Yang menjual produk ilega disebut

23 September 2020
in opini
Tidak ada komentar
12415

Perkembangan bisnis di Indonesia mengalami kemajuan pesat, salah satunya melalui belanja online dimana pembeli tidak perlu susah payah datang kepusat perbelanjaan secara langsung tetapi bisa secara online memilih-milih barang yang dikehendakinya serta harga-harga yang ditawarkan begitu menggiurkan dan jauh berbeda dari harga pasaran sehingga belanja online akhir-akhir ini sangat diminati oleh masayarakat.

Tanpa disadari kegiatan tersebut memberikan peluang kepada oknum-oknum tertentu untuk melakukan suatu tindak pidana, salah satunya seperti menjual barang-barang hasil curian secara online dengan teknik pemasaran yang sanagat menarik yaitu dengan menjual barang-barang tersebut dibawah rata-rata harga pasaran biasanya yang  membuat  masyarakat lebih tertarik membelinya tanpa mengetahui asal-usul barang yang ditawarkan tersebut adalah milik pihak lain bukan milih pihak si penjual karena kebanyakan barang tersebut tidak memiliki bukti kepemilikan.

Perbuatan atau tindakan yang dimaksud diatas dapat dikatakan suatu tindak pidana penadahan yaitu pasal 480 KUHP, yaitu :

Karena sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menambah suatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya karena kejahatan.

Barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang, yang diketahui atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan.

Hal  yang  penting dalam  pasal ini yaitu harus  mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang yang dibeli merupakan barang hasil dari suatu kejahatan. Namun, untuk membuktikan hal tersebut memang sulit akan tetapi dalam prakteknya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang tersebut seperti membelinya pada malam  hari secara sembunyi-sembunyi serta kurang kejelasan akan kelengkapan-kelengkapan barang yang dibelinya. Dimana kebanyakan orang membeli barang elektronik contohnya seperti Handphone/Smartphone yang dibeli dengan harga murah dan melakukan perdagangan atau tawar-menawar melalui media social facebook hingga mencapai suatu kesepakatan yang kemudian terjadilah pemindahtanganan akan barang tersebut.

Jika hal tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau dilakukan dimalam hari dengan kurangnya kelengkapan dari barang tersebut pembeli dapat dituduh sebagai penadah karena perbuatan yang dilakukan sesuai dengan unsur-unsur dalam pasal penadahan yaitu pasal 480 KUHP. Namun jika saat membeli Handphone/Smartphone itu mengetahui  bahwa Handphone/Smartphone  tersebut diperoleh karena kejahatan atau patut menyangka bahwa Handphone/Smartphone itu merupakan hasil kejahatan Karena pihak penjual tidak mampu menjelaskan secara gambling mengapa ia menjual dengan harga sangat murah kemudian anda membelinya, maka anda dapat dijerat sesuai pasal 480 ayat 1.

Akan tetapi apabila anda dapat membuktikan bahwa anda tidak mengetahuinya, dan kriteria sebagai seorang penadah tidak memenuhi pembuktian, maka anda terlepas dari kasus tindak pidana tersebut. Seorang penadah identik dengan suatu kebiasaan untuk membeli, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan pasal 480 ayat (1). Selain itu untuk membuktikan bahwa memang anda bukan seorang penadah, anda dapat mengatakan bahwa anda tidak memiliki kebiasaan tersebut dan tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui bahwa barang “Handphone/Smartphone” yang ditawarkan itu adalah milik pihak lain atau bukan milik penjual, karena barang tersebut termasuk barang yang tidak memiliki bukti kepemilikan, surat kepemilikan, sehingga anda benar-benar tidak mengetahui bahwa barang tersebut merupakan hasil dari kejahatan. Satu hal lagi, apabila saat  transaksi ada seorang saksi itu dapat membantu dalam pembuktian bahwa anda bukan seorang penadah.

Jadi, jika seseorang terbukti dinyatakan sebagai penadah jika memenuhi unsur-unsur dalam pasal 480 KUHP khususnya perbuatan yang disebutkan pada sub 1 yaitu apabila ia membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan suatu barang, yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan, maka ia disebut sebagai Penadah. Akan tetapi jika dalam pembuktian ia dapat membuktikan bahwa dirinya bukaan seorang penadah dengan membawa seorang saksi maupun bukti-bukti kelengkapan surat maupun rekaman-rekaman maka ia dapat terlepas dari tuduhan tersebut.

Konsumen/ pembeli barang secara online hendaknya lebih teliti dalam bertransaksi saat pembelian barang hasil curian, sehingga ia nantinya bisa terjerat pasal 480 KUHP dalam kasus penadahan barang hasil pencurian. Zaman sekarang ini kita diharuskan lebih selektif  dalam hal pembelian barang terutama barang online, karena banyak sekali sindikat penjualan barang hasil pencurian melalui media transaksi online, yang membuat konsumen/ pembeli merasa ditipu sehingga membuat si pembeli terjerat sindikat penadah barang hasil curian, maka seharusnya sebagai seorang pembeli harus lebih teliti dalam memilih/ membeli barang via online dengan cara menanyakan keaslian barang, kelengkapan dan cara transaksi dalam pembelian barang, karena jika dalam membeli sesuatu barang yang tidak ada kejelasannya pada praktiknya sulit untuk membuktikan barang itu dari hasil kejahatan atau tidak serta usahakan agar penjual dan pembeli bisa tetap berhubungan setelah jual beli dilakukan atau setidaknya masih saling menyimpan nomor yang bisa dihubungi.

