Diterapkannya Politik Etis (Etische Politiek) di awal abad ke - 20 M sering dianggap sebagai awal kondisi yang membukakan kesadaran berbangsa bagi rakyat Indonesia. Politik Etis kolonial Belanda ini awalnya tatkala dirumuskan menimbulkan sikap pro dan kontra, baik di kalangan para intelektual, politisi dan rohaniawan (kalangan gereja) di Belanda. Ada sebagian yang menentang di parlemen Belanda, namun di lain pihak ada yang mendukung program ini yang mereka anggap sebagai sesuatu yang „manusiawi‟ atau bahkan sebagai „kewajiban moral‟ terhadap rakyat Indonesia. Terlepas dari masalah pro dan kontra tersebut, setelah Ratu Wilhelmina mengeluarkan pidato di Staten General pada tahun 1901, maka mulailah berlaku Politik Etis tersebut di lapangan secara nyata. Sebelum tahun 1901 politik Belanda semata-mata mementingkan tuntutan ekonomi, yang karena itu penghisapan kekayaan terhadap Indonesia sama sekali tidak memperhitungkan rakyat Indonesia. Dengan adanya pidato Ratu Wilhelmina tersebut dimungkinkan ada keseimbangan antara unsur menjajah dengan unsur memiliki „kewajiban moral‟ itu. Jabaran Politik Etis itu oleh Van Deventer dikonsepsikan dalam wujud irigasi, edukasi dan transmigrasi. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah kebijakan Politik Etis di bidang pendidikan? (2) Bagaimanakah Pengaruh kebijakan Politik Etis terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia ? Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: (1) Untuk mengkaji serta mendeskripsikan secara mendalam kebijakan Politik Etis di bidang pendidikan, (2) untuk mengkaji serta mendeskripsikan secara mendalam Pengaruh viii kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah politik (historical political approach) untuk mempermudah dalam menganalisis data, sedangkan teori yang digunakan adalah teori kebijakan sosial untuk menganislisis kebijakan politik etis khususnya dibidang pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Peneliti juga menggunakan metode sejarah yang meliputi empat tahap yaitu: (1) Heuristik, (2) Kritik, (3) Interpretasi, dan (4) Historiografi. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah (1) Perkembangan pendidikan di Indonesia mendapat tahapan baru menjadi lebih progresif ketika memasuki tahun 1901, Van Deventer dengan triloginya “transmigrasi, irigasi dan pendidikan”. Khusus pada bidang pendidikan yaitu dengan pemberian pendidikan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi pribumi, Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan, dengan sistem penjenjangan yang mulai terarah. (2) Pengaruh dari implementasi pendirian dan perluasan pendidikan tersebut ialah memunculkan kaum Intelektual Indonesia yang terbagi atas dua golongan, golongan pertama yang bekerja dalam struktur aristrokrasi pemerintah Kolonial, sedangkan golongan kedua bergerak diluar struktur pemerintah dengan perjungan melalui aksi politik dan pendidikan. Sedangkan pengaruh lain yaitu adanya Mobilitas Sosial sehingga menjadikan pendidikan sebagai simbol prestise untuk meningkatkan status sosial dalam masyarakat. Saran penulis dalam penelitian ini : (1) Bagi pemerintah, sesuai dengan dasar Negara Indonesia pada Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, hendaknya pendidikan sebagai sektor yang paling penting harus mendapatkan porsi perhatian yang lebih, baik kebijakan mengenai anggaran maupun proses pengajarannya. (2) Bagi dunia pendidikan khususnya para pendidik, hendaknya memegang teguh etika pendidikan, (3) Bagi generasi penerus, hendaknya lebih mengaplikasikan rasa keingintahuannya dengan meningkatkan kegiatan belajarnya. Show tirto.id - Politik Etis adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Hindia Belanda sejak 17 September 1901. Politik Etis disebut pula sebagai Politik Balas Budi. Politik Etis mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Politik Etis bermula dari kebijakan tanam paksa. Tahun 1830, Johannes van den Bosch yang merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, menetapkan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel. Ketika aturan ini berlaku, masyarakat Indonesia dipaksa menanam komoditas ekspor demi kepentingan Belanda.
Akan tetapi, banyak penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan cultuurstelsel ini. Dampak yang ditimbulkan amat sangat menyengsarakan rakyat.
Tujuan dan Tokoh Politik EtisMulai muncul kritikan dan kecaman atas pelaksanaan tanam paksa, bahkan dari kalangan orang Belanda sendiri. Akibatnya, dikutip dari artikel bertajuk “Politik Etis Sebagai Awal Lahirnya Tokoh-tokoh Pergerakan Nasional” dalam website Kemendikbud, sistem tanam paksa akhirnya dihentikan pada 1863.
