Apakah isi dan hasil dari konferensi wakil wakil RIS dituangkan kesepakatan itu dalam piagam persetujuan tanggal 19 Mei 1950 sebutkan?

Negara RIS bukanlah bentuk negara yang diinginkan oleh semua orang Indonesia, tetapi sebuah strategi politik Belanda yang membagi kesatuan bangsa. Karena itu, dalam mewujudkan tuntutan untuk kembali ke negara kesatuan, satu demi satu negara bergabung ke dalam Republik Indonesia. Penggabungan kembali Negara Indonesia memang dimungkinkan oleh pasal 44 Konstitusi RIS 1949 yang kemudian dibentuk dalam Undang-Undang Darurat No. 11,Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan Wilayah Republik Indonesia Serikat, Lembaran Negara Nomor 16, Tahun 1950 mulai berlaku pada tanggal 9 Maret 1950. Sebagai hasil dari penggabungan ini, negara federal hanya memiliki tiga negara, yaitu:

  1. Negara Republik Indonesia
  2. Negara Indonesia Timur, dan
  3. Negara Sumatera Timur

Kemudian, negara Republik Indonesia dan RIS (mewakili negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur) mengadakan musyawarah untuk mendirikan kembali negara kesatuan Repubiik Indonesia. Pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai kesepakatan antara RIS dan Republik Indonesia yang diatur dalam piagam perjanjian RIS-RI untuk membentuk negara kesatuan sebagai perwujudan Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus , 1945. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu Perdana Menteri RIS Drs. Moh. Hatta sebagai pemegang mandat kedua negara, dan pemerintah Indonesia diwakili oleh Abdul Hakim.

Hasil pekerjaan panitia bersama ini disampaikan kepada pemerintah RIS dan kepada pemerintah Rl pada tanggal 30 juni 1950. Dengan Karya panitia itu oleh kedua pemerintah dijadikan rancangan Undang-Udang Dasar Sementara Rl, dan diajukan kepada DPR dan Senat dan Badan Pekerja KNIP yang tanpa menggunakan hak amandemennya telah menerima rancangan tersebut yang akhirnya menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, sistem pemerintahan yang diadopsi adalah sistem pemerintahan parlementer. Sebagai bukti otentik, artikel yang mencerminkan sistem pemerintahan parlementer dapat dilihat, pasal 83 menyatakan bahwa:

  • Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat;
  • Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah; baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.

Selanjutnya, Pasal 84; presiden memiliki hak untuk membubarkan DPR dan pemerintah mengadakan pemilihan DPR baru, sebagai imbalannya kabinet (menteri) dibubarkan oleh DPR jika DPR mengatakan tidak percaya pada kebijakan pemerintah yang dilakukan oleh para menteri. Posisi presiden dalam Konstitusi Sementara 1950 ditentukan oleh peralatan negara, yaitu:

  • Presiden dan wakil presiden
  • Menteri,
  • Dewan Perwakilan Rakyat
  • Mahkamah Agung, dan
  • Dewan Pengawas Keuangan

Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar yang ditandatangani pada 2 November 1949, bentuk negara Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara federal dalam naungan Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Republik Indonesia (RI) sebagai salah satu negara bagian. RIS berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 dengan terdiri dari 7 negara bagian yaitu:

  1. Negara Republik Indonesia dengan ibukota Jakarta
  2. Negara Indonesia Timur dengan ibukota Makassar
  3. Negara Pasundan dengan ibukota Bandung
  4. Negara Jawa Timur dengan ibukota Surabaya
  5. Negara Madura dengan ibukota Pamekasan
  6. Negara Sumatera Timur dengan ibukota Medan
  7. Negara Sumatera Selatan dengan ibukota Palembang

Selain itu ada juga 8 wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tidak bergabung dalam federasi yaitu Daerah Jawa Tengah, Daerah Kalimantan Timur, Daerah Dayak Besar, Daerah Banjar, Daerah Kalimantan Tenggara, Daerah Kalimantan Timur, Daerah Bangka, Daerah belitung dan Daerah Riau.

