Al isra ayat 55 menjelaskan bahwa allah subhanahu wa taala menurunkan kitab kepada nabi

Al isra ayat 55 menjelaskan bahwa allah subhanahu wa taala menurunkan kitab kepada nabi
Al isra ayat 55 menjelaskan bahwa allah subhanahu wa taala menurunkan kitab kepada nabi
Oleh : Musyarofah S.Pd

RADARSEMARANG.ID, IMAN kepada kitab Allah SWT berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Rasul-Nya. Ada empat kitab yang diturunkan, secara berurutan mulai dari yang pertama kali diturunkan hingga saat ini.

Keempat kitab yang wajib diyakini adalah, A) Kitab Taurat yang diwahyukan kepada Nabi Musa AS pada abad ke-12 SM. Nama Taurat berarti hukum atau syariat. Nabi Musa AS yang diutus oleh Allah untuk berdakwah kepada bangsa Bani Israil. Adapun bahasa yang digunakan adalah bahasa Ibrani.

B) Kitab Zabur, diturunkan Allah SWT kepada Nabi Daud AS untuk bangsa Bani Israil atau umat Yahudi. Kitab ini diturunkan pada abad 10 SM di daerah Yerusalem. Kitab ini ditulis dengan bahasa Qibti.

C) Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa AS pada permulaan abad 1 M. Kitab ini diwahyukan di daerah Yerusalem, ditulis menggunakan bahasa Suryani. Kitab ini menjadi pedoman bagi kaum Nabi Isa AS, yakni kaum Nasrani.

Baca juga:  Video Pembelajaran PBO Solusi Pembelajaran Jarak Jauh

D) Kitab Alquran, merupakan kitab terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab Suci Alquran diturunkan Allah sebagai penyempurna dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya.

Alquran adalah kitab suci yang wajib diimani dan diyakini dengan keyakinan yang kuat akan kesuciannya. Berlainan dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Alquran diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril AS tidak secara sekaligus, melainkan secara beransur-ansur selama 23 tahun dan terdiri atas 114 surah serta 30 juz dan 6.666 ayat.

Baca juga : Sabar atas Cobaan, Tafsir Surah Al-Baqoroh 153-157

Wahyu pertama adalah surah Al-Alaq ayat 1 hingga 5, diturunkan di gua Hira’ ketika Nabi SAW sedang berkhalwah atau menyendiri. Pada saat itu, baginda diangkat menjadi Rasulullah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia.

Baca juga:  Serunya Belajar Nama Rasul dengan Metode Numbered Heads Together

Alquran dalam pandangan Islam memiliki posisi yang sangat jelas berkaitan dengan keberadaan teks-teks keagamaan yang termasuk dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada kaum sebelum kaum Nabi Muhammad SAW. Alquran juga diposisikan sebagai pembenar (mushaddiq) dan batu ujian/verifikator (muhaymin) terhadap kitab-kitab yang lain.

Alquran diturunkan kepada Nabi SAW untuk menghapus syari’at yang tertera dalam kitab-kitab terdahulu. Ia merupakan kitab suci terlengkap dan abadi sepanjang masa, sesuai bagi semua umat manusia sampai akhir zaman, serta pedoman dan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia agar memperoleh kebahagiaan di Akhirat kelak.

Dalam menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan kepada Allah SWT berkaitan erat dengan sikap mental, pikiran dan perasaan. Oleh sebab itu, seseorang yang beriman atau tidak, yang tahu persis hanyalah Allah SWT. Namun sebagai muslim, tentunya dapat membuktikan dan mewujudkan keimanannya dengan sikap perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga:  Pinjam Teman, untuk Belajar Alat Gerak

Perilaku orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah SWT dicerminkan, a) meyakini bahwa sebelum Alquran, Allah SWT menurunkan kitab-kitab kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya, b) meyakini dengan sebenarnya bahwa kitab yang terakhir adalah Alquran yaitu sebagai pedoman hidup, c) menyembah dan beribadah hanya kepada Allah SWT, dan d) meyakini bahwa Alquran adalah mukjizat Nabi Muhanmad SAW sebagai penyempurna.

Semua umat muslim meyakini bahwa adanya wahyu progresif. Wahyu Tuhan berkembang seiring berjalannya waktu dan perbedaan kelompok di masyarakat.

