Kitab apa yang menjelaskan tentang sifat tujuan dan bentuk ajaran yoga?

Written By Bang Sin Tuesday, January 22, 2019

MUTIARAHINDU -- Bangsa yang besar adalah bangsa [masyarakat] yang menghormati sejarahnya. Kehadiran ajaran yoga di kalangan umat Hindu sudah sangat populer, bahkan juga merambah masyarakat pada umumnya. Adapun orang suci yang membangun dan mengembangkan ajaran ini [yoga] adalah Maharsi Patañjali. Ajaran yoga dapat dikatakan sebagai anugrah yang luar biasa dari Maharsi Patañjali kepada siapa saja yang ingin melaksanakan hidup kerohanian. Bila kitab Veda merupakan pengetahuan suci yang bersifat teoretis, maka yoga merupakan ilmu yang bersifat praktis dari-Nya, [Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:4].

Baca: Pengertian dan Hakikat Yoga menurut Agama Hindu

image: deka_sudiatmika_wijaya36
Ajaran yoga merupakan bantuan kepada siapa saja yang ingin meningkatkan diri di bidang kerohanian. Kitab yang menuliskan tentang ajaran yoga untuk pertama kalinya adalah Yogasūtra karya Maharsi Patañjali. Namun demikian dinyatakan bahwa unsur-unsur ajarannya sudah ada jauh sebelum itu. Ajaran yoga sesungguhnya sudah terdapat di dalam kitab ṡruti, smrti, itihāsa, maupun purāna. Setelah buku Yogasūtra berikutnya muncullah kitab-kitab Bhāsya yang merupakan buku komentar terhadap karya Maharsi Patañjali, di antaranya adalah Bhāsya Niti oleh Bhojaraja dan yang lainnya. Komentar-komentar itu menguraikan tentang ajaran yoga karya Maharsi Patañjali yang berbentuk sūtra atau kalimat pendek dan padat.

Sejak lebih dari 5.000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga diprakarsai oleh Maharsi Patañjali, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak kalangan umat Hindu. Maharsi Patañjali mengartikan kata yoga sama-dengan Cittavrttinirodha yang bermakna penghentian gerak pikiran. Seluruh kitab Yogasutra karya Maharsi Patañjali dikelompokkan atas 4 pada [bagian] yang terdiri dari 194 sūtra.

Baca: Mengenal dan Manfaat Ajaran Yoga Dalam Agama Hindu

Bagian-bagiannya antara lain sebagaimana berikut.

Kitab ini menjelaskan tentang sifat, tujuan dan bentuk ajaran yoga. Di dalamnya memuat perubahan-perubahan pikiran dan tata cara pelaksanaaan yoga.

Kitab ini menjelaskan tentang pelaksanaan yoga seperti tata cara mencapai samadhi, tentang kedukaan, karmaphala dan yang lainnya.

Kitab ini menjelaskan tentang aspek sukma atau batiniah serta kekuatan gaib yang diperoleh dengan jalan yoga.

Kitab ini menjelaskan tentang alam kelepasan dan kenyataan roh dalam mengatasi alam duniawi. Ajaran yoga termasuk dalam sastra Hindu. Berbagai sastra Hindu yang memuat ajaran yoga di antaranya adalah kitab Upanisad, kitab Bhagavad Gita, kitab Yoga sutra, dan Hatta Yoga. Kitab Veda merupakan sumber ilmu yoga, yang atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang menyediakan berbagai metode untuk mencapai penerangan rohani. Metode-metode yang diajarkan itu disesuaikan dengan tingkat perkembangan rohani seseorang dan metode yang dimaksud dikenal dengan sebutan yoga, [Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:5].

Baca: Pengertian Astāngga Yoga dan Bagian-Bagiannya Serta Penjelasannya

“Yoga-sthaá kuru karmāṇi saògaṁ tyakvā dhanañjaya siddhy-asiddhyoh samo bhūtvā samatvam yoga ucyate”

“Pusatkanlah pikiranmu pada kerja tanpa menghiraukan hasilnya, wahai Danañjaya [Arjuna], tetaplah teguh baik dalam keberhasilan maupun kegagalan, sebab keseimbangan jiwa itulah yang disebut yoga”, [Bhagavad Gita.II.48].

