Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Show

8 STICHTING RHYTHM&BLUES BREDA

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

HAK HAK SIPIL DAN POLITIK

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Januari Jaargang 14 - Nr. 1 STICHTING RHYTHM&BLUES BREDA

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Hak-Hak Sipil dan Politik

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Maart Jaargang 14 - Nr. 3 STICHTING RHYTHM&BLUES BREDA

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Bab III Pengaruh Gerakan Hak-Hak Sipil Terhadap Musik R&B

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

September Jaargang 14 - Nr. 9 STICHTING RHYTHM&BLUES BREDA

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

April Jaargang 15 - Nr. 4 STICHTING RHYTHM & BLUES BREDA

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Juni Jaargang 14 - Nr. 6 STICHTING RHYTHM&BLUES BREDA

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK: Sebuah Pengantar

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK: Sebuah Pengantar

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

BAB II LATAR BELAKANG PERUSAHAAN DAN PRODUK

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

BAB VI GERAKAN MASYARAKAT SIPIL DI YOGYAKARTA,

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

BAB II LATAR BELAKANG PERUSAHAAN

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

BAB II LATAR BELAKANG HISTORIS

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

BAB II LATAR BELAKANG PERUSAHAAN

Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1955-1968) mengacu pada gerakan-gerakan di Amerika Serikat yang ditujukan untuk melarang diskriminasi rasial terhadap orang Afrika-Amerika dan memulihkan hak-hak suara mereka. Artikel ini mencakup fase gerakan antara tahun 1955 dan 1968, khususnya di Selatan Amerika Serikat. Munculnya Gerakan Kekuatan Hitam yang berlangsung sekitar 1966-1975, memperluas tujuan Gerakan Hak-Hak Sipil untuk memasukkan martabat ras, swasembada ekonomi dan politik, serta kebebasan dari penindasan orang Amerika berkulit putih.

Gerakan ini ditandai oleh kampanye-kampanye besar perlawanan sipil. Antara 1955 dan 1968, aksi-aksi protes antikekerasan dan pembangkangan sipil mengakibatkan terjadinya situasi krisis antara pihak aktivis dan pemerintah. Pemerintah federal dan negara bagian, pemerintah lokal, pemilik bisnis, dan masyarakat sering harus segera tanggap terhadap berbagai peristiwa yang menyoroti ketidakadilan yang dihadapi orang Afrika-Amerika. Bentuk-bentuk protes dan/atau pembangkangan sipil di antaranya: pemboikotan-pemboikotan seperti Boikot Bus Montgomery (1955-1956) yang sukses di Alabama; "aksi-aksi duduk" seperti aksi duduk di Greensboro yang berpengaruh di Carolina Utara (1960), pawai-pawai, seperti Pawai dari Selma ke Montgomery (1965) di Alabama, dan berbagai aktivitas antikekerasan lainnya.

Pencapaian legislatif terpenting selama fase Gerakan Hak Sipil termasuk bagian dari: Undang-Undang Hak-Hak Sipil tahun 1964 [1] yang melarang diskriminasi berdasarkan "ras, warna, agama, atau asal usul bangsa" dalam praktik-praktik ketenagakerjaan dan akomodasi publik; Undang-Undang Hak Pilih 1965 yang memulihkan dan melindungi hak suara; Undang-Undang Layanan Imigrasi dan Kewarganegaraan 1965 yang secara dramatis membuka pintu masuk ke Amerika Serikat untuk imigran-imigran bangsa lain yang bukan dari dari kelompok-kelompok tradisional Eropa, dan Undang-Undang Perumahan Adil 1968 yang melarang diskriminasi dalam penjualan atau sewa perumahan. Afrika-Amerika memasuki kembali dunia politik di Selatan, dan generasi muda di seluruh negeri terinspirasi untuk ikut berpartisipasi.

Latar belakang

Setelah pemilihan tahun 1876 yang disengketakan dan berakibat pada berakhirnya Rekonstruksi, orang kulit putih di Selatan menguasai kembali kontrol politik di wilayah tersebut, setelah melakukan intimidasi dan kekerasan dalam pemilu-pemilu. Pencabutan hak pilih orang Afrika-Amerika berlangsung secara sistematis di negara-negara Selatan dari 1890 hingga 1908 dan baru berakhir hingga disahkannya undang-undang hak-hak sipil nasional pada pertengahan 1960-an. Selama lebih dari 60 tahun, misalnya, orang kulit hitam di Selatan tidak dapat memilih siapa pun untuk mewakili kepentingan mereka di Kongres AS atau pemerintah daerah.[2]

Selama periode tersebut, Partai Demokrat yang didominasi kulit putih memperoleh kendali politik di negara-negara bagian Selatan. Partai Republik atau dikenal sebagai "partainya Lincoln" yang sebagian besar orang kulit hitam bergabung sebagai anggota, menciut menjadi tidak berarti setelah terjadinya penekanan pada pendaftaran pemilih hitam. Pada awal abad ke-20, hampir semua pejabat terpilih di Selatan berasal dari Partai Demokrat.[butuh rujukan]

Pada saat yang bersamaan dengan pencabutan hak pilih orang Afrika-Amerika, para Demokrat berkulit putih memaksakan segregasi rasial secara hukum. Kekerasan terhadap orang kulit hitam meningkat. Sistem diskriminasi ras yang disahkan negara bagian diberlakukan secara nyata, dan penindasan yang terjadi pada era pasca-Rekonstruksi Selatan nantinya dikenal sebagai sistem "Jim Crow". Sistem tersebut hampir-hampir tidak tergoyahkan hingga awal tahun 1950-an. Dengan demikian, awal abad ke-20 adalah periode yang sering disebut sebagai "titik nadir hubungan ras di Amerika". Sementara pelanggaran hak-hak sipil dan masalah-masalahnya berlangsung secara hebat di Selatan, ketegangan-ketegangan sosial juga memengaruhi orang Afrika-Amerika di daerah-daerah lain. [3]

Karakteristik periode pasca-Rekonstruksi:

  • Segregasi rasial. Secara hukum, [4] fasilitas-fasilitas umum dan layanan pemerintah seperti pendidikan dibagi dua menjadi tempat untuk "kulit putih" dan "kulit berwarna". Fasilitas untuk kulit berwarna mudah dibedakan karena kekurangan dana dan berkualitas rendah.
  • Pencabutan hak pilih. Ketika Demokrat putih kembali berkuasa, mereka mengesahkan undang-undang yang membuat pendaftaran pemilih menjadi lebih sulit bagi kulit hitam. Pemilih-pemilih kulit hitam dicoreti dari daftar pemilih. Jumlah pemilih Amerika Afrika turun drastis, dan mereka tidak lagi mampu memilih wakil rakyat. Dari tahun 1890 hingga 1908, negara-negara bagian Selatan bekas anggota Konfederasi membuat konstitusi dengan ketetapan-ketetapan yang menghilangkan hak memilih puluhan ribu orang Afrika-Amerika.
  • Eksploitasi. Peningkatan penindasan ekonomi terhadap orang kulit hitam, Latino, dan Asia, penyangkalan peluang ekonomi, dan diskriminasi kerja yang meluas.
  • Kekerasan. Kekerasan rasial massal terhadap orang kulit hitam (dan orang Latino di Barat Daya dan Asia di California) yang dilakukan oleh organisasi, polisi, maupun perorangan.

Orang Afrika-Amerika dan ras minoritas lainnya menolak perlakuan tersebut. Mereka menolaknya dengan berbagai cara dan mencari kesempatan yang lebih baik melalui tuntutan hukum, organisasi-organisasi baru, ganti rugi politik, dan pengorganisasian buruh (lihat Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1896-1954)). Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna (NAACP) didirikan pada tahun 1909. NAACP berjuang untuk mengakhiri diskriminasi ras melalui upaya-upaya litigasi, pendidikan, dan lobi. Puncak pencapaian NAACP adalah kemenangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung Brown v. Board of Education (1954) yang menolak sistem terpisah sekolah kulit putih dan kulit berwarna, dan berimplikasi pada pembatalan doktrin "terpisah tapi sederajat" yang terbentuk setelah kasus Plessy v. Ferguson.

Situasi orang kulit hitam di luar negara-negara Selatan agak lebih baik (di sejumlah besar negara bagian mereka masih mempunyai hak pilih dan menyekolahkan anak-anak, meskipun masih menghadapi diskriminasi di bidang perumahan dan pekerjaan). Dari tahun 1910 sampai 1970, orang Afrika-Amerika mencari kehidupan yang lebih baik dengan bermigrasi ke Amerika Serikat bagian utara dan barat. Sebanyak hampir 7 juta orang kulit hitam meninggalkan negara-negara bagian Selatan dalam perpindahan secara besar-besaran yang dikenal sebagai Migrasi Besar.

Disemangatkan kembali oleh kemenangan kasus Brown v. Board of Education, dan frustrasi akibat kurangnya dampak praktis langsung, warga masyarakat makin menolak pendekatan legalistik dan gradualis sebagai sarana utama untuk mewujudkan desegregasi. Mereka harus berhadapan dengan "perlawanan besar-besaran" di Selatan oleh para pendukung segregasi rasial dan penindasan pemilih. Sebagai bentuk perlawanan, kalangan Afrika-Amerika mengadopsi strategi gabungan dari aksi langsung dan perlawanan tanpa kekerasan yang dikenal sebagai pembangkangan sipil, dan akhirnya melahirkan Gerakan Hak-Hak Sipil Amerika-Afrika 1955-1968.

Aksi massa sebagai pengganti litigasi

Strategi pendidikan publik, lobi legislatif, dan litigasi di sistem pengadilan yang menjadi ciri khas Gerakan Hak-Hak Sipil sepanjang paruh pertama abad ke-20 diperluas setelah kemenangan Brown v. Board of Education menjadi sebuah strategi yang menekankan "tindakan langsung"--terutama dalam bentuk boikot, aksi duduk, Kebebasan Naik Bus (Freedom Rides), pawai-pawai dan taktik-taktik serupa yang mengandalkan mobilisasi massa, perlawanan tanpa kekerasan, dan pembangkangan sipil. Pendekatan aksi massa seperti ini menandai Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika dari 1960-1968.

Gereja-gereja, pusat-pusat komunitas, organisasi akar-rumput setempat, perkumpulan fraternitas, dan bisnis-bisnis yang dimiliki orang kulit hitam memobilisasi sukarelawan untuk berpartisipasi dalam tindakan berbasis luas. Upaya-upaya tersebut ternyata lebih bersifat langsung dan berpotensi lebih cepat dalam menciptakan perubahan dibandingkan dengan pendekatan tradisional berupa tuntutan-tuntutan di pengadilan.

Pada tahun 1952, Dewan Regional Kepemimpinan Negro (Regional Council of Negro Leadership, disingkat RCNL) pimpinan T.R.M. Howard, seorang ahli bedah kulit hitam sekaligus pengusaha dan pemilik perkebunan, mengadakan boikot pompa bensin yang sukses di Mississippi. SPBU yang menjadi sasaran boikot adalah SPBU yang menolak untuk menyediakan toilet untuk kulit hitam. Melalui RCNL, Howard memimpin kampanye untuk mengekspos kekejaman oleh patroli jalan raya negara bagian Mississippi dan mendorong orang kulit hitam untuk membuka deposito di Tri-State Bank di Nashville yang dimiliki orang kulit hitam. Bank tersebut kemudian memberikan pinjaman kepada aktivis hak-hak sipil yang telah menjadi korban dari "kelangkaan kredit" yang dibuat oleh Dewan Warga Putih (White Citizen's Councils). [5]

Asosiasi Perbaikan Montgomery yang didirikan untuk memimpin aksi Boikot Bus Montgomery berhasil mengadakan aksi boikot secara terus menerus sampai lebih dari satu tahun hingga akhirnya dikeluarkan perintah pengadilan federal tentang desegregasi bus di Montgomery. Kesuksesan di Montgomery mengangkat nama pemimpinnya, Dr. Martin Luther King, Jr sebagai seorang tokoh yang dikenal secara nasional. Aksi tersebut juga menjadi inspirasi untuk aksi-aksi boikot bus lainnya, seperti aksi boikot bus di Tallahassee, Florida (1956-1957) yang sangat sukses.

Pada tahun 1957, pemimpin Asosiasi Perbaikan Montgomery, Dr. King dan Pdt. John Duffy, bergabung dengan para pemimpin gereja lainnya yang telah memimpin upaya-upaya boikot yang mirip, seperti: Pendeta C.K. Steele dari Tallahassee dan Pdt. T.J. Jemison dari Baton Rouge, dan aktivis lainnya, seperti: Pendeta Fred Shuttlesworth, Ella Baker, A. Philip Randolph, Bayard Rustin, dan Stanley Levison untuk membentuk Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan (Southern Christian Leadership Conference, disingkat SCLC). Dari markas besarnya di Atlanta, Georgia, SCLC tidak berusaha untuk mendirikan jaringan kantor cabang seperti halnya dilakukan oleh NAACP. Sebagai gantinya, SCLC menyediakan pelatihan dan bantuan kepemimpinan untuk upaya-upaya lokal melawan segregasi. Di markas besarnya, SCLC menggalang dana, sebagian besar dari sumber-sumber di negara bagian Utara untuk mendukung kampanye-kampanye mereka. SCLC menjadikan antikekerasan sebagai prinsip utama sekaligus metode utama mereka dalam menghadapi rasisme.

Pada tahun 1959, Septima Clarke, Bernice Robinson, dan Esau Jenkins dibantu Highlander Folk School di Tennessee mulai membuka Sekolah Kewarganegaraan (Citizenship School) pertama di Kepulauan Laut, Carolina Selatan. Sekolah tersebut mengajarkan membaca kepada orang kulit hitam agar melek huruf sehingga dapat lulus tes untuk mendapat hak memilih dalam pemilu. Program Sekolah Kewarganegaraan sukses besar berhasil memperbanyak jumlah pemilih hitam di Johns Island hingga tiga kali lipat. SCLC mengambil alih program tersebut dan mengadakan program-program serupa yang sukses di tempat lain.

Peristiwa-peristiwa penting

Brown v. Board of Education, 1954

Pada musim semi 1951, keresahan terjadi di kalangan siswa kulit hitam menyangkut sistem pendidikan negara bagian Virginia. Pada waktu itu, para siswa Sekolah Menengah Atas Moton di Prince Edward County yang menerapkan sistem sekolah segregasi, memutuskan untuk menyelesaikan masalah dengan tangan sendiri dalam memerangi dua hal: terlalu banyaknya siswa dibandingkan luas pekarangan sekolah dan kondisi-kondisi yang tidak memuaskan di sekolah mereka. Tindakan para siswa hitam di Selatan waktu itu benar-benar tidak terduga sebelumnya, dan dianggap tidak pantas oleh kulit putih yang masih mengharapkan perilaku subordinasi dari kulit hitam. Selain itu, beberapa pemimpin lokal NAACP telah mencoba membujuk para siswa untuk membatalkan niat mereka memprotes hukum Jim Crow tentang segregasi sekolah. Setelah tuntutan NAACP tidak diterima oleh siswa, NAACP langsung memihak para siswa yang menentang segregasi sekolah. Peristiwa tersebut menjadi salah satu dari lima kasus pengadilan yang kini disebut Brown v. Board of Education. [6]

Pada 17 Mei 1954, Mahkamah Agung Amerika Serikat menjatuhkan putusan mengenai kasus Brown v. Board of Education of Topeka, Kansas . Dalam kasus tersebut, penggugat menuduh bahwa pendidikan anak-anak kulit hitam di sekolah umum yang terpisah dari rekan-rekan siswa kulit putih sebagai inkonstitusional. Pendapat Mahkamah Agung menyatakan bahwa segregasi "anak kulit putih dan anak kulit berwarna di sekolah umum memiliki efek merugikan pada anak-anak berwarna. Dampaknya lebih besar bila pemisahan tersebut memiliki sanksi hukum, karena kebijakan memisahkan ras biasanya ditafsirkan sebagai pernyataan inferioritas kelompok Negro".

Para pengacara dari NAACP harus mengumpulkan beberapa bukti yang masuk akal untuk memenangi kasus Brown vs Board of Education. Cara mereka menangani masalah segregasi sekolah adalah dengan menguraikan secara panjang lebar sejumlah argumen. Salah satu dari argumen adalah kesempatan terpaparnya anak pada kontak antar-ras di lingkungan sekolah. Dikatakan bahwa hal tersebut di kemudian hari dapat membantu mencegah anak-anak tumbuh di tengah tekanan-tekanan masyarakat yang berkaitan dengan ras. Oleh karena itu tercipta kesempatan yang lebih baik untuk hidup di alam demokrasi. Argumen lainnya mengacu pada penekanan tentang bagaimana "'pendidikan' memahami seluruh proses pengembangan dan pelatihan kekuatan mental, fisik dan moral, serta kemampuan manusia"[7]. Dalam buku Goluboff, tujuan NAACP dinyatakan sebagai membuat Mahkamah Agung sadar akan adanya fakta anak-anak Afrika-Amerika yang menjadi korban legalisasi segregasi sekolah dan tidak memiliki jaminan masa depan yang cerah. yang Tidak adanya kesempatan untuk terpapar budaya lain dikhawatirkan menghalangi tumbuhnya kemampuan anak-anak kulit hitam untuk berfungsi di kemudian hari dalam kehidupan normal sebagai orang dewasa.

Mahkamah Agung memutuskan bahwa kedua putusan sebelumnya, Plessy v. Ferguson (1896) yang mendasari standar umum "terpisah tapi sederajat" yang bersifat segregasionisme, dan Cumming v. Richmond County Board of Education (1899) yang menerapkan standar tersebut ke sekolah-sekolah sebagai inkonstitusional. Tahun berikutnya, pada kasus yang dikenal sebagai Brown v. Board of Education, Mahkamah Agung memerintahkan segregasi untuk secara bertahap dihapus, "dengan tanpa terburu-buru". [8] Brown v. Board of Education of Topeka, Kansas, Kansas (1954) tidak membatalkan Plessy v. Ferguson (1896). Plessy v. Ferguson adalah dasar segregasi dalam transportasi, sedangkan Brown v. Board of Education hanya menyangkut segregasi dalam pendidikan. Meskipun demikian, Brown v. Board of Education merupakan langkah pertama menuju masa depan yang membatalkan keputusan 'terpisah tapi setara'.

Pada 18 Mei 1954 Greensboro menjadi kota pertama di Selatan yang secara terbuka mengumumkan akan dipatuhinya keputusan Mahkamah Agung AS Brown v. Board of Education yang menyatakan segregasi rasial di sekolah-sekolah umum Amerika Serikat sebagai inkonstitusional. "Benar-benar tak terpikirkan sebelumnya," komentar Penilik Dewan Sekolah Benjamin Smith, "bahwa kita akan mencoba untuk [membatalkan] hukum Amerika Serikat." Sejalan dengan sikap Smith, pemungutan suara di dewan sekolah berakhir dengan hasil mendukung putusan Mahkamah Agung, enam lawan satu. Penerimaan yang positif terhadap putusan kasus Brown, bersamaan dengan ditunjuknya warga Afrika-Amerika Dr. David Jones sebagai dewan sekolah pada tahun 1953, telah meyakinkan banyak warga kulit putih dan kulit hitam bahwa Greensboro sedang bergerak maju ke depan, dan kemungkinan akan muncul sebagai perintis integrasi sekolah. Integrasi di Greensboro berlangsung sedikit lebih damai dibandingkan negara-negara Selatan lainnya seperti Alabama, Arkansas, dan Virginia yang terjadi “perlawanan massal” . [9]

Rosa Parks dan Boikot Bus Montgomery, 1955-1956

Pada 1 Desember 1955, Rosa Parks (nantinya dikenal sebagai "Ibu Gerakan Hak Sipil") menolak memberikan kursi yang didudukinya di bus umum untuk penumpang kulit putih. Ia waktu itu menjabat sekretaris cabang NAACP Montgomery, dan baru saja pulang dari rapat di Highlander Center, Tennessee membahas pembangkangan sipil tanpa kekerasan sebagai sebuah strategi. Parks ditangkap, diadili, dan dihukum karena perilaku tidak tertib dan melanggar peraturan setempat. Setelah berita tentang insiden Parks sampai di komunitas kulit hitam, 50 pemimpin Afrika-Amerika berkumpul dan mengadakan aksi Boikot Bus Montgomery untuk menuntut sistem transportasi bus yang lebih manusiawi. Namun, setelah banyak tuntutan reformasi ditolak, NAACP pimpinan E.D. Nixon akhirnya menuntut desegregasi bus umum secara penuh. Dengan dukungan dari sebagian besar 50.000 penduduk Afrika-Amerika di Montgomery, boikot bus berlangsung selama 381 hari hingga dihapusnya peraturan segregasi setempat yang memisahkan tempat duduk orang Afrika-Amerika dan orang kulit putih di bus umum. Sembilan puluh persen orang Afrika-Amerika di Montgomery ikut serta dalam boikot yang menyebabkan pendapatan bus berkurang hingga 80% sampai akhirnya pengadilan federal memerintahkan desegregasi bus di Montgomery pada November 1956. [10]

Seorang pendeta Baptis muda bernama Martin Luther King, Jr. adalah ketua dari organisasi bernama Montgomery Improvement Association yang mengatur boikot tersebut. Protes tersebut menjadikan King sebagai tokoh nasional. Pemahamannya yang fasih terhadap persaudaraan Kristen dan idealisme Amerika menciptakan kesan positif tidak hanya di antara orang-orang di Selatan, melainkan juga di negara-negara bagian lain.

Desegregasi Little Rock, 1957

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pasukan dari Resimen 327, Lintas Udara 101 mengawal siswa Afrika-Amerika Sembilan Sekawan Little Rock menaiki tangga SMA Little Rock Central.

Little Rock, Arkansas adalah kota di Selatan yang keadaannya relatif progresif. Namun sebuah krisis meletus ketika Gubernur Arkansas Orval Faubus memanggil Garda Nasional Amerika Serikat pada tanggal 4 September untuk menghalangi masuknya Sembilan siswa Afrika-Amerika yang menuntut hak menghadiri Sekolah Menengah Atas Little Rock Central yang telah menjadi sekolah terintegrasi. [11] Kesembilan siswa telah diterima di sekolah tersebut berkat catatan prestasi akademik mereka yang sangat baik. Pada hari pertama sekolah, hanya seorang siswa wanita dari sembilan siswa yang muncul. Itu pun karena dia tidak menerima telepon yang memperingatinya tentang bahaya pergi ke sekolah. Dia dilecehkan oleh demonstran putih di luar kompleks sekolah, dan polisi harus membawanya pergi dengan mobil patroli untuk melindunginya. Selanjutnya, kesembilan siswa Afrika-Amerika tersebut harus pergi-pulang naik mobil antar-jemput dan dikawal oleh personel militer yang berkendaraan jip.