Aturan-aturan yang terkandung di dalamnya pada umumnya hanya sesuai dengan masa dan tempat kitab-kitab itu diturunkan. Oleh karena itu, Alquran diturunkan untuk menyempurnakan kitab-kitab suci itu. (pai2/ida)

Guru SD Negeri Kuripan 02

Tafsir Surat Al-Isra: 54-55 Tuhan kalian telah mengetahui tentang kalian. Dia akan memberi rahmat kepada kalian jika Dia menghendaki, dan Dia akan mengazab kalian jika Dia menghendaki. Dan kami tidaklah mengutusmu untuk menjadi penjaga bagi mereka. Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Firman Allah ﷻ: Tuhan kalian lebih mengetahui tentang kalian. (Al-Isra: 54) Khitab ayat ditujukan kepada manusia, yakni "hai manusia, Tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah di antara kalian dan siapa yang tidak berhak mendapatkannya". Dia akan memberi rahmat kepada kalian jika Dia menghendaki. (Al-Isra: 54) Yaitu dengan memberi kalian taufik untuk taat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya. dan Dia akan mengazab kalian, jika Dia menghendaki. Dan Kami tidaklah mengutusmu. (Al-Isra: 54) hai Muhammad, untuk menjadi penjaga bagi mereka. (Al-Isra: 54) Yakni sesungguhnya Kami mengutus kamu hanyalah sebagai pemberi peringatan kepada manusia. Maka barang siapa yang taat kepadamu, dia masuk surga; dan barang siapa yang durhaka kepadamu akan masuk neraka. Firman Allah ﷻ: Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. (Al-Isra: 55) Yakni tentang tingkatan mereka dalam hal ketaatan dan kedurhakaan. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain). (Al-Isra: 55) Dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya: Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. (Al-Baqarah: 253) Hal ini tidaklah bertentangan dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Janganlah kalian saling mengutamakan di antara nabi-nabi. Karena sesungguhnya yang dimaksud oleh hadis ini ialah saling mengutamakan yang berlandaskan hanya karena kesukaan dan kefanatikan, bukan berdasarkan dalil. Karena itu, apabila ada dalil yang menunjukkan kepada sesuatu keutamaan, maka wajib diikuti. Tidak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa para rasul itu lebih utama daripada para nabi, dan bahwa ulul 'azmi dari kalangan para rasul adalah yang paling utama di antara mereka. Mereka yang termasuk ke dalam golongan ulul 'azmi ada lima orang, sebagaimana yang disebutkan dalam dua ayat Al-Qur'an; yaitu yang pertama terdapat dalam surat Al-Ahzab melalui firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian 'dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. (Al-Ahzab: 7) Yang kedua, terdapat di dalam surat Asy-Syura melalui firman-Nya: Dia telah mensyariatkan bagi kalian tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah belah tentangnya. (Asy-Syura: 13) Dan tidak ada yang memperselisihkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah yang paling utama di antara mereka, sesudah itu Nabi Ibrahim, lalu Nabi Musa, selanjutnya Nabi Isa putra Maryam, menurut pendapat yang terkenal. Kami telah menjelaskan dalil-dalilnya secara panjang lebar pada bagian lain. Firman Allah ﷻ: dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (Al-Isra: 55) Hal ini mengisyaratkan tentang keutamaan dan kemuliaan yang dimilikinya. ". Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceri takan kepada kami Ma'mar, dari Hammam. dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Bacaan Al-Kitab dimudahkan bagi Nabi Daud, tersebutlah bahwa bila dia memerintahkan (kepada pelayannya) agar hewan kendaraannya dipersiapkan, lalu diberi pelana, maka tersebutlah bahwa ia telah merampungkan bacaan Al-Kitabnya sebelum hewan kendaraannya itu siap dikendarai."

Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang ada di langit dan di bumi dari sekalian makhluk-Nya, dan dia memilih di antara makhluk-Nya itu nabi-nabi yang diutus untuk memberikan peringatan dan petunjuk kepada kaumnya. Dan sungguh, telah Kami lebihkan keutamaan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian yang lain, dan di antara kelebihan itu ialah Kami berikan kitab Zabur kepada Nabi Dawud. Katakanlah wahai Nabi Muhammad kepada kaum musyrik, Panggillah mereka yang kamu anggapsebagai tuhan selain Allah,seperti Nabi Isa, Nabi Uzair, para malaikat, atau siapa pun yang dianggap oleh sebagian orang sebagai tuhan mereka selain Allah, dan mintalah kepadanya agar mendatangkan manfaat kepadamu atau menghilangkan bahaya yang menimpamu, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan sedikit pun untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula mampu memindahkannya sehingga tidak menimpa kamu.

