Bagaimana cara meningkatkan produksi bahan baku dalam negeri untuk mengurangi Impor Bahan baku

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022 dengan tujuan untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong yang menjadi tulang punggung industri pengolahan nasional.

“Substitusi impor ini diharapkan tidak hanya memacu peningkatan konsumsi bahan baku dan bahan penolong lokal, namun juga memacu industri nasional dalam mengisi kekosongan pada struktur industri yang selama ini diisi dengan cara impor,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam di Jakarta, Kamis (6/5/2021).

Guna mewujudkan suksesnya program substitusi impor tersebut, Dirjen IKFT menegaskan, pihaknya berfokus pada penurunan impor bahan baku dan bahan penolong, serta barang jadi dari produk hilir yang secara paralel dilakukan beberapa pendekatan yang disinergikan dengan pemangku kepentingan terkait.

“Namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah penurunan impor bahan baku dan bahan penolong ini seyogyanya tidak menghambat produksi, terutama bagi produk hulu atau setengah jadi yang menjadi input oleh industri turunan atau hilir,” ujarnya.

Berikut 3 pendekatan yang bisa dilakukan dalam kebijakan substitusi impor, antara lain pertama, perluasan industri untuk peningkatan produksi bahan baku dan bahan penolong sebagai input industri turunan.

“Pendekatan ini lebih ditujukan kepada produsen bahan baku eksisting, ditujukan untuk memperluas volume produksi dan kemampuan supply dalam negeri,” imbuhnya.

Kedua, investasi baru yang ditujukan ditujukan bagi para industri untuk menangkap peluang atas besarnya impor bahan baku dan bahan penolong melalui produksi bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri.

Ketiga, dengan peningkatan utilisasi industri. Pendekatan ini merupakan salah satu outcome yang diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan bahan penolong.

“Kebijakan substitusi impor tidak bisa dicapai hanya dengan mengurangi impor saja, sehingga ketiga pendekatan tersebut menjadi penting dan prioritas dalam mencapai target substitusi impor sebesar 35 persen di tahun 2022,” katanya.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Jakarta -

Pasokan bahan baku obat yang beredar di Indonesia 95% masih impor. Salah satu cara untuk menekan angka impor tersebut adalah dengan mendorong penggunaan obat modern asli Indonesia (OMAI).

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan TekstilKemenperin, MuhammadKhayam mengatakan, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Tujuan Inpres tersebut adalah untuk menciptakan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan nasional, sehingga masyarakat memperoleh obat dengan mudah, terjangkau, dan berkesinambungan.

"Saat ini, pemerintah mendorong industri farmasi nasional untuk terus membangun struktur yang lebih dalam dan terintegrasi, sehingga mampu menghasilkan produk-produk dengan inovasi baru dan bernilai tambah tinggi," papar Khayam pada webinar bertajuk "EfekCOVID-19, Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan dalam keterangan resmi Kementerian Perindustrian, (22/12/2020).

pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) Produk Farmasi. Melalui penerapan aturan ini, penghitungan TKDN produk farmasi tidak lagi memakai metode cost based, melainkan dengan metode processed based.

Khayam menjelaskan, penghitungan nilai TKDN produk farmasi yang berdasarkan pada processed based, dilakukan dengan pembobotan terhadap kandungan bahan baku Active Pharmaceuticals Ingredients (API) sebesar 50%, proses penelitian dan pengembangan sebesar 30%, proses produksi sebesar 15% serta proses pengemasan sebesar 5%.

"Metode tersebut diharapkan akan dapat mendorong pengembangan industri bahan baku obat (BBO), serta meningkatkan riset dan pengembangan obat baru. Selain itu, dapat mengurangi impor bahan baku obat dan mendorong kemandirian bangsa di sektor kesehatan," imbuhnya.

Dia menambahkan, tujuan dari meningkatkan TKDN di sektor farmasi adalah untuk mengurangi angka impor bahan baku obat yang ditargetkan mencapai 35 persen pada 2022. Pasar dalam negeri dinilainya sangat potensial untuk berbagai produk farmasi dan alat kesehatan dengan kandungan lokal tinggi.