Setiap orang memiliki watak [karakter], tingkat rohani dan bakat yang berbeda. Dengan demikian untuk meningkatkan perkembangan rohaninya masing-masing orang dapat memilih jalan yang berbeda-beda. Tuhan Yang Maha Esa sebagai penyelamat dan Maha Kuasa selalu menuntun umatnya untuk berusaha mewujudkan keinginannya yang terbaik. Atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa manusia dapat menolong dirinya untuk melepaskan semua rintangan yang sedang dan yang mungkin dihadapinya. Dengan demikian maka terwujudlah tujuan utamanya yakni sejahtera dan bahagia.

Baca: Etika Dalam Mempelajari Yoga Menurut Agama Hindu

“Trātāram indram avitāram handraṁhavehave suhavaṁ ṡuram indram, hvayāmi ṡakram puruhūtam indraṁ svasti no maghavā dhātvindrah”

“Tuhan sebagai penolong, Tuhan sebagai penyelamat, Tuhan yang Mahakuasa, yang dipuja dengan gembira dalam setiap pemujaan, Tuhan, Mahakuasa, selalu dipuja, kami memohon, semoga Tuhan, yang Mahapemurah, melimpahkan rahmat kepada kami”, [RV.Veda I.47.11].

Bersumberkan kitab-kitab tersebut jenis yoga yang baik untuk diikuti adalah seperti berikut ini.

Gerakan yoga yang dilakukan dengan posisi fisik [asana], teknik pernafasan [pranayana] disertai dengan meditasi. Posisi tubuh tersebut dapat mengantarkan pikiran menjadi tenang, sehat dan penuh vitalitas. Ajaran hatha yoga berpengaruh atas badan atau jasmani seseorang. Ajaran Hatha Yoga menggunakan disiplin jasmani sebagai alat untuk membangunkan kemampuan rohani seseorang. Sirkulasi pernafasan dikendalikan dengan sikap-sikap badan yang sukar-sukar. Sikap-sikap badan tersebut dilatih bagaikan seekor kuda yang diajari agar dapat menurut perintah penunggangnya yang dalam hal ini penunggangnya adalah atman [roh], [Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:6].

Gerakan yoga yang dilaksanakan dengan mengucapkan kalimat-kalimat suci melalui rasa kebhaktian dan perhatian yang penuh konsentrasi. Perhatian dikonsentrasikan agar tercapai kesucian hati untuk ‘mendengar’ suara kesunyian, sabda, ucapan Tuhan mengenai identitasnya. Pengucapan berbagai mantra dengan tepat membutuhkan suatu kajian ilmu pengetahuan yang mendalam. Namun biasanya banyak kebhaktian hanya memakai satu jenis mantra saja.

c. Laya Yoga atau Kundalini Yoga

Gerakan yoga yang dilakukan dengan tujuan menundukkan pembangkitan daya kekuatan kreatif kundalini yang mengandung kerahasian dan latihan-latihan mental dan jasmani. Ajaran Laya Yoga menekankan pada kebangkitan masing-masing cakra yang dilalui oleh kundalini yang bergerak dari cakra dasar ke cakra mahkota serta bagaimana memanfaatkan karakteristik itu untuk tujuan-tujuan kemuliaan manusia.

Gerakan yoga yang memfokuskan diri menuju hati. Diyakini bahwa jika seorang yogi berhasil menerapkan ajaran ini maka dia dapat melihat kelebihan orang-lain dan tata-cara untuk menghadapi sesuatu. Praktik ajaran Bhakti Yoga ini juga membuat seorang yogi menjadi lebih welas asih dan menerima segala yang ada di sekitarnya. Karena dalam yoga ini diajarkan untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Baca: Sang Hyang Widhi [Tuhan] dalam Ajaran Yoga dan Contoh Praktik Sikap-sikap Yoga

Gerakan yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan kontemplasi. Ajaran yoga ini nantinya mengarah pada tata-cara penguasaan diri sekaligus menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Ajaran Raja Yoga merupakan dasar dari Yoga Sutra.