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah ﷻ lebih mengetahui keadaan hamba-Nya yang di langit atau di bumi, yang tampak ataupun yang tidak. Dia memilih di antara hamba-Nya, siapa yang pantas menerima tugas kenabian dan pengetahuan agama. Dia pula yang melebihkan hamba yang satu dari hamba yang lainnya, sesuai dengan ilmu dan kuasa-Nya semata. Ayat ini juga merupakan sanggahan terhadap kaum musyrikin yang mengatakan bahwa jauh kemungkinannya Muhammad yang hanya seorang anak yatim piatu dan diasuh oleh pamannya, Abu thalib, menjadi seorang nabi. Kalau pengikut-pengikutnya hanyalah orang-orang kelaparan, dan berpakaian compang-camping, tidak mungkin orang bangsawan dan pemuka-pemuka Quraisy mau menjadi pengikutnya. Penyebutan bahwa Allah lebih mengetahui makhluk-Nya yang ada di langit dan di bumi pada ayat ini merupakan sanggahan terhadap dugaan dan keinginan mereka bahwa sepatutnya Allah mengirim malaikat atau orang besar dari Mekah atau Taif, untuk menjadi utusan-Nya. Firman Allah: Mengapa bukan para malaikat yang diturunkan kepada kita. (al-Furqan/25: 21) Firman Allah pula: Dan mereka (juga) berkata, "Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu dua negeri ini (Mekah dan Taif)?" (az-Zukhruf/43: 31) Di antara hamba Allah yang dipilih untuk menjadi utusan-Nya ialah mereka yang mempunyai keutamaan rohani dan jiwa yang bersih. Allah ﷻ melebihkan sebagian nabi atas sebagian yang lain sesuai dengan pilihan-Nya juga, seperti Nabi Ibrahim diberi keistimewaan sehingga diberi gelar Khalilullah dan Nabi Musa diberi keistimewaan pula sehingga diberi gelar Kalimullah. Nabi Muhammad diberi mukjizat yang tertinggi di antara semua mukjizat yaitu Al-Qur'an dan diberi kemuliaan menghadap langsung ke hadirat-Nya ketika Isra' dan Mi'raj. Allah ﷻ berfirman: Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang (langsung) Allah berfirman dengannya dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat. Dan Kami beri Isa putra Maryam beberapa mukjizat dan Kami perkuat dia dengan Rohulkudus. (al-Baqarah/2: 253) Di akhir ayat, Allah menyebutkan bahwa Dia telah memberikan Zabur kepada Daud a.s. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa keutamaan Nabi Daud, bukan hanya karena menjadi raja, tetapi karena ia juga memperoleh kitab dari Allah. Penyebutan Zabur secara khusus dalam ayat ini karena dalam kitab itu disebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi penutup dan umatnya adalah umat yang baik pula. Allah ﷻ berfirman: Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lau? Ma?fudh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh. (al-Anbiya'/21: 105) Yang dimaksud dengan hamba-hamba-Ku yang saleh dalam ayat di atas adalah Nabi Muhammad dan umatnya.

MEMILIH KATA-KATA


Ayat 53

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku Itu supaya mereka mengucapkan kata-kata yang lebih baik. “

Inilah pesan Allah dengan perantaraan Rasul-Nya kepada orang-orang yang telah masuk lingkungan orang-orang yang beriman dan Allah telah berkenan memanggilkan mereka “hamba-hamba Ku" panggilan yang jadi kebanggaan Mukmin. Di dalam mengucapkan kata-kata, hendaklah hamba-hamba yang utama dan Allah memilih kata-kata yang lebih baik. Kalau ada beberapa kalimat yang serupa maksudnya, pilihlah kata-kata yang enak didengar telinga, yang menunjukkan sopan santun orang yang mengucapkannya, baik bercakap sesama sendiri atau mempercakapkan soal-soal kepercayaan dengan orang yang belum Islam.

Sesuai sekali maksud ayat ini dengan peribahasa orang Melayu yangdisebutbudi bahasa. Artinya, bahasa yang diucapkan manusia dengan lidahnya, disadari atau tidak, adalah timbul dari budinya. Budi adalah keadaan ruhari manusia atau sifat batinnya. Sifat batin itulah yang dinamai makna, dan kalimat-kalimat yang mengalir dari mulut dan lidah adalah ungkapan dari makna yang terkandung dalam batin itu. Lantaran itu, bahasa manusia dipengaruhi oleh budinya.

Orang Minangkabau menjelaskan lagi dalam kebudayaan mereka bahwa berlaku hormat kepada orang lain, menerima alat jamu atau tetamu dengan segala hormat, menghormati guru, mengasihi murid, berkata-kata dengan penuh hormat kepada yang patut dihormati, orang Minangkabau menamainya berbahasa (babaso).

