Apa perbedaan antara guru dan orang tua dalam mendidik?

Apa perbedaan antara guru dan orang tua dalam mendidik?

Pendahuluan

Guru dewasa ini berkembang sesuai dengan fungsinya, membina untuk mencapai tujuan pendidikan. Lebih-lebih dalam sistem sekolah sekarang ini, masalah pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan tenaga pengajar perlu mendapat perhatian yang serius. Bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan fasilitas perlengkapan, kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas guru-gurunya tidak akan membawa hasil yang diharapkan.  Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untukk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.

Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah adalah memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Melalui bidang pendidikan, guru mempengaruhi aspek kehidupan, baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru memegang berbagai jenis peranan yang mau tidak mau harus dilaksanakannya sebagai guru. Peran guru  ini antara lain meliputi guru sebagai pendidik pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu, model dan teladan, pribadi dan guru sebagai peneliti dan masih banyak lagi. Untuk lebih memahami masing-masing peran tersebut kami menjelaskan beberapa peran guru dalam makalah ini yaitu guru sebagai pendidik,  pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu, model dan teladan, pribadi dan guru sebagai peneliti.

Selain itu, Pendidikan dalam keluarga ditengarai berpengaruh terhadap perkembangan moral dan kepribadian seorang anak. Situasi, kondisi, dan aturan-aturan dalam sebuah keluarga yang akan membentuk kepribadian seorang anak. Karenanya, pembentukan sifat dan kepribadian seseorang pada waktu dewasa, ditentukan oleh pembentukan kepribadiannya di waktu kecil. Keluarga terutama orang tua merupakan agen utama yang mengajarkan hal-hal baru kepada anak serta mengajarkan kebaikan ataupun keburukan. Pendidikan awal keluarga seharusnya meliputi tiga aspek yakni aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam pendidikan keluarga inilah terjadi interaksi pendidikan pertama dan utama bagi anak yang akan menjadi pondasi dalam pendidikan selanjutnya.

A.  Kajian Teori tentang Peran

Menurut Soekanto (2010:213) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang bermasyarakat. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional (2005 : 894) Peran adalah ”ketika digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi atau mendapatkan suatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.

B.   Peran Guru dalam Pendidikan Nilai dan Pendidikan Kewarganegaraan

(Syamsyu Yusuf, 2012 : 139) Guru sebagai pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak.

Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran di sekolah dan madrasah, guru memegang peran utarna dan amat penting. Perilaku guru dalam proses pembelajaran, dapat memberi pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian peserta didiknya. (Tohirin,  2005 : 164)

Oleh karena itu, perilaku guru hendaknya dapat memberikan pengaruh baik kepada peserta didiknya. Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah, Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal masih membutuhkan orang lain. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.

Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. (E. Mulyasa 2008.  : 35 )

Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterahkan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa.

Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut.

1.    Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.

2.    Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.

3.    Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya.

4.    Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.

5.    Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggungjawab.

6.    Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar.

7.    Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.

8.    Mengembangkan kreaktivitas.

9.    Menjadi pembantu ketika diperlukan. (E. Mulyasa,  2008  : 36)

Untuk memenuhi tuntutan di atas, guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, maka peran guru, yakni guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pekerja rutin, dan evaluator. (E. Mulyasa,  2008  : 37-38)

a.     Guru sebagai pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkannya. Guru juga mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta hertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah. Sedangkan disiplin, dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu dalam menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.

b.      Guru sebagai pengajar

Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah mclaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari.

Menurut paradigma baru guru bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi sebagai motivator dan fasilitator pada kegiatan pembelajaran. ( Hasan, 2003 : 103 )

 Dimaksudkan dengan kegiatan pembelajaran tesebut adalah realisasi dan aktualisasi sifat-sifat Ilahi pada manusia, yaitu aktualisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan pokok yang dimilikinya. Namun, dengan perkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat perkembangannya, belum mampu menggantikan peran dan fungsi guru, hanya sedikit menggeser atau mengubah fungsinya, itupun terjadi di kota-kota besar saja, ketika para peserta didik memiliki berbagai sumber belajar di rumahnya.

Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku dengan harga relatif murah, kecuali atas ulah guru. Di samping itu, para peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televisi, berbagai macam film pembelajaran, bahkan program internet atau electronic learning. Oleh karena itu, guru sebagai pengajar ia harus mamiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan yang dituntut oleh pembelajaran.

Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah adalah memberikan pelayanan kepada para peserta didik agar mereka menjadi peserta didik yang selaras dengan tujuan sekolah itu. Melalui bidang pendidikan, guru mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, budaya, maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru memegang berbagai peranan dan mau tidak mau guru harus melaksanakannya sebagai profesi keguruamnya. (Oemar Hamalik, 2004 : 33)

Untuk kepentingan tersebut, perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik. Hubungan ini menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan para peserta didiknya dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang dirasakan gurunya. Sebaliknya guru mengetahui bagaimana peserta didik memandangnya, karena hal tersebut sangat penting dalam pembelajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini menjadi jelas jika secara hati-hati menguji bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didik dalam pembelajaran.

c.       Guru sebagai pembimbing

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga, serta masyarakat. Dalam keseluruhan proses pendidikan guru merupakan faktor utuma. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru memegang peranan penting yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreativitas, moral, dan spritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya. (Oemar Hamalik, 2004 : 33-34)

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut: Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifIkasi kompetensi yang hendak dicapai. Kedua, guru barus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar. Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. (E. Mulyasa,  2008 : 42)

Dengan demikian, guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk membentuk kompetensi kepada peserta didik dalam mencapai ttijuan yang dicita-citakan.

d.      Guru sebagai pelatih

Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.

Pelatihan yang dilakukan, di samping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, dan lingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Benar bahwa guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang harus diketahui, tetapi dibanding orang yang belajar bersamanya dalam bidang tertentu yang menjadi tanggung jawabnya, Ia harus lebih banyak tahu. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang sesuatu yang seharusnya tahu. Dalam keadaan demikian, guru harus berani berkata jujur, dan berkata, “saya tidak tahu”. Kebenaran adalah sesuatu yang amat mulia, namun jika guru terlalu banyak berkata, “saya tidak tahu” maka bukanlah guru profesional. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Oemar Hamalik berpendapat, belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita. (E. Mulyasa,  2008 : 45)

 Dengan demikian, belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dan persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lebih lengkap.

e.       Guru sebagai penasehat

Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam prosesnya selalu berkonsultasi dengan gurunya. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan, makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasehat dan kepercayaan diri.

f.       Guru sebagai model dan teladan

Sejak dulu, guru menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh para peserta didik di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru tentu mendapat sorotan dari peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.

Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi (ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani). (Isjoni, 2008 : 10).

 Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan zaman dan sampai kapan pun diperlukan. Kedudukan seperti itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil artinya bagi para guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru, bukan saja di depan kelas, tidak saja di batas-batas pagar sekolah, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat.

Secara teoretis, menjadi teladan merupakan bagian. integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Memang setiap profesi mempunyai tuntutan-tuntutan khusus, dan karenanya bila menolak berarti menolak profesi itu. (Isjoni, 2008 : 10)

 Pertanyaan yang timbul adalah apakah guru harus menjadi teladan baik di dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam seluruh kehidupannya? Dalam beberapa hal memang benar bahwa guru harus bisa menjadi teladan di kedua posisi itu, tetapi jangan sampal hal tersebut menjadikan guru tidak memiliki kebebasan sama sekali. Dalam batas-batas tertentu, sebagai manusia biasa tentu saja guru memiliki berbagai kelemahan, dan kekurangan. Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian Ia menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan perlu diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.

g.      Guru sebagai pribadi

Secara umum, kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan kualitas perilaku individu yang merupakan cirinya yang khas dalam berinteraksi dengan lingkungannya.( Tohirin,  2005 :164 ).

]Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang menceminkan seorang pendidik. Kepribadian guru dapat menentukan bagi keberkesanannya dalam melaksanakan tugasnya. Sebab kepribadian sesungguhnya adalah abstrak (manawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.( Zakiah Daradjat. 1978 : 16).

 Misalnya dalam tindakannya, ucapan, cara bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah baik yang ringan maupun yang berat. Jadi, kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang yang merupakan suatu gambaran dan kepribadian orang itu, asal dilakukan dengan sadar.

Kepribadian guru  tidak hanya menjadi dasar bagi guru untuk berperilaku, tetapi juga menjadi model keteladanan bagi para peserta didiknya dalam perkembangannya. Oleh karena itu, kepribadian guru perlu dibina dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Tuntutan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru dapat digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru dapat dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya dapat ditiru atau diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal.

Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui babwa tiap orang rnempunyai temparamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental sangat berguna. Guru yang mudah marah dapat ditakuti oleh peserta didiknya dan ketakutan dapat mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini mengganggu konsentrasi peserta didik.

Salah satu hal yang perlu dipahami guru untuk mengefektifkan proses pembelajaran adalah bahwa semua peserta didik dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan, dan mereka semua memiliki potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Untuk kepentingan tersebut, perlu dikondisikan dengan lingkungan yang kondusif dan menantang rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.

h.      Guru sebagai peneliti

Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperiukan berbagai penelitian, yang di dalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Dia tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena itu dia sendiri merupakan subyek pembelajaran. Dengan kesadaran bahwa ia tidak mengetahui sesuatu maka Ia berusaha mencarinya melalui kegiatan penelitian. Untuk mencari sesuatu itu adalah mencari kebenaran, seperti seorang ahli filsafat yang senantiasa mencari, menemukan dan mengemukakan kebenaran.

i.        Guru sebagai pendorong kreaktivitas

Kreaktivitas merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreaktivitas tersebut. Kreaktivitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitarnya. Kreaktivitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Bersikap kreatif membangun dan menghasilkan karya pendidikan seperti pembuatan alat bantu belajar, analisis materi pembelajaran, penyusunan alat penilaian beragam, perancangan beragam organisasi kelas dan perancangan kebutuhan pembelajaran lainya. (Ramayulis, 2005 : 58)

Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreaktivitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat proses pendidikan. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik menilainya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreaktivitas menunjukkan bahwa apa yang dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari sekarang.

j.          Guru sebagai pekerja rutin

Guru bekerja dengan keterampilan, dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya. Di samping itu, jika kegiatan rutin tidak disukai, bisa merusak dan mengubah sikap umumnya terhadap pembelajaran. Sebagai contoh, dalam setiap kegiatan pembelajaran guru harus membuat persiapan tertulis, jika guru membenci atau tidak menyenangi tugasnya, maka dapat merusak keefektifan pembelajaran. Sedikitnya terdapat 17 (tujuh betas) kegiatan rutin yang sering dikerjakan guru dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

1)        Bekerja tepat waktu baik di awal maupun akhir pembelajaran.

2)        Membuat eatatan dan laporan sesuai dengan standar kinerja, ketepatan dan jadwal waktu.

3)        Membaca, mengevaluasi dan mengembalikan basil kerja peserta didik.

4)        Mengatur kehadiran peserta didik dengan penuh tanggung jawab.

5)        Mengatur jadwal, kegiatan harian, mingguan, semesteran, dan tahunan.

6)        Mengembangkan peraturan dan prosedur kegiatan kelompok, termasuk diskusi.

7)        Menetapkan jadwal kerja peserta didik.

8)        Mengadakan pertemuan dengan orang tua dan dengan peserta didik.

9)        Mengatur tempat duduk peserta didik.

10)    Mencatat kehadiran peserta didik.

11)    Memahami peserta didik.

12)    Menyiapkan bahan-bahan pembelajaran, kepustakaan, dan media pembelajaran.

13)    Menghadiri pertemuan dengan guru, orang tua peserta didik dan alunmi.

14)    Menciptakan iklim kelas yang kondusif.

15)    Melaksanakan latihan-latihan pembelajaran.

16)    Merencanakan program khusus dalam pembelajaran, misalnya karyawisata.

17)    Menasehati peserta didik. (E. Mulyasa, 2008 : 54)

Iklim belajar menentukan situasi pembelajaran yang produktif dan kreaktif, dan bergantung pada derajat kemahiran serta gaya kegiatan rutin tersebut dilaksanakan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan rutin yang diterima oleh semua pihak merupakan syarat yang diperlukan bagi kebebasan, pemahaman dan kreaktivitas. Tanpa adanya kegiatan rutin, tidak terdapat kekuatan atau kesempatan untuk mencoba alternatif kegiatan sebagai hal pokok dan kebebasan, pemahaman yang mendalam, dan kreaktivitas.

k.        Guru sebagai evaluator

Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilalan, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik.

Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai tes atau nontes. Teknik apapun dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru harus pula menilai dirinya sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai program pembelajaran. Oleh karena itu, menurut Sjarkawi, ada empat yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu nilai moral, nilal sosial, nilai undang-undang, dan nilai agama.( Sjarkawi, 2008 : 64)

  Artinya bahwa dia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program sebagaimana memahami penilaian hasil belajar. Sebagai perancang dan pelaksana program, dia memerlukan balikan tentang efektivitas programnya agar bisa menentukan apakah program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebik-baiknya. Perlu diingat bahwa penilaian bukan merupakan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan.