Gerakan yoga yang menerapkan metode untuk meraih kebijaksanaan dan pengetahuan. Gerakan ajaran Jnana Yoga ini cenderung menggabungkan antara kepandaian dan kebijaksanaan, sehingga nantinya mendapatkan hidup yang dapat menerima semua filosofi dan agama, [Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:7].

Dalam ajaran agama Hindu selain diperkenalkan berbagai jenis gerakan yoga di atas, ada yang disebutkan jenis Tantra Yoga. Ajaran ini sedikit berbeda dengan yoga pada umumnya, bahkan ada yang menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Ajaran Tantra Yoga terdiri atas kebenaran [kebenaran] dan hal-hal yang mistik [mantra], dan bertujuan untuk dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup umatnya, [Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:8].

Renungan Rg veda VIII. 92. 9

"Šikṣa na indra rāya ā puru, vidaṁ ṛcisama, avā naá pārye ghane.”

”Berilah kami petunjuk, ya Tuhan, untuk mendapatkan kekayaan, Engkau Yang Maha Tahu, dipuja dengan lagu-lagu, tolonglah kami dalam perjuangan ini.”

Mudana dan Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementerian             Pendidikan dan Kebudayaan.

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti : Buku Siswa / Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan. -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.vi, 190 hlm.; 25 cm

Kontributor Naskah  : I Nengah Mudana dan I Gusti Ngurah Dwaja.

Penelaah : I Wayan Paramartha. – I Made Sutrisna.

Penyelia Penerbitan  : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud

Written By Mutiara Hindu Monday, September 19, 2016 Edit


Sad Darsana berasal dari akar kata “drs” yang bermakna “melihat”, menjadi kata darsana yang berarti “penglihatan” atau pandangan. Dalam ajaran filsafat Hindu, Darsana berarti pandangan tentang kebenaran. Sad Darsana berarti enam pandangan tentang kebenaran yang mana merupakan dasar dari filsafat Hindu.


Sad Darsana merupakan bagian penulisan Hindu yang memerlukan kecerdasan yang tajam, penalaran serta perasaan, karena masalah pokok yang dibahasnya merupakan intisari pemahaman Weda secara menyeluruh dibidang filsafat, [Maswinara, 1990]. Filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian integral dari agama. 

Yoga Darsana merupakan salah satu pandangan dari Sad Darsana. Seperti ajaran Darsana lainnya, Yoga Darsana juga membahas tentang hakekat Brahman, Atman, dan Alam Material dan Moksa. Namun, setiap pandangan memiliki etika serta pokok-pokok ajaran dengan penekanan yang berbeda-beda. Dari penjelasan di atas, maka muncul pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan sebagai berikut.

1.2    Rumusan Masalah

  1. 1.    Bagaimanakah pandangan Yoga Darsana terhadap keberadaan Brahman, Atman, Maya dan Moksa?
  2. Bagaimanakah pokok-pokok ajaran dalam Yoga Darsana?
  1. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pandangan Yoga Darsana terhadap keberadaan Brahman, Atman, Maya, dan Moksa.
  2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok ajaran dalam Yoga Darsana.

2.1    Pengertian Yoga Darsana

 Kata Yoga berasal dari akar kata ‘Yuj’ yang berarti bersatu, menghubungkan. Namun dalam pengertian Patanjali di dalam Yoga Sutra, Yoga bukanlah berarti penyatuan tetapi upaya spiritual untuk mencapai kesempurnaan melalui pengendalian tubuh, indra dan pikiran, dan melalui diskriminasi yang benar antara Purusa dan Prakrti. [Sudiani, 2012;57]


2.2    Sejarah Yoga Darsana


 Sistem yoga termasuk salah satu dari enam sistem filsafat Veda. Pendiri dari Yoga Darsana adalah Maharsi Patanjali. Karyanya dikenal dengan nama Patanjali Yoga Sutra. Iya menyusun teks singkat yang mudah dihafal, menyarikan dan mengaitkan dengan beberapa teknik meditasi Yoga. Yoga ini juga disebut Astangga Yoga yaitu yoga yang dibagi menjadi delapan tahap, yang mirip dengan filsafat Samkhya. 