Pembahasan

Belum lama RIS resmi berdiri, sudah terdengar suara-suara rakyat di seluruh Indonesia yang menyatakan ketidakpuasan atas bentuk negara federal, menentang negara-negara boneka dan daerah-daerah otonom yang diciptakan oleh Gubernur Jenderal Van Mook sebagai negara boneka.

Pada bulan Januari 1950, gerakan-gerakan untuk mengembalikan bentuk negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia muncul di berbagai pelosok. Demonstrasi rakyat muncul dimana-mana karena menyadari bahwa bentuk negara federal ini adalah pengulangan siasat devide et impera yang sudah sering diterapkan Belanda di masa lalu, dan tidak sesuai dengan UUD 1945. Anggota kabinet pun sebagian besar adalah pedukung negara kesatuan atau yang disebut unitarisme.

Tuntutan rakyat di berbagai daerah akhirnya membuat beberapa negara boneka bentukan Belanda justru berubah pikiran dan ingin kembali bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keinginan bergabung ini semakin kuat dan meluas, namun secara konstitusional pemerintah RIS dan RI tidak memiliki otoritas untuk membubarkan negara-negara bagian.

Pemerintah RIS mengusulkan Rancangan Undang Undang (RUU) pada tanggal 20 Februari 1950 tentang tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RIS, yang kemudian disahkan oleh DPR RIS pada tanggal 8 Maret 1950 menjadi Undang Undang Darurat Nomor 11 tahun 1950. UU Darurat Nomor 10 inilah yang digunakan sebagai dasar hukum bergabungnya negara bagian dan satuan kenegaraan di dalam RIS dengan Republik Indonesia.

Pada tanggal 5 April 1950, tinggal 2 negara bagian yaitu Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) yang belum bergabung dengan Republik Indonesia, namun dengan pendekatan yang baik, dua negara bagian ini akhirnya mau bergabung dengan RI.

Pada tanggal 13 Mei 1950, dilakukan konferensi bersama yang pertama antara RIS, RI dan NIT, dan pada tanggal 19 Mei 1950 dilaksanakan konferensi bersama yang kedua antara RIS dan RI yang menghasilkan persetujuan tentang pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu dibentuk juga panitia penyusunan UUD Negara Kesatuan yang akhirnya berhasil menyusun UUD yang dikenal dengan Undang Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 yang ditandatangani Presiden Sukarno pada tanggal 15 Agustus 1950. Pada hari yang sama, wali negara Republik Indonesia, Assaat menyerahkan kekuasaan kepada Presiden Sukarno.

UUDS 1950 ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950, menandai secara dibubarkannya RIS dan kembalinya bangsa Indonesia ke NKRI.

Kesimpulan

Hasil perundingan antara pemerintah RIS dan RI pada tanggal 19 mei 1950 adalah persetujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pelajari lebih lanjut

-----------------------------

Detil Jawaban

Kelas : 12 SMA

Mapel : Sejarah

Bab : Sejarah Ekstra - Republik Indonesia Serikat

Kode : 12.3.4

Kata Kunci: perundingan, 19 Mei 1950, RIS, RI

Pada tanggal 19 Mei 1950, tercapai kesepakatan antara Republik Indonesia Serikat, Negara Sumatra Timur, dan Negara Indonesia TImur untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesepakatan tersebut lalu dituangkan dalam piagam persetujuan yang isi utamanya adalah sebagai berikut:

  1. Adanya kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
  2. Adanya pembentukan panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan, yang merupakan penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945.

KOMPAS.com - Belanda tidak begitu saja melepaskan Indonesia sebagai negara merdeka dan melakukan berbagai upaya untuk kembali menguasai Indonesia.

Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) menerima pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949, muncul rasa tidak puas di kalangan rakyat terutama negara-negara bagian di luar Republik Indonesia.

Tahukah kamu bagaimana perjuangan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Negara bentukan Belanda

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, pada masa RIS, Belanda menciptakan 15 negara bagian atau daerah yang bersifat kolonial dan belum merdeka penuh.