Baca juga:
Meskipun begitu, tanam paksa terlanjur menimbulkan kerugian besar bagi rakyat Indonesia. Maka, beberapa aktivis dari Belanda seperti Pieter Brooshooft dan C. Th. van Deventer memprakarsai digagasnya Politik Etis sebagai bentuk balas budi kepada rakyat Indonesia. Van Deventer pertama kali mengungkapkan perihal Politik Etis melalui majalah De Gids pada 1899. Ternyata, desakan terkait ini diiterima oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak 17 September 1901, Politik Etis pun resmi diberlakukan.
Infografik SC Politik Etis Hindia Belanda. tirto.id/Sabit
Isi Politik EtisPolitik Etis berfokus kepada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat, dan efisiensi. Terkait isinya, terdapat tiga program utama, yakni irigasi, edukasi, dan emigrasi.
1. IrigasiDalam program ini, pemerintah Hindia Belanda melakukan pembangunan fasilitas untuk menunjang kesejahteraan rakyat. Sarana dan prasarana untuk menyokong aktivitas pertanian serta perkebunan diberikan, meliputi pembuatan waduk, perbaikan sanitasi, jalur transportasi pengangkut hasil tani, dan lainnya.
Baca juga:
2. EdukasiMelalui program edukasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan upaya mengurangi angka buta huruf masyarakat dilakukan. Selain itu, mulai dilaksanakan pengadaan sekolah-sekolah untuk rakyat. Akan tetapi, berdasarkan penjelasan Suhartono dalam Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945 (2001:7), hanya laki-laki saja yang boleh mengenyam pendidikan kolonial kala itu, sedangkan perempuan belajar di rumah.
Baca juga:
3. EmigrasiProgram emigrasi diterapkan dalam rangka meratakan kepadatan penduduk di Hindia Belanda atau Indonesia. Pada 1900 saja, Jawa dan Madura telah dihuni oleh 14 juta jiwa. Melalui kebijakan yang aktif mulai 1901 ini, didirikan pemukiman-pemukiman baru di Sumatera yang disediakan untuk tempat perpindahan rakyat dari wilayah padat penduduk.
Baca juga:
Dampak Politik Balas BudiAwalnya, kebijakan Politik Etis memang terlihat menguntungkan rakyat Indonesia. Akan tetapi, dalam perjalanannya terjadi penyimpangan Politik Balas Budi yang dilakukan oleh orang-orang Belanda.
Dampak NegatifDalam program irigasi, upaya pengairan yang ditujukan untuk aktivitas pertanian tidak berjalan mulus. Air yang disalurkan ternyata hanya untuk orang-orang Belanda, sedangkan kaum pribumi seakan dipersulit sehingga menghambat kegiatan pertaniannya. Berikutnya, dalam program edukasi, pemerintah kolonial Hindia Belanda ternyata punya niatan buruk. Mereka ingin memperoleh tenaga kerja dengan kualitas SDM tinggi namun dengan upah rendah. Program edukasi yang awalnya ditujukan untuk semua golongan, pada kenyataannya didominasi oleh orang-orang kaya atau dari kalangan bangsawan saja sehingga terjadi diskriminasi dalam hal pendidikan.
Baca juga:
Dampak PositifMeskipun terjadi penyelewengan yang menimbulkan dampak negatif, Politik Etis setidaknya juga menghadirkan beberapa dampak positif bagi bangsa Indonesia. Diterapkannya Politik Etis memicu lahirnya berbagai organisasi pergerakan dan perhimpunan yang bersifat daerah maupun nasional di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain. Program edukasi yang diberikan dalam Politik Etis melahirkan kaum terpelajar dari kalangan pribumi. Mereka inilah yang kemudian mengawali era pergerakan nasional dengan mendirikan berbagai organisasi yang berjuang melalui pemikiran, pengetahuan, hingga politik.
Baca juga:
Nantinya, berbagai organisasi pergerakan ini berganti wujud menjadi partai politik yang memperjuangkan kesetaraan atau merintis upaya kemerdekaan bagi Indonesia. Politik Etis berakhir ketika Belanda menyerah dari Jepang tahun 1942 dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua. Tahun 1945, giliran Jepang yang kalah di Perang Dunia Kedua sehingga membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Baca juga:
Baca juga artikel terkait
Politik Etis
atau tulisan menarik lainnya
Yuda Prinada
Penulis : Yuda Prinada
|