Ada berbagai sekolah yoga, antara lain Bhakti Yoga, Jnana Yoga, dan Kundalini Yoga. Yoga merupakan sistem yang paling praktis dalam filsafat India. Hampir seluruh sistem menerima sistem ini dalam aspek prakteknya dengan penekanan yang berbeda-beda.  Buku-buku komentar yang muncul kemudian seperti : Yoga Bhasya atau Vyasabhasya yang ditulis oleh Vyasa dan Bhojaraja yang menulis Yoga Maniprabha. Ajaran Yoga sudah sangat tua umurnya, hal ini dinyatakan oleh kitab-kitab Upanisad, Smrti, dan Purana yang didalamnya sudah ada ajaran Yoga. [Sudiani, 2012;57]

2.3    Pandangan Yoga Darsana
 

 
Berbeda dengan pandangan Samkhya, yoga mengakui adanya Tuhan. Adanya Tuhan dipandang lebih bernilai praktis dari pada teori yang merupakan tujuan akhir dari Yoga. Menurut Patanjali, keberadaan Tuhan dapat dibuktikan dengan adanya alam semesta beserta isinya, oleh karena itu sistem yoga bersifat teori dan praktek terhadap keberadaan Tuhan tersebut.


Tuhan dalam ajaran yoga dipandang sebagai jiwa Yang Maha Agung yang mengatasi jiwa perorangan dan bebas dari semua penderitaan. Dia adalah maha sempurna, kekal abadi, maha kuasa, dan maha pengetahuan. Manusia dalam hidupnya melakukan berbagai pekerjaan yang baik, buruk dan campuran keduanya, yang semua ini merupakan karma dan karma wasana dapat mempengaruhi kehidupan didunia. 


Keberadaan Tuhan dalam ajaran yoga dikemukakan dengan beberapa alasan sebagai berikut :

  1. Pernyataan kitab suci Veda, upanisad dan kitab suci lainnya dalam agama Hindu yang menyertakan bahwa Tuhan sebagai jiwa Yang Maha Agung, Realitas Utama serta merupakan tujuan yang terakhir dari segala yang ada di dunia ini.
  2. Pada manusia terdapat perbedaan dalam tingkatan pengetahuan, kekuasaan dan lain sebagainya.. keadaan yang demikian mengharuskan adanya sesuatu yang memiliki segala kecakapan dalam bentuknya yang tertinggi. Sesui itu adalah yang disebut Tuhan.
  3. Keberadaan alam semesta beserta isinya berasal dari penyatuan purusa dan prakrti. Purusa dan prakerti adalah dua pokok asas yang berbeda, penyatuan kedua asas ini tidaklah mungkin tanpa adanya sesuatu yang menuntunnya. Tuhan yang menyatukan purusa dan prakrtin tersebut. 

Tuhan adalah roh yang abadi yang tidak tersentuh oleh duka cita, dan maha tau. Ia adalah penguasa tertinggi di dunia ini dan memiliki pengetahuan yang tak terbatas yang membedakan ia dari pribadi-pribadi yang lain. Hakti kepada Tuhan tidak hanya merupakan praktek yoga, tetapi juga merupakan sarana permusatan pikiran dan samadhi. Tuhan akan memberikan karunia kepada seorang yang bhakta kepada-Nya berupa kesucian dan penerangan batin. Tuhan melenyapkan semua rintangan jalan orang-orang yang berbakti kepada-Nya, seperti duka cita, dan kita harus siap menerima rahmat Tuhan tersebut. [Sudiani, 2012;60-61].
 

b]    Atman
Menurut ajaran Yoga dan Samkhya mengatakan bahwa kelepasan dapat dicapai melalui pandangan spiritual pada kebenaran roh sebagai suatu daya hidup yang kekal yang berbeda dengan badan dan pikiran. Pandangan spiritual tersebut hanya dapat dimiliki bila pikiran bersih, tenang tidak tergoyahkan oleh suatu apapun. Dan untuk meningkatkan kebersihan pikiran, Yoga mengajarkan adaanya delapan tahap jalan yang disebut dengan Astanggayoga. [Sudiani, 2012;39-63].


