4 wali qutub yang harus difatihai - penjaga penjuru bumi

Syaikh Abdul Qadir al-JilaniBeliau pernah berkata “Kakiku ada diatas kepala seluruh wali.” Menurut Abdul Rahman Jami dalam kitabnya yang berjudul Nafahat Al-Uns, bahwa beberapa wali terkemuka diberbagai abad sungguh-sungguh meletakkan kepala mereka dibawah kaki Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.

Syaikh Ahmad al-Rifa’i

Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata :“Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Quthub”. Jawabnya; “Sucikan olehmu syak mu daripada Quthubiyah”. Kata murid: “Tuan Guru adalah Ghaus!”. Jawabnya: “Sucikan syakmu daripada Ghausiyah”.Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa yang demikian itu adalah dalil bahwa Syaikh Ahmad al-Rifa’i telah melampaui “Maqamat” dan “Athwar” karena Qutub dan Ghauts itu adalah Maqam yang maklum (diketahui umum).Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, “Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk. Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau dengan debu sambil menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan. Hingga ada yang tanya, “Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari mana ya kanjeng syaikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak makan dan minum. Beliau menjawab, “Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan besok aku akan menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. Demikian mulia dan besarnya pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain. Wafatlah Wali Allah yang berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu duhur 12 Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun 578 Hijrah.

Syaikh Ahmad Badawi

Setiap hari, dari pagi hingga sore, beliau menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat.Pada usia dini beliau telah hafal al-Qur’an, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan syaikh Ahmad Rifai. Suatu hari, ketika beliau telah sampai ketingkatannya, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, menawarkan kepadanya: ”Manakah yang kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masyriq atau Maghrib, akan kuberikan untukmu”, hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Syaikh Ahmad Rifai, dengan lembut, dan karna menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab; ”Aku tak mengambil kunci kecuali dari al-Fattah (Allah )”.Peninggalan syaikh Ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan shalawat badawiyah sughro dan shalawat badawiyah kubro.

Syaikh Abu Hasan asy-Syazili

Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya. Kemudian beliau menjawab, “Guruku adalah Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Usman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung. Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”. Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiyallahu ‘an Asy-Syekh Abul Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syaikh Abu Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swt, apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw menjawab, “Abu Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawassul kepada Abu Hasan, maka berarti dia sama saja bertawassul kepadaku”.

Peninggalan syaikh Abu Hasan asy-Syazili yang sangat utama, yaitu Hizib Nashr dan Hizib Bahar. Orang yang mengamalkan Hizib Bahar dengan istiqomah, akan mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya. Hizib Bahar ditulis syaikh Abu Hasan asy-Syazili di Laut Merah (Laut Qulzum). Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu syaikh Abu Hasan asy-Syazili pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari. Dan, beberapa saat kemudian Syaikh al-Syadzili melihat Rasulullah. Beliau datang membawa kabar gembira. Lalu, menuntun syaikh Abu Hasan asy-Syazili melafazkan doa-doa. Usai syaikh Abu Hasan asy-Syazili membaca doa, angin bertiup dan kapal kembali berlayar.


Page 2

4 WALI QUTUB YANG HARUS DIFATIHAI - PENJAGA PENJURU BUMI #emka - Hallo agan Ngilmu Dunia, anda bisa download mp3 , mp4 judul 4 WALI QUTUB YANG HARUS DIFATIHAI - PENJAGA PENJURU BUMI #emka,baik berupa audio musik ataupun video di postingan Artikel Download Ceramah, Artikel Download Mp3, yang kami tulis ini semoga seperti yg anda butuhkan.

Judul : 4 WALI QUTUB YANG HARUS DIFATIHAI - PENJAGA PENJURU BUMI #emka


link : 4 WALI QUTUB YANG HARUS DIFATIHAI - PENJAGA PENJURU BUMI #emka

4 WALI QUTUB YANG HARUS DIFATIHAI - PENJ4 W


Terimakasih telah berkunjung di 4 WALI QUTUB YANG HARUS DIFATIHAI - PENJAGA PENJURU BUMI #emka

BUDAYAWAN Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin, Humaidy Ibnu Sami pun mengatakan wali dalam konteks sebagai subjek atau pelaku mengandung makna penolong, pembela, pendukung, teman setia dan yang mencintai.

“Jadi, wali Allah adalah orang yang tak sekadar melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, tetapi senantiasa pula mencari kecintaan dan keridhaan-Nya,” ucap Humaidy Ibnu Sami dalam postingannya di akun facebook dikutip jejakrekam.com, Kamis (1/4/2021).

Menurut dia, dengan kata lain, mereka termasuk golongan yang sangat dekat dengan Allah hanya saja berada di bawah golongan nabi dan rasul. Di antara wali Allah ini mempunyai kedudukan, derajat dan pangkat yang berbeda-beda satu sama lain.

BACA : Riset Tiga Tahun, Humaidy Siap Luncurkan Biografi 150 Ulama Berpengaruh di Tanah Banjar

Ibnu Arabi, filsuf Islam yang terkenal dengan kitabnya berjudul al-Futuhat al-Makiyyah dan Fusus al-Hikam, menyebut ada 9 tingkat posisi wali Allah.

