Jelaskan Kerajaan Hindu Budha yang manakah yang paling berjaya pada saat itu?

KERAJAAN Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Budha terakhir di Nusantara antara abad ke-13 dan ke-16. Dalam sejarah, Majapahit dianggap sebagai salah satu kerajaan terbesar, dan wilayahnya mencakup hampir  seluruh nusantara. Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1293  oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singasari.

Puncak kesuksesan kerajaan itu pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit berhasil menaklukkan Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,  Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan beberapa pulau Filipina.

Kerajaan juga memiliki hubungan dengan Kampa, Kamboja, Siam, Burma selatan, Vietnam dan Cina. Sumber sejarah kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam kitab Negarakertagama, Pararaton, kitab Kidung, prasasti dan berita Cina.

Sejarah Singkat Kerajaan Majapahit

Konon awal mula Kerajaan Majapahit berdiri  setelah runtuhnya Kerajaan Singasari akibat Pemberontakan Jayakatwang pada tahun 1292 M. Cucu Kartanegara (raja Singosari dikalahkan Jayakatwang) yang berada di bawah tekanan, yaitu Raden Wijaya kemudian melarikan diri. Selama pelariannya, ia menerima bantuan dari  Arya Wiraja. Raden Wijaya kemudian membuat desa kecil di hutan Trowulan dan diberi nama desa  Majapahit. Nama ini diambil dari nama buah Maja yang tumbuh  di hutan  namun memiliki rasa  pahit, terkait dengan Historia. Seiring berjalannya waktu, desa itu berkembang dan Wijaya diam-diam dikuatkan dengan merebut hati  penduduk  dari Tumapel dan Daha. Niat balas dendam Raden Wijaya terbantu lebih cepat ketika pasukan Khubilai Khan tiba pada tahun 1293. Setelah  mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang pasukan Khubilai Khan karena tidak mau tunduk pada kekuasaan kaisar Mongol. Penobatannya sebagai raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 atau pada tanggal 10 November 1293 merupakan cikal bakal lahirnya kerajaan Majapahit.

Sebagai raja, Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Nama Raden Wijaya telah disematkan untuk menghormati pamannya,  pendiri Kerajaan Singasari, serta untuk menghormati  leluhurnya di Singasari.

Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit

Meskipun sering memberontak pada tahap awal, kerajaan Majapahit tumbuh menjadi kerajaan terbesar di Nusantara. Masa kejayaan kerajaan datang ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk (1350-1389 M). Kejayaan Majapahit tak luput dari peran Gajah Mada, sang mahapatih yang berhasil menumpas segala pemberontakan dan bersumpah untuk menyatukan  nusantara.

Selama 39 tahun berkuasa, Hayam Wuruk dan Gajah Mada telah berhasil membuat panji Majapahit terlihat di seluruh nusantara bahkan semenanjung Malaka. Sumpah Palapa yang dikeluarkan oleh Gajah Mada dilaksanakan, dengan wilayah Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, serta Tumasik (Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina.

Selain itu, kerajaan juga menjalin hubungan dengan Campa (Thailand), Kamboja, Siam, Burma selatan, Vietnam dan Cina. Majapahit juga memiliki armada  laut yang tangguh di bawah pimpinan Mpu Nala. Berkat kekuatan  dan strategi militernya, Majapahit mampu menciptakan stabilitas di wilayahnya. Dari segi ekonomi, Majapahit telah menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan  ekspor  lada, garam, dan lengkeng.

Raja-raja Kerajaan Majapahit

• Raden Wijaya (1293-1309 M) • Sri Jayanagara (1309-1328 M) • Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350 M) • Hayam Wuruk (1350-1389 M) • Wikramawardhana (1389-1429 M) • Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M) • Prabu Brawijaya I (1447-1451 M) • Prabu Brawijaya II (1451-1453 M) • Prabu Brawijaya III (1456-1466 M) • Prabu Brawijaya IV (1466-1468 M) • Prabu Brawijaya V (1468 -1478 M) • Prabu Brawijaya VI (1478-1489 M)

• Prabu Brawijaya VII (1489-1527 M)

Pusat Kerajaan Majapahit

Sebagai kerajaan besar saat ini, Majapahit tercatat telah tiga kali pindah pusat pemerintahan. Tiga pusat pemerintahan tetap berada di wilayah Jawa Timur. • Mojokerto

Pusat pemerintahan atau ibu kota  kerajaan Majapahit yang pertama terletak di kota Mojokerto. Saat itu ibu kota diperintah oleh raja pertama, diyakini Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya. Lokasi pusat pemerintahan tersebut konon berada di tepi Sungai Brantas.

• Trowulan
Pusat pemerintahan kemudian berpindah mengikuti masa kepimimpinan Sri Jayanegara, raja kedua kerajaan Majapahit. Jayanegara memindahkan pusat pemerintahan ke Trowulan. Pada masa kini, kota tersebut berjarak 12 km dari Mojokerto. Pusat pemerintahan di Trowulan berjalan cukup lama.

