Warga masyarakat yang berada di perbatasan dengan negara malaysia

Warga masyarakat yang berada di perbatasan dengan negara malaysia

Sei Pancang - Kehidupan masyarakat Indonesia di perbatasan amat bergantung pada negara tetangga Malaysia. Tengok saja kehidupan keseharian masyarakat di Sei Pancang, Kalimantan Utara.Mereka selalu membeli bahan makanan dari negeri jiran itu. Sebab jarak yang harus ditempuh untuk mencapai kota, yaitu Nunukan, jauh lebih lama dari pada jarak ke Malaysia.Akses menuju Nunukan juga lebih sulit karena tak ada jalan darat menuju ke sana. Rata-rata warga menggunakan kapal untuk menuju Nunukan. Kampung ini dikelilingi hutan lebat dengan jalan yang masih kurang memadai."Karen itu kita banyak belanja di Malaysia, seperti minyak sayur, tabung gas dan gula. Gas kalaupun beli di Nunukan, asalnya juga dari Malaysia," kata Kepala Desa Sekaduyan Taka, Putra Sinar Jaya di Simanggaris, Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat (16/5/2014).Selain lebih dekat, harga barang di Malaysia juga lebih murah. Sebab biaya angkutnya lebih hemat. Kampung Serudong Laut, tempat mereka belanja di Malaysia juga masih berada dalam 1 pulau dengan Simanggaris.Desa dengan jumlah penduduk 1.603 jiwa ini mayoritas berprofesi sebagai petani. Mereka banyak menanam sayuran untuk dikonsumsi dan sebagian dijual ke Malaysia."Waktu belanja tergantung kebutuhan. Tidak setiap hari, kadang seminggu sekali, kadang 2 minggu," kata pria yang telah 3 tahun menjadi kepala desa ini.Meski demikian, pria asal Sulawesi Selatan ini mengaku sudah betah hidup di perbatasan. Ia bertekad membangun tanah tempat dibesarkannya itu."Saya sudah 25 tahun di sini, tidak ada rencana kembali ke Sulawesi. Saya mau perbatasan kita juga maju seperti perbatasan di Malaysia," ujarnya penuh semangat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

(kff/ndr)

Warga Masyarakat Yang Berada Di Perbatasan Dengan Negara Malaysia Mengancam Akan Menurunkan Bendera Merah Putih, Bagi Saya Hal Ini Adalah… .

A. Wajar karena pemerintah telah menelantarkan mereka B. Harus diperangi karena dapat menimbulkan perpecahan C. masalah ini terlalu dibesar-besarkan oleh media massa D. adanya upaya provokasi dari negara tetangga untuk memisahkan diri

E. Meminta perhatian pada pemerintah untuk memperbaiki sesuai kemampuan

Jawaban: E

Warga masyarakat yang berada di perbatasan dengan negara malaysia
Kehidupan masyarakat di Dusun Gun Tembawang, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat. Daerah ini merupakan perbatasan RI-Malaysia. TEMPO/Dewi Nurita

TEMPO.CO, Entikong - Menetap di wilayah Indonesia tak serta-merta membuat warga Dusun Gun Tembawang di perbatasan Indonesia-Malaysia mengenal rupiah sebagai mata uang. Di dusun terisolir yang terletak di Kecamatan Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat, ini hanya berlaku satu mata uang, yakni ringgit Malaysia. Dusun ini memang berbatasan langsung dengan Malaysia. Kurangnya perhatian pemerintah setempat, membuat warga dusun menggantungkan hidup kepada Malaysia. Mulai dari memenuhi kebutuhan pokok, sekolah, hingga kesehatan.

Baca: Menilik Kehidupan Prajurit TNI di Tapal Batas

Kepala Dusun Gun Tembawang, Marselus Gaut, 56 tahun, bercerita bahwa dia dan warga dusun masih mencintai Indonesia, namun pemerintah setempat tidak pernah mengacuhkan kehadiran mereka. “Kami tak punya jalan, sekolah. Kalau saya ceritakan penderitaan kami sepanjang malam, mungkin tidak akan habis,” ujar Marselus saat Tempo berkunjung ke Dusun Gun Tembawang, Rabu, 31 Oktober 2018.

Kalau orang bilang Indonesia sudah merdeka, ujar Marselus, warganya tidak pernah merasakan kemerdekaan itu. “Maka jangan heran, kalau orang Gun Tembawang ini banyak yang pindah ke Malaysia karena tidak diperhatikan pemerintah,” ujar Marselus.

Lelaki paruh baya itu mengatakan, saat ini jumlah warga dusunnya sekitar 170 orang. Jika tidak ada yang pindah ke Malaysia, warga dusun sebetulnya mencapai 300-400 orang. Dengan kata lain, setengah dari warga dusun sudah pindah ke Malaysia. Termasuk sebagian keluarga Marselus. “Keluarga saya itu 10 kakak-beradik, 5 diantaranya sudah pindah ke Malaysia,” ujar dia.