Humaidy juga mengutip pendapat Ibnu Arabi dalam konsep pandangan soal al-walayah. Dalam konsep ini, Ibnu Arabi mengatakan al walayah itu  meliputi hakikat, ciri, keistimewaan, tingkatan wali dan konsep khatam al-awliya.

Bahkan, Ibnu Arabi menggunakan istilah wali untuk semua orang suci, termasuk nabi dan rasul. Kerasulan dan kenabian sebagai pangkat dalam kewalian adalah bersifat temporal, tetapi kewalian itu sendiri bersifat permanen. Khatam al-anbiya mempunyai kedudukan yang sebanding dengan khatam al-awliya. Namun mengenai kedudukan antara nabi dan wali, ini bisa dilihat dari ungkapan Ibnu Arabi.

BACA JUGA : Gelar Al Banjary dan Budaya Lokal dalam Ijtihad Syekh Muhammad Arsyad

Ibnu Arabi menegaskan andaikata kasyaf awliya bertentangan dengan undang- undang nabi, maka yang harus diikuti adalah undang-undang nabi. Seorang wali berhak meniadakan dan mengubah hukum Islam apapun yang berdasarkan ijtihad, tapi bukan terhadap hukum yang diwahyukan kepada nabi”.

Nah, menurut Humaidy, Ibnu Arabi pun menjabarkan 9 tingkatan posisi para wali Allah. Yakni, pertama adalah wali aqthab atau wali quthub dengan jumlah yang terbatas. Tingkatan kedua adalah wali aimmah atau wali imam, terdiri hanya dua orang setiap masa.

4 wali qutub yang harus difatihai - penjaga penjuru bumi

Berikutnya, posisi ketiga adalah wali autad dan wali watad terdiri dari empat orang. Peringkat keempat adalah wali abdal atau wali badal, terdiri dari 7 orang.

“Nah, posisi kelima adalah wali nuqaba atau wali naqib, hanya 12 orang. Kemudian, posisi keenam adalah wali nujaba atau wali najib, hanya 8 orang. Lalu, ada pula disebut wali hawariyyun, hanya ada satu orang,” papar dosen UIN Antasari Banjarmasin.

BACA JUGA : Jejak Syekh Muhammad Arsyad di Tanah Betawi

Humaidy mengatakan peringkat kedelapan adalah wali rajbiyyun, jumlahnya mencapai 40 orang, dan terakhir wali khatmiyyun, yang hanya satu orang.

“Selain itu ada lagi, wali berhati Adam As (300 orang), wali berhati Nuh As (40 orang), wali berhati Ibrahim As (70 orang), wali berhati Jibril As (lima orang), wali berhati Mikail As (tiga orang), wali berhati Israfil As (satu orang), wali berhati Isa as, ada beberapa orang. Lalu, wali berhati Daud As, yang dimaksudkan ada beberapa orang,” paparnya.

Masih menurut Humaidy, adalah pula di kalangan wali itu disebut dengan rijalul ghaib, jumlahnya 10 orang, rijal quwwatul ilahiyah  ada 8 orang. Lalu, rijalul hanani wa athfil ilahi, ada lima orang dan rijalul haibah wal jalali (empat orang), rijalul fathi (24 orang), rijalul ma’wal ula  (7 orang), rijal tahtil asfal (4 orang), rijalul imdadil Ilahi wal kauni (3 orang), ilahiyyun rahmaniyyun (3 orang), rijalul istathaillah (1 orang).

BACA JUGA : Mengenal Metode Instinbath yang Digunakan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Berikutnya, kata Humaidy lagi, ada pula disebut rijalul ghina billah (2 orang), rijal ainut tahkim waz zawaid (10 orang), rijalul isytiqaq (5 orang) dan mulamatiyah dengan jumlah tak terbatas. Ada pula yang disebu Al-fuqara yang banyak,  Al-‘Ibad (banyak), Az-Zuhad (tak terbatas), Rijalul Maa i (banyak), Al-Afrad (banyak), Al-Umana (tak terbatas), Al-Qurra (banyak), Al-Ahbab (banyak), Al-Muhaddathun (tak terbatas), Al-Akhilla (banyak), As-Samra (banyak) dan Al-Wiratsah (tak terbatas).

“Ini menggambarkan begitu rapi, disiplin dan terbitnya organisasi kewalian yang menjadi bagian dari cabang keilmuan dalam Islam, khususnya ilmu tawasuf,” pungkas Humaidy.(jejakrekam)

Pencarian populer:Wali allah,tingkatan wali allah,Siapa saja Wali Allah di Indonesia,tingkatan wali,pangkat wali tertinggi,wali syetan,Wali Allah zaman sekarang,ciri ciri kekasih allah swt,perbedaan wali kutub dan wali abdal,waliyulloh di indinesia,ada berapa wali Alloh,golongan waliyullah,golongan para wali,gelar wali aimmah,Dimana Wali Allah Sekarang,Derajad wali allah,Cerita mali autad