Guburnur Faubus tidak pernah memproklamirkan dirinya sebagai segregasionis. Partai Demokrat Arkansas yang waktu itu mengendalikan politik negara bagian memberikan tekanan yang signifikan terhadap Faubus. Penyebabnya, Faubus menunjukkan indikasi akan menyelidiki kemungkinan Arkansas mematuhi keputusan kasus Brown. Faubus selanjutnya mengambil sikap menentang integrasi dan perintah pengadilan federal.

Sikap Faubus mendapat perhatian dari Presiden Dwight D. Eisenhower yang bertekad menegakkan perintah pengadilan federal. Kritikus sebagai menuduh Eisenhower hanya suam-suam kuku dalam soal desegregasi sekolah umum. Eisenhower memfederalisasi Garda Nasional dan memerintahkan mereka kembali ke barak. Ia kemudian menggelar unsur-unsur dari Divisi Lintas Udara 101 ke Little Rock untuk melindungi siswa.

Kesembilan siswa memang akhirnya bisa pergi ke sekolah. Namun mereka harus melewati serombongan siswa kulit putih yang menyambut dengan meludahi mereka serta sorak-sorai cemooh. Mereka nantinya harus tabah menerima pelecehan dari sesama siswa hingga tahun ajaran berakhir. Meskipun dikawal tentara federal, para siswa ketika harus berpindah dari satu kelas ke kelas lainnya masih saja digoda dan bahkan diserang siswa kulit putih kalau mereka sedang tidak dijaga tentara. Salah seorang dari Sembilan Siswa Little Rock bernama Minnijean Brown diskors karena membalas dengan menumpahkan semangkuk chili di atas kepala seorang siswa kulit putih yang mengganggunya di antrean makan siang sekolah. Dia akhirnya dikeluarkan dari sekolah karena menyerang secara verbal seorang siswa kulit putih.[12]

Hanya seorang dari Sembilan Siswa Litle Rock, Ernest Green, yang akhirnya berkesempatan lulus. Setelah tahun ajaran 1957-1958 selesai, administrator sekolah di Little Rock memutuskan untuk menutup semua sekolah umum daripada harus melanjutkan proses integrasi untuk kemenangan orang kulit hitam. Administrator sekolah-sekolah lainnya di Selatan kemudian mengikuti keputusan Little Rock.

Aksi-aksi duduk, 1960

Gerakan Hak-Hak Sipil menerima tambahan energi baru dengan dilakukannya aksi duduk mahasiswa di kedai Woolworth di Greensboro, Carolina Utara. [13] Pada 1 Februari 1960, empat mahasiswa perguruan tinggi khusus kulit hitam North Carolina Agricultural & Technical College, bernama Ezell A. Blair, Jr. (sekarang bernama Jibreel Khazan), David Richmond, Yoseph McNeil, dan Franklin McCain duduk di konter makan siang khusus kulit putih sebagai bentuk protes kebijakan Woolworth yang menganaktirikan orang Afrika-Amerika. [14] Keempat siswa tersebut sebelumnya membelanjakan uangnya membeli barang-barang kecil di bagian lain toko tersebut dan menyimpan kuitansinya. Selanjutnya, mereka duduk di konter makan siang dan meminta dilayani. Seperti telah diduga sebelumnya, mereka tidak dilayani. Sebagai pembelaan, mereka mengeluarkan kuitansi bukti pembelian barang yang sebelumnya mereka terima. Mereka bertanya mengapa uang mereka laku diterima di gera-gerai lain toko yang sama, tapi tidak laku di konter makan siang.[15] Keempat mahasiswa itu berpakaian pantas seperti telah disarankan kepada mereka sebelumnya, dan tetap duduk dengan tenang. Mereka duduk berselang-seling, membiarkan satu kursi kosong di antara tempat duduk. Maksudnya agar simpatisan kulit putih yang berminat dapat bergabung. Aksi duduk di Greensboro segera diikuti aksi-aski duduk lainnya di Richmond, Virginia .[16] Nashville, Tennessee, dan Atlanta, Georgia..[17][18]

Sementara para mahasiswa Selatan mengadakan aksi duduk di konter-konter makan siang setempat, tokoh-tokoh berwenang setempat kadang-kadang menggunakan taktik brutal untuk mengusir mereka secara fisik dari kedai-kedai makan siang.

Strategi "aksi duduk" sebetulnya bukan hal baru. Pada tahun 1939, Samuel Wilbert Tucker, seorang pengacara Afrika-Amerika, melakukan aksi duduk di perpustakaan Alexandria, Virginia yang waktu itu menerapkan sistem segregasi. [19] Pada tahun 1960, strategi aksi duduk berhasil menarik perhatian seluruh negeri tentang adanya Gerakan Hak-Hak Sipil. [20] Kesuksesan aksi duduk di Greensboro menyulut aksi-aksi mahasiswa lain di seluruh negara bagian di Selatan. Aksi mahasiswa yang kemungkinan paling terorganisir baik, paling disiplin, dan paling segera membuahkan hasil adalah aksi di Nashville, Tennessee.[21]

Pada 9 Maret 1960, sekelompok mahasiswa dari Pusat Universitas Atlanta menerbitkan manifesto berjudul Sebuah Seruan untuk Hak Asasi Manusia (An Appeal for Human Rights) [22] dalam iklan satu halaman penuh di beberapa surat kabar, termasuk Atlanta Constitutions, Atlanta Journal, dan Atlanta Daily World. [23] Kelompok mahasiswa tersebut menamakan diri mereka Komite Banding Hak Asasi Manusia (Committee on the Appeal for Human Rights, disingkat COAHR) memprakarsai Gerakan Mahasiswa Atlanta [24] dan mulai mengorganisir aksi-aksi duduk di Atlanta[25] yang dimulai 15 Maret 1960. [18]

Pada akhir 1960, aksi-aksi duduk telah menyebar ke setiap negara bagian di Selatan dan negara-negara bagian lain yang berbatasan, bahkan hingga ke Nevada, Illinois, dan Ohio.

Para demonstran tidak hanya memusatkan aksi-aksi mereka di konter makan siang, melainkan juga di taman umum, pantai, perpustakaan, teater, museum, dan fasilitas publik lainnya. Setelah ditangkap, mahasiswa demonstran memohon agar mereka "dipenjara tanpa pembebasan dengan uang jaminan". Maksud mereka untuk menarik perhatian masyarakat terhadap masalah yang sedang mereka hadapi, sekaligus membebani akibat protes mereka pada masyarakat. Setelah mahasiswa kulit hitam berbondong-bondong dipenjara, pihak yang memenjarakan harus menanggung beban keuangan, terutama soal ketersediaan ruang penjara dan biaya makanan.

Pada April 1960, para aktivis yang memimpin aksi duduk mengadakan konferensi di Universitas Shaw, Raleigh, Carolina Utara. Konferensi sepakat untuk membentuk Komite Koordinasi Mahasiswa Antikekerasan (Student Nonviolent Coordinating Committee, disingkat SNCC). [26] SNCC meneruskan aksi-aksi konfrontasi tanpa kekerasan lebih jauh lagi hingga melakukan aksi Freedom Rides. [27]

Kebebasan Naik Bus, 1961

Kebebasan Naik Bus (Freedom Rides) adalah aksi-aksi yang dilakukan para aktivis Hak-Hak Sipil di bus-bus antarnegara bagian Selatan yang tersegregasi. Aksi ini bertujuan menguji keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat Boynton v. Virginia (1960) 364 U.S. yang menghapus segregasi untuk penumpang bus antarnegara bagian. Penyelenggara aksi naik bus tersebut adalah Kongres Ekualitas Ras (Congress of Racial Equality, disingkat CORE). Peserta aksi Freedom Rides gelombang pertama berangkat dari Washington D.C. pada 4 Mei 1961, dan dijadwalkan tiba di New Orleans pada 17 Mei.[28]

Selama melakukan aksi pertama mereka dan berikutnya, para aktivis naik bus antarkota menyusuri Pedalaman Selatan untuk mencoba integrasi sistem pemisahan tempat duduk dan memeriksa kemajuan desegregasi terminal bus, termasuk toilet dan pancuran air minum. Misi mereka terbukti sebagai misi berbahaya. Di Anniston, Alabama sebuah bus dibakar dengan bom api, hingga penumpang terpaksa berlarian menyelamatkan nyawa. Di Birmingham, Alabama, seorang informan FBI melapor soal Komisaris Keselamatan Publik bernama Eugene "Bull" Connor. Menurut informan, Connor memberi waktu 15 menit kepada para anggota Ku Klux Klan untuk menyerang kelompok Freedom Rides sebelum tiba "perlindungan" dari polisi yang sengaja datang terlambat di tempat kejadian. Para aktivis Freedom Rides dipukuli hingga babak-belur "sampai mereka kelihatan seperti seperti habis diserang anjing bulldog". James Peck, seorang aktivis putih, dipukuli begitu parahnya hingga perlu lima puluh jahitan di kepala.[butuh rujukan]

Kekerasan massa di Anniston dan Birmingham untuk sementara menghentikan aksi Kebebasan Naik Bus, tapi aktivis-aktivis SNCC dari Nashville mendatangkan peserta baru Freedom Rides untuk melanjutkan perjalanan dari Birmingham. Di Stasiun Bus Greyhound, Montgomery, Alabama, gerombolan massa menyerang bus yang dinaiki aktivis, menokok John Lewis dengan sebuah peti kayu hingga pingsan, dan menghantam wajah fotografer majalah Life Don Urbrock dengan kamera yang dibawanya. Selusin orang mengepung seorang mahasiswa kulit putih bernama Jim Zwerg dari Universitas Fisk, dan memukuli wajahnya dengan koper hingga giginya copot.[butuh rujukan]

Pada 24 Mei 1961, aktivis Freedom Rides melanjutkan perjalanan mereka ke Jackson, Mississippi. Di kota tersebut mereka ditahan dengan tuduhan "melanggar perdamaian" karena menggunakan fasilitas "khusus putih". Aksi-aksi baru kebebasan naik bus diorganisir oleh berbagai organisasi berbeda. Setelah para aktivis tiba di Jackson, mereka ditangkap. Hingga akhir musim panas 1961, lebih dari 300 aktivis dipenjara di Mississippi. [29]

Sewaktu dipenjara, para aktivis yang diperlakukan kasar. Mereka dijejalkan ke dalam sel yang sempit, kotor, dan dipukuli secara sporadis. Di Jackson, Mississippi sejumlah tahanan pria dipaksa melakukan kerja paksa di bawah suhu 38 derajat Celsius. Aktivis lainnya dipindahkan ke Penjara Negara Bagian Mississippi di Parchman. Di sana, mereka mendapat makanan yang sengaja diberi garam banyak-banyak dan kasur mereka diambil. Kadang-kadang para aktivis digantung di dinding dengan alat penyiksa yang disebut "pemutus pergelangan tangan". Biasanya, jendela sel mereka ditutup rapat-rapat ketika hari panas-panasnya, sehingga sulit bagi mereka untuk bernapas.

Simpati publik dan dukungan bagi aktivis Freedom Rides akhirnya membuat Pemerintahan Kennedy meminta Interstate Commerce Commission (ICC) agar mengeluarkan perintah desegregasi yang baru. Ketika aturan baru ICC mulai diberlakukan pada 1 November 1961, para penumpang bus diizinkan untuk duduk di mana mereka suka; plang-plang di terminal yang menandai tempat khusus "putih" dan "berwarna" dibongkar; pancuran air minum, toilet, dan ruang tunggu dijadikan satu, dan konter makan siang mulai melayani orang tanpa membedakan warna kulit.

Gerakan mahasiswa melibatkan begitu banyak tokoh terkenal seperti John Lewis, James Lawson, "guru" teori dan taktik antikekerasan, Diane Nash, pejuang keadilan yang berani; Bob Moses, pelopor pendaftaran pemilih di Mississippi, dan James Bevel, seorang pengkhotbah berapi-api, organisator, serta fasilitator yang berwibawa. Di antara aktivis mahasiswa lainnya terdapat nama-nama seperti Charles McDew, Bernard Lafayette, Charles Jones, Lonnie King, Julian Bond, Hosea Williams, dan Stokely Carmichael.

Pengorganisasian pendaftaran pemilih

Setelah aksi Freedom Rides, para pemimpin lokal kulit hitam di Mississippi seperti Amzie Moore, Aaron Henry, Medgar Evers, dan lain-lain meminta SNCC untuk membantu pendaftaran pemilih kulit hitam dan membangun organisasi masyarakat yang bisa memenangi sebagian kekuatan politik negara bagian. Setelah Mississippi meratifikasi konstitusi pada tahun 1890, dengan ketentuan seperti pajak pemilu, persyaratan tempat tinggal, dan tes melek huruf, pendaftaran pemilih menjadi lebih rumit sehingga pemilih kulit hitam harus menanggalkan hak pilih mereka. Sejak jauh sebelumnya, niat menjauhkan pemilih kulit hitam dari kotak suara merupakan bagian dari budaya supremasi putih. Pada musim gugur 1961, organisator SNCC bernama Robert Moses memulai proyek pendaftaran pemilih yang pertama di McComb dan county-county sekitarnya di sudut barat daya Mississippi. Upaya mereka dihadapi dengan represi kekerasan dari pihak berwenang lokal dan negara bagian, termasuk Dewan Warga Putih dan Ku Klux Klan yang berakhir dengan aksi-aksi pemukulan, ditangkapnya ratusan orang, dan pembunuhan aktivis pemungutan suara Herbert Lee.[30]

Oposisi putih terhadap pendaftaran pemilih hitam begitu kuat di Mississippi sehingga para aktivis Gerakan Kebebasan menyimpulkan bahwa semua organisasi hak-hak sipil harus bersatu dalam upaya terkoordinasi agar memiliki kesempatan untuk sukses. Pada Februari 1962, perwakilan-perwakilan dari SNCC, INTI, dan NAACP membentuk Council of Federated Organizations (COFO). Pada pertemuan berikutnya, Agustus 1962, SCLC menjadi bagian dari COFO.[31]

Pada musim semi 1962, dengan dana dari Proyek Pendidikan Pemilih, SNCC/COFO mulai mengorganisir pendaftaran pemilih di kawasan Delta Mississippi sekitar Greenwood, dan daerah-daerah yang mengelilingi Hattiesburg, Laurel, and Holly Springs. Seperti halnya kesulitan yang dihadapi McComb, upaya-upaya mereka harus menghadapi perlawanan sengit, penangkapan, pemukulan, penembakan, pembakaran, dan pembunuhan. Petugas pendaftaran pemilih menggunakan tes melek huruf untuk menjauhkan orang kulit hitam dari daftar pemilih. Petugas bahkan membuat standar-standar kelulusan sendiri yang bahkan sulit ditembus oleh orang berpendidikan tinggi. Selain itu, para majikan memecat para pekerja kulit hitam yang mencoba untuk mendaftar sebagai pemilih, dan tuan-tuan tanah mengusir mereka dari rumah-rumah mereka. [32] Selama tahun-tahun berikutnya, kampanye pendaftaran pemilih hitam meluas ke seluruh negara bagian.

Kampanye pendaftaran pemilih yang serupa juga dimulai oleh SNCC, CORE, dan SCLC di Louisiana, Alabama, barat daya Georgia , dan Carolina Selatan. Kampanye tersebut juga mendapat perlawanan serupa dari kalangan kulit putih. Pada 1963, kampanye pendaftaran pemilih di Selatan dijadikan sebagai bagian integral dari Gerakan Kebebasan seperti halnya upaya desegregasi. Setelah disahkannya Undang-Undang Hak-Hak Sipil 1964[1] agenda utama gerakan hak-hak sipil dipusatkan pada upaya melindungi dan memberikan fasilitas pendaftaran pemilih meskipun mendapat hambatan dari negara bagian. Upaya tersebut berakhir dengan disahkannya Undang-Undang Hak Pilih 1965.

Integrasi universitas-universitas di Mississippi, 1956-1965

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

James Meredith berjalan ke kelas didampingi oleh petugas Dinas Marsekal Amerika Serikat

Dengan maksud memanfaatkan kesempatan yang disediakan GI Bill, seorang veteran Perang Korea berkulit hitam bernama Clyde Kennard pada tahun 1956 mencoba mendaftar di Mississippi Southern College (sekarang Universitas Mississippi Selatan) di Hattiesburg. Rektor universitas, Dr. William David McCain berusaha mencegah masuknya Kennard dengan meminta pertimbangan para pemimpin kulit hitam setempat dan institusi politik negara bagian yang mendukung segregasi. McCain menggunakan pengaruh sebuah badan negara bagian bernama Komisi Kedaulatan Negara Bagian Mississippi yang dirinya tercatat sebagai anggota. Komisi tersebut didanai oleh negara bagian, dan bertujuan melawan gerakan hak-hak sipil dengan cara menggambarkan kebijakan segregasi secara positif. Komisi bahkan bertindak lebih jauh lagi dengan mengumpulkan data-data para aktivis, melecehkan mereka secara hukum, dan menggunakan boikot ekonomi terhadap mereka dengan cara mengancam kelangsungan pekerjaan (atau menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan). Semuanya dilakukan dalam usaha menekan aktivis kulit hitam.

Kennard dua kali ditangkap berdasarkan tuduhan-tuduhan palsu, dan akhirnya dinyatakan bersalah dan dihukum tujuh tahun di penjara negara bagian. [33] Setelah menjalani tiga tahun kerja paksa, Kennard akhirnya dibebaskan oleh Gubernur Mississippi Ross Barnett. Para wartawan menyelidiki kasus Kennard dan mempublikasikan perlakuan tidak layak dari negara bagian sehubungan kanker usus besar yang dideritanya. [33]

Peran McCain dalam penangkapan hingga dihukumnya Kennard tidak diketahui.[34][35][36][37] Ketika berusaha mencegah pendaftaran Kennard, McCain berpidato di Chicago dalam perjalanan dinas yang disponsori oleh Komisi Kedaulatan Negara Bagian Mississippi. Ia menggambarkan orang kulit hitam yang berusaha mewujudkan desegregasi sekolah di Selatan sebagai orang "impor" dari Utara. (Kennard adalah kelahiran dan penduduk asli Hattiesburg.)

"Kami bersikeras bahwa secara sosial dan kependidikan, kita menjaga masyarakat terpisah. ... Setelah menimbang dengan saksama, saya mengakui bahwa kita tidak ingin menggalakkan pemilih Negro. Para Negro lebih suka kalau kendali pemerintahan tetap berada di tangan orang kulit putih." [34] [36] [37]

Catatan: Mississippi telah meloloskan sebuah konstitusi baru pada tahun 1890 yang secara efektif mencabut hak pilih sebagian besar orang kulit hitam dengan mengubah persyaratan elektoral dan persyaratan pendaftaran pemilih. Meskipun mencabut hak-hak konstitusional kulit hitam yang sebelumnya sudah dijamin oleh amandemen-amandemen pasca-Perang Saudara, konstitusi baru Mississippi ternyata dapat bertahan dari gugatan Mahkamah Agung AS. Baru setelah disahkannya Undang-Undang Hak Pilih 1965, sebagian besar orang kulit hitam di Mississippi dan negara-negara bagian di selatan lainnya memperoleh perlindungan federal dalam melaksanakan hak pilih mereka.

Pada September 1962, James Meredith memenangi gugatan yang memastikan dirinya diterima di Universitas Mississippi yang sebelumnya adalah universitas tersegregasi. Ia mencoba masuk kampus dalam 3 kali kesempatan, 20 September, 25 September, dan sekali lagi pada 26 September. Dia diblokir oleh Gubernur Mississippi Ross Barnett, yang berkata, "Tidak akan ada sekolah di Mississippi yang diintegrasikan sementara saya masih Gubernur Anda." Pengadilan Banding Sirkuit Kelima Amerika Serikat menyatakan Barnett dan Letnan Gubernur Paul B. Johnson, Jr. melecehkan peradilan dan didenda lebih dari AS$10.000 untuk setiap hari Meredith ditolak masuk kampus.

Jaksa Agung Robert Kennedy mengirim perwira-perwira Marsekal Amerika Serikat. Pada 30 September 1962, Meredith memasuki kampus di bawah pengawalan mereka. Mahasiswa kulit putih dan pendukung mereka membuat kerusuhan pada malam itu, melempari batu lalu menembaki Marsekal yang menjaga Meredith di Aula Lyceum. Dua orang, termasuk seorang wartawan Perancis tewas; 28 orang Marsekal menderita luka tembak, dan 160 orang lainnya terluka. Setelah Patroli Jalan Raya Mississippi ditarik mundur dari kampus, Presiden John F. Kennedy mengirim pasukan reguler Angkatan Darat Amerika Serikat ke kampus untuk meredakan kerusuhan. Meredith mulai kuliah sehari setelah pasukan tiba. [38]

Kennard dan para aktivis lainnya terus mengusahakan terwujudnya desegregasi universitas umum. Pada tahun 1965, Raylawni Branch dan Gwendolyn Elaine Armstrong berhasil menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang kuliah di Universitas Mississippi Selatan. Pada saat itu, McCain membantu memastikan mereka dapat memasuki kampus secara damai. [39] Pada tahun 2006, Hakim Robert Helfrich memutuskan Kennard bersih dari segala tuduhan yang membuatnya dihukum pada tahun 1950-an.[33]

Gerakan Albany, 1961-1962

Setelah dikritik oleh sebagian aktivis mahasiswa karena gagal berperan sepenuhnya dalam kampanye Kebebasan Naik Bus, SCLC mencurahkan upaya dan sumber daya untuk kampanye desegregasi di Albany, Georgia pada November 1961. Martin Luther King juga dikritik secara pribadi oleh beberapa aktivis SNCC karena selalu berada di atas (hingga mendapat julukan "De Lawd") dan tidak mau turun ke bawah berhadapan dengan bahaya seperti halnya para organisator lokal. King akhirnya mau ikut campur secara pribadi membantu kampanye yang dipimpin oleh organisator SNCC dan pemimpin setempat.

Kampanye desegregasi di Albany gagal karena taktik licik dari Laurie Pritchett, kepala polisi setempat, dan perpecahan di tengah masyarakat kulit hitam. Tujuan Gerakan Albany sendiri mungkin belum cukup spesifik. Pritchett berhasil membungkam para peserta pawai tanpa serangan kekerasan terhadap demonstran hingga membuat marah publik di seluruh negeri. Ia juga mengatur supaya demonstran yang tertangkap dibawa ke penjara di daerah-daerah sekitarnya, sehingga polisi tidak kekurangan ruang penjara. Prichett jauh-jauh hari juga sudah memperhitungkan kehadiran King sebagai bahaya. Ia terpaksa membebaskan King untuk menghindari pengerahan massa dari komunitas kulit hitam. Pada tahun 1962, King lepas tangan dari Albany tanpa berhasil mencapai kemenangan dramatis. Meskipun demikian, gerakan lokal tetap melanjutkan perjuangan, dan memperoleh kemenangan signifikan beberapa tahun kemudian.[40]

Kampanye Birmingham, 1963-1964

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Gubernur Alabama George Wallace menentang desegregasi di Universitas Alabama dan dilawan oleh Wakil Jaksa Agung AS Nicholas Katzenbachat pada tahun 1963.