Maka apabila kita renungkan maksud ayat ini dapatlah kita memahami bahwa memilih kata-kata yang baik dan yang pantas termasuk budi pekerti yang tinggi. Dan dalam ilmu kesusasteraan Arab, ilmu bahasa yang indah itu dinamai Ilmul-Adaab. Tegasnya ilmu berbahasa yang indah, kesusastraan yang bermutu, adalah sebagian dari budi pekerti yang luhur jua.

Teladanlah percakapan wahyu Allah sendiri kepada Nabi-Nya, yang selalu memakai bahasa terpilih. Sebabnya ialah, “Sesungguhnya setan akan mengacau di antara mereka." Kalau tercampur kata-kata yang tidak terpilih, kata yang hanya sembarang kata, setan bisa mengacau, menimbulkan salah terima atau salah pengertian. Bercakap sesama sendiri dapat mengganggu hubungan kasih sayang, apatah lagi kalau bercakap dengan orang yang masih menentang agama. Usahakan mereka tertarik, mungkin bertambah jauh,

“sesungguhnya setan itu bagi manusia adalah musuh yang nyata."

Maka apabila kekacauan telah timbul, yang berasal dan penyalahgunaan kata-kata, berhasillah maksud setan, menimbulkan permusuhan di kalangan manusia.

Kadang-kadang timbul kata-kata yang tidak terpilih, yang timbul karena maksud yang baik pada mulanya, yaitu hendak mengajak orang lain kepada kebenaran. Tetapi, caranya sudah salah. Kita tidak boleh memasukkan kebenaran yang kita yakini dengan paksaan. Yang akan memberi petunjuk membuka hati orang bukanlah kita, melainkan Allah. Selanjutnya Allah herfirman,


Ayat 54

Tuhan kamu lebih tahu tentang hal kamu. Jika dikehendaki-Nya niscaya akan diberi-Nya rahmat kamu. Atau, kalau dikehendaki-Nya akan diadzab-Nya kamu."

Sebab itu, di dalam segala tingkah laku dan kegiatan hidup, bahkan dalam maksud-maksud yang baik sekalipun, janganlah sampai lupa bahwa Yang Mahakuasa atas keadaan manusia adalah Allah. Mohon terus taufik dan hidayah-Nya. Kalau Allah hendak melakukan kehendak-Nya, Nabi ﷺ sendiri pun tidak dapat berbuat apa-apa,

“Dan tidaklah Kami meng-utus engkau kepada mereka jadi wakil."

Dari ayat ini dapatlah kita mengambil sari yang dalam tentang keistimewaan ajaran Islam. Orang-orang yang telah merasa dirinya tinggi dalam agama, yang telah termasuk hamba-hamba Allah yang utama di dalam menanamkan perasaan agama kepada orang lain, tidak boleh memaksa. Sebab, yang empunya agama bukan dia. Dalam Islam tidak ada kependetaan.


Ayat 55

“Dan Tuhan engkau lebih tahu apa yang di semua langit dan di bumi."

Kalau pada ayat 54 Allah telah menyatakan bahwa Dia mengetahui apa saja yang ada pada manusia sebagai hamba-Nya, Dia pun mengetahui pula segala apa yang terkandung di semua langit, yaitu langit yang tujuh tingkat itu, dan Dia yang menjadikan. Oleh karena yang demikian itu, selalu Allah menganjurkan manusia menuntut ilmu dengan segala macam cabang dan ranting ilmu itu, supaya dia mengetahui bagaimana ilmu Allah Ta'aala itu meliputi segala yang ada di permukaan bumi besar dan kecil, dan yang ada di lingkungan cakrawala langit.

Maka berusahalah manusia zaman sekarang mempelajari ruang angkasa dan banyaklah keajaiban ilmu itu diperoleh sehingga sudah sampai manusia ke bulan (sejak bulan Juli 1960) dan dimulailah menyelidiki pula keadaan bulan itu sampai dibawa pasir di bulan kembali ke bumi buat diselidiki persamaan dan perbedaannya dengan keadaan di bumi, sampai kepada telah berapa juta tahunkah usia bulan itu.

“Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi dari yang sebagian."

Pada lanjutan ayat, sesudah Allah menyatakan pengetahuan-Nya yang meliputi semua langit dan bumi, Allah menjelaskan lagi bagaimana Dia memberikan tuntunan kepada makhluk-Nya yang bernama insan ini. Dia utuslah nabi-nabi buat menyampaikan wahyu. Dan keadaan nabi-nabi itu pun tidaklah sama kepribadiannya, bahkan ada berlebih berkurang di antara satu dengan yang lain dan kelebihan serta kekurangan itu Allah pula yang tahu, sebagaimana keadaan manusia sendiri-sendiri berlebih berkurang seperti disebutkan Allah dalam ayat 54.