Dengan demikian, guru juga dapat dikatakan sebagai tenaga profesional dalam bidangnya, Dikatakan sebagai tenaga profesional karena guru bertugas untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Bab XI Pasal 39 Ayat 21)

Untuk itu, guru adalah seorang yang profesional dan memiliki ilmu pengetahuan, serta mengajarkan ilmunya kepada orang lain, sehingga orang tersebut mempunyai peningkatan dalam kualitas sumber daya manusianya.

Ada alasan secara empirik dan rasional mengapa guru dikatakan sebagai tenaga profesional, yaitu karena guru menjalankan pekerjaan atau jabatannya sesuai dengan tuntutan profesi dan sikap menuntut profesinya. Dimana guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, penilai, mengevaluasi, perencana, dan pelaksana. Seiring dengan itu, Syafaruddin menjelaskan alasan empirik dan rasional sehingga pekerjaan mengajar sebagai profesi, yaitu: Pertama, mengajar dilaksanakan atas dasar sistem yang memeriukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik; Kedua, mengajar membutuhkan pengetahuan yang bersifat teoretis tentang pendidikan dan mengajar; Ketiga mengajar membutuhkan pendidikan dan latiban sehingga memiliki keterampilan keguruan. (Syafaruddin, 2005 : 25)

Sedangkan untuk menunjang profesi keguruan seorang guru harus memiliki 10 karakteristik, yaitu:

1) Memiliki keahlian dibidangnya, 2) Sebagai panggilan hidup, 3) Memiliki teori-teori baku, 4) Profesi untuk masyarakat, 5) Memiliki kecakapan diagnistik dan kompetensi aplikatif, 6) Memiliki otonomi dalam melakukan profesi, 7) Mempunyai kode etik, 8) Mempunyai kiien yang jelas (peserta didik), 9) Ada organisasi profesi, 10) Memiliki hubungan dengan bidang-bidang lain. (Syafaruddin, 2005 : 251)

Dengan demikian, guru harus pula memiliki kualifikasi pengetahuan, kemampuan, dan karakter atau kepribadian untuk dihargai di tengah-tengah masyarakat luas. Untuk itu, ada tiga kualifikasi utama profesi yang harus dimiliki guru, yaitu: 1) Memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan menguasai proses tertentu, yang diukur melalui ujian. Dia harus menguasai materi bagi pelaksanaan profesinya. 2) Memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menggunakan ilmu pengetahuannya dalam melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. 3) Memiliki karakter atau kepribadian, sehingga dapat dihargai dan dibanggakan oleh masyarakatnya. (Syafaruddin, 2005 : 252)

Ketiga kualifikasi di atas, merupakan kunci sukses profesional yang dapat mengangkat profesional para guru. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan dalam, serta mcnguasai proses intelektual dengan baik menimbulkan rasa hormat terhadap guru itu sendiri.

Peranan penting guru dalam pembelajaran adalah sebagai director of learning(direktur belajar). Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pembelajaran. (Muhibbin Syah, 2008 : 250)

 Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam pembelajaran dan dunia pendidikan modem seperti sekarang semakin meningkat dan sekadar pengajar menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab gurupun menjadi lebih kompleks dan berat pula.

Perluasan dan tanggung jawab guru tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian integral (menyatu) dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang oleh para guru. Menurut Gagne yang dikutip Muhibbin Syah, setiap guru berperan sebagai: 1) Desainer of instructiaon (perancang pengajaran), 2) Manager of instruction (pengelola pengajaran), 3) Evaluator of student learning (penilai prestasi be1ajar peserta didik). (Muhibbin Syah, 2008 : 250-252)

a.       Guru sebagai designer of instruction

Guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran). Peran ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan pembeiaj aran yang berh asilguna dan berdayaguna.

