadi bagian penting untuk menjaga kekayaan bangsa. Bagi generasi penerus pesannya masih sama utamakan Bahasa Indonesia, kuasai bahasa asing dan lestarikan bahasa daerah. (H-3)

Iveta Rahmalia Kamis, 31 Oktober 2019 | 13:30 WIB

Apakah setiap suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa daerah yang sama?

Bahasa daerah. (Ode/Majalah Bobo)

Bobo.id – Apakah teman-teman belajar bahasa dareah di sekolah? Atau kamu menggunakan bahasa daerah di keseharianmu?

Wah, itu kebiasaan yang baik, teman-teman. Karena dengan begitu, kita ikut melestarikan bahasa daerah.

Uniknya, suku yang tinggal di daerah Jawa punya bahasa yang berbeda dengan suku yang tinggal di daerah Sulawesi.

Kira-kira, kenapa bahasa daerah di Indonesia berbeda-beda? Bagaimana asal-usulnya? Kita cari tahu bersama, yuk!

Baca Juga: Wah, Hampir Seluruh Penduduk di Desa Bengkala Menguasai Bahasa Isyarat

Austronesia

Konon, beberapa bahasa daerah yang ada di Indonesia berasal dari rumpun bahasa Austronesia. Misalnya, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Aceh, Bahasa Madura, Bahasa Batak, dan Bahasa Bali.


Page 2


Page 3

Apakah setiap suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa daerah yang sama?

Ode/Majalah Bobo

Bahasa daerah.

Bobo.id – Apakah teman-teman belajar bahasa dareah di sekolah? Atau kamu menggunakan bahasa daerah di keseharianmu?

Wah, itu kebiasaan yang baik, teman-teman. Karena dengan begitu, kita ikut melestarikan bahasa daerah.

Uniknya, suku yang tinggal di daerah Jawa punya bahasa yang berbeda dengan suku yang tinggal di daerah Sulawesi.

Kira-kira, kenapa bahasa daerah di Indonesia berbeda-beda? Bagaimana asal-usulnya? Kita cari tahu bersama, yuk!

Baca Juga: Wah, Hampir Seluruh Penduduk di Desa Bengkala Menguasai Bahasa Isyarat

Austronesia

Konon, beberapa bahasa daerah yang ada di Indonesia berasal dari rumpun bahasa Austronesia. Misalnya, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Aceh, Bahasa Madura, Bahasa Batak, dan Bahasa Bali.