Di dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa derajat nabi-nabi itu tidak sama, satu dengan yang lain berbeda kelebihannya. Berbagai ragam pula mukjizat yang ditentukan Allah buat dia. Laksana bintang di langit jua adanya, tidak sama tingginya, tidak sama tempatnya. Tetapi bagi kita manusia yang tinggal di permukaan bumi ini, bintang-bintang itu semuanya tetap tinggi, dan tidak dapat mata kita ini mengukur jarak ketinggian yang satu dari yang lain. Allah jua yang tahu.

“Dan telah Kami berikan kepada Dawud suatu Zabin."

Zabur artinya sama dengan kitab. Kata banyaknya (jamaknya) ialah zubur. Dalam hal syari'at, Nabi Dawud adalah penerus dan penegak dari syari'at yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa yang diturunkan kepadanya Kitab Taurat. Lantaran itu, Zabur ini tidaklah mengandung perintah syari'at. Isinya yang terutama ialah doa dan pujian kepada Allah, nyanyian dan munajat dan penuh berisi kata-kata hikmah yang mendalam. Tidak kurang dari 150 puji-pujian kepada Ilahi, yang turun kepada diri beliau sebagai wahyu yang lalu beliau nyanyikan dalam memuja Allah. Tercatatlah di dalam sejarah hidup Nabi yang seorang ini, selain menjadi nabi dan rasul, beliau pun adalah Raja Bani Israil. Al-Qur'an mengatakan bahwa kelebihan Nabi Dawud ialah kepandaiannya membuat baju besi untuk berperang, pandai pula membuat senjata yang lain-lain. Dan di waktu senggang, beliau petiklah kecapinya yang merdu suaranya itu dan beliau bernyanyi memuja Allah. Apabila suara yang merdu itu telah mendengung dibawa angin di udara sehingga burung-burung yang sedang terbang pun dengan sendirinya berkumpul hinggap di ranting-ranting dan dahan-dahan kayu yang ada di sekeliling Raja Nabi itu bernyanyi. Kita pun dapatlah memahami bagaimana besar pengaruh suara musik yang merdu itu kepada binatang-binatang. Unta di dalam perjalanan yang jauh tidak merasakan penat berjalan bilamana Badwi penggembala yang mengiringkannya bernyanyi. Ular kobra yang ganas berbisa itu dapat dibujuk dengan suara seruling yang merdu. Nabi kita ﷺ memuji suara Abu Musa al-Asy'ari ketika sahabatnya ini membaca Al-Qur'an bahwa kemerduan suaranya sama dengan kecapi Nabi Dawud. Sebab itu selain nabi, Dawud adalah pula negarawan dan seniman.

Kitab Zabur Nabi Dawud itu dalam rangkaian kitab-kitab Perjanjian Lama yang ada sekarang dinamai Mazmur dan jamaknya ialah Mazamir, artinya pun sama dengan buah nyanyian.

Ujung ayat ini, yang menerangkan bahwa kepada Dawud Allah mendatangkan Zabur, yang diterima oleh orang Yahudi sebagai suatu kitab yang wajib dipercaya, maka sudah seyogianya pula kalau Allah pun Mahakuasa menurunkan kitab-Nya yang bernama Al-Qur'an kepada nabi-Nya yang Penutup, Muhammad ﷺ yang apabila dibaca dengan khusyuk dapat pula menimbulkan rasa keindahan.

Selain dari Dawud, ada pula Nabi yang lain yang diberi Zabur. Seperti Nabi Ayub, Yasytiya, Hazqial, Armia, Darial, Habquq, dan lain-lain. Masing-masing menurut caranya pula. Namun, yang bersifat Mazmur buah nyanyian pujaan kepada Allah hanyalah Zabur Dawud.

(Dan Rabbmu lebih mengetahui siapa yang ada di langit dan di bumi) maka Dia mengkhususkan bagi mereka apa-apa yang Dia kehendaki sesuai dengan kondisi mereka. (Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian yang lain) dengan memberikan keistimewaan-keistimewaan tersendiri kepada masing-masing dengan keutamaan, sebagaimana yang pernah diberikan kepada Nabi Musa yaitu dapat berbicara dengan-Nya, dan Nabi Ibrahim dijadikan-Nya sebagai kekasih-Nya, serta Nabi Muhammad dengan perjalanan isranya (dan Kami berikan kitab Zabur kepada Daud).