c]    Maya
Pada intinya ajaran yoga bertujuan untuk mengembalikan jiwa individu kepada asalnya yaitu Parama atma dengan jalan membersihkannya dari segala ikatan maya [Triguna]. Sehingga ia akan sadar dengan jati dirinya [Atman] ikatan yang diakibatkan oleh perubahan citta yang muncul dari rintangan-rintangan gua, menimbulkan kesusahan dan kesedihan di dalam hidup yang disebut klesa. Klesa ada lima bagian yaitu :

-    Awidya : kebodohan-    Asmita : keakuan-    Raga    : keterikatan -    Dwesa : kebencian

-    Abhiniwesa : ketakutan dan kematian 


Kelima klesa ini dapat dilenyapi dengan jalan melaksanakan kriya yoga sehingga dalam proses yoga mampu membantu guna mencapai samadhi dengan jalan melaksanakan Kriya yoga. [Ida Bagus Wika Krishna, wikakrisna.wordress.com]


d]    MoksaTujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Purusa dengan Prakerti. Kebebasan dalam Yoga merupakan Kaivalya atau kebebasan mutlak tersebut, di mana roh terbebas dari belenggu Prakrti dan Purusa berada dalam wujud yang sebenarnya atau Svarupa. Sang roh telah melepaskan Avidya melalui pengetahuan pembedaan [vivekakhyati] dan 5 klesa terbakar oleh apinya ilmu pengetahuan. Sanng Diritak terjamah oleh kondisi Citta, di mana Guna seluruhnya terhenti dan sang diri berdiam pada intisari ilahinya sendri. [Sudiani, 2012;66].


2.4    Pokok – Pokok Ajaran Yoga Darsana 

Ajaran Yoga merupakan anugrah yang luar biasa dari Rsi Patanjali kepada setiap umat yang melakukan hidup kerohania. Ajaran ini merupakan tuntunan bagi mereka yang menginsyafkan kenyataan adanya roh sebagai asas bebas, bebas dari tubuh, indriya dan pikiran. Kitab Yoga Sutra karya Rsi Patanjali dibagi atas empat bagian 194 sutra. Adapun keempat bagian itu adalah:a.    Samadhi pada, membahas tentang sifat tujuan dan bentuk ajaran Yoga.b.    Sadhana pada, membahas tentang pelaksanaan ajaran yoga cara mencapai Samadhi, kedudukan, dan Karma Phala.c.    Vibhuti pada, meajarkan tentang segi bathiniah ajaran yoga dan ja tentang ajaran gaib yang didapat dalam melaksanakan praktek Yoga.

d.    Kaivalya pada, melukiskan tentang alam kelepasan dan kenyataan roh yang mengatasi alam duniawi.

Pelaksanaan ajaran Yoga yang terpenting adalah sebagai jalan untuk memperoleh vivekajnana yaitu pengetahuan untuk membedakan antara yang salah dengan yang benar sebagai kondisi kelepasan. Yoga mengajarkan bahwa kelepasan itu dapat dicapai melalui pengetahuan langsung tentang perbedaan roh dan dunia jasmani termasuk badan, pikiran, rasa aku dan sebagainya. Roh itu kekal dan abadi, bebas dari penderitaan dan kematian.

Yoganya Rsi Patanjali merupakan Astangga Yoga atau yoga dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatha Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan pengaturan pernafasan, yang memuncak Raja Yoga, melalui sadhana yang progresif dalam Hatha Yoga, sehingga hatha yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapa raja yoga. Bila gerakan nafas dihentikan dengan cara kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang dan badan melalui sat-karma [ 6 kegiatan pemurnian badan], yaitu:

  1. Dhauti [pembersihan perut]
  2. Basti [bentuk alami pembersian usus]
  3. Neti [pembersihan lubang hidung]
  4. Trataka [pentapan tanpa kedip pada suatu objek]
  5. Nauli [pengadukan isi perut]
  6. Kapalabhati [pelepasan lendir melalui pranayama]

Serta pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Hatha Yoga. Badan akan diberikan kesehatan, kemudaan, kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan Asana, Bandha, dan Mudra. [Sudiani, 2012;57-58].