Langkah untuk mengurangi impor obat dan bahan baku obat adalah dengan mendorong penggunaan OMAI. Namun kendalanya, OMAI belum masuk ke daftar obat rujukan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Septian Hario Seto menyatakan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, telah memberikan arahan kepada jajarannya untuk mendorong relaksasi daftar obat JKN agar OMAI bisa masuk ke dalamnya dan digunakan oleh dunia medis di Indonesia.

"Awal tahun Pak Menko akan mengusulkan dilakukannya rakor khusus untuk ini, agar OMAI dibukakan pintu masuk ke JKN. Karena arahan beliau OMAI ini dimasukkan saja dulu dalam JKN, biar nanti produsen farmasi menawarkannya langsung ke dokter dan rumah sakit. Jangan kita tutup pintunya duluan," kata Seto.

Ia sekaligus mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang telah lebih dulu menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN Produk Farmasi.

Dengan aturan TKDN produk farmasi yang baru, Kemenperin dinilai telah mendorong kemandirian industri obat nasional dengan bahan baku herbal dari dalam negeri.

"Kita harus kompak memasukkan TKDN sebagai komponen utama, dan bahan bakunya ada di domestik. Namun, kita juga ingin pemain farmasi domestik bisa memberikan harga obat yang kompetitif. Jangan karena sudah diakomodir masuk dalam TKDN, lalu harganya dibuat tinggi," tegas Seto.

(zlf/zlf)

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian menargetkan lembaga-lembaga riset yang ada di universitas menjadi solusi penemuan alternatif bahan baku farmasi untuk menekan impor.

Achmad Sigit Dwiwahjono, Direktur Jendral Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian menyampaikan importasi bahan baku obat menjadi penyumbang yang cukup besar sehingga menekan neraca perdagangan.

"Untuk farmasi sendiri impor [bahan baku] mencapai US$5 miliar, itu cukup besar," kata Sigit di Jakarta, Kamis (23/8/2018).

Sigit menyatakan dukungan universitas menemukan bahan pengganti ini terus diupayakan. Pihaknya tidak dapat menentukan target waktu, akan tetapi pihak Kemenperin memberi dukungan penuh.

"Kami sekarang bekerjasama dengan universitas-universitas, untuk meneliti kira-kira yang bisa substitusi [bahan baku dari impor] apa?" Katanya.

Selain menemukan bahan pengganti, Sigit menyatakan pihaknya juga menggencarkan promosi untuk mendatangkan investasi baru. Masuknya investor yang membawa pengalaman, modal dan ilmu pengetahuan akan mempersingkat proses ketersediaan bahan baku bagi industri farmasi dalam negeri.

"Paling cepat [mengganti bahan impor] dengan masuknya investasi, tapi [meyakinkan investor] butuh proses yang panjang," katanya.

M. Rahman Roestan, Direktur Utama PT Bio Farma (persero) menyatakan kolaborasi dengan para peneliti dari berbagai universitas terbukti memangkas waktu produksi obat dan vaksin.

Dengan model ini penemuan obat yang menggunakan bahan baku dari dalam negeri sendiri dapat dipangkas hingga setengahnya.

Dia mencontohkan untuk satu riset dari awal menemukan sebuah obat hingga dapat digunakan oleh manusia, maka dibutuhkan waktu 15 tahun sampai 20 tahun. Akan tetapi dengan kolaborasi lintas lembaga penelitian, maka waktu ini akan lebih singkat.

"Nanti seperti puzzle, akan digabungkan dan dicocokan kemajuan penelitian dari subjek yang sama dari berbagai lembaga penelitian sehingga prosesnya menjadi lebih cepat," katanya di gedung Ombudsman RI.

Pemerintah sendiri telah menerbitkan Instruksi Presiden No.6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Dalam beleid itu pemerintah menargetkan kemandirian bahan baku obat dan alat kesehatan pada 2025.