Untuk merealisasikan peran tersebut, setiap guru memerlukan pengetahuan yang mcmadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam rnenyusun rancangan kegiatan pembelajaran. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal scbagai berikut: 1) Memilih dan menentukan materi pembelajaran. 2) Merumuskan tujuan penyajian materi pembelajaran. 3) Memilih metode penyajian mated pembelajaran yang tepat. 4) Menyelenggarakan kegiatan evaluasi prestasi belajar.

b.        Guru sebagai manager of instruction

Guru sebagai manager of instruction, artinya guru sebagai pengelola pengajaran. Peran ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelolah (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pengelolaan pembelajaran yang terpenting adalah menciptakan kondisi dan situasi sebai-baiknya, sehingga memungkinkan para peserta didik secara berdayaguna dan berhasilguna.

c.         Guru sebagai evaluator of student learning

Guru sebagai evaluator of student learning, yakni sebagai penilai hasil pembelajaran peserta didik. Peran ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi helajar atau kinerja akademik peserta didik dalam setiap kurun waktu pembelajaran. Pada dasarnya, kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu selama kegiatan pembelajaran tetap berlangsung sepanjang hayat.

Dengan demikian, peran guru dalam pembelajaran sangat penting, karena guru merupakan ujung tombak dan semua proses pendidikan demi untuk mencapai keberhasilan peserta didiknya.

C.  Peran Orang Tua dalam Pendidikan Nilai dan Pendidikan Kewarganegaraan

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertamam-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga di katakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak termasuk  peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan adalah dalam keluarga. (Hasbullah, 2013 : 38)

Menurut Soemarti Patmonodewo (2000 : 123) orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya, bahkan sebagai orangtua mereka mempunyai berbagai peran pilihan yaitu : orang tua sebagai pelajar, orang tua sebagai relawan, orang tua sebagai pembuat keputusan, orang tua anggota tim kerjasama guru orang tua. Dalam peran-peran tersebut memungkinkan orang tua membantu meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Sesuai dengan hal tersebut diatas orang tua sangat berperan dalam keberhasilan pendidikan bagi anaknya, maka tidak berlebihan apabila orang tua harus mengupayakan dengan berbagai cara agar prestasi anak bisa meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Tanpa ada campur tangan orang tua dalam meningkatkan prestasi anak, maka anak tersebut cenderung tidak berprestasi, sehingga sulit untuk dapat meraih pendidikan yang lebih baik.

       Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam belajar anak karena tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecil penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semua itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.(M. Dalyono, 1997 : 59)

Di dalam pasal 1 UU perkawinan Nomor 1 tahun 1974, dinyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah menjadi hak serta tanggung jawab kedua orang tuanya memelihara dan mendidiknya  dengan sebaik-baiknya . kewajiban kedua orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia di kawinkan atau dapat berdiri sendiri, bahkan menurut pasal 45 ayat 2 UU perkawinan ini , kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan kembali apabila perkawinan antara keduanya putus sesuatu hal, maka anak ini kembali.

Disamping itu merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi dengan demikian jelaslah bahwa orang yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua. Cara keluarga menjalankan fungsi dan peranannya dalam mendidik anak yaitu:

1.    Memberikan pengalaman pertama pada masa kanak-kanak

       Di dalam keluarga anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus di sadari dan di mengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam lingkungan keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang  merupakan factor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga ini sangat penting di perhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa didalam perkembangan individu selanjutnya di tentukan. (Sumadi Suryabrata, 2004 : 39)

2.        Menjamin kehidupan emosional anak

       Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang diliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tentram, suasana percaya mempercayai. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan anak akan rasa kasih sayang dapat di penuhi atau dapat berkembang dengan baik hal ini di karenakan adanya hubungan darah antara pendidik dengan anak didik. Namun sering kali terdapat kelainan-kelainan dalam perkembangan emosional di antaranya:

a.       Anak yang  sejak kecil di pelihara di panti asuhan, umumnya mengalami kelainan dalam system perkembangan emosionalnya misalnya: pemalu, agresif dan lain-lain.

b.      Banyak terjadi kejahatan yang diteliti menunjukan bahwa,tumbuhnya kejahatan itu disebabkan kurangnya kasih sayang yang di peroleh anak dari orang tua.( (Sumadi Suryabrata, 2004 : 41-42)

       Dengan demikian anak tidak akan berkesempatan untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Padahal anak sangat membutuhkan dorongan dari orang tua bila anak sedang belajar. (Daryanto, 2010 : 44)

3.    Menanamkan dasar pendidikan moral

       Keluarga juga merupakan penanam nilai moral dasar  pada anak. Perilaku orang tua merupakan teladan bagi anaknya. hubungan ini Ki Hajar Dewantata menyatakan bahwa “Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaaan jiwa yang pada umumnya sanagt berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti terdapatlah dalam keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga tak dapat pusat-pusat pendidikan lainnya menyamainya”.(Daryanto, 2010 : 42)

