Yang merupakan tokoh teater panggung di nusantara adalah

Yang merupakan tokoh teater panggung di nusantara adalah

KORANPURWOREJO.COM

Dunia cabang seni teater kini menjadi cabang seni yang banyak digeluti para anak muda. Untuk menambah informasi

Kali ini KORANPURWOREJO.COM. Menurunkan tulisan sosok N. Riantiarno, salah satu tokoh teater Indonesia. 

Sebagai kado ulang tahun bagi Pendiri Teater Koma yang baru saja ulang tahun.

Tokoh teater Indonesia ini dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada 6 Juni 1949. Ia mempunyai nama lengkap Nobertus Riantiarno atau lebih akrab dikenal dengan nama Nano Riantiarno atau N. Riantiarno. 

Yang merupakan tokoh teater panggung di nusantara adalah

Nama ini sudah tidak asing lagi didengar di telinga para pecinta teater modern nasional. Ia merupakan seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teater Indonesia. 

Ia pertama kali mengenal dunia seni melalui kelompok kesenian Tunas Tanah Air di Cirebon, ia menjadi anggota tersebut pada tahun 1964 hingga 1967 dan aktif bermain drama. 

Kesenangannya di dunia teater membuat ia melanjutkan studinya di Akademi Tater Indonesia (ATNI). Setahun setelah masuk ATNI yaitu pada tahun 1968 ia terlibat dalam mendirikan kelompok Teater Populer bersama Slamet Rahardjo dan Boyke.

Aktor, dramawan dan pendiri Teater Koma Nano Riantiarno hari ini merayakan hari ulangtahunnya yang ke-72. 

Suami artis Ratna Riantiarno Madjid-Dauhan ini memulai karir teaternya bersama mendiang sutradara Teguh Karya(1937-2001) di Teater Populer. 

Yang merupakan tokoh teater panggung di nusantara adalah

Sebuah teater yang melejitkan beberapa bintang seperti Christine Hakim, Slamet Raharjo dan mendiang Alex Komang.

Setelah hengkang dari Teater Populer, Nano yang kelahiran Cirebon ini merintis institusi seni Teater Koma yang telah memroduksi lebih dari 100 pentas dan naskah teater dan adaptasi dari para teaterawan dunia seperti Bertolt Brecht dan Nicolai Gogol. Hampir seluruh pertunjukan teater Nano bersama Teater Koma dibanjiri penonton karena mendekatkan seni pertunjukan dengan realitas aktual. 

Yang merupakan tokoh teater panggung di nusantara adalah

Ratna Riantiarno (Istri Riantiarno)

Tak heran di masa Orde Baru, beberapa pentas Teater Koma dilarang seperti Semar Gugat dan Republik Bagong.

Beberapa pentas operanya, baik yang diadaptasi dari Brecht seperti Opera Ikan Asin, Menggugat Ibu(Mutter Courage und Ihre Kinder) dari Brecht dan Opera Julini, menghadirkan suatu tontonan yang memukau. Termasuk Sin Jie Kwi(1-2) dan Sampek Eng Tai berkali-kali dipentas ulang tetap menarik minat penonton dari generasi awal teater Koma hingga dewasa ini.

 Selain itu, teater Koma telah melahirkan aktor-aktor panggung lawas seperti mendiang Didi Petet, Sari Madjid Joshua Pandelaki dan Salim.

Pada awal dan pertengahan tahun 2000-an, Nano Riantiarno bersama Ratna Riantiarno pernah menjadi narasumber dalam kegiatan workshop Balai Teater Jakarta yang digawangi peteater dan aktor alumni Teater Populer Teguh Karya, Eric Dajoh dan pentas naskah Museum Iverdixon Tinungki yang berhasil pentas di Yogya di bawah arahan Nano Riantiarno. 

Pada 2017 silam, pentas Sasambo (Nyanyian Pesisir Mawira) dalam Festival Seni Nusantara (Kemendisparbud ketika itu) di Lombok, Pitres Sombowadile dan Reiner Emyot Ointoe, Mas Nano sebagai juri pada festival itu. Selamat Hari Jadi Mas Nano Riantiarno. Tuhan memberkati selalu. Salam sehat bahagia dari masyarakat teater  Purworejo.

*Diambil dari berbagai sumber 

*Nang Tirta.

KOMPAS.com - Teater modern Nusantara merupakan pertemuan dari berbagai gagasan. Bentuk pertunjukan teater modern cenderung lebih teratur dan dipentaskan di atas panggung lewat arahan sutradara. 

Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), para pendukung teater modern belum sepenuhnya meninggalkan budaya asalnya yang bermuatan tradisional dan memadukan teater barat. 

Di Indonesia memiliki kelompok-kelompok teater modern Nusantara yang tersebar diberbagai wilayah. Masing-masing kelompok memiliki ciri khas tersendiri. 