KELOMPOK 29:

RIZKY AMALIA (B10017049)

NURUL RAMADHANI WIYANTAMA (B10017042)

SARMA.K. BANJARNAHOR (B10017043)

SITI NUR CHABIBAH (B10017046)

RIMADANIATI (B10017047)

ARNIS PRATIWI (B10017052)


Recommended Posts

5 Oktober 2020

5 Oktober 2020

5 Oktober 2020

Bandung - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Bandung menggerebek salah satu rumah di Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung. Petugas sita ribuan kosmetik, obat tradisional dan obat-obatan ilegal atau tanpa izin edar.

Koordinator Kelompok Subtansi Penindakan Balai BPOM Bandung Alex Sander menyebutkan sebanyak 34 produk ilegal atau tanpa izin edar BPOM yang ditemukan di rumah tersebut.

"Barang bukti obat, obat tradisional, kosmetika impor tanpa izin edar BPOM yang ditemukan sebanyak 34 item. Jumlahnya 19.551 pack, atau piece, atau kotak," kata Alex usai penggerebekan, Rabu (6/4/2022).

Lebih lanjut, Alex mengatakan total nilai ekonomis dari produk impor ilegal yang disita BPOM itu mencapai miliaran rupiah. BPOM langsung menghitung nilai ekonomis dari barang ilegal itu saat penggerebekan.

"Nilai barang yang disita Rp 1.238.348.000," ucap Alex.

Seperti diberitakan sebelumnya, Balai BPOM Bandung menggerebek salah satu rumah yang menjual kosmetik dan obat-obatan tanpa izin edar. Penggerebekan itu berawal dari laporan masyarakat.

Balai BPOM awalnya memantau aktivitas rumah tersebut selama dua kali. Selain menjual produk tanpa izin edar, rumah tersebut juga menjual produk lokal yang memiliki izin edar.

"Produk impor yang tanpa izin edar," kata Alex.

Simak Video "Cikancung Bandung Banjir, Bikin Banyak Motor Mogok"



(sud/yum)

Pertama-tama perlu kami luruskan bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek telah dicabut keberlakuannya dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”).

Mengenai perdagangan produk atau barang palsu atau yang juga dikenal dengan barang "KW", dalam Pasal 100 – Pasal 102 UU MIG diatur mengenai tindak pidana terkait merek:

Pasal 100 UU MIG

  1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

  2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

  3. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 101 UU MIG

  1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

  2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 102 UU MIG

Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas, hanya dapat ditindak jika ada aduan dari pihak yang dirugikan. Hal ini dapat dilihat dari perumusan Pasal 103 UU MIG:

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 merupakan delik aduan.

Ini berarti bahwa penjualan produk atau barang palsu hanya bisa ditindak oleh pihak yang berwenang jika ada aduan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh hal tersebut, dalam hal ini si pemilik merek itu sendiri atau pemegang lisensi.[1]

Mengenai tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (“DJKI”) terkait penindakan terhadap para penjual barang palsu, berdasarkan Pasal 99 ayat (1) UU MIG, selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) untuk melakukan penyidikan tindak pidana merek.

Pejabat penyidik pegawai negeri sipil pada DJKI tersebut berwenang melakukan:[2]

  1. pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek;

  2. pemeriksaan terhadap Orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang merek;

  3. permintaan keterangan dan barang bukti dari Orang sehubungan dengan tindak pidana di bidang merek;

  4. pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek;

  5. penggeledahan dan pemeriksaan di tempat yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek;

  6. penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang merek;

  7. permintaan keterangan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang merek;

  8. permintaan bantuan kepada instansi terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penetapan daftar pencarian orang, dan pencegahan terhadap pelaku tindak pidana di bidang merek; dan

  9. penghentian penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang merek.

Lebih lanjut mengenai tugas dari DJKI khususnya Direktorat Merek dan Indikasi Geografis menurut informasi yang kami dapatkan melalui laman DJKI, Direktorat Merek dan Indikasi Geografis mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang permohonan, klasifikasi merek, publikasi dan dokumentasi, pemeriksaan, sertifikasi, monitoring, dan pelayanan hukum merek dan indikasi geografis serta fasilitasi komisi banding merek.

Direktorat Merek dan Indikasi Geografis menyelenggarakan fungsi:

  1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang permohonan, klasifikasi merek, publikasi dan dokumentasi, pemeriksaan, sertifikasi, monitoring, dan pelayanan hukum merek dan indikasi geografis;

  2. Pelaksanaan kebijakan di bidang permohonan, klasifikasi merek, publikasi dan dokumentasi, pemeriksaan, sertifikasi, monitoring, dan pelayanan hukum merek dan indikasi geografis;

  3. Pelaksanaan fasilitasi komisi banding merek;

  4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang permohonan, klasifikasi merek, publikasi dan dokumentasi, pemeriksaan, sertifikasi, monitoring, dan pelayanan hukum merek dan dan indikasi geografis;

  5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang permohonan, klasifikasi merek, publikasi dan dokumentasi, pemeriksaan, sertifikasi, monitoring, dan pelayanan hukum merek dan dan indikasi geografis; dan

  6. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Merek dan Indikasi Geografis.

Jadi, pada dasarnya Direktorat Merek dan Indikasi Geografis inilah yang akan melakukan pemantauan dan penegakan hukum terkait pelaksanaan merek di lapangan. Akan tetapi, untuk melakukan tindakan terhadap pihak yang menjual barang palsu, tetap harus ada pengaduan terlebih dahulu dari pemilik merek atau pemegang lisensi.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Referensi:

DJKI, diakses pada Jumat 28 Juni 2019, pukul 16.39 WIB.

[2] Pasal 99 ayat (2) UU MIG