SCLC mendapat pelajaran berharga dari kegagalan Gerakan Albany. Oleh karena itu, ketika SCLC memulai Kampanye Birmingham pada tahun 1963, Direktur Eksekutif Wyatt Tee Walker merencanakan sendiri strategi dan taktik kampanye secara cermat. Kampanye dipusatkan pada satu tujuan, desegregasi toko-toko milik pedagang di pusat kota Birmingham, dan tidak mengharapkan desegregasi total seperti di Albany. Upaya-upaya desegregasi di Albany terbantu oleh respon brutal dari pejabat lokal, khususnya Eugene "Bull" Connor yang menjabat Komisaris Keamanan Publik. Sebagai Komisaris Keamanan Publik, Connor telah lama berkuasa secara politik, namun tidak terpilih ketika mencalonkan dirinya menjadi wali kota. Ia kalah dari kandidat yang juga seorang segregasionis, tapi tidak begitu fanatik. Sebagai bentuk penolakan terhadap kekuasaan wali kota yang baru, Connor berniat untuk terus menduduki jabatannya.

Kampanye di Birmingham menggunakan berbagai metode konfrontasi tanpa kekerasan, termasuk aksi duduk, aksi berlutut di gereja-gereja setempat, dan berpawai ke gedung county untuk menandai dimulainya tuntutan untuk mendaftar para pemilih. Namun pemerintah kota berhasil memperoleh perintah pengadilan yang melarang semua protes. Organisator kampanye yakin bahwa putusan tersebut inkonstitusional hingga kampanye tetap diteruskan, tapi mereka bersiap-siap untuk menghadapi penangkapan massal para aktivis. King termasuk salah seorang yang ditangkap pada 12 April 1963. [41]

Sewaktu di penjara, King menulis "Surat dari Penjara Birmingham" yang terkenal itu.[42] Naskah ditulisnya di pinggiran yang kosong pada halaman surat kabar karena sama sekali tidak diizinkan mendapat kertas untuk menulis sewaktu ditahan di sel isolasi. [43] Para pendukung meminta bantuan Pemerintah Kennedy yang campur tangan untuk mendapatkan perintah pembebasan King. setelah para pendukung meminta bantuan. Sebelum dibebaskan pada pagi 19 April 1963, King diizinkan untuk menelepon istrinya yang sedang beristirahat memulihkan kesehatan di rumah setelah melahirkan anak keempat mereka.

Setelah banyak demonstran yang ditangkap, Kampanye Birmingham goyah karena kehabisan demonstran yang bersedia mengambil risiko ditangkap. James Bevel, Direktur Aksi Kangsung dan Pendidikan Antikekerasan SCLC, menemukan cara alternatif yang berani sekaligus kontroversial dengan cara melatih murid sekolah menengah atas untuk turut serta dalam demonstrasi. Akibatnya, lebih dari seribu murid bolos sekolah pada 2 Mei 1963 untuk berkumpul di Gereja Baptis 16th Street. Mereka bergabung dengan demonstrasi yang kemudian dikenal sebagai Perang Salib Anak-Anak. Akibatnya, lebih dari enam ratus siswa berakhir di penjara. Penangkapan jadi berita, meskipun awalnya polisi bertindak sambil menahan diri. Namun pada hari berikutnya, seribu siswa lainnya datang berkumpul di gereja. Ketika mereka mulai berpawai, Bull Connor melepaskan anjing polisi ke arah mereka, lalu menyiram anak-anak dengan selang air pemadam kebakaran. Pemirsa di seluruh penjuru negeri menyaksikan televisi yang menyiarkan gambar anak-anak sekolah yang ditumbangkan siraman air selang pemadam kebakaran dan anjing-anjing polisi yang menyerang demonstran satu demi satu.

Kemarahan publik meluas hingga pemerintah Kennedy harus campur tangan lebih jauh dalam negosiasi antara komunitas bisnis kulit putih dan SCLC. Pada 10 Mei 1963, para pihak mengumumkan sebuah perjanjian yang isinya menyepakati desegregasi konter makan siang dan fasilitas publik di pusat kota, pendirian sebuah komite untuk menghapus praktik-praktik perekrutan yang diskriminatif, pembebasan demonstran yang dipenjarakan, dan penyediaan sarana komunikasi reguler antara pemimpin kulit hitam dan kulit putih.

Tidak semua orang di komunitas kulit hitam menyetujui persetujuan tersebut, terutama Pdt. Fred Shuttlesworth yang sangat kritis. Berdasarkan pengalamannya dalam berhubungan dengan struktur kekuasaan di Birmingham, dirinya skeptis dengan niat baik mereka. Unsur-unsur masyarakat kulit putih bereaksi keras. Mereka mengebom Motel Gaston yang dijadikan markas tidak resmi SCLC, rumah Pdt. A.D. King, kakak Martin Luther King.

Kennedy bersiap-siap menurunkan Garda Nasional Alabama bila keadaan memerlukan. Empat bulan kemudian, pada 15 September, sebuah konspirasi anggota Ku Klux Klan mengebom Gereja Baptis Sixteenth Street di Birmingham, menewaskan empat gadis muda.

Sementara itu pada musim panas 1963, Gubernur Alabama George Wallace berusaha menghentikan [44] berjalannya integrasi Universitas Alabama. Presiden John F. Kennedy menggunakan pengaruhnya sehingga Gubernur Wallace minggir, dan dua siswa kulit hitam diizinkan kuliah. Malam itu, Presiden Kennedy menyampaikan pidato hak-hak sipil yang bersejarah. Pidato tersebut disiarkan secara nasional oleh televisi dan radio.[45] Keesokan harinya, Medgar Evers dibunuh di Mississippi.[46][47] Seperti yang telah dijanjikan, minggu berikutnya pada 19 Juni 1963, Presiden Kennedy menyampaikan RUU Hak-Hak Sipil kepada Kongres.[48]

Pawai di Washington, 1963

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pawai di Washington untuk Pekerjaan dan Kebebasan di National Mall.

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pawai Hak-Hak Sipil di Washington, para pemimpin berpawai dari Monumen Washington ke Lincoln Memorial.

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Demonstran Hak-Hak Sipil di Lincoln Memorial

A. Philip Randolph sebelumnya pernah merencanakan pawai di Washington, D.C. pada tahun 1941 untuk mendukung tuntutan dihapusnya diskriminasi dalam pekerjaan di industri pertahanan. Pawai dibatalkan ketika pemerintah Roosevelt memenuhi permintaannya dengan mengeluarkan Executive Order 8802 yang melarang diskriminasi ras dan mendirikan sebuah badan yang mengawasi kepatuhan perintah presiden tersebut.

Randolph dan Bayard Rustin adalah kepala perencana pawai kedua yang mereka usulkan pada tahun 1962. Pemerintahan Kennedy memberi tekanan keras pada Randolph dan King untuk membatalkan rencana pawai tapi tidak berhasil. Pawai di Washington akhirnya dilangsungkan pada 28 Agustus 1963.

Berbeda dari pawai tahun 1941 yang dalam perencanaannya hanya menyertakan organisasi yang dipimpin kulit hitam, pawai tahun 1963 merupakan upaya kolaborasi dari semua organisasi utama hak-hak sipil, sayap yang lebih progresif dari gerakan buruh, dan organisasi liberal lainnya. Pawai di Washington memiliki enam tujuan resmi:

  • hukum hak-hak sipil yang bermakna,
  • program lapangan kerja federal secara besar-besaran
  • pekerjaan yang adil dan penuh
  • perumahan yang layak
  • hak untuk memilih, dan
  • pendidikan terpadu yang memadai.

Dari butir-butir tersebut, fokus utama pawai adalah bagian hukum hak-hak sipil seperti yang telah diusulkan pemerintahan Kennedy setelah terjadinya pergolakan di Birmingham.

Liputan media nasional juga sangat membantu tereksposnya pawai secara nasional. Dalam bab berjudul "Pawai di Washington dan Berita Televisi,"[49] William Thomas menulis: "Lebih dari lima ratus juru kamera, teknisi, dan koresponden dari jaringan-jaringan berita utama bersiap untuk meliput peristiwa itu. Jumlah kamera yang disiapkan jauh lebih banyak dari jumlah kamera yang dipakai untuk memfilmkan pelantikan presiden yang terakhir. Salah satu kamera diposisikan di tempat yang tinggi, di atas Monumen Washington, untuk memberikan pemandangan dramatis dari para demonstran ". Dengan menyiarkan pidato-pidato pada organisator dan menyiarkan komentar mengenainya, stasiun-stasiun televisi secara harfiah telah membingkai cara pemirsa lokal melihat dan memahami peristiwa tersebut. [49]


Page 2

Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1955-1968) mengacu pada gerakan-gerakan di Amerika Serikat yang ditujukan untuk melarang diskriminasi rasial terhadap orang Afrika-Amerika dan memulihkan hak-hak suara mereka. Artikel ini mencakup fase gerakan antara tahun 1955 dan 1968, khususnya di Selatan Amerika Serikat. Munculnya Gerakan Kekuatan Hitam yang berlangsung sekitar 1966-1975, memperluas tujuan Gerakan Hak-Hak Sipil untuk memasukkan martabat ras, swasembada ekonomi dan politik, serta kebebasan dari penindasan orang Amerika berkulit putih.

Gerakan ini ditandai oleh kampanye-kampanye besar perlawanan sipil. Antara 1955 dan 1968, aksi-aksi protes antikekerasan dan pembangkangan sipil mengakibatkan terjadinya situasi krisis antara pihak aktivis dan pemerintah. Pemerintah federal dan negara bagian, pemerintah lokal, pemilik bisnis, dan masyarakat sering harus segera tanggap terhadap berbagai peristiwa yang menyoroti ketidakadilan yang dihadapi orang Afrika-Amerika. Bentuk-bentuk protes dan/atau pembangkangan sipil di antaranya: pemboikotan-pemboikotan seperti Boikot Bus Montgomery (1955-1956) yang sukses di Alabama; "aksi-aksi duduk" seperti aksi duduk di Greensboro yang berpengaruh di Carolina Utara (1960), pawai-pawai, seperti Pawai dari Selma ke Montgomery (1965) di Alabama, dan berbagai aktivitas antikekerasan lainnya.

Pencapaian legislatif terpenting selama fase Gerakan Hak Sipil termasuk bagian dari: Undang-Undang Hak-Hak Sipil tahun 1964 [1] yang melarang diskriminasi berdasarkan "ras, warna, agama, atau asal usul bangsa" dalam praktik-praktik ketenagakerjaan dan akomodasi publik; Undang-Undang Hak Pilih 1965 yang memulihkan dan melindungi hak suara; Undang-Undang Layanan Imigrasi dan Kewarganegaraan 1965 yang secara dramatis membuka pintu masuk ke Amerika Serikat untuk imigran-imigran bangsa lain yang bukan dari dari kelompok-kelompok tradisional Eropa, dan Undang-Undang Perumahan Adil 1968 yang melarang diskriminasi dalam penjualan atau sewa perumahan. Afrika-Amerika memasuki kembali dunia politik di Selatan, dan generasi muda di seluruh negeri terinspirasi untuk ikut berpartisipasi.

Latar belakang

Setelah pemilihan tahun 1876 yang disengketakan dan berakibat pada berakhirnya Rekonstruksi, orang kulit putih di Selatan menguasai kembali kontrol politik di wilayah tersebut, setelah melakukan intimidasi dan kekerasan dalam pemilu-pemilu. Pencabutan hak pilih orang Afrika-Amerika berlangsung secara sistematis di negara-negara Selatan dari 1890 hingga 1908 dan baru berakhir hingga disahkannya undang-undang hak-hak sipil nasional pada pertengahan 1960-an. Selama lebih dari 60 tahun, misalnya, orang kulit hitam di Selatan tidak dapat memilih siapa pun untuk mewakili kepentingan mereka di Kongres AS atau pemerintah daerah.[2]

Selama periode tersebut, Partai Demokrat yang didominasi kulit putih memperoleh kendali politik di negara-negara bagian Selatan. Partai Republik atau dikenal sebagai "partainya Lincoln" yang sebagian besar orang kulit hitam bergabung sebagai anggota, menciut menjadi tidak berarti setelah terjadinya penekanan pada pendaftaran pemilih hitam. Pada awal abad ke-20, hampir semua pejabat terpilih di Selatan berasal dari Partai Demokrat.[butuh rujukan]

Pada saat yang bersamaan dengan pencabutan hak pilih orang Afrika-Amerika, para Demokrat berkulit putih memaksakan segregasi rasial secara hukum. Kekerasan terhadap orang kulit hitam meningkat. Sistem diskriminasi ras yang disahkan negara bagian diberlakukan secara nyata, dan penindasan yang terjadi pada era pasca-Rekonstruksi Selatan nantinya dikenal sebagai sistem "Jim Crow". Sistem tersebut hampir-hampir tidak tergoyahkan hingga awal tahun 1950-an. Dengan demikian, awal abad ke-20 adalah periode yang sering disebut sebagai "titik nadir hubungan ras di Amerika". Sementara pelanggaran hak-hak sipil dan masalah-masalahnya berlangsung secara hebat di Selatan, ketegangan-ketegangan sosial juga memengaruhi orang Afrika-Amerika di daerah-daerah lain. [3]

Karakteristik periode pasca-Rekonstruksi:

  • Segregasi rasial. Secara hukum, [4] fasilitas-fasilitas umum dan layanan pemerintah seperti pendidikan dibagi dua menjadi tempat untuk "kulit putih" dan "kulit berwarna". Fasilitas untuk kulit berwarna mudah dibedakan karena kekurangan dana dan berkualitas rendah.
  • Pencabutan hak pilih. Ketika Demokrat putih kembali berkuasa, mereka mengesahkan undang-undang yang membuat pendaftaran pemilih menjadi lebih sulit bagi kulit hitam. Pemilih-pemilih kulit hitam dicoreti dari daftar pemilih. Jumlah pemilih Amerika Afrika turun drastis, dan mereka tidak lagi mampu memilih wakil rakyat. Dari tahun 1890 hingga 1908, negara-negara bagian Selatan bekas anggota Konfederasi membuat konstitusi dengan ketetapan-ketetapan yang menghilangkan hak memilih puluhan ribu orang Afrika-Amerika.
  • Eksploitasi. Peningkatan penindasan ekonomi terhadap orang kulit hitam, Latino, dan Asia, penyangkalan peluang ekonomi, dan diskriminasi kerja yang meluas.
  • Kekerasan. Kekerasan rasial massal terhadap orang kulit hitam (dan orang Latino di Barat Daya dan Asia di California) yang dilakukan oleh organisasi, polisi, maupun perorangan.

Orang Afrika-Amerika dan ras minoritas lainnya menolak perlakuan tersebut. Mereka menolaknya dengan berbagai cara dan mencari kesempatan yang lebih baik melalui tuntutan hukum, organisasi-organisasi baru, ganti rugi politik, dan pengorganisasian buruh (lihat Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1896-1954)). Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna (NAACP) didirikan pada tahun 1909. NAACP berjuang untuk mengakhiri diskriminasi ras melalui upaya-upaya litigasi, pendidikan, dan lobi. Puncak pencapaian NAACP adalah kemenangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung Brown v. Board of Education (1954) yang menolak sistem terpisah sekolah kulit putih dan kulit berwarna, dan berimplikasi pada pembatalan doktrin "terpisah tapi sederajat" yang terbentuk setelah kasus Plessy v. Ferguson.

Situasi orang kulit hitam di luar negara-negara Selatan agak lebih baik (di sejumlah besar negara bagian mereka masih mempunyai hak pilih dan menyekolahkan anak-anak, meskipun masih menghadapi diskriminasi di bidang perumahan dan pekerjaan). Dari tahun 1910 sampai 1970, orang Afrika-Amerika mencari kehidupan yang lebih baik dengan bermigrasi ke Amerika Serikat bagian utara dan barat. Sebanyak hampir 7 juta orang kulit hitam meninggalkan negara-negara bagian Selatan dalam perpindahan secara besar-besaran yang dikenal sebagai Migrasi Besar.

Disemangatkan kembali oleh kemenangan kasus Brown v. Board of Education, dan frustrasi akibat kurangnya dampak praktis langsung, warga masyarakat makin menolak pendekatan legalistik dan gradualis sebagai sarana utama untuk mewujudkan desegregasi. Mereka harus berhadapan dengan "perlawanan besar-besaran" di Selatan oleh para pendukung segregasi rasial dan penindasan pemilih. Sebagai bentuk perlawanan, kalangan Afrika-Amerika mengadopsi strategi gabungan dari aksi langsung dan perlawanan tanpa kekerasan yang dikenal sebagai pembangkangan sipil, dan akhirnya melahirkan Gerakan Hak-Hak Sipil Amerika-Afrika 1955-1968.

Aksi massa sebagai pengganti litigasi

Strategi pendidikan publik, lobi legislatif, dan litigasi di sistem pengadilan yang menjadi ciri khas Gerakan Hak-Hak Sipil sepanjang paruh pertama abad ke-20 diperluas setelah kemenangan Brown v. Board of Education menjadi sebuah strategi yang menekankan "tindakan langsung"--terutama dalam bentuk boikot, aksi duduk, Kebebasan Naik Bus (Freedom Rides), pawai-pawai dan taktik-taktik serupa yang mengandalkan mobilisasi massa, perlawanan tanpa kekerasan, dan pembangkangan sipil. Pendekatan aksi massa seperti ini menandai Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika dari 1960-1968.

Gereja-gereja, pusat-pusat komunitas, organisasi akar-rumput setempat, perkumpulan fraternitas, dan bisnis-bisnis yang dimiliki orang kulit hitam memobilisasi sukarelawan untuk berpartisipasi dalam tindakan berbasis luas. Upaya-upaya tersebut ternyata lebih bersifat langsung dan berpotensi lebih cepat dalam menciptakan perubahan dibandingkan dengan pendekatan tradisional berupa tuntutan-tuntutan di pengadilan.

Pada tahun 1952, Dewan Regional Kepemimpinan Negro (Regional Council of Negro Leadership, disingkat RCNL) pimpinan T.R.M. Howard, seorang ahli bedah kulit hitam sekaligus pengusaha dan pemilik perkebunan, mengadakan boikot pompa bensin yang sukses di Mississippi. SPBU yang menjadi sasaran boikot adalah SPBU yang menolak untuk menyediakan toilet untuk kulit hitam. Melalui RCNL, Howard memimpin kampanye untuk mengekspos kekejaman oleh patroli jalan raya negara bagian Mississippi dan mendorong orang kulit hitam untuk membuka deposito di Tri-State Bank di Nashville yang dimiliki orang kulit hitam. Bank tersebut kemudian memberikan pinjaman kepada aktivis hak-hak sipil yang telah menjadi korban dari "kelangkaan kredit" yang dibuat oleh Dewan Warga Putih (White Citizen's Councils). [5]

Asosiasi Perbaikan Montgomery yang didirikan untuk memimpin aksi Boikot Bus Montgomery berhasil mengadakan aksi boikot secara terus menerus sampai lebih dari satu tahun hingga akhirnya dikeluarkan perintah pengadilan federal tentang desegregasi bus di Montgomery. Kesuksesan di Montgomery mengangkat nama pemimpinnya, Dr. Martin Luther King, Jr sebagai seorang tokoh yang dikenal secara nasional. Aksi tersebut juga menjadi inspirasi untuk aksi-aksi boikot bus lainnya, seperti aksi boikot bus di Tallahassee, Florida (1956-1957) yang sangat sukses.

Pada tahun 1957, pemimpin Asosiasi Perbaikan Montgomery, Dr. King dan Pdt. John Duffy, bergabung dengan para pemimpin gereja lainnya yang telah memimpin upaya-upaya boikot yang mirip, seperti: Pendeta C.K. Steele dari Tallahassee dan Pdt. T.J. Jemison dari Baton Rouge, dan aktivis lainnya, seperti: Pendeta Fred Shuttlesworth, Ella Baker, A. Philip Randolph, Bayard Rustin, dan Stanley Levison untuk membentuk Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan (Southern Christian Leadership Conference, disingkat SCLC). Dari markas besarnya di Atlanta, Georgia, SCLC tidak berusaha untuk mendirikan jaringan kantor cabang seperti halnya dilakukan oleh NAACP. Sebagai gantinya, SCLC menyediakan pelatihan dan bantuan kepemimpinan untuk upaya-upaya lokal melawan segregasi. Di markas besarnya, SCLC menggalang dana, sebagian besar dari sumber-sumber di negara bagian Utara untuk mendukung kampanye-kampanye mereka. SCLC menjadikan antikekerasan sebagai prinsip utama sekaligus metode utama mereka dalam menghadapi rasisme.

Pada tahun 1959, Septima Clarke, Bernice Robinson, dan Esau Jenkins dibantu Highlander Folk School di Tennessee mulai membuka Sekolah Kewarganegaraan (Citizenship School) pertama di Kepulauan Laut, Carolina Selatan. Sekolah tersebut mengajarkan membaca kepada orang kulit hitam agar melek huruf sehingga dapat lulus tes untuk mendapat hak memilih dalam pemilu. Program Sekolah Kewarganegaraan sukses besar berhasil memperbanyak jumlah pemilih hitam di Johns Island hingga tiga kali lipat. SCLC mengambil alih program tersebut dan mengadakan program-program serupa yang sukses di tempat lain.

Peristiwa-peristiwa penting

Brown v. Board of Education, 1954

Pada musim semi 1951, keresahan terjadi di kalangan siswa kulit hitam menyangkut sistem pendidikan negara bagian Virginia. Pada waktu itu, para siswa Sekolah Menengah Atas Moton di Prince Edward County yang menerapkan sistem sekolah segregasi, memutuskan untuk menyelesaikan masalah dengan tangan sendiri dalam memerangi dua hal: terlalu banyaknya siswa dibandingkan luas pekarangan sekolah dan kondisi-kondisi yang tidak memuaskan di sekolah mereka. Tindakan para siswa hitam di Selatan waktu itu benar-benar tidak terduga sebelumnya, dan dianggap tidak pantas oleh kulit putih yang masih mengharapkan perilaku subordinasi dari kulit hitam. Selain itu, beberapa pemimpin lokal NAACP telah mencoba membujuk para siswa untuk membatalkan niat mereka memprotes hukum Jim Crow tentang segregasi sekolah. Setelah tuntutan NAACP tidak diterima oleh siswa, NAACP langsung memihak para siswa yang menentang segregasi sekolah. Peristiwa tersebut menjadi salah satu dari lima kasus pengadilan yang kini disebut Brown v. Board of Education. [6]

Pada 17 Mei 1954, Mahkamah Agung Amerika Serikat menjatuhkan putusan mengenai kasus Brown v. Board of Education of Topeka, Kansas . Dalam kasus tersebut, penggugat menuduh bahwa pendidikan anak-anak kulit hitam di sekolah umum yang terpisah dari rekan-rekan siswa kulit putih sebagai inkonstitusional. Pendapat Mahkamah Agung menyatakan bahwa segregasi "anak kulit putih dan anak kulit berwarna di sekolah umum memiliki efek merugikan pada anak-anak berwarna. Dampaknya lebih besar bila pemisahan tersebut memiliki sanksi hukum, karena kebijakan memisahkan ras biasanya ditafsirkan sebagai pernyataan inferioritas kelompok Negro".

Para pengacara dari NAACP harus mengumpulkan beberapa bukti yang masuk akal untuk memenangi kasus Brown vs Board of Education. Cara mereka menangani masalah segregasi sekolah adalah dengan menguraikan secara panjang lebar sejumlah argumen. Salah satu dari argumen adalah kesempatan terpaparnya anak pada kontak antar-ras di lingkungan sekolah. Dikatakan bahwa hal tersebut di kemudian hari dapat membantu mencegah anak-anak tumbuh di tengah tekanan-tekanan masyarakat yang berkaitan dengan ras. Oleh karena itu tercipta kesempatan yang lebih baik untuk hidup di alam demokrasi. Argumen lainnya mengacu pada penekanan tentang bagaimana "'pendidikan' memahami seluruh proses pengembangan dan pelatihan kekuatan mental, fisik dan moral, serta kemampuan manusia"[7]. Dalam buku Goluboff, tujuan NAACP dinyatakan sebagai membuat Mahkamah Agung sadar akan adanya fakta anak-anak Afrika-Amerika yang menjadi korban legalisasi segregasi sekolah dan tidak memiliki jaminan masa depan yang cerah. yang Tidak adanya kesempatan untuk terpapar budaya lain dikhawatirkan menghalangi tumbuhnya kemampuan anak-anak kulit hitam untuk berfungsi di kemudian hari dalam kehidupan normal sebagai orang dewasa.

Mahkamah Agung memutuskan bahwa kedua putusan sebelumnya, Plessy v. Ferguson (1896) yang mendasari standar umum "terpisah tapi sederajat" yang bersifat segregasionisme, dan Cumming v. Richmond County Board of Education (1899) yang menerapkan standar tersebut ke sekolah-sekolah sebagai inkonstitusional. Tahun berikutnya, pada kasus yang dikenal sebagai Brown v. Board of Education, Mahkamah Agung memerintahkan segregasi untuk secara bertahap dihapus, "dengan tanpa terburu-buru". [8] Brown v. Board of Education of Topeka, Kansas, Kansas (1954) tidak membatalkan Plessy v. Ferguson (1896). Plessy v. Ferguson adalah dasar segregasi dalam transportasi, sedangkan Brown v. Board of Education hanya menyangkut segregasi dalam pendidikan. Meskipun demikian, Brown v. Board of Education merupakan langkah pertama menuju masa depan yang membatalkan keputusan 'terpisah tapi setara'.

Pada 18 Mei 1954 Greensboro menjadi kota pertama di Selatan yang secara terbuka mengumumkan akan dipatuhinya keputusan Mahkamah Agung AS Brown v. Board of Education yang menyatakan segregasi rasial di sekolah-sekolah umum Amerika Serikat sebagai inkonstitusional. "Benar-benar tak terpikirkan sebelumnya," komentar Penilik Dewan Sekolah Benjamin Smith, "bahwa kita akan mencoba untuk [membatalkan] hukum Amerika Serikat." Sejalan dengan sikap Smith, pemungutan suara di dewan sekolah berakhir dengan hasil mendukung putusan Mahkamah Agung, enam lawan satu. Penerimaan yang positif terhadap putusan kasus Brown, bersamaan dengan ditunjuknya warga Afrika-Amerika Dr. David Jones sebagai dewan sekolah pada tahun 1953, telah meyakinkan banyak warga kulit putih dan kulit hitam bahwa Greensboro sedang bergerak maju ke depan, dan kemungkinan akan muncul sebagai perintis integrasi sekolah. Integrasi di Greensboro berlangsung sedikit lebih damai dibandingkan negara-negara Selatan lainnya seperti Alabama, Arkansas, dan Virginia yang terjadi “perlawanan massal” . [9]

Rosa Parks dan Boikot Bus Montgomery, 1955-1956

Pada 1 Desember 1955, Rosa Parks (nantinya dikenal sebagai "Ibu Gerakan Hak Sipil") menolak memberikan kursi yang didudukinya di bus umum untuk penumpang kulit putih. Ia waktu itu menjabat sekretaris cabang NAACP Montgomery, dan baru saja pulang dari rapat di Highlander Center, Tennessee membahas pembangkangan sipil tanpa kekerasan sebagai sebuah strategi. Parks ditangkap, diadili, dan dihukum karena perilaku tidak tertib dan melanggar peraturan setempat. Setelah berita tentang insiden Parks sampai di komunitas kulit hitam, 50 pemimpin Afrika-Amerika berkumpul dan mengadakan aksi Boikot Bus Montgomery untuk menuntut sistem transportasi bus yang lebih manusiawi. Namun, setelah banyak tuntutan reformasi ditolak, NAACP pimpinan E.D. Nixon akhirnya menuntut desegregasi bus umum secara penuh. Dengan dukungan dari sebagian besar 50.000 penduduk Afrika-Amerika di Montgomery, boikot bus berlangsung selama 381 hari hingga dihapusnya peraturan segregasi setempat yang memisahkan tempat duduk orang Afrika-Amerika dan orang kulit putih di bus umum. Sembilan puluh persen orang Afrika-Amerika di Montgomery ikut serta dalam boikot yang menyebabkan pendapatan bus berkurang hingga 80% sampai akhirnya pengadilan federal memerintahkan desegregasi bus di Montgomery pada November 1956. [10]

Seorang pendeta Baptis muda bernama Martin Luther King, Jr. adalah ketua dari organisasi bernama Montgomery Improvement Association yang mengatur boikot tersebut. Protes tersebut menjadikan King sebagai tokoh nasional. Pemahamannya yang fasih terhadap persaudaraan Kristen dan idealisme Amerika menciptakan kesan positif tidak hanya di antara orang-orang di Selatan, melainkan juga di negara-negara bagian lain.

Desegregasi Little Rock, 1957

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pasukan dari Resimen 327, Lintas Udara 101 mengawal siswa Afrika-Amerika Sembilan Sekawan Little Rock menaiki tangga SMA Little Rock Central.

Little Rock, Arkansas adalah kota di Selatan yang keadaannya relatif progresif. Namun sebuah krisis meletus ketika Gubernur Arkansas Orval Faubus memanggil Garda Nasional Amerika Serikat pada tanggal 4 September untuk menghalangi masuknya Sembilan siswa Afrika-Amerika yang menuntut hak menghadiri Sekolah Menengah Atas Little Rock Central yang telah menjadi sekolah terintegrasi. [11] Kesembilan siswa telah diterima di sekolah tersebut berkat catatan prestasi akademik mereka yang sangat baik. Pada hari pertama sekolah, hanya seorang siswa wanita dari sembilan siswa yang muncul. Itu pun karena dia tidak menerima telepon yang memperingatinya tentang bahaya pergi ke sekolah. Dia dilecehkan oleh demonstran putih di luar kompleks sekolah, dan polisi harus membawanya pergi dengan mobil patroli untuk melindunginya. Selanjutnya, kesembilan siswa Afrika-Amerika tersebut harus pergi-pulang naik mobil antar-jemput dan dikawal oleh personel militer yang berkendaraan jip.

Guburnur Faubus tidak pernah memproklamirkan dirinya sebagai segregasionis. Partai Demokrat Arkansas yang waktu itu mengendalikan politik negara bagian memberikan tekanan yang signifikan terhadap Faubus. Penyebabnya, Faubus menunjukkan indikasi akan menyelidiki kemungkinan Arkansas mematuhi keputusan kasus Brown. Faubus selanjutnya mengambil sikap menentang integrasi dan perintah pengadilan federal.

Sikap Faubus mendapat perhatian dari Presiden Dwight D. Eisenhower yang bertekad menegakkan perintah pengadilan federal. Kritikus sebagai menuduh Eisenhower hanya suam-suam kuku dalam soal desegregasi sekolah umum. Eisenhower memfederalisasi Garda Nasional dan memerintahkan mereka kembali ke barak. Ia kemudian menggelar unsur-unsur dari Divisi Lintas Udara 101 ke Little Rock untuk melindungi siswa.

Kesembilan siswa memang akhirnya bisa pergi ke sekolah. Namun mereka harus melewati serombongan siswa kulit putih yang menyambut dengan meludahi mereka serta sorak-sorai cemooh. Mereka nantinya harus tabah menerima pelecehan dari sesama siswa hingga tahun ajaran berakhir. Meskipun dikawal tentara federal, para siswa ketika harus berpindah dari satu kelas ke kelas lainnya masih saja digoda dan bahkan diserang siswa kulit putih kalau mereka sedang tidak dijaga tentara. Salah seorang dari Sembilan Siswa Little Rock bernama Minnijean Brown diskors karena membalas dengan menumpahkan semangkuk chili di atas kepala seorang siswa kulit putih yang mengganggunya di antrean makan siang sekolah. Dia akhirnya dikeluarkan dari sekolah karena menyerang secara verbal seorang siswa kulit putih.[12]

Hanya seorang dari Sembilan Siswa Litle Rock, Ernest Green, yang akhirnya berkesempatan lulus. Setelah tahun ajaran 1957-1958 selesai, administrator sekolah di Little Rock memutuskan untuk menutup semua sekolah umum daripada harus melanjutkan proses integrasi untuk kemenangan orang kulit hitam. Administrator sekolah-sekolah lainnya di Selatan kemudian mengikuti keputusan Little Rock.

Aksi-aksi duduk, 1960

Gerakan Hak-Hak Sipil menerima tambahan energi baru dengan dilakukannya aksi duduk mahasiswa di kedai Woolworth di Greensboro, Carolina Utara. [13] Pada 1 Februari 1960, empat mahasiswa perguruan tinggi khusus kulit hitam North Carolina Agricultural & Technical College, bernama Ezell A. Blair, Jr. (sekarang bernama Jibreel Khazan), David Richmond, Yoseph McNeil, dan Franklin McCain duduk di konter makan siang khusus kulit putih sebagai bentuk protes kebijakan Woolworth yang menganaktirikan orang Afrika-Amerika. [14] Keempat siswa tersebut sebelumnya membelanjakan uangnya membeli barang-barang kecil di bagian lain toko tersebut dan menyimpan kuitansinya. Selanjutnya, mereka duduk di konter makan siang dan meminta dilayani. Seperti telah diduga sebelumnya, mereka tidak dilayani. Sebagai pembelaan, mereka mengeluarkan kuitansi bukti pembelian barang yang sebelumnya mereka terima. Mereka bertanya mengapa uang mereka laku diterima di gera-gerai lain toko yang sama, tapi tidak laku di konter makan siang.[15] Keempat mahasiswa itu berpakaian pantas seperti telah disarankan kepada mereka sebelumnya, dan tetap duduk dengan tenang. Mereka duduk berselang-seling, membiarkan satu kursi kosong di antara tempat duduk. Maksudnya agar simpatisan kulit putih yang berminat dapat bergabung. Aksi duduk di Greensboro segera diikuti aksi-aski duduk lainnya di Richmond, Virginia .[16] Nashville, Tennessee, dan Atlanta, Georgia..[17][18]

Sementara para mahasiswa Selatan mengadakan aksi duduk di konter-konter makan siang setempat, tokoh-tokoh berwenang setempat kadang-kadang menggunakan taktik brutal untuk mengusir mereka secara fisik dari kedai-kedai makan siang.

Strategi "aksi duduk" sebetulnya bukan hal baru. Pada tahun 1939, Samuel Wilbert Tucker, seorang pengacara Afrika-Amerika, melakukan aksi duduk di perpustakaan Alexandria, Virginia yang waktu itu menerapkan sistem segregasi. [19] Pada tahun 1960, strategi aksi duduk berhasil menarik perhatian seluruh negeri tentang adanya Gerakan Hak-Hak Sipil. [20] Kesuksesan aksi duduk di Greensboro menyulut aksi-aksi mahasiswa lain di seluruh negara bagian di Selatan. Aksi mahasiswa yang kemungkinan paling terorganisir baik, paling disiplin, dan paling segera membuahkan hasil adalah aksi di Nashville, Tennessee.[21]

Pada 9 Maret 1960, sekelompok mahasiswa dari Pusat Universitas Atlanta menerbitkan manifesto berjudul Sebuah Seruan untuk Hak Asasi Manusia (An Appeal for Human Rights) [22] dalam iklan satu halaman penuh di beberapa surat kabar, termasuk Atlanta Constitutions, Atlanta Journal, dan Atlanta Daily World. [23] Kelompok mahasiswa tersebut menamakan diri mereka Komite Banding Hak Asasi Manusia (Committee on the Appeal for Human Rights, disingkat COAHR) memprakarsai Gerakan Mahasiswa Atlanta [24] dan mulai mengorganisir aksi-aksi duduk di Atlanta[25] yang dimulai 15 Maret 1960. [18]

Pada akhir 1960, aksi-aksi duduk telah menyebar ke setiap negara bagian di Selatan dan negara-negara bagian lain yang berbatasan, bahkan hingga ke Nevada, Illinois, dan Ohio.

Para demonstran tidak hanya memusatkan aksi-aksi mereka di konter makan siang, melainkan juga di taman umum, pantai, perpustakaan, teater, museum, dan fasilitas publik lainnya. Setelah ditangkap, mahasiswa demonstran memohon agar mereka "dipenjara tanpa pembebasan dengan uang jaminan". Maksud mereka untuk menarik perhatian masyarakat terhadap masalah yang sedang mereka hadapi, sekaligus membebani akibat protes mereka pada masyarakat. Setelah mahasiswa kulit hitam berbondong-bondong dipenjara, pihak yang memenjarakan harus menanggung beban keuangan, terutama soal ketersediaan ruang penjara dan biaya makanan.

Pada April 1960, para aktivis yang memimpin aksi duduk mengadakan konferensi di Universitas Shaw, Raleigh, Carolina Utara. Konferensi sepakat untuk membentuk Komite Koordinasi Mahasiswa Antikekerasan (Student Nonviolent Coordinating Committee, disingkat SNCC). [26] SNCC meneruskan aksi-aksi konfrontasi tanpa kekerasan lebih jauh lagi hingga melakukan aksi Freedom Rides. [27]

Kebebasan Naik Bus, 1961

Kebebasan Naik Bus (Freedom Rides) adalah aksi-aksi yang dilakukan para aktivis Hak-Hak Sipil di bus-bus antarnegara bagian Selatan yang tersegregasi. Aksi ini bertujuan menguji keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat Boynton v. Virginia (1960) 364 U.S. yang menghapus segregasi untuk penumpang bus antarnegara bagian. Penyelenggara aksi naik bus tersebut adalah Kongres Ekualitas Ras (Congress of Racial Equality, disingkat CORE). Peserta aksi Freedom Rides gelombang pertama berangkat dari Washington D.C. pada 4 Mei 1961, dan dijadwalkan tiba di New Orleans pada 17 Mei.[28]

Selama melakukan aksi pertama mereka dan berikutnya, para aktivis naik bus antarkota menyusuri Pedalaman Selatan untuk mencoba integrasi sistem pemisahan tempat duduk dan memeriksa kemajuan desegregasi terminal bus, termasuk toilet dan pancuran air minum. Misi mereka terbukti sebagai misi berbahaya. Di Anniston, Alabama sebuah bus dibakar dengan bom api, hingga penumpang terpaksa berlarian menyelamatkan nyawa. Di Birmingham, Alabama, seorang informan FBI melapor soal Komisaris Keselamatan Publik bernama Eugene "Bull" Connor. Menurut informan, Connor memberi waktu 15 menit kepada para anggota Ku Klux Klan untuk menyerang kelompok Freedom Rides sebelum tiba "perlindungan" dari polisi yang sengaja datang terlambat di tempat kejadian. Para aktivis Freedom Rides dipukuli hingga babak-belur "sampai mereka kelihatan seperti seperti habis diserang anjing bulldog". James Peck, seorang aktivis putih, dipukuli begitu parahnya hingga perlu lima puluh jahitan di kepala.[butuh rujukan]

Kekerasan massa di Anniston dan Birmingham untuk sementara menghentikan aksi Kebebasan Naik Bus, tapi aktivis-aktivis SNCC dari Nashville mendatangkan peserta baru Freedom Rides untuk melanjutkan perjalanan dari Birmingham. Di Stasiun Bus Greyhound, Montgomery, Alabama, gerombolan massa menyerang bus yang dinaiki aktivis, menokok John Lewis dengan sebuah peti kayu hingga pingsan, dan menghantam wajah fotografer majalah Life Don Urbrock dengan kamera yang dibawanya. Selusin orang mengepung seorang mahasiswa kulit putih bernama Jim Zwerg dari Universitas Fisk, dan memukuli wajahnya dengan koper hingga giginya copot.[butuh rujukan]

Pada 24 Mei 1961, aktivis Freedom Rides melanjutkan perjalanan mereka ke Jackson, Mississippi. Di kota tersebut mereka ditahan dengan tuduhan "melanggar perdamaian" karena menggunakan fasilitas "khusus putih". Aksi-aksi baru kebebasan naik bus diorganisir oleh berbagai organisasi berbeda. Setelah para aktivis tiba di Jackson, mereka ditangkap. Hingga akhir musim panas 1961, lebih dari 300 aktivis dipenjara di Mississippi. [29]

Sewaktu dipenjara, para aktivis yang diperlakukan kasar. Mereka dijejalkan ke dalam sel yang sempit, kotor, dan dipukuli secara sporadis. Di Jackson, Mississippi sejumlah tahanan pria dipaksa melakukan kerja paksa di bawah suhu 38 derajat Celsius. Aktivis lainnya dipindahkan ke Penjara Negara Bagian Mississippi di Parchman. Di sana, mereka mendapat makanan yang sengaja diberi garam banyak-banyak dan kasur mereka diambil. Kadang-kadang para aktivis digantung di dinding dengan alat penyiksa yang disebut "pemutus pergelangan tangan". Biasanya, jendela sel mereka ditutup rapat-rapat ketika hari panas-panasnya, sehingga sulit bagi mereka untuk bernapas.

Simpati publik dan dukungan bagi aktivis Freedom Rides akhirnya membuat Pemerintahan Kennedy meminta Interstate Commerce Commission (ICC) agar mengeluarkan perintah desegregasi yang baru. Ketika aturan baru ICC mulai diberlakukan pada 1 November 1961, para penumpang bus diizinkan untuk duduk di mana mereka suka; plang-plang di terminal yang menandai tempat khusus "putih" dan "berwarna" dibongkar; pancuran air minum, toilet, dan ruang tunggu dijadikan satu, dan konter makan siang mulai melayani orang tanpa membedakan warna kulit.

Gerakan mahasiswa melibatkan begitu banyak tokoh terkenal seperti John Lewis, James Lawson, "guru" teori dan taktik antikekerasan, Diane Nash, pejuang keadilan yang berani; Bob Moses, pelopor pendaftaran pemilih di Mississippi, dan James Bevel, seorang pengkhotbah berapi-api, organisator, serta fasilitator yang berwibawa. Di antara aktivis mahasiswa lainnya terdapat nama-nama seperti Charles McDew, Bernard Lafayette, Charles Jones, Lonnie King, Julian Bond, Hosea Williams, dan Stokely Carmichael.

Pengorganisasian pendaftaran pemilih

Setelah aksi Freedom Rides, para pemimpin lokal kulit hitam di Mississippi seperti Amzie Moore, Aaron Henry, Medgar Evers, dan lain-lain meminta SNCC untuk membantu pendaftaran pemilih kulit hitam dan membangun organisasi masyarakat yang bisa memenangi sebagian kekuatan politik negara bagian. Setelah Mississippi meratifikasi konstitusi pada tahun 1890, dengan ketentuan seperti pajak pemilu, persyaratan tempat tinggal, dan tes melek huruf, pendaftaran pemilih menjadi lebih rumit sehingga pemilih kulit hitam harus menanggalkan hak pilih mereka. Sejak jauh sebelumnya, niat menjauhkan pemilih kulit hitam dari kotak suara merupakan bagian dari budaya supremasi putih. Pada musim gugur 1961, organisator SNCC bernama Robert Moses memulai proyek pendaftaran pemilih yang pertama di McComb dan county-county sekitarnya di sudut barat daya Mississippi. Upaya mereka dihadapi dengan represi kekerasan dari pihak berwenang lokal dan negara bagian, termasuk Dewan Warga Putih dan Ku Klux Klan yang berakhir dengan aksi-aksi pemukulan, ditangkapnya ratusan orang, dan pembunuhan aktivis pemungutan suara Herbert Lee.[30]

Oposisi putih terhadap pendaftaran pemilih hitam begitu kuat di Mississippi sehingga para aktivis Gerakan Kebebasan menyimpulkan bahwa semua organisasi hak-hak sipil harus bersatu dalam upaya terkoordinasi agar memiliki kesempatan untuk sukses. Pada Februari 1962, perwakilan-perwakilan dari SNCC, INTI, dan NAACP membentuk Council of Federated Organizations (COFO). Pada pertemuan berikutnya, Agustus 1962, SCLC menjadi bagian dari COFO.[31]

Pada musim semi 1962, dengan dana dari Proyek Pendidikan Pemilih, SNCC/COFO mulai mengorganisir pendaftaran pemilih di kawasan Delta Mississippi sekitar Greenwood, dan daerah-daerah yang mengelilingi Hattiesburg, Laurel, and Holly Springs. Seperti halnya kesulitan yang dihadapi McComb, upaya-upaya mereka harus menghadapi perlawanan sengit, penangkapan, pemukulan, penembakan, pembakaran, dan pembunuhan. Petugas pendaftaran pemilih menggunakan tes melek huruf untuk menjauhkan orang kulit hitam dari daftar pemilih. Petugas bahkan membuat standar-standar kelulusan sendiri yang bahkan sulit ditembus oleh orang berpendidikan tinggi. Selain itu, para majikan memecat para pekerja kulit hitam yang mencoba untuk mendaftar sebagai pemilih, dan tuan-tuan tanah mengusir mereka dari rumah-rumah mereka. [32] Selama tahun-tahun berikutnya, kampanye pendaftaran pemilih hitam meluas ke seluruh negara bagian.

Kampanye pendaftaran pemilih yang serupa juga dimulai oleh SNCC, CORE, dan SCLC di Louisiana, Alabama, barat daya Georgia , dan Carolina Selatan. Kampanye tersebut juga mendapat perlawanan serupa dari kalangan kulit putih. Pada 1963, kampanye pendaftaran pemilih di Selatan dijadikan sebagai bagian integral dari Gerakan Kebebasan seperti halnya upaya desegregasi. Setelah disahkannya Undang-Undang Hak-Hak Sipil 1964[1] agenda utama gerakan hak-hak sipil dipusatkan pada upaya melindungi dan memberikan fasilitas pendaftaran pemilih meskipun mendapat hambatan dari negara bagian. Upaya tersebut berakhir dengan disahkannya Undang-Undang Hak Pilih 1965.

Integrasi universitas-universitas di Mississippi, 1956-1965

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

James Meredith berjalan ke kelas didampingi oleh petugas Dinas Marsekal Amerika Serikat

Dengan maksud memanfaatkan kesempatan yang disediakan GI Bill, seorang veteran Perang Korea berkulit hitam bernama Clyde Kennard pada tahun 1956 mencoba mendaftar di Mississippi Southern College (sekarang Universitas Mississippi Selatan) di Hattiesburg. Rektor universitas, Dr. William David McCain berusaha mencegah masuknya Kennard dengan meminta pertimbangan para pemimpin kulit hitam setempat dan institusi politik negara bagian yang mendukung segregasi. McCain menggunakan pengaruh sebuah badan negara bagian bernama Komisi Kedaulatan Negara Bagian Mississippi yang dirinya tercatat sebagai anggota. Komisi tersebut didanai oleh negara bagian, dan bertujuan melawan gerakan hak-hak sipil dengan cara menggambarkan kebijakan segregasi secara positif. Komisi bahkan bertindak lebih jauh lagi dengan mengumpulkan data-data para aktivis, melecehkan mereka secara hukum, dan menggunakan boikot ekonomi terhadap mereka dengan cara mengancam kelangsungan pekerjaan (atau menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan). Semuanya dilakukan dalam usaha menekan aktivis kulit hitam.

Kennard dua kali ditangkap berdasarkan tuduhan-tuduhan palsu, dan akhirnya dinyatakan bersalah dan dihukum tujuh tahun di penjara negara bagian. [33] Setelah menjalani tiga tahun kerja paksa, Kennard akhirnya dibebaskan oleh Gubernur Mississippi Ross Barnett. Para wartawan menyelidiki kasus Kennard dan mempublikasikan perlakuan tidak layak dari negara bagian sehubungan kanker usus besar yang dideritanya. [33]

Peran McCain dalam penangkapan hingga dihukumnya Kennard tidak diketahui.[34][35][36][37] Ketika berusaha mencegah pendaftaran Kennard, McCain berpidato di Chicago dalam perjalanan dinas yang disponsori oleh Komisi Kedaulatan Negara Bagian Mississippi. Ia menggambarkan orang kulit hitam yang berusaha mewujudkan desegregasi sekolah di Selatan sebagai orang "impor" dari Utara. (Kennard adalah kelahiran dan penduduk asli Hattiesburg.)

"Kami bersikeras bahwa secara sosial dan kependidikan, kita menjaga masyarakat terpisah. ... Setelah menimbang dengan saksama, saya mengakui bahwa kita tidak ingin menggalakkan pemilih Negro. Para Negro lebih suka kalau kendali pemerintahan tetap berada di tangan orang kulit putih." [34] [36] [37]

Catatan: Mississippi telah meloloskan sebuah konstitusi baru pada tahun 1890 yang secara efektif mencabut hak pilih sebagian besar orang kulit hitam dengan mengubah persyaratan elektoral dan persyaratan pendaftaran pemilih. Meskipun mencabut hak-hak konstitusional kulit hitam yang sebelumnya sudah dijamin oleh amandemen-amandemen pasca-Perang Saudara, konstitusi baru Mississippi ternyata dapat bertahan dari gugatan Mahkamah Agung AS. Baru setelah disahkannya Undang-Undang Hak Pilih 1965, sebagian besar orang kulit hitam di Mississippi dan negara-negara bagian di selatan lainnya memperoleh perlindungan federal dalam melaksanakan hak pilih mereka.

Pada September 1962, James Meredith memenangi gugatan yang memastikan dirinya diterima di Universitas Mississippi yang sebelumnya adalah universitas tersegregasi. Ia mencoba masuk kampus dalam 3 kali kesempatan, 20 September, 25 September, dan sekali lagi pada 26 September. Dia diblokir oleh Gubernur Mississippi Ross Barnett, yang berkata, "Tidak akan ada sekolah di Mississippi yang diintegrasikan sementara saya masih Gubernur Anda." Pengadilan Banding Sirkuit Kelima Amerika Serikat menyatakan Barnett dan Letnan Gubernur Paul B. Johnson, Jr. melecehkan peradilan dan didenda lebih dari AS$10.000 untuk setiap hari Meredith ditolak masuk kampus.

Jaksa Agung Robert Kennedy mengirim perwira-perwira Marsekal Amerika Serikat. Pada 30 September 1962, Meredith memasuki kampus di bawah pengawalan mereka. Mahasiswa kulit putih dan pendukung mereka membuat kerusuhan pada malam itu, melempari batu lalu menembaki Marsekal yang menjaga Meredith di Aula Lyceum. Dua orang, termasuk seorang wartawan Perancis tewas; 28 orang Marsekal menderita luka tembak, dan 160 orang lainnya terluka. Setelah Patroli Jalan Raya Mississippi ditarik mundur dari kampus, Presiden John F. Kennedy mengirim pasukan reguler Angkatan Darat Amerika Serikat ke kampus untuk meredakan kerusuhan. Meredith mulai kuliah sehari setelah pasukan tiba. [38]

Kennard dan para aktivis lainnya terus mengusahakan terwujudnya desegregasi universitas umum. Pada tahun 1965, Raylawni Branch dan Gwendolyn Elaine Armstrong berhasil menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang kuliah di Universitas Mississippi Selatan. Pada saat itu, McCain membantu memastikan mereka dapat memasuki kampus secara damai. [39] Pada tahun 2006, Hakim Robert Helfrich memutuskan Kennard bersih dari segala tuduhan yang membuatnya dihukum pada tahun 1950-an.[33]

Gerakan Albany, 1961-1962

Setelah dikritik oleh sebagian aktivis mahasiswa karena gagal berperan sepenuhnya dalam kampanye Kebebasan Naik Bus, SCLC mencurahkan upaya dan sumber daya untuk kampanye desegregasi di Albany, Georgia pada November 1961. Martin Luther King juga dikritik secara pribadi oleh beberapa aktivis SNCC karena selalu berada di atas (hingga mendapat julukan "De Lawd") dan tidak mau turun ke bawah berhadapan dengan bahaya seperti halnya para organisator lokal. King akhirnya mau ikut campur secara pribadi membantu kampanye yang dipimpin oleh organisator SNCC dan pemimpin setempat.

Kampanye desegregasi di Albany gagal karena taktik licik dari Laurie Pritchett, kepala polisi setempat, dan perpecahan di tengah masyarakat kulit hitam. Tujuan Gerakan Albany sendiri mungkin belum cukup spesifik. Pritchett berhasil membungkam para peserta pawai tanpa serangan kekerasan terhadap demonstran hingga membuat marah publik di seluruh negeri. Ia juga mengatur supaya demonstran yang tertangkap dibawa ke penjara di daerah-daerah sekitarnya, sehingga polisi tidak kekurangan ruang penjara. Prichett jauh-jauh hari juga sudah memperhitungkan kehadiran King sebagai bahaya. Ia terpaksa membebaskan King untuk menghindari pengerahan massa dari komunitas kulit hitam. Pada tahun 1962, King lepas tangan dari Albany tanpa berhasil mencapai kemenangan dramatis. Meskipun demikian, gerakan lokal tetap melanjutkan perjuangan, dan memperoleh kemenangan signifikan beberapa tahun kemudian.[40]

Kampanye Birmingham, 1963-1964

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Gubernur Alabama George Wallace menentang desegregasi di Universitas Alabama dan dilawan oleh Wakil Jaksa Agung AS Nicholas Katzenbachat pada tahun 1963.

SCLC mendapat pelajaran berharga dari kegagalan Gerakan Albany. Oleh karena itu, ketika SCLC memulai Kampanye Birmingham pada tahun 1963, Direktur Eksekutif Wyatt Tee Walker merencanakan sendiri strategi dan taktik kampanye secara cermat. Kampanye dipusatkan pada satu tujuan, desegregasi toko-toko milik pedagang di pusat kota Birmingham, dan tidak mengharapkan desegregasi total seperti di Albany. Upaya-upaya desegregasi di Albany terbantu oleh respon brutal dari pejabat lokal, khususnya Eugene "Bull" Connor yang menjabat Komisaris Keamanan Publik. Sebagai Komisaris Keamanan Publik, Connor telah lama berkuasa secara politik, namun tidak terpilih ketika mencalonkan dirinya menjadi wali kota. Ia kalah dari kandidat yang juga seorang segregasionis, tapi tidak begitu fanatik. Sebagai bentuk penolakan terhadap kekuasaan wali kota yang baru, Connor berniat untuk terus menduduki jabatannya.

Kampanye di Birmingham menggunakan berbagai metode konfrontasi tanpa kekerasan, termasuk aksi duduk, aksi berlutut di gereja-gereja setempat, dan berpawai ke gedung county untuk menandai dimulainya tuntutan untuk mendaftar para pemilih. Namun pemerintah kota berhasil memperoleh perintah pengadilan yang melarang semua protes. Organisator kampanye yakin bahwa putusan tersebut inkonstitusional hingga kampanye tetap diteruskan, tapi mereka bersiap-siap untuk menghadapi penangkapan massal para aktivis. King termasuk salah seorang yang ditangkap pada 12 April 1963. [41]

Sewaktu di penjara, King menulis "Surat dari Penjara Birmingham" yang terkenal itu.[42] Naskah ditulisnya di pinggiran yang kosong pada halaman surat kabar karena sama sekali tidak diizinkan mendapat kertas untuk menulis sewaktu ditahan di sel isolasi. [43] Para pendukung meminta bantuan Pemerintah Kennedy yang campur tangan untuk mendapatkan perintah pembebasan King. setelah para pendukung meminta bantuan. Sebelum dibebaskan pada pagi 19 April 1963, King diizinkan untuk menelepon istrinya yang sedang beristirahat memulihkan kesehatan di rumah setelah melahirkan anak keempat mereka.

Setelah banyak demonstran yang ditangkap, Kampanye Birmingham goyah karena kehabisan demonstran yang bersedia mengambil risiko ditangkap. James Bevel, Direktur Aksi Kangsung dan Pendidikan Antikekerasan SCLC, menemukan cara alternatif yang berani sekaligus kontroversial dengan cara melatih murid sekolah menengah atas untuk turut serta dalam demonstrasi. Akibatnya, lebih dari seribu murid bolos sekolah pada 2 Mei 1963 untuk berkumpul di Gereja Baptis 16th Street. Mereka bergabung dengan demonstrasi yang kemudian dikenal sebagai Perang Salib Anak-Anak. Akibatnya, lebih dari enam ratus siswa berakhir di penjara. Penangkapan jadi berita, meskipun awalnya polisi bertindak sambil menahan diri. Namun pada hari berikutnya, seribu siswa lainnya datang berkumpul di gereja. Ketika mereka mulai berpawai, Bull Connor melepaskan anjing polisi ke arah mereka, lalu menyiram anak-anak dengan selang air pemadam kebakaran. Pemirsa di seluruh penjuru negeri menyaksikan televisi yang menyiarkan gambar anak-anak sekolah yang ditumbangkan siraman air selang pemadam kebakaran dan anjing-anjing polisi yang menyerang demonstran satu demi satu.

Kemarahan publik meluas hingga pemerintah Kennedy harus campur tangan lebih jauh dalam negosiasi antara komunitas bisnis kulit putih dan SCLC. Pada 10 Mei 1963, para pihak mengumumkan sebuah perjanjian yang isinya menyepakati desegregasi konter makan siang dan fasilitas publik di pusat kota, pendirian sebuah komite untuk menghapus praktik-praktik perekrutan yang diskriminatif, pembebasan demonstran yang dipenjarakan, dan penyediaan sarana komunikasi reguler antara pemimpin kulit hitam dan kulit putih.

Tidak semua orang di komunitas kulit hitam menyetujui persetujuan tersebut, terutama Pdt. Fred Shuttlesworth yang sangat kritis. Berdasarkan pengalamannya dalam berhubungan dengan struktur kekuasaan di Birmingham, dirinya skeptis dengan niat baik mereka. Unsur-unsur masyarakat kulit putih bereaksi keras. Mereka mengebom Motel Gaston yang dijadikan markas tidak resmi SCLC, rumah Pdt. A.D. King, kakak Martin Luther King.

Kennedy bersiap-siap menurunkan Garda Nasional Alabama bila keadaan memerlukan. Empat bulan kemudian, pada 15 September, sebuah konspirasi anggota Ku Klux Klan mengebom Gereja Baptis Sixteenth Street di Birmingham, menewaskan empat gadis muda.

Sementara itu pada musim panas 1963, Gubernur Alabama George Wallace berusaha menghentikan [44] berjalannya integrasi Universitas Alabama. Presiden John F. Kennedy menggunakan pengaruhnya sehingga Gubernur Wallace minggir, dan dua siswa kulit hitam diizinkan kuliah. Malam itu, Presiden Kennedy menyampaikan pidato hak-hak sipil yang bersejarah. Pidato tersebut disiarkan secara nasional oleh televisi dan radio.[45] Keesokan harinya, Medgar Evers dibunuh di Mississippi.[46][47] Seperti yang telah dijanjikan, minggu berikutnya pada 19 Juni 1963, Presiden Kennedy menyampaikan RUU Hak-Hak Sipil kepada Kongres.[48]

Pawai di Washington, 1963

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pawai di Washington untuk Pekerjaan dan Kebebasan di National Mall.

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pawai Hak-Hak Sipil di Washington, para pemimpin berpawai dari Monumen Washington ke Lincoln Memorial.

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Demonstran Hak-Hak Sipil di Lincoln Memorial

A. Philip Randolph sebelumnya pernah merencanakan pawai di Washington, D.C. pada tahun 1941 untuk mendukung tuntutan dihapusnya diskriminasi dalam pekerjaan di industri pertahanan. Pawai dibatalkan ketika pemerintah Roosevelt memenuhi permintaannya dengan mengeluarkan Executive Order 8802 yang melarang diskriminasi ras dan mendirikan sebuah badan yang mengawasi kepatuhan perintah presiden tersebut.

Randolph dan Bayard Rustin adalah kepala perencana pawai kedua yang mereka usulkan pada tahun 1962. Pemerintahan Kennedy memberi tekanan keras pada Randolph dan King untuk membatalkan rencana pawai tapi tidak berhasil. Pawai di Washington akhirnya dilangsungkan pada 28 Agustus 1963.

Berbeda dari pawai tahun 1941 yang dalam perencanaannya hanya menyertakan organisasi yang dipimpin kulit hitam, pawai tahun 1963 merupakan upaya kolaborasi dari semua organisasi utama hak-hak sipil, sayap yang lebih progresif dari gerakan buruh, dan organisasi liberal lainnya. Pawai di Washington memiliki enam tujuan resmi:

  • hukum hak-hak sipil yang bermakna,
  • program lapangan kerja federal secara besar-besaran
  • pekerjaan yang adil dan penuh
  • perumahan yang layak
  • hak untuk memilih, dan
  • pendidikan terpadu yang memadai.

Dari butir-butir tersebut, fokus utama pawai adalah bagian hukum hak-hak sipil seperti yang telah diusulkan pemerintahan Kennedy setelah terjadinya pergolakan di Birmingham.

Liputan media nasional juga sangat membantu tereksposnya pawai secara nasional. Dalam bab berjudul "Pawai di Washington dan Berita Televisi,"[49] William Thomas menulis: "Lebih dari lima ratus juru kamera, teknisi, dan koresponden dari jaringan-jaringan berita utama bersiap untuk meliput peristiwa itu. Jumlah kamera yang disiapkan jauh lebih banyak dari jumlah kamera yang dipakai untuk memfilmkan pelantikan presiden yang terakhir. Salah satu kamera diposisikan di tempat yang tinggi, di atas Monumen Washington, untuk memberikan pemandangan dramatis dari para demonstran ". Dengan menyiarkan pidato-pidato pada organisator dan menyiarkan komentar mengenainya, stasiun-stasiun televisi secara harfiah telah membingkai cara pemirsa lokal melihat dan memahami peristiwa tersebut. [49]


Page 3

Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1955-1968) mengacu pada gerakan-gerakan di Amerika Serikat yang ditujukan untuk melarang diskriminasi rasial terhadap orang Afrika-Amerika dan memulihkan hak-hak suara mereka. Artikel ini mencakup fase gerakan antara tahun 1955 dan 1968, khususnya di Selatan Amerika Serikat. Munculnya Gerakan Kekuatan Hitam yang berlangsung sekitar 1966-1975, memperluas tujuan Gerakan Hak-Hak Sipil untuk memasukkan martabat ras, swasembada ekonomi dan politik, serta kebebasan dari penindasan orang Amerika berkulit putih.

Gerakan ini ditandai oleh kampanye-kampanye besar perlawanan sipil. Antara 1955 dan 1968, aksi-aksi protes antikekerasan dan pembangkangan sipil mengakibatkan terjadinya situasi krisis antara pihak aktivis dan pemerintah. Pemerintah federal dan negara bagian, pemerintah lokal, pemilik bisnis, dan masyarakat sering harus segera tanggap terhadap berbagai peristiwa yang menyoroti ketidakadilan yang dihadapi orang Afrika-Amerika. Bentuk-bentuk protes dan/atau pembangkangan sipil di antaranya: pemboikotan-pemboikotan seperti Boikot Bus Montgomery (1955-1956) yang sukses di Alabama; "aksi-aksi duduk" seperti aksi duduk di Greensboro yang berpengaruh di Carolina Utara (1960), pawai-pawai, seperti Pawai dari Selma ke Montgomery (1965) di Alabama, dan berbagai aktivitas antikekerasan lainnya.

Pencapaian legislatif terpenting selama fase Gerakan Hak Sipil termasuk bagian dari: Undang-Undang Hak-Hak Sipil tahun 1964 [1] yang melarang diskriminasi berdasarkan "ras, warna, agama, atau asal usul bangsa" dalam praktik-praktik ketenagakerjaan dan akomodasi publik; Undang-Undang Hak Pilih 1965 yang memulihkan dan melindungi hak suara; Undang-Undang Layanan Imigrasi dan Kewarganegaraan 1965 yang secara dramatis membuka pintu masuk ke Amerika Serikat untuk imigran-imigran bangsa lain yang bukan dari dari kelompok-kelompok tradisional Eropa, dan Undang-Undang Perumahan Adil 1968 yang melarang diskriminasi dalam penjualan atau sewa perumahan. Afrika-Amerika memasuki kembali dunia politik di Selatan, dan generasi muda di seluruh negeri terinspirasi untuk ikut berpartisipasi.

Latar belakang

Setelah pemilihan tahun 1876 yang disengketakan dan berakibat pada berakhirnya Rekonstruksi, orang kulit putih di Selatan menguasai kembali kontrol politik di wilayah tersebut, setelah melakukan intimidasi dan kekerasan dalam pemilu-pemilu. Pencabutan hak pilih orang Afrika-Amerika berlangsung secara sistematis di negara-negara Selatan dari 1890 hingga 1908 dan baru berakhir hingga disahkannya undang-undang hak-hak sipil nasional pada pertengahan 1960-an. Selama lebih dari 60 tahun, misalnya, orang kulit hitam di Selatan tidak dapat memilih siapa pun untuk mewakili kepentingan mereka di Kongres AS atau pemerintah daerah.[2]

Selama periode tersebut, Partai Demokrat yang didominasi kulit putih memperoleh kendali politik di negara-negara bagian Selatan. Partai Republik atau dikenal sebagai "partainya Lincoln" yang sebagian besar orang kulit hitam bergabung sebagai anggota, menciut menjadi tidak berarti setelah terjadinya penekanan pada pendaftaran pemilih hitam. Pada awal abad ke-20, hampir semua pejabat terpilih di Selatan berasal dari Partai Demokrat.[butuh rujukan]

Pada saat yang bersamaan dengan pencabutan hak pilih orang Afrika-Amerika, para Demokrat berkulit putih memaksakan segregasi rasial secara hukum. Kekerasan terhadap orang kulit hitam meningkat. Sistem diskriminasi ras yang disahkan negara bagian diberlakukan secara nyata, dan penindasan yang terjadi pada era pasca-Rekonstruksi Selatan nantinya dikenal sebagai sistem "Jim Crow". Sistem tersebut hampir-hampir tidak tergoyahkan hingga awal tahun 1950-an. Dengan demikian, awal abad ke-20 adalah periode yang sering disebut sebagai "titik nadir hubungan ras di Amerika". Sementara pelanggaran hak-hak sipil dan masalah-masalahnya berlangsung secara hebat di Selatan, ketegangan-ketegangan sosial juga memengaruhi orang Afrika-Amerika di daerah-daerah lain. [3]

Karakteristik periode pasca-Rekonstruksi:

  • Segregasi rasial. Secara hukum, [4] fasilitas-fasilitas umum dan layanan pemerintah seperti pendidikan dibagi dua menjadi tempat untuk "kulit putih" dan "kulit berwarna". Fasilitas untuk kulit berwarna mudah dibedakan karena kekurangan dana dan berkualitas rendah.
  • Pencabutan hak pilih. Ketika Demokrat putih kembali berkuasa, mereka mengesahkan undang-undang yang membuat pendaftaran pemilih menjadi lebih sulit bagi kulit hitam. Pemilih-pemilih kulit hitam dicoreti dari daftar pemilih. Jumlah pemilih Amerika Afrika turun drastis, dan mereka tidak lagi mampu memilih wakil rakyat. Dari tahun 1890 hingga 1908, negara-negara bagian Selatan bekas anggota Konfederasi membuat konstitusi dengan ketetapan-ketetapan yang menghilangkan hak memilih puluhan ribu orang Afrika-Amerika.
  • Eksploitasi. Peningkatan penindasan ekonomi terhadap orang kulit hitam, Latino, dan Asia, penyangkalan peluang ekonomi, dan diskriminasi kerja yang meluas.
  • Kekerasan. Kekerasan rasial massal terhadap orang kulit hitam (dan orang Latino di Barat Daya dan Asia di California) yang dilakukan oleh organisasi, polisi, maupun perorangan.

Orang Afrika-Amerika dan ras minoritas lainnya menolak perlakuan tersebut. Mereka menolaknya dengan berbagai cara dan mencari kesempatan yang lebih baik melalui tuntutan hukum, organisasi-organisasi baru, ganti rugi politik, dan pengorganisasian buruh (lihat Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1896-1954)). Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna (NAACP) didirikan pada tahun 1909. NAACP berjuang untuk mengakhiri diskriminasi ras melalui upaya-upaya litigasi, pendidikan, dan lobi. Puncak pencapaian NAACP adalah kemenangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung Brown v. Board of Education (1954) yang menolak sistem terpisah sekolah kulit putih dan kulit berwarna, dan berimplikasi pada pembatalan doktrin "terpisah tapi sederajat" yang terbentuk setelah kasus Plessy v. Ferguson.

Situasi orang kulit hitam di luar negara-negara Selatan agak lebih baik (di sejumlah besar negara bagian mereka masih mempunyai hak pilih dan menyekolahkan anak-anak, meskipun masih menghadapi diskriminasi di bidang perumahan dan pekerjaan). Dari tahun 1910 sampai 1970, orang Afrika-Amerika mencari kehidupan yang lebih baik dengan bermigrasi ke Amerika Serikat bagian utara dan barat. Sebanyak hampir 7 juta orang kulit hitam meninggalkan negara-negara bagian Selatan dalam perpindahan secara besar-besaran yang dikenal sebagai Migrasi Besar.

Disemangatkan kembali oleh kemenangan kasus Brown v. Board of Education, dan frustrasi akibat kurangnya dampak praktis langsung, warga masyarakat makin menolak pendekatan legalistik dan gradualis sebagai sarana utama untuk mewujudkan desegregasi. Mereka harus berhadapan dengan "perlawanan besar-besaran" di Selatan oleh para pendukung segregasi rasial dan penindasan pemilih. Sebagai bentuk perlawanan, kalangan Afrika-Amerika mengadopsi strategi gabungan dari aksi langsung dan perlawanan tanpa kekerasan yang dikenal sebagai pembangkangan sipil, dan akhirnya melahirkan Gerakan Hak-Hak Sipil Amerika-Afrika 1955-1968.

Aksi massa sebagai pengganti litigasi

Strategi pendidikan publik, lobi legislatif, dan litigasi di sistem pengadilan yang menjadi ciri khas Gerakan Hak-Hak Sipil sepanjang paruh pertama abad ke-20 diperluas setelah kemenangan Brown v. Board of Education menjadi sebuah strategi yang menekankan "tindakan langsung"--terutama dalam bentuk boikot, aksi duduk, Kebebasan Naik Bus (Freedom Rides), pawai-pawai dan taktik-taktik serupa yang mengandalkan mobilisasi massa, perlawanan tanpa kekerasan, dan pembangkangan sipil. Pendekatan aksi massa seperti ini menandai Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika dari 1960-1968.

Gereja-gereja, pusat-pusat komunitas, organisasi akar-rumput setempat, perkumpulan fraternitas, dan bisnis-bisnis yang dimiliki orang kulit hitam memobilisasi sukarelawan untuk berpartisipasi dalam tindakan berbasis luas. Upaya-upaya tersebut ternyata lebih bersifat langsung dan berpotensi lebih cepat dalam menciptakan perubahan dibandingkan dengan pendekatan tradisional berupa tuntutan-tuntutan di pengadilan.

Pada tahun 1952, Dewan Regional Kepemimpinan Negro (Regional Council of Negro Leadership, disingkat RCNL) pimpinan T.R.M. Howard, seorang ahli bedah kulit hitam sekaligus pengusaha dan pemilik perkebunan, mengadakan boikot pompa bensin yang sukses di Mississippi. SPBU yang menjadi sasaran boikot adalah SPBU yang menolak untuk menyediakan toilet untuk kulit hitam. Melalui RCNL, Howard memimpin kampanye untuk mengekspos kekejaman oleh patroli jalan raya negara bagian Mississippi dan mendorong orang kulit hitam untuk membuka deposito di Tri-State Bank di Nashville yang dimiliki orang kulit hitam. Bank tersebut kemudian memberikan pinjaman kepada aktivis hak-hak sipil yang telah menjadi korban dari "kelangkaan kredit" yang dibuat oleh Dewan Warga Putih (White Citizen's Councils). [5]

Asosiasi Perbaikan Montgomery yang didirikan untuk memimpin aksi Boikot Bus Montgomery berhasil mengadakan aksi boikot secara terus menerus sampai lebih dari satu tahun hingga akhirnya dikeluarkan perintah pengadilan federal tentang desegregasi bus di Montgomery. Kesuksesan di Montgomery mengangkat nama pemimpinnya, Dr. Martin Luther King, Jr sebagai seorang tokoh yang dikenal secara nasional. Aksi tersebut juga menjadi inspirasi untuk aksi-aksi boikot bus lainnya, seperti aksi boikot bus di Tallahassee, Florida (1956-1957) yang sangat sukses.

Pada tahun 1957, pemimpin Asosiasi Perbaikan Montgomery, Dr. King dan Pdt. John Duffy, bergabung dengan para pemimpin gereja lainnya yang telah memimpin upaya-upaya boikot yang mirip, seperti: Pendeta C.K. Steele dari Tallahassee dan Pdt. T.J. Jemison dari Baton Rouge, dan aktivis lainnya, seperti: Pendeta Fred Shuttlesworth, Ella Baker, A. Philip Randolph, Bayard Rustin, dan Stanley Levison untuk membentuk Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan (Southern Christian Leadership Conference, disingkat SCLC). Dari markas besarnya di Atlanta, Georgia, SCLC tidak berusaha untuk mendirikan jaringan kantor cabang seperti halnya dilakukan oleh NAACP. Sebagai gantinya, SCLC menyediakan pelatihan dan bantuan kepemimpinan untuk upaya-upaya lokal melawan segregasi. Di markas besarnya, SCLC menggalang dana, sebagian besar dari sumber-sumber di negara bagian Utara untuk mendukung kampanye-kampanye mereka. SCLC menjadikan antikekerasan sebagai prinsip utama sekaligus metode utama mereka dalam menghadapi rasisme.

Pada tahun 1959, Septima Clarke, Bernice Robinson, dan Esau Jenkins dibantu Highlander Folk School di Tennessee mulai membuka Sekolah Kewarganegaraan (Citizenship School) pertama di Kepulauan Laut, Carolina Selatan. Sekolah tersebut mengajarkan membaca kepada orang kulit hitam agar melek huruf sehingga dapat lulus tes untuk mendapat hak memilih dalam pemilu. Program Sekolah Kewarganegaraan sukses besar berhasil memperbanyak jumlah pemilih hitam di Johns Island hingga tiga kali lipat. SCLC mengambil alih program tersebut dan mengadakan program-program serupa yang sukses di tempat lain.

Peristiwa-peristiwa penting

Brown v. Board of Education, 1954

Pada musim semi 1951, keresahan terjadi di kalangan siswa kulit hitam menyangkut sistem pendidikan negara bagian Virginia. Pada waktu itu, para siswa Sekolah Menengah Atas Moton di Prince Edward County yang menerapkan sistem sekolah segregasi, memutuskan untuk menyelesaikan masalah dengan tangan sendiri dalam memerangi dua hal: terlalu banyaknya siswa dibandingkan luas pekarangan sekolah dan kondisi-kondisi yang tidak memuaskan di sekolah mereka. Tindakan para siswa hitam di Selatan waktu itu benar-benar tidak terduga sebelumnya, dan dianggap tidak pantas oleh kulit putih yang masih mengharapkan perilaku subordinasi dari kulit hitam. Selain itu, beberapa pemimpin lokal NAACP telah mencoba membujuk para siswa untuk membatalkan niat mereka memprotes hukum Jim Crow tentang segregasi sekolah. Setelah tuntutan NAACP tidak diterima oleh siswa, NAACP langsung memihak para siswa yang menentang segregasi sekolah. Peristiwa tersebut menjadi salah satu dari lima kasus pengadilan yang kini disebut Brown v. Board of Education. [6]

Pada 17 Mei 1954, Mahkamah Agung Amerika Serikat menjatuhkan putusan mengenai kasus Brown v. Board of Education of Topeka, Kansas . Dalam kasus tersebut, penggugat menuduh bahwa pendidikan anak-anak kulit hitam di sekolah umum yang terpisah dari rekan-rekan siswa kulit putih sebagai inkonstitusional. Pendapat Mahkamah Agung menyatakan bahwa segregasi "anak kulit putih dan anak kulit berwarna di sekolah umum memiliki efek merugikan pada anak-anak berwarna. Dampaknya lebih besar bila pemisahan tersebut memiliki sanksi hukum, karena kebijakan memisahkan ras biasanya ditafsirkan sebagai pernyataan inferioritas kelompok Negro".

Para pengacara dari NAACP harus mengumpulkan beberapa bukti yang masuk akal untuk memenangi kasus Brown vs Board of Education. Cara mereka menangani masalah segregasi sekolah adalah dengan menguraikan secara panjang lebar sejumlah argumen. Salah satu dari argumen adalah kesempatan terpaparnya anak pada kontak antar-ras di lingkungan sekolah. Dikatakan bahwa hal tersebut di kemudian hari dapat membantu mencegah anak-anak tumbuh di tengah tekanan-tekanan masyarakat yang berkaitan dengan ras. Oleh karena itu tercipta kesempatan yang lebih baik untuk hidup di alam demokrasi. Argumen lainnya mengacu pada penekanan tentang bagaimana "'pendidikan' memahami seluruh proses pengembangan dan pelatihan kekuatan mental, fisik dan moral, serta kemampuan manusia"[7]. Dalam buku Goluboff, tujuan NAACP dinyatakan sebagai membuat Mahkamah Agung sadar akan adanya fakta anak-anak Afrika-Amerika yang menjadi korban legalisasi segregasi sekolah dan tidak memiliki jaminan masa depan yang cerah. yang Tidak adanya kesempatan untuk terpapar budaya lain dikhawatirkan menghalangi tumbuhnya kemampuan anak-anak kulit hitam untuk berfungsi di kemudian hari dalam kehidupan normal sebagai orang dewasa.

Mahkamah Agung memutuskan bahwa kedua putusan sebelumnya, Plessy v. Ferguson (1896) yang mendasari standar umum "terpisah tapi sederajat" yang bersifat segregasionisme, dan Cumming v. Richmond County Board of Education (1899) yang menerapkan standar tersebut ke sekolah-sekolah sebagai inkonstitusional. Tahun berikutnya, pada kasus yang dikenal sebagai Brown v. Board of Education, Mahkamah Agung memerintahkan segregasi untuk secara bertahap dihapus, "dengan tanpa terburu-buru". [8] Brown v. Board of Education of Topeka, Kansas, Kansas (1954) tidak membatalkan Plessy v. Ferguson (1896). Plessy v. Ferguson adalah dasar segregasi dalam transportasi, sedangkan Brown v. Board of Education hanya menyangkut segregasi dalam pendidikan. Meskipun demikian, Brown v. Board of Education merupakan langkah pertama menuju masa depan yang membatalkan keputusan 'terpisah tapi setara'.

Pada 18 Mei 1954 Greensboro menjadi kota pertama di Selatan yang secara terbuka mengumumkan akan dipatuhinya keputusan Mahkamah Agung AS Brown v. Board of Education yang menyatakan segregasi rasial di sekolah-sekolah umum Amerika Serikat sebagai inkonstitusional. "Benar-benar tak terpikirkan sebelumnya," komentar Penilik Dewan Sekolah Benjamin Smith, "bahwa kita akan mencoba untuk [membatalkan] hukum Amerika Serikat." Sejalan dengan sikap Smith, pemungutan suara di dewan sekolah berakhir dengan hasil mendukung putusan Mahkamah Agung, enam lawan satu. Penerimaan yang positif terhadap putusan kasus Brown, bersamaan dengan ditunjuknya warga Afrika-Amerika Dr. David Jones sebagai dewan sekolah pada tahun 1953, telah meyakinkan banyak warga kulit putih dan kulit hitam bahwa Greensboro sedang bergerak maju ke depan, dan kemungkinan akan muncul sebagai perintis integrasi sekolah. Integrasi di Greensboro berlangsung sedikit lebih damai dibandingkan negara-negara Selatan lainnya seperti Alabama, Arkansas, dan Virginia yang terjadi “perlawanan massal” . [9]

Rosa Parks dan Boikot Bus Montgomery, 1955-1956

Pada 1 Desember 1955, Rosa Parks (nantinya dikenal sebagai "Ibu Gerakan Hak Sipil") menolak memberikan kursi yang didudukinya di bus umum untuk penumpang kulit putih. Ia waktu itu menjabat sekretaris cabang NAACP Montgomery, dan baru saja pulang dari rapat di Highlander Center, Tennessee membahas pembangkangan sipil tanpa kekerasan sebagai sebuah strategi. Parks ditangkap, diadili, dan dihukum karena perilaku tidak tertib dan melanggar peraturan setempat. Setelah berita tentang insiden Parks sampai di komunitas kulit hitam, 50 pemimpin Afrika-Amerika berkumpul dan mengadakan aksi Boikot Bus Montgomery untuk menuntut sistem transportasi bus yang lebih manusiawi. Namun, setelah banyak tuntutan reformasi ditolak, NAACP pimpinan E.D. Nixon akhirnya menuntut desegregasi bus umum secara penuh. Dengan dukungan dari sebagian besar 50.000 penduduk Afrika-Amerika di Montgomery, boikot bus berlangsung selama 381 hari hingga dihapusnya peraturan segregasi setempat yang memisahkan tempat duduk orang Afrika-Amerika dan orang kulit putih di bus umum. Sembilan puluh persen orang Afrika-Amerika di Montgomery ikut serta dalam boikot yang menyebabkan pendapatan bus berkurang hingga 80% sampai akhirnya pengadilan federal memerintahkan desegregasi bus di Montgomery pada November 1956. [10]

Seorang pendeta Baptis muda bernama Martin Luther King, Jr. adalah ketua dari organisasi bernama Montgomery Improvement Association yang mengatur boikot tersebut. Protes tersebut menjadikan King sebagai tokoh nasional. Pemahamannya yang fasih terhadap persaudaraan Kristen dan idealisme Amerika menciptakan kesan positif tidak hanya di antara orang-orang di Selatan, melainkan juga di negara-negara bagian lain.

Desegregasi Little Rock, 1957

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pasukan dari Resimen 327, Lintas Udara 101 mengawal siswa Afrika-Amerika Sembilan Sekawan Little Rock menaiki tangga SMA Little Rock Central.

Little Rock, Arkansas adalah kota di Selatan yang keadaannya relatif progresif. Namun sebuah krisis meletus ketika Gubernur Arkansas Orval Faubus memanggil Garda Nasional Amerika Serikat pada tanggal 4 September untuk menghalangi masuknya Sembilan siswa Afrika-Amerika yang menuntut hak menghadiri Sekolah Menengah Atas Little Rock Central yang telah menjadi sekolah terintegrasi. [11] Kesembilan siswa telah diterima di sekolah tersebut berkat catatan prestasi akademik mereka yang sangat baik. Pada hari pertama sekolah, hanya seorang siswa wanita dari sembilan siswa yang muncul. Itu pun karena dia tidak menerima telepon yang memperingatinya tentang bahaya pergi ke sekolah. Dia dilecehkan oleh demonstran putih di luar kompleks sekolah, dan polisi harus membawanya pergi dengan mobil patroli untuk melindunginya. Selanjutnya, kesembilan siswa Afrika-Amerika tersebut harus pergi-pulang naik mobil antar-jemput dan dikawal oleh personel militer yang berkendaraan jip.

Guburnur Faubus tidak pernah memproklamirkan dirinya sebagai segregasionis. Partai Demokrat Arkansas yang waktu itu mengendalikan politik negara bagian memberikan tekanan yang signifikan terhadap Faubus. Penyebabnya, Faubus menunjukkan indikasi akan menyelidiki kemungkinan Arkansas mematuhi keputusan kasus Brown. Faubus selanjutnya mengambil sikap menentang integrasi dan perintah pengadilan federal.

Sikap Faubus mendapat perhatian dari Presiden Dwight D. Eisenhower yang bertekad menegakkan perintah pengadilan federal. Kritikus sebagai menuduh Eisenhower hanya suam-suam kuku dalam soal desegregasi sekolah umum. Eisenhower memfederalisasi Garda Nasional dan memerintahkan mereka kembali ke barak. Ia kemudian menggelar unsur-unsur dari Divisi Lintas Udara 101 ke Little Rock untuk melindungi siswa.

Kesembilan siswa memang akhirnya bisa pergi ke sekolah. Namun mereka harus melewati serombongan siswa kulit putih yang menyambut dengan meludahi mereka serta sorak-sorai cemooh. Mereka nantinya harus tabah menerima pelecehan dari sesama siswa hingga tahun ajaran berakhir. Meskipun dikawal tentara federal, para siswa ketika harus berpindah dari satu kelas ke kelas lainnya masih saja digoda dan bahkan diserang siswa kulit putih kalau mereka sedang tidak dijaga tentara. Salah seorang dari Sembilan Siswa Little Rock bernama Minnijean Brown diskors karena membalas dengan menumpahkan semangkuk chili di atas kepala seorang siswa kulit putih yang mengganggunya di antrean makan siang sekolah. Dia akhirnya dikeluarkan dari sekolah karena menyerang secara verbal seorang siswa kulit putih.[12]

Hanya seorang dari Sembilan Siswa Litle Rock, Ernest Green, yang akhirnya berkesempatan lulus. Setelah tahun ajaran 1957-1958 selesai, administrator sekolah di Little Rock memutuskan untuk menutup semua sekolah umum daripada harus melanjutkan proses integrasi untuk kemenangan orang kulit hitam. Administrator sekolah-sekolah lainnya di Selatan kemudian mengikuti keputusan Little Rock.

Aksi-aksi duduk, 1960

Gerakan Hak-Hak Sipil menerima tambahan energi baru dengan dilakukannya aksi duduk mahasiswa di kedai Woolworth di Greensboro, Carolina Utara. [13] Pada 1 Februari 1960, empat mahasiswa perguruan tinggi khusus kulit hitam North Carolina Agricultural & Technical College, bernama Ezell A. Blair, Jr. (sekarang bernama Jibreel Khazan), David Richmond, Yoseph McNeil, dan Franklin McCain duduk di konter makan siang khusus kulit putih sebagai bentuk protes kebijakan Woolworth yang menganaktirikan orang Afrika-Amerika. [14] Keempat siswa tersebut sebelumnya membelanjakan uangnya membeli barang-barang kecil di bagian lain toko tersebut dan menyimpan kuitansinya. Selanjutnya, mereka duduk di konter makan siang dan meminta dilayani. Seperti telah diduga sebelumnya, mereka tidak dilayani. Sebagai pembelaan, mereka mengeluarkan kuitansi bukti pembelian barang yang sebelumnya mereka terima. Mereka bertanya mengapa uang mereka laku diterima di gera-gerai lain toko yang sama, tapi tidak laku di konter makan siang.[15] Keempat mahasiswa itu berpakaian pantas seperti telah disarankan kepada mereka sebelumnya, dan tetap duduk dengan tenang. Mereka duduk berselang-seling, membiarkan satu kursi kosong di antara tempat duduk. Maksudnya agar simpatisan kulit putih yang berminat dapat bergabung. Aksi duduk di Greensboro segera diikuti aksi-aski duduk lainnya di Richmond, Virginia .[16] Nashville, Tennessee, dan Atlanta, Georgia..[17][18]

Sementara para mahasiswa Selatan mengadakan aksi duduk di konter-konter makan siang setempat, tokoh-tokoh berwenang setempat kadang-kadang menggunakan taktik brutal untuk mengusir mereka secara fisik dari kedai-kedai makan siang.

Strategi "aksi duduk" sebetulnya bukan hal baru. Pada tahun 1939, Samuel Wilbert Tucker, seorang pengacara Afrika-Amerika, melakukan aksi duduk di perpustakaan Alexandria, Virginia yang waktu itu menerapkan sistem segregasi. [19] Pada tahun 1960, strategi aksi duduk berhasil menarik perhatian seluruh negeri tentang adanya Gerakan Hak-Hak Sipil. [20] Kesuksesan aksi duduk di Greensboro menyulut aksi-aksi mahasiswa lain di seluruh negara bagian di Selatan. Aksi mahasiswa yang kemungkinan paling terorganisir baik, paling disiplin, dan paling segera membuahkan hasil adalah aksi di Nashville, Tennessee.[21]

Pada 9 Maret 1960, sekelompok mahasiswa dari Pusat Universitas Atlanta menerbitkan manifesto berjudul Sebuah Seruan untuk Hak Asasi Manusia (An Appeal for Human Rights) [22] dalam iklan satu halaman penuh di beberapa surat kabar, termasuk Atlanta Constitutions, Atlanta Journal, dan Atlanta Daily World. [23] Kelompok mahasiswa tersebut menamakan diri mereka Komite Banding Hak Asasi Manusia (Committee on the Appeal for Human Rights, disingkat COAHR) memprakarsai Gerakan Mahasiswa Atlanta [24] dan mulai mengorganisir aksi-aksi duduk di Atlanta[25] yang dimulai 15 Maret 1960. [18]

Pada akhir 1960, aksi-aksi duduk telah menyebar ke setiap negara bagian di Selatan dan negara-negara bagian lain yang berbatasan, bahkan hingga ke Nevada, Illinois, dan Ohio.

Para demonstran tidak hanya memusatkan aksi-aksi mereka di konter makan siang, melainkan juga di taman umum, pantai, perpustakaan, teater, museum, dan fasilitas publik lainnya. Setelah ditangkap, mahasiswa demonstran memohon agar mereka "dipenjara tanpa pembebasan dengan uang jaminan". Maksud mereka untuk menarik perhatian masyarakat terhadap masalah yang sedang mereka hadapi, sekaligus membebani akibat protes mereka pada masyarakat. Setelah mahasiswa kulit hitam berbondong-bondong dipenjara, pihak yang memenjarakan harus menanggung beban keuangan, terutama soal ketersediaan ruang penjara dan biaya makanan.

Pada April 1960, para aktivis yang memimpin aksi duduk mengadakan konferensi di Universitas Shaw, Raleigh, Carolina Utara. Konferensi sepakat untuk membentuk Komite Koordinasi Mahasiswa Antikekerasan (Student Nonviolent Coordinating Committee, disingkat SNCC). [26] SNCC meneruskan aksi-aksi konfrontasi tanpa kekerasan lebih jauh lagi hingga melakukan aksi Freedom Rides. [27]

Kebebasan Naik Bus, 1961

Kebebasan Naik Bus (Freedom Rides) adalah aksi-aksi yang dilakukan para aktivis Hak-Hak Sipil di bus-bus antarnegara bagian Selatan yang tersegregasi. Aksi ini bertujuan menguji keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat Boynton v. Virginia (1960) 364 U.S. yang menghapus segregasi untuk penumpang bus antarnegara bagian. Penyelenggara aksi naik bus tersebut adalah Kongres Ekualitas Ras (Congress of Racial Equality, disingkat CORE). Peserta aksi Freedom Rides gelombang pertama berangkat dari Washington D.C. pada 4 Mei 1961, dan dijadwalkan tiba di New Orleans pada 17 Mei.[28]

Selama melakukan aksi pertama mereka dan berikutnya, para aktivis naik bus antarkota menyusuri Pedalaman Selatan untuk mencoba integrasi sistem pemisahan tempat duduk dan memeriksa kemajuan desegregasi terminal bus, termasuk toilet dan pancuran air minum. Misi mereka terbukti sebagai misi berbahaya. Di Anniston, Alabama sebuah bus dibakar dengan bom api, hingga penumpang terpaksa berlarian menyelamatkan nyawa. Di Birmingham, Alabama, seorang informan FBI melapor soal Komisaris Keselamatan Publik bernama Eugene "Bull" Connor. Menurut informan, Connor memberi waktu 15 menit kepada para anggota Ku Klux Klan untuk menyerang kelompok Freedom Rides sebelum tiba "perlindungan" dari polisi yang sengaja datang terlambat di tempat kejadian. Para aktivis Freedom Rides dipukuli hingga babak-belur "sampai mereka kelihatan seperti seperti habis diserang anjing bulldog". James Peck, seorang aktivis putih, dipukuli begitu parahnya hingga perlu lima puluh jahitan di kepala.[butuh rujukan]

Kekerasan massa di Anniston dan Birmingham untuk sementara menghentikan aksi Kebebasan Naik Bus, tapi aktivis-aktivis SNCC dari Nashville mendatangkan peserta baru Freedom Rides untuk melanjutkan perjalanan dari Birmingham. Di Stasiun Bus Greyhound, Montgomery, Alabama, gerombolan massa menyerang bus yang dinaiki aktivis, menokok John Lewis dengan sebuah peti kayu hingga pingsan, dan menghantam wajah fotografer majalah Life Don Urbrock dengan kamera yang dibawanya. Selusin orang mengepung seorang mahasiswa kulit putih bernama Jim Zwerg dari Universitas Fisk, dan memukuli wajahnya dengan koper hingga giginya copot.[butuh rujukan]

Pada 24 Mei 1961, aktivis Freedom Rides melanjutkan perjalanan mereka ke Jackson, Mississippi. Di kota tersebut mereka ditahan dengan tuduhan "melanggar perdamaian" karena menggunakan fasilitas "khusus putih". Aksi-aksi baru kebebasan naik bus diorganisir oleh berbagai organisasi berbeda. Setelah para aktivis tiba di Jackson, mereka ditangkap. Hingga akhir musim panas 1961, lebih dari 300 aktivis dipenjara di Mississippi. [29]

Sewaktu dipenjara, para aktivis yang diperlakukan kasar. Mereka dijejalkan ke dalam sel yang sempit, kotor, dan dipukuli secara sporadis. Di Jackson, Mississippi sejumlah tahanan pria dipaksa melakukan kerja paksa di bawah suhu 38 derajat Celsius. Aktivis lainnya dipindahkan ke Penjara Negara Bagian Mississippi di Parchman. Di sana, mereka mendapat makanan yang sengaja diberi garam banyak-banyak dan kasur mereka diambil. Kadang-kadang para aktivis digantung di dinding dengan alat penyiksa yang disebut "pemutus pergelangan tangan". Biasanya, jendela sel mereka ditutup rapat-rapat ketika hari panas-panasnya, sehingga sulit bagi mereka untuk bernapas.

Simpati publik dan dukungan bagi aktivis Freedom Rides akhirnya membuat Pemerintahan Kennedy meminta Interstate Commerce Commission (ICC) agar mengeluarkan perintah desegregasi yang baru. Ketika aturan baru ICC mulai diberlakukan pada 1 November 1961, para penumpang bus diizinkan untuk duduk di mana mereka suka; plang-plang di terminal yang menandai tempat khusus "putih" dan "berwarna" dibongkar; pancuran air minum, toilet, dan ruang tunggu dijadikan satu, dan konter makan siang mulai melayani orang tanpa membedakan warna kulit.

Gerakan mahasiswa melibatkan begitu banyak tokoh terkenal seperti John Lewis, James Lawson, "guru" teori dan taktik antikekerasan, Diane Nash, pejuang keadilan yang berani; Bob Moses, pelopor pendaftaran pemilih di Mississippi, dan James Bevel, seorang pengkhotbah berapi-api, organisator, serta fasilitator yang berwibawa. Di antara aktivis mahasiswa lainnya terdapat nama-nama seperti Charles McDew, Bernard Lafayette, Charles Jones, Lonnie King, Julian Bond, Hosea Williams, dan Stokely Carmichael.

Pengorganisasian pendaftaran pemilih

Setelah aksi Freedom Rides, para pemimpin lokal kulit hitam di Mississippi seperti Amzie Moore, Aaron Henry, Medgar Evers, dan lain-lain meminta SNCC untuk membantu pendaftaran pemilih kulit hitam dan membangun organisasi masyarakat yang bisa memenangi sebagian kekuatan politik negara bagian. Setelah Mississippi meratifikasi konstitusi pada tahun 1890, dengan ketentuan seperti pajak pemilu, persyaratan tempat tinggal, dan tes melek huruf, pendaftaran pemilih menjadi lebih rumit sehingga pemilih kulit hitam harus menanggalkan hak pilih mereka. Sejak jauh sebelumnya, niat menjauhkan pemilih kulit hitam dari kotak suara merupakan bagian dari budaya supremasi putih. Pada musim gugur 1961, organisator SNCC bernama Robert Moses memulai proyek pendaftaran pemilih yang pertama di McComb dan county-county sekitarnya di sudut barat daya Mississippi. Upaya mereka dihadapi dengan represi kekerasan dari pihak berwenang lokal dan negara bagian, termasuk Dewan Warga Putih dan Ku Klux Klan yang berakhir dengan aksi-aksi pemukulan, ditangkapnya ratusan orang, dan pembunuhan aktivis pemungutan suara Herbert Lee.[30]

Oposisi putih terhadap pendaftaran pemilih hitam begitu kuat di Mississippi sehingga para aktivis Gerakan Kebebasan menyimpulkan bahwa semua organisasi hak-hak sipil harus bersatu dalam upaya terkoordinasi agar memiliki kesempatan untuk sukses. Pada Februari 1962, perwakilan-perwakilan dari SNCC, INTI, dan NAACP membentuk Council of Federated Organizations (COFO). Pada pertemuan berikutnya, Agustus 1962, SCLC menjadi bagian dari COFO.[31]

Pada musim semi 1962, dengan dana dari Proyek Pendidikan Pemilih, SNCC/COFO mulai mengorganisir pendaftaran pemilih di kawasan Delta Mississippi sekitar Greenwood, dan daerah-daerah yang mengelilingi Hattiesburg, Laurel, and Holly Springs. Seperti halnya kesulitan yang dihadapi McComb, upaya-upaya mereka harus menghadapi perlawanan sengit, penangkapan, pemukulan, penembakan, pembakaran, dan pembunuhan. Petugas pendaftaran pemilih menggunakan tes melek huruf untuk menjauhkan orang kulit hitam dari daftar pemilih. Petugas bahkan membuat standar-standar kelulusan sendiri yang bahkan sulit ditembus oleh orang berpendidikan tinggi. Selain itu, para majikan memecat para pekerja kulit hitam yang mencoba untuk mendaftar sebagai pemilih, dan tuan-tuan tanah mengusir mereka dari rumah-rumah mereka. [32] Selama tahun-tahun berikutnya, kampanye pendaftaran pemilih hitam meluas ke seluruh negara bagian.

Kampanye pendaftaran pemilih yang serupa juga dimulai oleh SNCC, CORE, dan SCLC di Louisiana, Alabama, barat daya Georgia , dan Carolina Selatan. Kampanye tersebut juga mendapat perlawanan serupa dari kalangan kulit putih. Pada 1963, kampanye pendaftaran pemilih di Selatan dijadikan sebagai bagian integral dari Gerakan Kebebasan seperti halnya upaya desegregasi. Setelah disahkannya Undang-Undang Hak-Hak Sipil 1964[1] agenda utama gerakan hak-hak sipil dipusatkan pada upaya melindungi dan memberikan fasilitas pendaftaran pemilih meskipun mendapat hambatan dari negara bagian. Upaya tersebut berakhir dengan disahkannya Undang-Undang Hak Pilih 1965.

Integrasi universitas-universitas di Mississippi, 1956-1965

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

James Meredith berjalan ke kelas didampingi oleh petugas Dinas Marsekal Amerika Serikat

Dengan maksud memanfaatkan kesempatan yang disediakan GI Bill, seorang veteran Perang Korea berkulit hitam bernama Clyde Kennard pada tahun 1956 mencoba mendaftar di Mississippi Southern College (sekarang Universitas Mississippi Selatan) di Hattiesburg. Rektor universitas, Dr. William David McCain berusaha mencegah masuknya Kennard dengan meminta pertimbangan para pemimpin kulit hitam setempat dan institusi politik negara bagian yang mendukung segregasi. McCain menggunakan pengaruh sebuah badan negara bagian bernama Komisi Kedaulatan Negara Bagian Mississippi yang dirinya tercatat sebagai anggota. Komisi tersebut didanai oleh negara bagian, dan bertujuan melawan gerakan hak-hak sipil dengan cara menggambarkan kebijakan segregasi secara positif. Komisi bahkan bertindak lebih jauh lagi dengan mengumpulkan data-data para aktivis, melecehkan mereka secara hukum, dan menggunakan boikot ekonomi terhadap mereka dengan cara mengancam kelangsungan pekerjaan (atau menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan). Semuanya dilakukan dalam usaha menekan aktivis kulit hitam.

Kennard dua kali ditangkap berdasarkan tuduhan-tuduhan palsu, dan akhirnya dinyatakan bersalah dan dihukum tujuh tahun di penjara negara bagian. [33] Setelah menjalani tiga tahun kerja paksa, Kennard akhirnya dibebaskan oleh Gubernur Mississippi Ross Barnett. Para wartawan menyelidiki kasus Kennard dan mempublikasikan perlakuan tidak layak dari negara bagian sehubungan kanker usus besar yang dideritanya. [33]

Peran McCain dalam penangkapan hingga dihukumnya Kennard tidak diketahui.[34][35][36][37] Ketika berusaha mencegah pendaftaran Kennard, McCain berpidato di Chicago dalam perjalanan dinas yang disponsori oleh Komisi Kedaulatan Negara Bagian Mississippi. Ia menggambarkan orang kulit hitam yang berusaha mewujudkan desegregasi sekolah di Selatan sebagai orang "impor" dari Utara. (Kennard adalah kelahiran dan penduduk asli Hattiesburg.)

"Kami bersikeras bahwa secara sosial dan kependidikan, kita menjaga masyarakat terpisah. ... Setelah menimbang dengan saksama, saya mengakui bahwa kita tidak ingin menggalakkan pemilih Negro. Para Negro lebih suka kalau kendali pemerintahan tetap berada di tangan orang kulit putih." [34] [36] [37]

Catatan: Mississippi telah meloloskan sebuah konstitusi baru pada tahun 1890 yang secara efektif mencabut hak pilih sebagian besar orang kulit hitam dengan mengubah persyaratan elektoral dan persyaratan pendaftaran pemilih. Meskipun mencabut hak-hak konstitusional kulit hitam yang sebelumnya sudah dijamin oleh amandemen-amandemen pasca-Perang Saudara, konstitusi baru Mississippi ternyata dapat bertahan dari gugatan Mahkamah Agung AS. Baru setelah disahkannya Undang-Undang Hak Pilih 1965, sebagian besar orang kulit hitam di Mississippi dan negara-negara bagian di selatan lainnya memperoleh perlindungan federal dalam melaksanakan hak pilih mereka.

Pada September 1962, James Meredith memenangi gugatan yang memastikan dirinya diterima di Universitas Mississippi yang sebelumnya adalah universitas tersegregasi. Ia mencoba masuk kampus dalam 3 kali kesempatan, 20 September, 25 September, dan sekali lagi pada 26 September. Dia diblokir oleh Gubernur Mississippi Ross Barnett, yang berkata, "Tidak akan ada sekolah di Mississippi yang diintegrasikan sementara saya masih Gubernur Anda." Pengadilan Banding Sirkuit Kelima Amerika Serikat menyatakan Barnett dan Letnan Gubernur Paul B. Johnson, Jr. melecehkan peradilan dan didenda lebih dari AS$10.000 untuk setiap hari Meredith ditolak masuk kampus.

Jaksa Agung Robert Kennedy mengirim perwira-perwira Marsekal Amerika Serikat. Pada 30 September 1962, Meredith memasuki kampus di bawah pengawalan mereka. Mahasiswa kulit putih dan pendukung mereka membuat kerusuhan pada malam itu, melempari batu lalu menembaki Marsekal yang menjaga Meredith di Aula Lyceum. Dua orang, termasuk seorang wartawan Perancis tewas; 28 orang Marsekal menderita luka tembak, dan 160 orang lainnya terluka. Setelah Patroli Jalan Raya Mississippi ditarik mundur dari kampus, Presiden John F. Kennedy mengirim pasukan reguler Angkatan Darat Amerika Serikat ke kampus untuk meredakan kerusuhan. Meredith mulai kuliah sehari setelah pasukan tiba. [38]

Kennard dan para aktivis lainnya terus mengusahakan terwujudnya desegregasi universitas umum. Pada tahun 1965, Raylawni Branch dan Gwendolyn Elaine Armstrong berhasil menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang kuliah di Universitas Mississippi Selatan. Pada saat itu, McCain membantu memastikan mereka dapat memasuki kampus secara damai. [39] Pada tahun 2006, Hakim Robert Helfrich memutuskan Kennard bersih dari segala tuduhan yang membuatnya dihukum pada tahun 1950-an.[33]

Gerakan Albany, 1961-1962

Setelah dikritik oleh sebagian aktivis mahasiswa karena gagal berperan sepenuhnya dalam kampanye Kebebasan Naik Bus, SCLC mencurahkan upaya dan sumber daya untuk kampanye desegregasi di Albany, Georgia pada November 1961. Martin Luther King juga dikritik secara pribadi oleh beberapa aktivis SNCC karena selalu berada di atas (hingga mendapat julukan "De Lawd") dan tidak mau turun ke bawah berhadapan dengan bahaya seperti halnya para organisator lokal. King akhirnya mau ikut campur secara pribadi membantu kampanye yang dipimpin oleh organisator SNCC dan pemimpin setempat.

Kampanye desegregasi di Albany gagal karena taktik licik dari Laurie Pritchett, kepala polisi setempat, dan perpecahan di tengah masyarakat kulit hitam. Tujuan Gerakan Albany sendiri mungkin belum cukup spesifik. Pritchett berhasil membungkam para peserta pawai tanpa serangan kekerasan terhadap demonstran hingga membuat marah publik di seluruh negeri. Ia juga mengatur supaya demonstran yang tertangkap dibawa ke penjara di daerah-daerah sekitarnya, sehingga polisi tidak kekurangan ruang penjara. Prichett jauh-jauh hari juga sudah memperhitungkan kehadiran King sebagai bahaya. Ia terpaksa membebaskan King untuk menghindari pengerahan massa dari komunitas kulit hitam. Pada tahun 1962, King lepas tangan dari Albany tanpa berhasil mencapai kemenangan dramatis. Meskipun demikian, gerakan lokal tetap melanjutkan perjuangan, dan memperoleh kemenangan signifikan beberapa tahun kemudian.[40]

Kampanye Birmingham, 1963-1964

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Gubernur Alabama George Wallace menentang desegregasi di Universitas Alabama dan dilawan oleh Wakil Jaksa Agung AS Nicholas Katzenbachat pada tahun 1963.

SCLC mendapat pelajaran berharga dari kegagalan Gerakan Albany. Oleh karena itu, ketika SCLC memulai Kampanye Birmingham pada tahun 1963, Direktur Eksekutif Wyatt Tee Walker merencanakan sendiri strategi dan taktik kampanye secara cermat. Kampanye dipusatkan pada satu tujuan, desegregasi toko-toko milik pedagang di pusat kota Birmingham, dan tidak mengharapkan desegregasi total seperti di Albany. Upaya-upaya desegregasi di Albany terbantu oleh respon brutal dari pejabat lokal, khususnya Eugene "Bull" Connor yang menjabat Komisaris Keamanan Publik. Sebagai Komisaris Keamanan Publik, Connor telah lama berkuasa secara politik, namun tidak terpilih ketika mencalonkan dirinya menjadi wali kota. Ia kalah dari kandidat yang juga seorang segregasionis, tapi tidak begitu fanatik. Sebagai bentuk penolakan terhadap kekuasaan wali kota yang baru, Connor berniat untuk terus menduduki jabatannya.

Kampanye di Birmingham menggunakan berbagai metode konfrontasi tanpa kekerasan, termasuk aksi duduk, aksi berlutut di gereja-gereja setempat, dan berpawai ke gedung county untuk menandai dimulainya tuntutan untuk mendaftar para pemilih. Namun pemerintah kota berhasil memperoleh perintah pengadilan yang melarang semua protes. Organisator kampanye yakin bahwa putusan tersebut inkonstitusional hingga kampanye tetap diteruskan, tapi mereka bersiap-siap untuk menghadapi penangkapan massal para aktivis. King termasuk salah seorang yang ditangkap pada 12 April 1963. [41]

Sewaktu di penjara, King menulis "Surat dari Penjara Birmingham" yang terkenal itu.[42] Naskah ditulisnya di pinggiran yang kosong pada halaman surat kabar karena sama sekali tidak diizinkan mendapat kertas untuk menulis sewaktu ditahan di sel isolasi. [43] Para pendukung meminta bantuan Pemerintah Kennedy yang campur tangan untuk mendapatkan perintah pembebasan King. setelah para pendukung meminta bantuan. Sebelum dibebaskan pada pagi 19 April 1963, King diizinkan untuk menelepon istrinya yang sedang beristirahat memulihkan kesehatan di rumah setelah melahirkan anak keempat mereka.

Setelah banyak demonstran yang ditangkap, Kampanye Birmingham goyah karena kehabisan demonstran yang bersedia mengambil risiko ditangkap. James Bevel, Direktur Aksi Kangsung dan Pendidikan Antikekerasan SCLC, menemukan cara alternatif yang berani sekaligus kontroversial dengan cara melatih murid sekolah menengah atas untuk turut serta dalam demonstrasi. Akibatnya, lebih dari seribu murid bolos sekolah pada 2 Mei 1963 untuk berkumpul di Gereja Baptis 16th Street. Mereka bergabung dengan demonstrasi yang kemudian dikenal sebagai Perang Salib Anak-Anak. Akibatnya, lebih dari enam ratus siswa berakhir di penjara. Penangkapan jadi berita, meskipun awalnya polisi bertindak sambil menahan diri. Namun pada hari berikutnya, seribu siswa lainnya datang berkumpul di gereja. Ketika mereka mulai berpawai, Bull Connor melepaskan anjing polisi ke arah mereka, lalu menyiram anak-anak dengan selang air pemadam kebakaran. Pemirsa di seluruh penjuru negeri menyaksikan televisi yang menyiarkan gambar anak-anak sekolah yang ditumbangkan siraman air selang pemadam kebakaran dan anjing-anjing polisi yang menyerang demonstran satu demi satu.

Kemarahan publik meluas hingga pemerintah Kennedy harus campur tangan lebih jauh dalam negosiasi antara komunitas bisnis kulit putih dan SCLC. Pada 10 Mei 1963, para pihak mengumumkan sebuah perjanjian yang isinya menyepakati desegregasi konter makan siang dan fasilitas publik di pusat kota, pendirian sebuah komite untuk menghapus praktik-praktik perekrutan yang diskriminatif, pembebasan demonstran yang dipenjarakan, dan penyediaan sarana komunikasi reguler antara pemimpin kulit hitam dan kulit putih.

Tidak semua orang di komunitas kulit hitam menyetujui persetujuan tersebut, terutama Pdt. Fred Shuttlesworth yang sangat kritis. Berdasarkan pengalamannya dalam berhubungan dengan struktur kekuasaan di Birmingham, dirinya skeptis dengan niat baik mereka. Unsur-unsur masyarakat kulit putih bereaksi keras. Mereka mengebom Motel Gaston yang dijadikan markas tidak resmi SCLC, rumah Pdt. A.D. King, kakak Martin Luther King.

Kennedy bersiap-siap menurunkan Garda Nasional Alabama bila keadaan memerlukan. Empat bulan kemudian, pada 15 September, sebuah konspirasi anggota Ku Klux Klan mengebom Gereja Baptis Sixteenth Street di Birmingham, menewaskan empat gadis muda.

Sementara itu pada musim panas 1963, Gubernur Alabama George Wallace berusaha menghentikan [44] berjalannya integrasi Universitas Alabama. Presiden John F. Kennedy menggunakan pengaruhnya sehingga Gubernur Wallace minggir, dan dua siswa kulit hitam diizinkan kuliah. Malam itu, Presiden Kennedy menyampaikan pidato hak-hak sipil yang bersejarah. Pidato tersebut disiarkan secara nasional oleh televisi dan radio.[45] Keesokan harinya, Medgar Evers dibunuh di Mississippi.[46][47] Seperti yang telah dijanjikan, minggu berikutnya pada 19 Juni 1963, Presiden Kennedy menyampaikan RUU Hak-Hak Sipil kepada Kongres.[48]

Pawai di Washington, 1963

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pawai di Washington untuk Pekerjaan dan Kebebasan di National Mall.

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Pawai Hak-Hak Sipil di Washington, para pemimpin berpawai dari Monumen Washington ke Lincoln Memorial.

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Demonstran Hak-Hak Sipil di Lincoln Memorial

A. Philip Randolph sebelumnya pernah merencanakan pawai di Washington, D.C. pada tahun 1941 untuk mendukung tuntutan dihapusnya diskriminasi dalam pekerjaan di industri pertahanan. Pawai dibatalkan ketika pemerintah Roosevelt memenuhi permintaannya dengan mengeluarkan Executive Order 8802 yang melarang diskriminasi ras dan mendirikan sebuah badan yang mengawasi kepatuhan perintah presiden tersebut.

Randolph dan Bayard Rustin adalah kepala perencana pawai kedua yang mereka usulkan pada tahun 1962. Pemerintahan Kennedy memberi tekanan keras pada Randolph dan King untuk membatalkan rencana pawai tapi tidak berhasil. Pawai di Washington akhirnya dilangsungkan pada 28 Agustus 1963.

Berbeda dari pawai tahun 1941 yang dalam perencanaannya hanya menyertakan organisasi yang dipimpin kulit hitam, pawai tahun 1963 merupakan upaya kolaborasi dari semua organisasi utama hak-hak sipil, sayap yang lebih progresif dari gerakan buruh, dan organisasi liberal lainnya. Pawai di Washington memiliki enam tujuan resmi:

  • hukum hak-hak sipil yang bermakna,
  • program lapangan kerja federal secara besar-besaran
  • pekerjaan yang adil dan penuh
  • perumahan yang layak
  • hak untuk memilih, dan
  • pendidikan terpadu yang memadai.

Dari butir-butir tersebut, fokus utama pawai adalah bagian hukum hak-hak sipil seperti yang telah diusulkan pemerintahan Kennedy setelah terjadinya pergolakan di Birmingham.

Liputan media nasional juga sangat membantu tereksposnya pawai secara nasional. Dalam bab berjudul "Pawai di Washington dan Berita Televisi,"[49] William Thomas menulis: "Lebih dari lima ratus juru kamera, teknisi, dan koresponden dari jaringan-jaringan berita utama bersiap untuk meliput peristiwa itu. Jumlah kamera yang disiapkan jauh lebih banyak dari jumlah kamera yang dipakai untuk memfilmkan pelantikan presiden yang terakhir. Salah satu kamera diposisikan di tempat yang tinggi, di atas Monumen Washington, untuk memberikan pemandangan dramatis dari para demonstran ". Dengan menyiarkan pidato-pidato pada organisator dan menyiarkan komentar mengenainya, stasiun-stasiun televisi secara harfiah telah membingkai cara pemirsa lokal melihat dan memahami peristiwa tersebut. [49]


Page 4


Sumber :
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
kota-jakarta.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, kelas-karyawan-bandung.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.co.id


Page 5


Sumber :
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
kota-jakarta.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, kelas-karyawan-bandung.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.co.id


Page 6


Sumber :
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
kota-jakarta.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, kelas-karyawan-bandung.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.co.id


Page 7


Sumber :
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
kota-jakarta.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, kelas-karyawan-bandung.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.co.id


Page 8

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah
Artikel utama untuk kategori ini adalah Hak asasi manusia.


Sumber :
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
kota-jakarta.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, kelas-karyawan-bandung.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.co.id


Page 9

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah
Artikel utama untuk kategori ini adalah Hak asasi manusia.


Sumber :
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
kota-jakarta.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, kelas-karyawan-bandung.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.co.id


Page 10

Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.[1]

Etimologi

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)

Terminologi

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Sebuah sampul dari mushaf Al-Qur'an.

Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.

Nama-nama lain Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:

  • Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2)
  • Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
  • Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
  • Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57)
  • Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
  • Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
  • Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
  • Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
  • At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
  • Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
  • Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
  • Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
  • Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
  • Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
  • An-Nur (cahaya): QS(4:174)
  • Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
  • Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
  • Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Al-Qur'an yang sedang terbuka.

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat) dan 6236 ayat. Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

Makkiyah dan Madaniyah

Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.

Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

Juz dan manzil

Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

  • As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
  • Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
  • Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
  • Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya

Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Manuskrip dari Al-Andalus abad ke-12

Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak[2]. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.

Penurunan Al-Qur'an

Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Rasullulah SAW

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa pemerintahan Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:

Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

Terjemahan

Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:

Terjemahan dalam bahasa Inggris antara lain:

Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:

  1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
  2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
  3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
  4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
  5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
  6. Al-Amin (bahasa Sunda)
  7. Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Bugis (huruf lontara), oleh KH Abdul Muin Yusuf (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap Sulsel)

Tafsir

Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

Adab terhadap Al-Qur'an

Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.[3]

Pendapat pertama

Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.

Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)

Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

Pendapat kedua

Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah: "Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah." Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.

Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).

“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” [4]Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”[5]

Hubungan dengan kitab-kitab lain

Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

  • Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
  • Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
  • Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
  • Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.

Referensi

  1. ^ Al-A'zami, M.M., (2005), Sejarah Teks Al-Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi, (terj.), Jakarta: Gema Insani Press, ISBN 979-561-937-3.
  2. ^ Rahman, A., (2007), Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Quran: Rujukan Terlengkap Isyarat-Isyarat Ilmiah dalam Al-Quran, (terj.), Bandung: Penerbit Mizania, ISBN 979-8394-43-7
  3. ^ www.almanhaj.or.id Hukum Menyentuh Atau Memegang Al-Qur'an Bagi Orang Junub, Wanita Haid Dan Nifas (diakses pada 8 Juli 2010)
  4. ^ Shahih riwayat Daruquthni dari jalan Amr bin Hazm. Dan dari jalan Hakim bin Hizaam diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani di kitabnya Mu’jam Kabir dan Mu’jam Ausath dan lain-lain. Dan dari jalan Ibnu Umar diriwayatkan oleh Daruquthni dan lain-lain. Dan dari jalan Utsman bin Abil Aash diriwayatkan oleh Thabrani di Mu’jam Kabir dan lain-lain. Irwaa-ul Ghalil no. 122 oleh Syaikhul Imam Al-Albani. Beliau telah mentakhrij hadits di atas dan menyatakannya shahih.
  5. ^ Shahih riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang ada di Madinah, sedangkan aku dalam keadaan junub, lalu aku menyingkir pergi dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui beliau), lalu beliau bersabda, “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?” Jawabku, “Aku tadi dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih (suci)”. Maka beliau bersabda, “Subhanallah! Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” (Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis”).

  • Departemen Agama Republik Indonesia -- Al-Qur'an dan Terjemahannya.
  • Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia. Solo. Tiga Serangkai.
  • Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahan H. Masturi Irham, Lc). Jakarta. Khalifa.
  • Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.
  • Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang. Lubuk Raya.
  • ------------------------------. 2004.Tafsir 'Ilmy: Memahami Al Qur'an Melalui Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta. Menara Kudus.
  • Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
  • al Khuli, Amin dan Nasr Hamid Abu Zayd. 2004. Metode Tafsir Sastra. (terjemahan Khairon Nahdiyyin). Yogyakarta. Adab Press.
  • al Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As Suyuthi,2001, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Azbabun Nuzul Jilid 4 (terj oleh Bahrun Abu Bakar, Lc), Bandung, Sinar Algesindo.
  • Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an. (terjemahan: Kathur Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
  • al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta. Lentera Antar Nusa.
  • al-Qaththan, Syaikh Manna' Khalil. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an (Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an). Terjemahan: H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
  • ash-Shabuny, Muhammad Aly. 1996. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan) (terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. al-Ma’arif.
  • ash Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. 2002, Ilmu-ilmu Al Qur'an: Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al Qur'an,Semarang, Pustaka Rizki Putra
  • Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung. Mizan.
  • -----------------------------------. 2002. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid 1. Jakarta. Lentera hati.
  • Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al Qur'an Kontemporer: Perspektif Islam dan Barat. Bandung. Pustaka Setia.

  • Abu Bakar
  • Surah
  • Nabi Islam
  • Majlis Tilawah Al Quran Peringkat Antarabangsa

  • (Inggris) Al-Quran proyek dalam 140+ bahasa (termasuk bahasa Indonesia 'Indonesian Ministry of Religious Affairs', 'Jalal al-Din al-Mahalli and Jalal al-Din al-Suyuti' dan 'Muhammad Quraish Shihab et al.')
  • Teks Al-Qur'an dalam 36+ bahasa, termasuk bahasa Indonesia
  • Al-Qur'an Search Engine SE Mesin Pencari Al-Qur'an dalam berbagai bahasa (Albanian, Bosnian, Dutch, English, EnglishQaribullah, EnglishShakir, French, German, Indonesia, Italian, Japanese, Spanien, Swahili)
  • Translation of the Meanings of The Noble Quran in 10 languages - Indonesian, Urdu, Spanish, French, English, German, Russian, Chinese, Greek, Turkish
  • www.ifran-ul-Quran.com Read, Listen to, Search, Download English & Urdu translations of holy Quran by Dr Muhammad Tahir-ul-Qadri
  • (Arab) Animasi flash Al Quran
  • (Indonesia) Quran Terjemah Indonesia
  • (Indonesia) Quran Terjemah Indonesia
  • (Indonesia) Al-Qur'an Terjemahan Bahasa Indonesia Versi Mobile
  • (Indonesia) Bermacam artikel ada disini
  • (Melayu) Kamus Istilah Al Qur'an
  • (Inggris) Faizani.com Terjemahan Al-Quran dalam bahasa Inggris.
  • (Indonesia) Eramuslim, Sejarah Penulisan Al-Quran : Siapa yang Melakukan, Mengapa dan Bagaimana
  • (Inggris) Brief History of Compilation of the Qur'an, University of Southern California - Muslim Student Association
  • (Inggris) Proyek Zekr software open source Al Qur'an berbasis java
  • (Indonesia) Media Muslim INFO, Mushhaf al-Qur'an Yang Sudah Rusak dan Hukum Membaca Al-Qur'an secara Bersama-sama
  • (Indonesia) PEMBAKARAN Al-Qur'an dihalangi kaum Kristen di Amerika!


Sumber :
ensiklopedia.web.id, id.wikipedia.org, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
pahlawan.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, ggkarir.com, ggiklan.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Ensiklopedia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.com,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), program-reguler.co.id, kpt.co.id, ptkpt.net, kurikulum.org, dsb.


Page 11

Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.[1]

Etimologi

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)

Terminologi

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Sebuah sampul dari mushaf Al-Qur'an.

Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.

Nama-nama lain Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:

  • Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2)
  • Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
  • Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
  • Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57)
  • Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
  • Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
  • Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
  • Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
  • At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
  • Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
  • Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
  • Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
  • Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
  • Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
  • An-Nur (cahaya): QS(4:174)
  • Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
  • Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
  • Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Al-Qur'an yang sedang terbuka.

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat) dan 6236 ayat. Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

Makkiyah dan Madaniyah

Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.

Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

Juz dan manzil

Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

  • As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
  • Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
  • Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
  • Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya

Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Manuskrip dari Al-Andalus abad ke-12

Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak[2]. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.

Penurunan Al-Qur'an

Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Rasullulah SAW

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa pemerintahan Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:

Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

Terjemahan

Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:

Terjemahan dalam bahasa Inggris antara lain:

Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:

  1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
  2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
  3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
  4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
  5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
  6. Al-Amin (bahasa Sunda)
  7. Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Bugis (huruf lontara), oleh KH Abdul Muin Yusuf (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap Sulsel)

Tafsir

Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

Adab terhadap Al-Qur'an

Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.[3]

Pendapat pertama

Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.

Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)

Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

Pendapat kedua

Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah: "Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah." Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.

Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).

“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” [4]Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”[5]

Hubungan dengan kitab-kitab lain

Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

  • Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
  • Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
  • Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
  • Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.

Referensi

  1. ^ Al-A'zami, M.M., (2005), Sejarah Teks Al-Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi, (terj.), Jakarta: Gema Insani Press, ISBN 979-561-937-3.
  2. ^ Rahman, A., (2007), Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Quran: Rujukan Terlengkap Isyarat-Isyarat Ilmiah dalam Al-Quran, (terj.), Bandung: Penerbit Mizania, ISBN 979-8394-43-7
  3. ^ www.almanhaj.or.id Hukum Menyentuh Atau Memegang Al-Qur'an Bagi Orang Junub, Wanita Haid Dan Nifas (diakses pada 8 Juli 2010)
  4. ^ Shahih riwayat Daruquthni dari jalan Amr bin Hazm. Dan dari jalan Hakim bin Hizaam diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani di kitabnya Mu’jam Kabir dan Mu’jam Ausath dan lain-lain. Dan dari jalan Ibnu Umar diriwayatkan oleh Daruquthni dan lain-lain. Dan dari jalan Utsman bin Abil Aash diriwayatkan oleh Thabrani di Mu’jam Kabir dan lain-lain. Irwaa-ul Ghalil no. 122 oleh Syaikhul Imam Al-Albani. Beliau telah mentakhrij hadits di atas dan menyatakannya shahih.
  5. ^ Shahih riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang ada di Madinah, sedangkan aku dalam keadaan junub, lalu aku menyingkir pergi dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui beliau), lalu beliau bersabda, “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?” Jawabku, “Aku tadi dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih (suci)”. Maka beliau bersabda, “Subhanallah! Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” (Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis”).

  • Departemen Agama Republik Indonesia -- Al-Qur'an dan Terjemahannya.
  • Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia. Solo. Tiga Serangkai.
  • Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahan H. Masturi Irham, Lc). Jakarta. Khalifa.
  • Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.
  • Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang. Lubuk Raya.
  • ------------------------------. 2004.Tafsir 'Ilmy: Memahami Al Qur'an Melalui Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta. Menara Kudus.
  • Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
  • al Khuli, Amin dan Nasr Hamid Abu Zayd. 2004. Metode Tafsir Sastra. (terjemahan Khairon Nahdiyyin). Yogyakarta. Adab Press.
  • al Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As Suyuthi,2001, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Azbabun Nuzul Jilid 4 (terj oleh Bahrun Abu Bakar, Lc), Bandung, Sinar Algesindo.
  • Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an. (terjemahan: Kathur Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
  • al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta. Lentera Antar Nusa.
  • al-Qaththan, Syaikh Manna' Khalil. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an (Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an). Terjemahan: H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
  • ash-Shabuny, Muhammad Aly. 1996. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan) (terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. al-Ma’arif.
  • ash Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. 2002, Ilmu-ilmu Al Qur'an: Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al Qur'an,Semarang, Pustaka Rizki Putra
  • Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung. Mizan.
  • -----------------------------------. 2002. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid 1. Jakarta. Lentera hati.
  • Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al Qur'an Kontemporer: Perspektif Islam dan Barat. Bandung. Pustaka Setia.

  • Abu Bakar
  • Surah
  • Nabi Islam
  • Majlis Tilawah Al Quran Peringkat Antarabangsa

  • (Inggris) Al-Quran proyek dalam 140+ bahasa (termasuk bahasa Indonesia 'Indonesian Ministry of Religious Affairs', 'Jalal al-Din al-Mahalli and Jalal al-Din al-Suyuti' dan 'Muhammad Quraish Shihab et al.')
  • Teks Al-Qur'an dalam 36+ bahasa, termasuk bahasa Indonesia
  • Al-Qur'an Search Engine SE Mesin Pencari Al-Qur'an dalam berbagai bahasa (Albanian, Bosnian, Dutch, English, EnglishQaribullah, EnglishShakir, French, German, Indonesia, Italian, Japanese, Spanien, Swahili)
  • Translation of the Meanings of The Noble Quran in 10 languages - Indonesian, Urdu, Spanish, French, English, German, Russian, Chinese, Greek, Turkish
  • www.ifran-ul-Quran.com Read, Listen to, Search, Download English & Urdu translations of holy Quran by Dr Muhammad Tahir-ul-Qadri
  • (Arab) Animasi flash Al Quran
  • (Indonesia) Quran Terjemah Indonesia
  • (Indonesia) Quran Terjemah Indonesia
  • (Indonesia) Al-Qur'an Terjemahan Bahasa Indonesia Versi Mobile
  • (Indonesia) Bermacam artikel ada disini
  • (Melayu) Kamus Istilah Al Qur'an
  • (Inggris) Faizani.com Terjemahan Al-Quran dalam bahasa Inggris.
  • (Indonesia) Eramuslim, Sejarah Penulisan Al-Quran : Siapa yang Melakukan, Mengapa dan Bagaimana
  • (Inggris) Brief History of Compilation of the Qur'an, University of Southern California - Muslim Student Association
  • (Inggris) Proyek Zekr software open source Al Qur'an berbasis java
  • (Indonesia) Media Muslim INFO, Mushhaf al-Qur'an Yang Sudah Rusak dan Hukum Membaca Al-Qur'an secara Bersama-sama
  • (Indonesia) PEMBAKARAN Al-Qur'an dihalangi kaum Kristen di Amerika!


Sumber :
ensiklopedia.web.id, id.wikipedia.org, ensiklopedia-dunia.nomor.net, nomor.net (kodepos.nomor.net), indonesia-info.net,
pahlawan.web.id, kuliah-karyawan.com, kucing.biz, kelas-karyawan.co.id, ggkarir.com, ggiklan.com, al-quran.co,
civitasbook.com (Ensiklopedia), jadwal-shalat.com, gilland-ganesha.com, sepakbola.biz, gilland-group.com,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia), program-reguler.co.id, kpt.co.id, ptkpt.net, kurikulum.org, dsb.


Page 12


Page 13

Tokoh Islam di Amerika yang berhasil membebaskan masyarakat negro dari diskriminasi adalah

Jobs Info

Karyawati ♝ Short


Page 14

All Dialog

♝ All Organization ♝ Short Date


Page 15

PKE = Kelas Eksekutif
SM = Kuliah Sore/Malam


Lubuklinggau -- Sumatera Selatan :

PKE ● SM ➜ Universitas Musi Rawas

PKE ● SM ➜ IMWI - Inst. Man. Wiyata Indonesia

PKE ● SM ➜ STIE Ganesha
PKE ● SM ➜ STT Yuppentek
PKE ● SM ➜ ITB Ahmad Dahlan
PKE ● SM ➜ UNTARA - Univ. Tangerang Raya
PKE ● SM ➜ STIA Maulana Yusuf Banten
PKE ● SM ➜ STIH Gunung Jati Tangerang
PKE ● SM ➜ STIE Putra Perdana Indonesia

  ..... Lihat semua Daerah


Indonesia
☤  KPT - Konsultan Pendidikan Tinggi


Page 16

PKE = Kelas Eksekutif
SM = Kuliah Sore/Malam


Lubuklinggau -- Sumatera Selatan :

PKE ● SM ➜ Universitas Musi Rawas

PKE ● SM ➜ IMWI - Inst. Man. Wiyata Indonesia

PKE ● SM ➜ STIE Ganesha
PKE ● SM ➜ STT Yuppentek
PKE ● SM ➜ ITB Ahmad Dahlan
PKE ● SM ➜ UNTARA - Univ. Tangerang Raya
PKE ● SM ➜ STIA Maulana Yusuf Banten
PKE ● SM ➜ STIH Gunung Jati Tangerang
PKE ● SM ➜ STIE Putra Perdana Indonesia

  ..... Lihat semua Daerah


Indonesia
☤  KPT - Konsultan Pendidikan Tinggi


Page 17

All Dialog

♝ All Organization ♝ Short Date


Page 18

Penyelamat Data Server Di Jakarta

Www.datarecovery.my.id Spesialist Penyelamatan Data, Wa. 081283761988 Atau Hp. 085718090201 Atau 021- 7818327 Our Team Are Experts In Data Recovery. Jl. Raya Lenteng Agung, Gg. Waru 1 No. 4 ...visit very complete

Tot Clicks = 1,547,423     Appear = 156,247,646   Advertiser: DATA, 081283761988   Computer, Internet   Region: JAKARTA   Updated date: December 26, 2021   Closing date of publication: April 26, 2022  

line adverts


Page 19

Penyelamat Data Server Di Jakarta

Www.datarecovery.my.id Spesialist Penyelamatan Data, Wa. 081283761988 Atau Hp. 085718090201 Atau 021- 7818327 Our Team Are Experts In Data Recovery. Jl. Raya Lenteng Agung, Gg. Waru 1 No. 4 ...visit very complete

Tot Clicks = 1,547,423     Appear = 156,247,646   Advertiser: DATA, 081283761988   Computer, Internet   Region: JAKARTA   Updated date: December 26, 2021   Closing date of publication: April 26, 2022  

line adverts


Page 20

Sewa Kasur Jakarta Timur Rental Matras Busa Harga Murah

Perbuatan yang berguna Sewa Kasur Busa Jakarta Timur Rental Bantal Duduk Penyewaan Tikar Sewa Kasur Busa Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat Rental Bantal Duduk Penyewa ... .. dokumentasikan ulasan lengkap

Jml Klik = 1.381.554     Jml.Tampil = 12.945.544   HandPhone / Kontak: Buatemailku4, 081282290070   Usaha Perbuatan yang berguna   Alamat: DKI Jakarta   Ditulis sedari tgl: 8 Februari 2022   Tgl belakangnya publikasi: 8 Juni 2022  

iklan mini


Page 21

Sewa Kasur Jakarta Timur Rental Matras Busa Harga Murah

Perbuatan yang berguna Sewa Kasur Busa Jakarta Timur Rental Bantal Duduk Penyewaan Tikar Sewa Kasur Busa Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat Rental Bantal Duduk Penyewa ... .. dokumentasikan ulasan lengkap

Jml Klik = 1.381.554     Jml.Tampil = 12.945.544   HandPhone / Kontak: Buatemailku4, 081282290070   Usaha Perbuatan yang berguna   Alamat: DKI Jakarta   Ditulis sedari tgl: 8 Februari 2022   Tgl belakangnya publikasi: 8 Juni 2022  

iklan mini


Page 22

Nambah Followers Instagram

10k 300++ 15k 500+++ 20k 600-700++ 25k 800-900++ 30k 1k+++ 35k 1, 2k+++ 40k 1, 4k+++ 50k 1, 6k-1, 8k++ 60k 2k++ Jikalau Bersedia Yang Semakin Banyak Bisa Minta Ke Saya Ya Potensi Followers ... ....... .... dokumentasikan ulasan lengkap

Jml Klik = 1.688.955     Jml.Tampil = 181.983.171   HandPhone / Kontak: Sponsor Giveaway Trusted, 8125561225   Komputer, Internet   Alamat: Indonesia   Ditulis sedari tgl: 2 Januari 2022   Tgl habis publikasi: 2 Mei 2022  

iklan baris


Page 23

Nambah Followers Instagram

10k 300++ 15k 500+++ 20k 600-700++ 25k 800-900++ 30k 1k+++ 35k 1, 2k+++ 40k 1, 4k+++ 50k 1, 6k-1, 8k++ 60k 2k++ Jikalau Bersedia Yang Semakin Banyak Bisa Minta Ke Saya Ya Potensi Followers ... ....... .... dokumentasikan ulasan lengkap

Jml Klik = 1.688.955     Jml.Tampil = 181.983.171   HandPhone / Kontak: Sponsor Giveaway Trusted, 8125561225   Komputer, Internet   Alamat: Indonesia   Ditulis sedari tgl: 2 Januari 2022   Tgl habis publikasi: 2 Mei 2022  

iklan baris


Page 24

Nambah Followers Instagram

10k 300++ 15k 500+++ 20k 600-700++ 25k 800-900++ 30k 1k+++ 35k 1, 2k+++ 40k 1, 4k+++ 50k 1, 6k-1, 8k++ 60k 2k++ Jikalau Bersedia Yang Lebih Banyak Bisa Minta Ke Diri sendiri Ya Potensi Followers ... ....... ...... visit very complete

Tot Clicks = 1,688,955     Appear = 181,983,171   Advertiser: Sponsor Giveaway Trusted, 8125561225   Computer, Internet   Region: Indonesia   Updated date: January 2, 2022   Closing date of publication: May 2, 2022  

line adverts


Page 25

Nambah Followers Instagram

10k 300++ 15k 500+++ 20k 600-700++ 25k 800-900++ 30k 1k+++ 35k 1, 2k+++ 40k 1, 4k+++ 50k 1, 6k-1, 8k++ 60k 2k++ Jikalau Bersedia Yang Lebih Banyak Bisa Minta Ke Diri sendiri Ya Potensi Followers ... ....... ...... visit very complete

Tot Clicks = 1,688,955     Appear = 181,983,171   Advertiser: Sponsor Giveaway Trusted, 8125561225   Computer, Internet   Region: Indonesia   Updated date: January 2, 2022   Closing date of publication: May 2, 2022  

line adverts


Page 26

Nambah Followers Instagram

10k 300++ 15k 500+++ 20k 600-700++ 25k 800-900++ 30k 1k+++ 35k 1, 2k+++ 40k 1, 4k+++ 50k 1, 6k-1, 8k++ 60k 2k++ Seandainya Bersedia Yang Lebih Jumlah Bisa Minta Ke Diri sendiri Ya Potensi Followers ...visit very complete

Tot Clicks = 1,688,955     Appear = 181,983,171   Advertiser: Sponsor Giveaway Trusted, 8125561225   Computer, Internet   Region: Indonesia   Updated date: January 2, 2022   Closing date of publication: May 2, 2022  

line adverts