Baca juga: Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Kerugian bagi Indonesia

Negara-negara bagian ciptaan Belanda adalah:

  1. Negara Indonesia Timur (NIT): negara bagian pertama ciptaan Belanda terbentuk pada 1946.
  2. Negara Sumatera Timur: terbentuk pada 25 Desember 1947 dan diresmikan pada 16 Februari 1946.
  3. Negara Sumatera Selatan: terbentuk atas persetujuan Van Mook pada 30 Agustus 1948, daerah meliputi Palembang dan sekitarnya, dengan Presiden Abdul Malik.
  4. Negara Pasundan (Jawa Barat).
  5. Negara Jawa Timur: terbentuk pada 26 november 1948 melalui surat keputusan Gubernur Jenderal Belanda.
  6. Negara Madura: terbentuk melalui suatu plebesit dan disahkan Van Mook pada 21 Januari 1948.

Selain enam negara bagian itu, Belanda masih menciptakan daerah-daerah yang berstatus daerah otonom. Daerah-daerah otonom ciptaan Belanda adalah:

  1. Kalimantan Barat
  2. Kalimantan Timur
  3. Dayak Besar (daerah Kalimantan Tengah)
  4. Daerah Banjar (Kalimantan Selatan)
  5. Kalimantan Tenggara
  6. Jawa Tengah
  7. Bangka
  8. Belitung
  9. Riau Kepulauan

Baca juga: Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Kembali ke negara kesatuan

Setelah pengakuan kedaulatan RIS, tuntutan bergabung dengan negara RIS semakin luas. Tuntutan semacam ini memang dibenarkan oleh konstitusi RIS pada pasal 43 dan 44. Penggabungan antara negara atau daerah dimungkinkan karena kehendak rakyat.

Maka, pada 8 Maret 1950 pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan Senat RIS mengeluarkan Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS.

Setelah dikeluarkan UU Darurat No. 11 itu, maka negara-negara bagian atau daerah otonom seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Madura bergabung dengan RI di Yogayakarta.

Karena semakin banyak negara-negara bagian atau daerah yang bergabung dengan RI, maka sejak 22 April 1950, negara RIS hanya tinggal tiga yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia Timur.

Perdana Menteri Republik Indonesia RIS, Moh Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati (NIT) dan Mansur (Negara Sumatera Timur). Mereka sepakat membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga: Tokoh Perjanjian Linggarjati

Piagam Persetujuan 19 Mei 1950

Sesuai dengan usul DPR Sumatera Timur, proses pembentukan NKRI tidak melalui penggabungan dengan RI tetapi penggabungan dengan RIS.

Setelah itu, diadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil RIS (termasuk NIT dan Negara Sumatera Timur). Melalui konferensi tersebut, akhirnya pada 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan dalam Piagam Persetujuan.

Isi penting Piagam Persetujuan 19 Mei 1950 adalah:

  1. Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
  2. Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.

Panitia bersama juga ditugaskan untuk melaksanakan isi Piagam Persetujuan 19 Mei 1950.

Baca juga: Perjanjian Roem-Royen: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Kronologis kembali ke NKRI

Pada 12 Agustus 1950, pihak KNIP RI menyetujui Rancangan UUD itu menjadi UUD Sementara.

Pada 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan Rancangan UUD Sementara KNIP menjadi UUD yang disebut Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950.

Pada 15 Agustus 1950, diadakan rapat gabungan parlemen (DPR) dan Senat RIS. Dalam rapat gabungan ini Presiden Soekarno membacakan Piagam Persetujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada hari itu, Presiden Soekarno langsung ke Yogyakarta untuk menerima kembali jabatan Presiden Negara Kesatuan dari pejabat Presiden RI, Mr Asaat.

Dengan demikian, negara RIS berakhir dan secara resmi pada 17 Agustus 1950 terbentuk kembali NKRI. Dengan Soekarno sebagai Presiden dan Moh Hatta sebagai Wakil Presiden RI.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.