Teater di Nusantara berkembang dari jaman pergerakan revolusi hingga sekarang membentuk kelompok-kelompok yang memiliki peran didalam perkembangannya.

Berikut beberapa kelompok teater Nusantara: 

Dikutip dari jurnal Bengkel Teater 1967-1998 : Dari Yogyakarta Ke Depok (2018) karya Anisa Suci, bengkel teater Rendra menjadi nama pelopor teater modern di Indonesia dengan pendiri W.S. Rendra di Kampung Ketanggunan Wetan Yogyakarta, pada 30 Oktober 1967 dan di Depok (1986).

Baca juga: Keunikan dan Pesan Moral Teater Nusantara 

W.S Rendra merupakan seorang sastrawan, aktor, sutradara, dan penulis naskah yang baik mampu menciptakan pertunjukan yang menarik dan bermutu.

Karya-karya yang pernah dipentaskan antara lain: Orang-orang di Tikungan Jalan (1954), Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata), Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Mastodon dan Burung Kondor (1972), Kasidah Barzanji, Panembahan Reso (1986), dan Kisah Perjuangan Suku Naga.

Dilansir dari jurnal Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968-2008 (2012) karya Achmad Syaeful, teater populer berdiri pada 14 Oktober 1968 oleh Teguh Karya. 

Teguh Karya yang memiliki nama Liem Tjoan Hok dikenal sebagai pemain teater penuh bakat. Ia dilahirkan di Pandeglang, Banten) pada 22 September 1937.

Teguh Karya juga dikenal sebagai penulis naskah lakon teater, penulis skenario untuk film dan televisi, pernah menjadi wartawan.

Pada perkembangannya grup teater beralih ke industri perfilman Indonesia. Para pemainnya seperti Slamet Rahardjo, El Malik, Christine Hakim, dan Nano Riantiarno. 

Baca juga: Sikap Apresiatif terhadap Karya Seni Murni

Kelompok Teater kontemporer atau bernama Teater Kecil dipimpin oleh Arifin Chairin Noer berdiri pada 1968.

Arifin C Noer merupak penulis naskah yang produktif lahir pada 10 Maret 1941 di Cirebon. Naskahnya dipandang memiliki warna Indonesia.

Ini sering memasukkan unsur kesenian 52 Seni Teater SMP/MTs Kelas VIII daerahnya ke dalam naskah teater yang ditulis atau dipentaskannya.

Karya-karyanya, seperti Kapai-Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, dan Sumur Tanpa Dasar.

Dilansir dari jurnal Penerapan Management Seni Pertunjukan Pada Teater Koma (2015) karya Sutarno Haryono, teater koma dipimpin oleh Nano Riantiarno dirikan pada 1 Maret 1977. 

Baca juga: Peradaban Inca: Sistem Pemerintahan dan Seni Bangunan

Teater koma merupakan kelompok teater yang produktif di Indonesia. Ada lebih dari seratus produksi panggung dan televisi yang pernah dipentaskan oleh Teater Koma.

Teater Mandiri berdiri pada 1971 di Jakarta oleh I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Putu Wijaya merupakan seorang sastrawan dan dramawan kelahiran Bali.

Putu Wijaya kelahiran Puri Anom Tabanan Bali, 11 April 1944, dikenal sebagai tokoh teater, penulis naskah lakon, skenario film, aktor dan sutradara teater dan film, juga sebagai sastrawan yang sangat produktif menghasilkan puisi, cerita pendek dan novel, dan Esai-esai budayanya.

Ia adalah mantan anggota Bengkel Teater Rendra dan termasuk penulis naskah ulung.

Naskah-naskahnya mendapat warna kuat dari naskah Menunggu Godot karya Samuel Beckett yang pernah dipentaskannya bersama Rendra di Bengkel Teater.

Naskah tersebut mengisahkan tentang penantian Vladimir dan Estragon terhadap datangnya Godot yang hingga pertunjukan selesai tidak kunjung datang.

Baca juga: Peradaban Maya Kuno: Kepercayaan dan Seni Bangunan

Bengkel muda Surabaya didirikan di kota Surabaya, awal kemunculannya mengacu teater epik (Brecht) dengan idiom teater rakyat (kentrung dan ludruk).

Tokoh yang tergabung dalam kelompok tersebut antara lain Akhudiat dan Basuki Rahmat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Yang merupakan tokoh teater panggung di nusantara adalah
Foto File: W.S Rendra membaca puisi dalam konser Suluk Hijau di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2008. TEMPO/Dimas Aryo

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah 60 tahun lamanya, Hari Teater Sedunia di peringati, salah satu tujuannya adalah untuk membawa pesan perdamaian di dunia. Peringatan ini dibuat oleh Institut Teater Internasional atau ITI dan berbagai komunitas teater di Paris, Prancis.

