Apa maksud dari asas kelembagaan atau pejabat pembentuk

Apa maksud dari asas kelembagaan atau pejabat pembentuk

Media online maupun cetak akhir-akhir ini gencar memberitakan penolakan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena dinilai RKUHP masih belum siap untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Berbagai kalangan juga melihat bahwa RKUHP masih belum siap untuk diundangkan karena dikhawatirkan dapat menjadi “batu sandungan” bagi proses penegakan Hak Asasi Manusia serta Demokrasi di negara Indonesia ini.

Salah satu contohnya RKUHP menjadi “batu sandungan” adalah pemberitaan mengenai Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mencabut 10 pasal dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena bisa mengkriminalisasi kebebasan pers. (CNN Indonesia, 2019)

Melalui peristiwa dan pandangan yang terjadi terkait RKUHP ini sebenarnya memberikan kita suatu ruang permenungan perihal bagaimana suatu peraturan perundang-undangan dapat dibentuk dengan baik tanpa harus menjadi “batu sandungan”?

Suatu peraturan perundang-undangan yang baik tanpa harus menjadi “batu sandungan” harus dibentuk sesuai dengan asas-asas pembentukkan peraturan perundang-undangan (dasar, dasar cita-cita, dan hukum dasar) yang sekiranya dapat membentuk suatu peraturan menjadi norma yang baik, adil, dan bermanfaatan bagi masyarakat.

Di dalam bukunya yang berjudul hetwetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving I.C. van der Vlies membagi asas-asas dalam pembentukkan peraturan negara yang baik (beginselen van behoorlijke regelgeving) ke dalam asas-asas yang formal dan yang material (Maria Farida Indrati S, 2007)

Asas-asas yang formal meliputi :

1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);

2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan);

3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheid beginsel);

4. Asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);

5. Asas Konsensus (het beginsel van consensus).

Asas-asas yang material meliputi :

1. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologi en duidelijke systematiek);

2. Asas tentang dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkeheidsbeginsel);

4. Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaaan individual (het beginsel van de individuele rechtbedeling )

Kemudian berdasarkan pendapat A. Hamid S. Attamimi pembentukkan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut adalah sebagi berikut (Maria Farida Indrati S, 2007) :

Asas-asas yang formal meliputi :

1. Asas tujuan yang jelas;

2. Asas perlunya pengaturan;

3. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat;

4. Asas materi muatan yang tepat;

5. Asas dapatnya dilaksanakan;

6. Asas dapatnya dikenali;

Asas-asas yang materiil meliputi :

1. Asas sesuai dengan cita hukum Indonesia (Pancasila) dan Norma Fundamental Negara (UUD 1945);

2. Asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara;

3. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum dan;

4. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan berdasra sistem konstitusi.

Pembentukkan peraturan yang baik tanpa harus menjadi “batu sandungan” sebenarnya secara normatif sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan).

Berdasarkan Pasal 5 UU Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan beberapa asas dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan yang baik yakni :

a. Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan; dan

g. Keterbukaan.

Asas-asas yang dimaksudkan dalam Pasal 5 diberikan penjelasannya dalam Penjelasan Pasal 5 UU Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut :

a. Asas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

d. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Asas keterbukaan adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Sementara itu asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan Peraturan perundang-undangan di Negara Repbulik Indonesia dirumuskan dalam Pasal 6 ayat (1) UU Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut :

(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau;

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Apa-yang dimaksudkan dengan asas-asas yang berlaku dalam materi muatan Peraturan Perundang-Undangan tersebut dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 UU Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut :

a. Asas pengayoman adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Asas kemanusiaan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

c. Asas kebangsaan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Asas kenusantaraan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

f. Asas Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

g. Asas keadilan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

i. Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Selain kedua ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 tersebut pembentukkan peraturan perundang-undangan juga harus berpedoman, serta bersumber dan berdasar pada Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut ditetapkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) UU Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan yang merumuskan sebagai berikut :

Pasal 2 : Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum Negara;

Pasal 3 ayat (1) : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan;

Dari kedua pasal tersebut sebenarnya dapat dipahami atau dimaknai agar setiap pembentukkan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan Pancasila sebagai cCta hukum (rechtsidee) dan Norma Dasar Negara UUD 1945.

Berdasarkan pemaparan secara normatif dan pendapat para ahli hukum mengenai asas pembentukkan peraturan perundang-undangan di Indonesia sekiranya menjadi pedoman bagi para pembentuk Undang-Undang agar memperhatikan secara seksama dan komprehensif perihal guidelines pembentukkan perundang-undangan.

Mengapa para pembentuk Undang-Undang harus memperhatikan secara seksama dan komprehensif perihal guidelines pembentukkan Undang-Undang? Sudah jelas dalam Penjelasan UU Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan bahwa Pembentukan Peraturan Perundangundangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jangan sampai peraturan yang telah dibuat malahan tidak mengantisipasi masalah lebih-lebih malahan menimbulkan permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat.