Upaya pengelolaan sumber daya KELAUTAN Indonesia yang optimal

  • Mengelola wilayah perairan Indonesia bukan menjadi pekerjaan yang mudah bagi Pemerintah Indonesia. Selama ini, pengelolaan dilakukan dengan segala keterbatasan, terutama masalah sumber daya manusia (SDM) yang tidak bisa menjangkau seluruh wilayah perairan
  • Tanpa pengelolaan yang baik dan tepat, wilayah perairan Indonesia akan banyak dimanfaatkan tanpa dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Padahal, wilayah perairan adalah masa depan bangsa Indonesia dan itu sudah diakui oleh Presiden RI Joko Widodo beberapa waktu lalu
  • Agar pengelolaan dilakukan dengan baik, berbagai cara terus dicoba oleh Pemerintah, termasuk dengan menerapkan pendekatan ekosistem dalam melaksanakan pengelolaan. Pendekatan ecosystem approach to fisheries management (EAFM) diyakini menjadi metode tepat dan bijak untuk ke depan
  • Akan tetapi, metode EAFM akan bisa terasa manfaatnya, jika perencanaan pengelolaan bisa dibuat dengan tepat dan melibatkan tenaga perencana EAFM yang dilatih secara khusus oleh Pemerintah. Kehadiran mereka akan bisa menjadi bagian dari lembaga pengelola wilayah pengelolaan perikanan

Pengelolaan sumber daya perikanan dengan meggunakan pendekatan ekosistem, dinilai menjadi metode yang tepat dan bijak untuk mengatasi persoalan luas wilayah perairan di Indonesia. Pendekatan tersebut dikenal dengan nama ecocsytem approach to fisheries management (EAFM).

Dalam pandangan Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (SDI KKP) Trian Yunanda, pemakaian metode EAFM di Indonesia sangatlah tepat dan bijak. Namun, harus disiapkan terlebih dahulu para perencana pengelola EAFAM dengan cepat.

“Tujuannya agar bisa merancang kebijakan, strategi, dan operasional untuk manajemen implementasi EAFM di Indonesia,” jelas dia, pekan lalu di Jakarta.

Aplikasi pendekatan EAFM untuk Indonesia, dirasakan akan sangat bermanfaaat, karena bisa membantu proses pengelolaan perairan Indonesia yang sangat luas. Dengan EAFM, pengelolaan dilakukan dengan basis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

Agar pengelolaan berbasis WPP bisa berjalan dengan maksimal dan berkelanjutan, maka diperlukan rencana pengelolaan perikanan (RPP) sebagai pedoman dan acuam bagi seluruh pemangku kepentingan dalam perikanan. Semua itu dilaksanakan dengan pendekatan EAFM.

Menurut Trian Yunanda, RPP yang dibutuhkan tersebut di dalamnya berisi tentang status perikanan dan juga rencana strategis pengelolaan perikanan di bidang penangkapan ikan. Semua itu disusun berdasarkan potensi, distribusi, komposisi jenis, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.

“Juga lingkungan, sosial ekonomi, isu pengelolaan, tujuan pengelolaan perikanan, dan rencana langkah-langkah pengelolaan,” tutur dia.

baca : Pengelolaan Laut Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Nelayan Kecil

Upaya pengelolaan sumber daya KELAUTAN Indonesia yang optimal
Kearifan lokal menjaga laut dijalankan penuh nelayan Aceh dengan tidak menggunakan bom atau pukat harimau. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Dalam proses penyusunan RPP yang dibutuhkan untuk mengelola wilayah perairan Indonesia, pengumpulan informasi ilmiah terbaik dilakukan dengan seksama dan juga penyerapan aspirasi dari seluruh pemangku kepentingan perikanan tangkap dilaksanakan melalui serangkaian proses konsultasi publik.

“Melalui RPP, pengelolaan perikanan di suatu WPP dapat lebih dikelola secara optimal,” tambah dia.

Agar dapat mengelola dengan baik, KKP menyiapkan para perencana EAFM dengan diberikan pelatihan sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) ini menjadi upaya KKP untuk menyebarluaskan pengelolaan perikanan melalui pendekatan EAFM.

Setelah mendapatkan pelatihan, Trian Yunanda menjelaskan bahwa seluruh tenaga perencana EAFM tersebut akan memulai kerja utama mereka untuk menyusun perencanaan pengelolaan perikanan berbasais WPP.

“Adapun kegiatannya untuk merancang dan mengembangkan pengelolaan perikanan berkelanjutan,” tegas dia.

Pelengkap Konvensional

Trian menyebut bahwa tenaga perencana EAFM tersebut menjadi sumber daya tak ternilai untuk sektor kelautan dan perikanan. Mengingat, luasnya wilayah perairan Indonesia, maka kehadiran mereka bisa menjadi bagian dari lembaga pengelola perikanan WPP yang mumpuni.

Di mata dia, pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem masih menjadi hal yang baru di Indonesia. Karenanya, pendekatan tersebut akan melengkapi metode konvensional yang sudah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia dalam mengelola sumber daya perikanan.

“Selama ini prosesnyapun telah berjalan. Pengelolaan perikanan berbasis ekosistem akan menyempurnakan pendekatan yang telah ada, dengan menyeimbangkan antara fungsi kelestarian dan fungsi ekonomi sumber daya perikanan,” papar dia.

baca juga : Ekosistem Pesisir, Potensi Tersembunyi di Bawah Perairan Laut

Upaya pengelolaan sumber daya KELAUTAN Indonesia yang optimal
Nelayan dari Flores Timur memancing ikan tuna dan cakalang menggunakan huhate di perairan Laut Flores dan Laut Sawu. Foto : Fitrianjayani/WWF Indonesia/Mongabay Indonesia

Jauh sebelum pendekatan EAFM digaungkan KKP untuk mengelola sumber daya perikanan, pendekatan serupa juga sudah dikampanyekan KKP sejak dua tahun lalu. Pendekatan yang dimaksud, adalah untuk pengelolaan perikanan budi daya berbasis ekosistem.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto, pendekatan ecosystem approach to aquaculture (EAA) tersebut adalah metode pengelolaan dengan mengadopsi prinsip berkelanjutan. Pendekatan tersebut diharapkan bisa mendorong produksi budi daya lebih cepat, namun tetap menjaga kelestarian sumber daya perikanan atau alam.

Dia mengatakan, dengan menerapkan prinsip berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan budi daya di Indonesia, maka itu juga menjadi upaya nyata untuk penerapan pola pengelolan budi daya perikanan yang bertanggung jawab.

“Sebagaimana mandat dalam FAO-code of conduct for responsible fisheries atau CRRF,” jelas dia.

Slamet mengatakan, kehadiran pendekatan EAA untuk perikanan budi daya menjadi pedoman acuan untuk para pelaku usaha pada subsektor perikanan budi daya. Dengan demikian, diharapkan mereka bisa mengelola usaha budi daya dengan mempertimbangkan keseimbangan antara aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.

Pemilihan perikanan budi daya untuk menjadi bagian dari pengelolaan dengan pendekatan EAA, karena kegiatan tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ekosistem laut secara keseluruhan.

Oleh karena itu, ke depan aktivitas usaha budi daya harus dilakukan dengan tetap menjamin kelestarian ekosistem melalui penerapan prinsip eco-efisiensi. Prinsip tersebut, yaitu mendorong produktivitas dengan tetap menjaga kualitas lingkungan yang ada.

perlu dibaca : Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan Belum Maksimal

Upaya pengelolaan sumber daya KELAUTAN Indonesia yang optimal
Kapal huhate penangkap ikan cakalang milik nelayan Pulau Pemana, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Konservasi Perairan

Pentingnya menerapkan metode yang tepat, harus selalu menjadi dasar pemikiran dalam mengelola wilayah perairan Indonesia, khususnya untuk perikanan budi daya. Dengan garis pantai yang membentang hingga 97 ribu kilometer, perlu usaha ekstra keras untuk menjaganya.

Menurut Slamet, dalam beberapa tahun terakhir, isu lingkungan menjadi perhatian masyarakat global di berbagai negara di dunia. Fenomena penurunan daya dukung lingkungan akibat pengelolaan yang tidak terkendali, dinilai akan mengancam eksistensi sumber daya alam yang ada.

Karena itu, dia menekankan pentingnya menjadikan aspek lingkungan sebagai pertimbangan utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA di laut. Salah satunya, adalah dimulai dari sektor perikanan budi daya yang pemanfaatannya dilaksanakan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan.

Tujuan menjaga kelestarian sumber daya perikanan, juga diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini belum lama ini di Jakarta. Menurut dia, konservasi perairan menjadi salah satu agenda utama dalam melaksanakan pembangunan kelautan dan perikanan.

Pentingnya melaksanakan konservasi, menjadi dasar pertimbangan Pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan aspek tersebut dalam mengelolan wilayah perairan Indonesia, termasuk di Timur Indonesia. Aspek konservasi juga menjadi indikator utama dalam rencana pembangunan selama lima tahun ke depan hingga 2024.

“Baik itu untuk (pembangunan) kawasan, habitat, dan jenis ikan,” tegas dia.

Aspek konservasi yang menjadi pertimbangan utama, akan menjadi acuan unntuk mengelola lebih dari 23 juta hektare kawasan konservasi perairan yang membentang dari ujung Sumatera hingga Papua. Bahkan, khusus untuk Papua, luasan kawasan konservasi perairan kini sudah mencapai 38 persen dari total wilayah kelola.

“Ini luasan tertinggi dibanding provinsi lainnya,” sebut dia.

Upaya pengelolaan sumber daya KELAUTAN Indonesia yang optimal
Sebuah kapal yang menggunakan alat tangkap ikan purse seine. Foto : dan-sea.com

Namun demikian, walau konservasi menjadi alasan utama dalam mengelola wilayah perairan, pada kenyataannya memang wilayah konservasi perairan di Indonesia sangatlah luas. Bagi KKP, persoalan luasan wilayah tersebut menjadi tantangan untuk bisa melaksanakan pengelolaan dengan baik dan bermanfat bagi semua pihak yang terkait.

“Tantangan ini tak dapat ditanggung sendiri oleh salah satu pihak, namun harus disinergikan bersama antar seluruh pemangku kepentingan yang terkait,” jelas dia.

Menurut dia, Pemerintah dan masyarakat punya keterbatasan dalam mengelola wilayah perairan, utamanya kawasan konservasi perairan yang sudah ada. Diperlukan kerja sama dalam bentuk kemitraan dengan pihak yang berkaitan dan memiliki kepedulian yang sama.

“Itu menjadi cara terbaik dalam mengatasi keterbatasan dan memaksimalkan sumber daya yang ada. Laut adalah masa depan kita, laut adalah sumber segala kehidupan, laut pula yang menjadi tumpuan umat manusia dalam mempertahankan eksistensinya,” pungkas dia.