4.    Memberikan dasar pendidikan sosial

       Di dalam keluarga merupakan basis penting dalam meletakan dasar-dasar pendidikan moral. Sebab pada dasarnya keluarga merudakan lembaga sosial resmi  sosial pada anak dapat di pupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, menolong saudara atau tetengga yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan dan keserasian dalam segala hal. (Daryanto, 2010 : 43)

5.    Peletak dasar-dasar keagamaan

        Untuk meletakan dasar-dasar hidup beragama. Anak-anak seharusnya dibiasakan ikut serta untuk mengikuti dan menjalankan kegiatan ibadah. Kegiatan ini besar sekali pengaruhnya terhadap kepribadian anak karena anak dapat mengetahui tentang hal-hal yang  berkaitan dengan keagamaan. Namun apabila hal tersebut tidak ditanamkan sejak dini maka setelah dewasa mereka tidak ada perhatian terhadap hidup keagamaan. (Daryanto, 2010 : 43)

Dwiningrum (2011: 66) Peran orang tua dalam membentuk lingkungan belajar yang kondusif di rumah antara lain :

1.      Menciptakan budaya belajar di rumah.

2.       Memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung dengan pembelajaran di sekolah.

3.      Mendorong anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler.

4.      Memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan belajar.

Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi/peran yaitu  dalam perkembangan kepribadian anak  dan mendidik anak di rumah serta fungsi/peran keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.

1.      Fungsi/peran keluarga dalam pembentukan kepribadian dan mendidik anak di rumah antara lain:

§   Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak

§   Menjamin kehidupan emosional anak

§   Menanamkan dasar pendidikan moral anak

§   Memberikan dasar pendidikan sosial

§   Meletakan dasar-dasar pendidikan agama

§   Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak

§   Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi  kehidupannya kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri.

§   Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.

§   Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Allah Swt, sebagai  tujuan akhir manusia.

2.      Fungsi keluarga/ orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :

§   Orang tua bekerjasama dengan sekolah

§   Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah  yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.

§   Orang tua harus memperhatikan  sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.

§   Orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar   di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi   dan membimbimbing anak dalam belajar.

§   Orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak

§   Orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.

(http://pondokibu.com/peran-keluarga-dalam-mendidik-anak.html)

Menurut Patmonodewo (2000 : 124) Proses dimana orang tua menggunakan segala kemampuan mereka, guna keuntungan mereka sendiri, anak-anaknya dan program yang dijalankan anak itu sendiri. Orang tua, anak dan program sekolah semuanya merupakan bagian dari suatu proses. Namun fokus pada interaksi orang tua/anak/keluarga adalah orang tua, sedangkan pendidik anak harus bekerja sama dengan orang tua apabila akan berhasil.

Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.  Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga.

Untuk dapat menjalankan fungsi/peran orang tua tersebut secara maksimal, orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak. Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.

Daftar Pustaka

Dalyono. 1997. M. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Asdi Mahasatya.

Daradjat, Zakiah.1978.  Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang

Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung : Yrama Widya.

Dwiningrum dan  Siti Irene Astuti.  2011. Desentralisasi dan Partisipasi masyarakat dalam Pendidikan. Yogyakarta :  Pustaka Pelajar

E. Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional Mencitakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2004. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Hasbullah. 2013. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta :  Rineka Cipta.

Isjoni. 2008.  Guru sebagai Motivator Perubahan .Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Langgulun, Hasan. 2003.  Pendidikan Islam dalam Abad ke 21. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru

Patnomodewo, Soemarti.  2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Ramayulis. 2005.  Metodologi Pendidikan Agama Islam.  Jakarta: Kalani Mulia

Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujad Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: Bumi Aksara

Suryabrata, Sumadi. 2004.  Psikologi pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers.

Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press

Syah, Muhibbin.2008.  Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetens). Jakarta: RajaGrafindo Persada

Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI Pasal 39 Ayat 21.

Yusuf, Syamsu dan Nani Sugandhi. 2012. Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press

(http://pondokibu.com/peran-keluarga-dalam-mendidik-anak.html)

Penulis :


NOVITA ISNAROSI NURFAIDA

PPs UNY 2015

Pendidikan  Kewarganegaraan