Warga masyarakat yang berada di perbatasan dengan negara malaysia
Kehidupan masyarakat di Dusun Gun Tembawang, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat. Daerah ini merupakan perbatasan RI-Malaysia. TEMPO/Dewi Nurita

Sehari-hari, warga dusun bekerja sebagai petani dan juga berladang. Hasil kebun mereka berupa sahang atau lada, terong asam, jahe, cabai dan bawang kucai. Semuanya dijual ke Malaysia. Sebab, akses jalan lebih mudah ke Malaysia, ketimbang harus menjual ke Entikong. Ongkos menuju Entikong, juga tiga sampai empat kali lebih besar daripada ke Malaysia. “Kalau untuk ke Entikong, kami bawa hasil kebun 100 kilogram, untuk ongkos di jalan saja tidak cukup. Kalau ke Malaysia, biar kita bawa 5 kilogram, dihargai 2 ringgit per kilo, masih dapat 10 ringgit,” ujar Marselus.

Warga Dusun Gun Tembawang terbiasa berjalan kaki melewati jalan semak belukar yang mendaki menurun menuju Malaysia, untuk menjual hasil kebun mereka. Baik laki-laki atau perempuan, terbiasa memikul berkilo-kilo hasil kebun menggunakan keranjang bambu, yang kemudian talinya disangkutkan ke kepala. Tidak sampai dua jam, warga dusun sudah bisa sampai di Malaysia dengan berjalan kaki ke Kampung Sepit, Malaysia. Jika ingin ke Kuching, bisa menggunakan sepeda motor dengan waktu tempuh sekitar satu jam.

Warga keluar masuk Malaysia tanpa paspor, hanya mengandalkan kedekatan sebagai sesama suku Dayak Bidayuh. Suku ini banyak tinggal di Kampung Sepit, wilayah Serawak. Maklum, jangankan paspor, kartu tanda penduduk saja, tak sampai setengah warga yang memilikinya. Sebab, surat-menyurat hanya bisa diurus di Entikong. Untuk menuju kesana memakan waktu sekitar 3-4 jam, itu pun jika cuca bagus. Akses jalan juga tidak memadai. Warga harus menjajal medan berat menuju Entikong dengan sepeda motor melewati jalan paralel perbatasan.

Warga masyarakat yang berada di perbatasan dengan negara malaysia
Kehidupan masyarakat di Dusun Gun Tembawang, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat. Daerah ini merupakan perbatasan RI-Malaysia. TEMPO/Dewi Nurita

Dari Desa Gun Tembawang menuju Entikong, Tempo mencoba menjajal jalan tanah merah bercampur kerikil ini dengan motor trail. Tak jarang, motor harus terperosok berkali-kali karena jalan yang jelek. Terlebih sesudah hujan, motor tak bisa lewat dan harus didorong mendaki menurun jalan. Salah sedikit, motor bisa masuk jurang. Belum lagi jika melewati jembatan tipis, yang hanya pas ukuran ban sepeda motor, harus bersabar dan sangat berhati-hati. Bukan hanya satu, tapi kurang lebih 20 jembatan yang harus dilewati.

Baca: Wiranto Minta BNPP Percepat Pembangunan Daerah Perbatasan

Tak cukup melewati jalan yang rumit itu saja, setelahnya harus melewati Sungai Sekayam dengan speed boat. Jangan bayangkan speed boat besar, perahu untuk melewati sungai ini hanya cukup diisi enam orang, dengan mesin kecil di bagian belakang. Jika gelombang datang, perahu kerap teroleng-oleng dan air menyembur masuk ke dalam perahu dan membasahi penumpang. Sungai Sekayam yang dilewati juga berisi batu-batu besar, jika tak ahli, maka perahu bisa menabrak batu dan terbalik.

Warga masyarakat yang berada di perbatasan dengan negara malaysia
Patok perbatasan RI-Malaysia di Desa Gun Tembawang. TEMPO/Dewi Nurita

Usai menyusuri sungai selama kurang lebih 45 menit, maka warga baru bisa melihat aspal mulus dan mencapai Entikong dengan mobil carter-an. Ongosnya tak murah, Rp 500 ribu untuk pulang-pergi. Jika membawa barang, dikenakan biaya tambahan sebesar satu ringgit per kilogram. Lengkap sudah. Maka wajar, jika warga dusun lebih menggantungkan hidup ke Malaysia. Sekolah ke Malaysia, sakit pun harus ke Malaysia. Namun, warga juga masih terbatas dengan biaya.

Satu-satunya yang membantu mereka jika sakit, hanyalah satuan tugas TNI yang bertugas di sekitar wilayah perbatasan Entikong. TNI berperan memberikan pengobatan gratis, ikut mengajar anak-anak, dan membentuk badan jalan yang juga mereka gunakan untuk melakukan patroli.

Meski pesimis akan didengar, namun warga dusun tetap berharap agar pemerintah setempat memperhatikan kehidupan mereka. Terutama, untuk akses jalan yang sangat vital untuk kehidupan sehari-hari. Warga Dusun Gun Tembawang mengatakan, selama ini, satu sen pun tidak pernah ada bantuan dari pemerintah setempat untuk mereka. Meski hati masih merah putih, ujar mereka, kemerdekaan tidak sampai ke Gun Tembawang.

Warga masyarakat yang berada di perbatasan dengan negara malaysia

annisa090909 annisa090909

Jawaban:

adanya upaya provokasi dari negara tetangga untuk memisahkan diri

Penjelasan:

maaf kalo kurang tepat