2.5    Metafisika Yoga Darsana


A.    Penciptaan Alam Semesta menurut Ajaran Yoga


Sistem filsafat yoga didasarkan pada sistem filsafat Samkhya, maka ajaran Yoga sebagai besar diambil dari ajaran Samkhya yaitu secara evolusi dimana citta di pandang sebagai hasil pertama dari perkembangan Prakrti. Yang dimaksud dengan Citta adalah gabungan budhi, ahamkara dan manas. Citta memantulkan kesadaran dari Purusa sehingga dengan demikian Citta menjadi sadar dan bermanfaat dengan bermacam-macam cara. 

Tiap purusa berhubungan dengan suatu citta yang disebut dengan Karana citta. Karana citta dapat berkembang dan mengecil sesuai dengan tubuh atau tempat yang ditempatinya. Karana citta mengecil dalam tubuh binatang tapi mengembang dalam tubuh manusia. Karana citta yang berhubungan dengan suatu  tubuh, disebut karya Citta. Tujuan  yoga mengendalikan citta dalam keadaan yang semula, yang murni tanpa perubahan sehingga dengan demikian purusa dibebaskan dari penderitaan. Di dalam hidup sehari-hari citta menyamakan diri dengan yang disebut vretti, yaitu bentuk perubahan citta dalam menyesuakan diri dengan objek pengamatan., [Sudiani, 2012;59].

BAB III
METODOLOGI

3.1    Cara Mencari [Epistimologi Yoga Darsana]

Ajaran Yoga mengenal 3 pengamatan yang benar yaitu: pratyaksa, anumana, dan sabda pramana. Ketiga pengamatan ini sama juga dengan pengamatan yang terdapat dalam ajaran samkhya. Baik dalam ajaran samkhya maupun dalam ajaran Yoga dinyatakan bahwa roh dipandang sebagai kekuatan hidup yang bebas dan bersatu dengan badan. Sifat roh adalah kesadaran murni,  bebas dari batas – batas jasmani dan kegoncangan dalam pikiran, tetapi karena kebodohan, roh menyamakan dirinya denan alam pikiran, dan didalam Yoga alam pikiran disebut citta.

Citta merupakan hasil pertama dari prakrti, yang pada dirinya sattvamlah yang lebih berkuasa dari pada rajas dan tamas. Bila citta berhubungan dengan suatu objek dunia melalui manah yang memiliki kesadaran dan kecakapan. Roh mengenal objek melalui perubahan citta yang bersesuaian dengan bentuk objek tersebut.
    

Perubahan – perubahan citta banyak jumlahnya dan bermacam-macam pula jenisnya, dan dapat diklasifikasikan menjadi 5 macam, yaitu:

a.    Pramana [pengamatan yang benar]b.    Wiparyaya [pengamatan yang salah]c.    Wikalpa [pengamatan hanya dalam kata-kata]d.    Nidra [tidur]

e.    Smrti [ingatan]


Bila citta diubah kedalam suatu jenis Vrtti atau keadaan mental yang mengamati, maka roh akan dipantulkan dalam keaadan itu dan mungkin menyatakan keadaaannya sendiri. Selama roh menyamakan dirinya dengan tubuh ini maka selama itu pula roh mengalami susah dan senang sesuai dengan Citta.


Seperti Samkya, Yoga juga mengakui adanya dua pengamatan, yaitu Nirvi Kalpa dan Savi Kalpa. Nirvi Kalpa adalah pengamatan yang tidak ditentukan, sedangkan Savi Kalpa pengamatan yang ditentukan. Keterangan atau penjelasan yang diberikan oleh kedua pengamatan itu berbeda.