Dalam beleid ini pemerintah menyatakan akan mendorong riset dan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan (Alkes).

Pemerintah juga berkomitmen memfasilitasi industri bahan baku ke arah biopharmaceuticals, vaksin, natural dan kimia. Selsin itu, pemerintah berkomitmen melakukan penyederhanaan izin untuk mempercepat tumbunnya industri bahan baku.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :


Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

industri farmasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022 dengan tujuan untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong yang menjadi tulang punggung industri pengolahan nasional.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menyakini, kemampuan pasokan bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri akan meningkat.

“Substitusi impor ini diharapkan tidak hanya memacu peningkatan konsumsi bahan baku dan bahan penolong lokal, namun juga memacu industri nasional dalam mengisi kekosongan pada struktur industri yang selama ini diisi dengan cara impor,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (7/5/2021).

Baca juga: PT Pos Indonesia Tetap Buka Selama Libur Lebaran 2021

Guna mewujudkan suksesnya program substitusi impor tersebut, Dirjen IKFT menegaskan, pihaknya berfokus pada penurunan impor bahan baku dan bahan penolong, serta barang jadi dari produk hilir yang secara paralel dilakukan beberapa pendekatan yang di sinergikan dengan pemangku kepentingan terkait.

“Namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah penurunan impor bahan baku dan bahan penolong ini seyogyanya tidak menghambat produksi, terutama bagi produk hulu atau setengah jadi yang menjadi input oleh industri turunan atau hilir,” paparnya.

Adapun pendekatan yang bisa dilakukan dalam kebijakan substitusi impor, pertama yakni perluasan industri untuk peningkatan produksi bahan baku dan bahan penolong sebagai input industri turunan. Pendekatan ini lebih ditujukan kepada produsen bahan baku eksisting, ditujukan untuk memperluas volume produksi dan kemampuan supply dalam negeri.

Kedua, investasi baru yang ditujukan bagi para industri untuk menangkap peluang atas besarnya impor bahan baku dan bahan penolong melalui produksi bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri.

Baca juga: Optimalkan Penyaluran Kredit, BRI Agro Gandeng Modalku

Ketiga, dengan melakukan peningkatan utilisasi industri. Pendekatan ini kata dia, merupakan salah satu outcome yang diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan bahan penolong.

“Kebijakan substitusi impor tidak bisa dicapai hanya dengan mengurangi impor saja, sehingga ketiga pendekatan tersebut menjadi penting dan prioritas dalam mencapai target substitusi impor sebesar 35 persen di tahun 2022,” kata Khayam

Menurut dia, sektor IKFT mampu memberikan kontribusi besar terhadap kebijakan substitusi impor tersebut. Potensi ini salah satunya ditunjukkan dari kinerja gemilang industri farmasi, obat kimia dan obat tradisional serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia yang pertumbuhannya pada tahun 2020 naik sebesar 9,39 persen (yoy).

Baca juga: Kantor Cabang BCA Tidak Beroperasi Selama Libur Idul Fitri

“Sementara itu, kontribusi sektor industri kimia, farmasi dan tekstil sebesar 4,48 persen, dengan kontribusi terbesar adalah di industri kimia, farmasi dan obat sebesar 1,92 persen,” ungkapnya.

Sepanjang tahun 2020, perkembangan ekspor di sektor IKFT sebesar 33,99 miliar dollar AS dengan surplus 89 juta dollar AS. Sumbangan ekspor terbesar dari industri pakaian jadi dan tekstil, dengan nilai 10,63 miliar dollar AS.

Berikutnya, realisasi investasi tahun lalu di sektor IKFT menembus Rp 61,97 triliun, yang didominasi oleh industri kimia dan bahan kimia. Sedangkan tenaga kerja yang bisa diserap sebesar 6,24 juta orang, dengan penyerapan terbesar di industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 3,43 juta orang.

Baca juga: Wapres: Saya Harap K/L Koordinasi untuk Revisi UU Wakaf

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.