Adapun tujuan lain diadakan Hari Teater Sedunia dari peringatan ini adalah untuk membantu berbagai komunitas dan membuat komunitas teater di penjuru dunia. Dengan hal ini akan banyak melahirkan seniman-seniman teater didunia yang hadir.

Banyak seniman teater dunia yang hadir sejak hadirnya seni ini di dunia, seperti Jean Baptiste Poquelin atau Molière, Jean Paul Satre, William Shakespare, Bernard Shaw, Edmond Rostan, dan masih banyak seniman lainnya. Untuk di Indonesia sendiri juga banyak seniman-seniman teater yang bermunculan mulai dari Rustam Effendi hingga Putu Wijaya.

Rustam Effendi
Rustam merupakan seniman yang lahir di Padang, Sumatera Barat pada 13 Mei 1903. Darah seni Rustam sudah mengalir dari ayahnya, Sulaiman Effendi yang merupakan seorang fotografer. Sejak kecil Rustam sudah tertarik dengan hal yang memiliki unsur kebudayaan dan ia pernah bercita-cita untuk memperbaharui dunia sandiwara.

Rustam masuk dalam kumpulan Pujanggara Baru (1920-an hingga 1930-an). Ia juga menjadi tokoh pertama di Indonesia yang membuat naskah drama menggunakan Bahasa Indonesia dan menggunakan metode dialog antar tokoh dalam tulisannya. Karya yang ia tulis adalah Bebasari atau yang diartikan sebagai kebebsan yang sesungguhnya. Karya ini ditulis Rustam pada 1926.

Arfin C. Noer
Pria yang lahir di Jawa Barat, 10 Maret 1941 lalu ini memiliki nama lengkap Arifin Charin Noer. Arifin dikenal sebagai penulis naskah dan sutradara teater atau film yang ulung. Bakat menulisnya sudah ada sejak ia duduk dibangku SMP, dengan mengirim cerita pendek dan puisi ke berbagai majalah. Tak hanya itu Arifin juga memulai karir teaternya di Lingkaran Drama Rendra, dan di tempat ini Arifin menemukan karakternya.

Karakter teater Arifin terkenal dengan sebutan Teater Kecil, hal ini seiring dnegan gaya pementasan kaya irama dari musik, blocking, vokal, tata cahaya, kostum, dan verbalisme naskah. Adapun karya-karya Arifin ialah Nenek Tercinta (1966), Matahari di Sebuah Jalan Kecil (1966), Mega-Mega (1966), Sepasang Pengantin (1968), Kapai-Kapai (1970), Sumur Tanpa Dasar (1971), dan masih banyak karya-karya hebat dari Arifin C. Noer.

Baca: Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

W.S. Rendra
Willibordus Surendra Broto Rendra atau yang akrab disapa Rendra lahir di Surakarta pada 7 November 1935. Rendra sudah piawai menulis cerita pendek, puisi, dan drama ketika masih duduk di bangku SMP. Ia juga sudah piawai di atas panggung drama.

Rendra yang juga terkenal dengan puisi-puisinya, mulai memplubikasikannya di media-media massa pada tahun 1952 di Majalah Siasat. Rendra juga membentuk Bengkel Teater pada 1967 di Yogyakarta dan melahirkan banyak seniman-seniman hebat di dalamnya. Bengkel Teater sempat kocar-kacir akibat tekanan politik di Indonesia, dan akhirnya ia memindahkannya di Depok, Oktober 1985.

Adapun karya-karya Rendra adalah Mastodon dan Burung Kondor, Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Orang-Orang di Tikungan Jalan, Lingkaran Kapur Putih, Penambahan Reso, dan beberapa kali menerjamhkan karya-karya dari William Shakespare.

Putu Wijaya
Putu lahir di Puri Anom Tabanan, Tabanan, Bali, 11 April 1944 dengan nama I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Selain sebagai penulis Putu juga dikenal sebagai pelukis. Karya pertama Putu berjudul Etsa, sebuah cerita pendek yang ia tulis ketika duduk bangku SMP dan dimuat dalam Harian Suluh Indonesia, Bali.

Putu Wijaya pertama kali tampil di sebuah teater drama yang ia buat sendiri ketika duduk di bangku SMA bersama kelompok-kelompok teater yang ada di Yogyakarta. Putu juga alumni dari Bengkel Teater yang dibuat oleh W.S Rendra. Karya-karya drama dari Putu ialah, Dalam Cahaya Bulan (1966), Lautan Bernyanyi (1967), Bila Malam Bertambah Malam (1970), Invalid (1974), Tak Sampai Tiga Bulan (1974), Anu (1974), Aduh (1975), Dag-Dig-Dug (1976), Gerr (1986), Edan (1988), Hum-Pim-Pah (1992).

GERIN RIO PRANATA