Dalam ajaran Yoga terjadinya proses pengamatan ialah sebagai berikut: pertama indriya-indriya menerima obyek diluar tanpa menentukan wujudnya, dan menyampaikan pengamatan-pengamatan kepada manas. Selanjutnya manaslah yang menyusun pengamatan itu hingga menjadi suatu sintesis dan kemudian menentukan sifat pengamatan itu. Demikianlah proses terjadinya pengamatan dalam Yoga. [Sudiani, 2012;61-62]


3.2    Kegunaan [Aksiologi Yoga Darsana]


Adapun kegunaan Yoga untuk meningkat pikiran Yoga mengajarkan adanya delapan tahap jalan yang disebut Astanggayoga, yaitu :


a.    Yama, yaitu mengendalian diri :

  1. Ahimsa = tidak menyakiti makhluk hidup
  2. Satya = berkata, berbuat, dan berfikir yang baik
  3. Asteya = pantang menginginkan milik orang lain
  4. Brahmacarya = pengendalian nafsu asmara
  5. Aparigraha = pantang kemewahan

Kelima pantangan ini merupakan mahavrata atau sumpah luar biasa yang harus dipatuhi. Patanjali mengatakan bahwa ketaatan kepada yama itu diwajibkan serta dipertahankan dalam tiap keadaan dan merupakan kode etik universal [sarvabhauma mahavrata] yang tak dapat diselewengkan dengan bermacam-macam dalil.
b.    Niyama, yaitu pengendalian diri lebih lanjut :

  1. Sauca = suci secara lahir batin
  2. Santosa = kepuasan untuk memantapkan mental
  3. Tapa = tahan uju terhadap gangguan-gangguan
  4. Svadhyaya = mempelajari naskah-naskah suci
  5. Iswarapranidhana = penyerahan diri pada Tuhan

c.    Asana, yaitu sikap badan yang mantap dan nyaman, yang merupakan bantuan secara fisik dalam berkonsentrasi.d.    Pranayama, yaitu pengaturan nafas, akan memberikan ketenangan, kemantapan pikiran dan lesehatan yang baik.e.    Pratyahara, yaitu pemusatan pikiran dengan cara penarikan indra-indra dari segala objek luar. Indra-indra yang ditarik dan penempatannya di bawah pengawasan pikiran. Alat-alat indraya cenderung untuk mengejar nafsunya [wisana], mata mengejar keindahan warna dan bentuk, telinga mengejar bunyi dan nada, lidah ingin menikmati rasa lezat, hidung yang mencari bau yang harum, dan peraba yang ingen memegang yang halus. Tiap alat indra memiliki tugasnya masing-masing, tetapi semua merindukan kenikmatan yang khas. Maksudnya pratyahara [alat pengaluran] terdiri dari pelepasan alat-alat indriya dan nafsunya masing-masing, dan dari penyesuain alat-alat indriya dalam bentuk citta dan buddhi yang murni.f.    Dharana merupakan pemusatan pikiran yang tingkat lebih dalam lagi secara mantap pada suatu objek tertentu.g.    Dhyana merupakan pemusatan terus menerus tanpa henti dari pikiran terhadap objek atau yang sering disebut dengan meditasi.

h.    Samadhi adalah pemusatan pikiran terhadap objek dengan intensitas konsentrasi sedemikian rupa sehingga menjadi objek itu sendri, di mana pikiran sepenuhnya bergabung dalam penyatuan dengan objek yang dimeditasikan atau sudah menyatunya Atman dengan Paraatman.

Dan disini seorang tidak lagi menyadari lagi adanya proses pikiran yang ada hanyalah objek renungan yang bercahaya dalam pikiran. [Sudiani, 2012;63-65].

BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan

Yoga Darsana merupakan salah satu pandangan dari Sad Darsana. Seperti ajaran Darsana lainnya. Kata Yoga berasal dari akar kata ‘Yuj’ yang berarti bersatu, menghubungkan. Namun dalam pengertian Patanjali di dalam Yoga Sutra, Yoga bukanlah berarti penyatuan tetapi upaya spiritual untuk mencapai kesempurnaan melalui pengendalian tubuh, indra dan pikiran, dan melalui diskriminasi yang benar antara Purusa dan Prakrti. 

Pendiri dari Yoga Darsana adalah Maharsi Patanjali. Karyanya dikenal dengan nama Patanjali Yoga Sutra. Iya menyusun teks singkat yang mudah dihafal, menyarikan dan mengaitkan dengan beberapa teknik meditasi Yoga. Yoganya Rsi Patanjali merupakan Astangga Yoga atau yoga dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatha Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan pengaturan pernafasan, yang memuncak Raja Yoga, melalui sadhana yang progresif dalam Hatha Yoga, sehingga hatha yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapa raja yoga. Bila gerakan nafas dihentikan dengan cara kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang dan badan melalui sat-karma [ 6 kegiatan pemurnian badan], yaitu:

  • Dhauti [pembersihan perut] 
  • Basti [bentuk alami pembersian usus]
  • Neti [pembersihan lubang hidung]
  • Trataka [pentapan tanpa kedip pada suatu objek]
  • Nauli [pengadukan isi perut]
  • Kapalabhati [pelepasan lendir melalui pranayama]

Serta pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Hatha Yoga.
Untuk meningkat pikiran Yoga mengajarkan adanya delapan tahap jalan yang disebut Astanggayoga, yaitu :


a.    Yama, yaitu mengendalian diri :

  1. Ahimsa = tidak menyakiti makhluk hidup
  2. Satya = berkata, berbuat, dan berfikir yang baik
  3. Asteya = pantang menginginkan milik orang lain
  4. Brahmacarya = pengendalian nafsu asmara
  5. Aparigraha = pantang kemewahan

Kelima pantangan ini merupakan mahavrata atau sumpah luar biasa yang harus dipatuhi. Patanjali mengatakan bahwa ketaatan kepada yama itu diwajibkan serta dipertahankan dalam tiap keadaan dan merupakan kode etik universal [sarvabhauma mahavrata] yang tak dapat diselewengkan dengan bermacam-macam dalil.


b.    Niyama, yaitu pengendalian diri lebih lanjut :

  1. Sauca = suci secara lahir batin
  2. Santosa = kepuasan untuk memantapkan mental
  3. Tapa = tahan uju terhadap gangguan-gangguan
  4. Svadhyaya = mempelajari naskah-naskah suci
  5. Iswarapranidhana = penyerahan diri pada Tuhan

c.    Asana, yaitu sikap badan yang mantap dan nyaman, yang merupakan bantuan secara fisik dalam berkonsentrasi.d.    Pranayama, yaitu pengaturan nafas, akan memberikan ketenangan, kemantapan pikiran dan lesehatan yang baik.e.    Pratyahara, yaitu pemusatan pikiran dengan cara penarikan indra-indra dari segala objek luar. Indra-indra yang ditarik dan penempatannya di bawah pengawasan pikiran. Alat-alat indraya cenderung untuk mengejar nafsunya [wisana], mata mengejar keindahan warna dan bentuk, telinga mengejar bunyi dan nada, lidah ingin menikmati rasa lezat, hidung yang mencari bau yang harum, dan peraba yang ingen memegang yang halus. Tiap alat indra memiliki tugasnya masing-masing, tetapi semua merindukan kenikmatan yang khas. Maksudnya pratyahara [alat pengaluran] terdiri dari pelepasan alat-alat indriya dan nafsunya masing-masing, dan dari penyesuain alat-alat indriya dalam bentuk citta dan buddhi yang murni.f.    Dharana merupakan pemusatan pikiran yang tingkat lebih dalam lagi secara mantap pada suatu objek tertentu.g.    Dhyana merupakan pemusatan terus menerus tanpa henti dari pikiran terhadap objek atau yang sering disebut dengan meditasi.

h.    Samadhi adalah pemusatan pikiran terhadap objek dengan intensitas konsentrasi sedemikian rupa sehingga menjadi objek itu sendri, di mana pikiran sepenuhnya bergabung dalam penyatuan dengan objek yang dimeditasikan atau sudah menyatunya Atman dengan Paraatman.


Dan disini seorang tidak lagi menyadari lagi adanya proses pikiran yang ada hanyalah objek renungan yang bercahaya dalam pikiran.


DAFTAR PUSTAKASudiani, Ni Nyoman. 2012. Materi Ajar Mata kuliah Darsana.Tim Penyusun. 1999. Buku Pedoman Dosen Agama Hindu. Jakarta: Departemen Agama RI.Krishna, Ida Bagus 2013. Yoga Darsana. Wika wikakrisna.wordress.com