• Daha Daha atau disebut Kediri saat ini merupakan kota ketiga dari pusat pemerintahan kerajaan Majapahit.

Kepindahan pusat pemerintahan Majapahit ke Daha berkaitan erat dengan masalah internal di kerajaan dan ancaman dari kerajaan Islam, kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran setelah wafatnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Sejak saat itu, para penerusnya tidak ada yang cakap dalam mengelola luasnya kekuasaan Majapahit. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mendorong runtuhnya Kerajaan Majapahit, di antaranya: • Banyak wilayah taklukkan yang melepaskan diri • Terdapat konflik perebutan takhta • Meletusnya Perang Paregreg • Semakin berkembangnya pengaruh Islam di Jawa

Kekuasaan Kerajaan Majapahit benar-benar berakhir pada 1527, setelah ditaklukkan oleh pasukan Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak. Sejak saat itu, wilayahnya yang tersisa diambil alih oleh Kesultanan Demak.

Peninggalan Kerjaan Majapahit

Meski telah runtuh beberapa abad lalu, hingga kini masyarakat modern tetap dapat menyaksikan sisa-sisa peninggalan kerajaan Majapahit. Saksi bisu kejayaan Majapahit muncul dalam berbagai rupa seperti situs, candi, kitab, dan arsitektur.

Situs Trowulan :
Sebagai salah satu pusat pemerintahan, kerajaan Majapahit banyak meninggalkan warisannya seperti prasasti Wurare, Kudadu, Sukamerta, Balawi, Prapancasapura, Parung, Canggu, Biluluk, Karang Bogem, Katiden.

Candi :
Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari, Candi Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Wringin Branjang, Candi Surawana Candi Minak Jinggo, Candi Rimbi, Candi Kedaton, dan Candi Sumberjati.

Prasasti :
Prasasti Kudadu, Prasasti Sukamerta, Prasasti Prapancasapura, Prasasti Wringin Pitu, Prasasti Wurare, Prasasti Balawi, Prasasti Parung, Prasasti Biluluk, Prasasti Karang Bogem, Prasasti Katiden, dan Prasasti Canggu Prasasti Jiwu. (OL-13)

Baca Juga: Muktamar NU Bahas Tiga Masalah Fikih Terkini

Sejarah Nusantara pada Era Kerajaan Hindu Buddha berkembang karena hubungan dagang wilayah Nusantara dengan negara-negara dari luar, seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia pada periode tarikh Masehi. Agama ini dibawa oleh para musafir dari India yang bernama Maha Resi Agastya. Maha Resi agastya ini di Jawa terkenal dengan nama Batara Guru atau Dwipayana.[1] Ajaran Hindu yang berkembang di beberapa tempat di Nusantara disebut dengan aliran Waiṣṇawa, yaitu suatu ajaran yang memuja Dewa Wiṣṇu sebagai dewa utama. Ajaran ini dianut oleh kelompok-kelompok masyarakat di Situs Kota Kapur, Bangka, Situs Cibuaya, Situs Karawang dan Situs Muarakaman, Kutai (pada sekitar abad ke- 5-7 M). Bukti adanya Agama Hindu tampak pada prasasti Tuk Mas yang ditemukan di Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang, Jawa Tengah, di lereng Gunung Merbabu yang diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-7 M.

Dalam ajaran Buddha, diketahui dianut oleh kelompok masyarakat Nusantara tepatnya di Situs Batujaya, Situs Bukit Siguntang di Sumatera Selatan, dan Situs Batu Pait di Kalimantan Barat pada sekitar abad ke-6-7 M.[2] Proses penyebaran agama Buddha dilakukan oleh para Dharmaduta yang bertugas untuk menyebarkan Dharma atau ajaran Buddha ke seluruh dunia. Penyebaran agama Buddha di Indonesia dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri yang belajar di India dan menjadi Bhiksu kemudian menyebarkan ajarannya di Nusantara. Untuk di daerah pulau Jawa, agama Buddha datang pada Abad ke-5 yang disebarkan oleh pangeran Khasmir (bernama Gunadharma). Pada abad ke-9, penyebaran Agama Buddha dilakukan oleh pendeta-pendeta dari wilayah India yaitu Gaudidwipa (benggala) dan Gujaradesa (Gujarat). Bukti tertua adanya pengaruh Buddha India di Indonesia adalah dengan ditemukannya Arca Buddha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama Hindu dan Buddha.[3]

Sejak masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat prasejarah Nusantara yang sebelumnya memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme beralih memeluk agama Hindu dan Buddha.

Agama Buddha pertama kali masuk ke Nusantara sekitar pada abad ke-2 Masehi. Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan patung Buddha dari perunggu di daerah Jember dan Sulawesi Selatan. Pengenalan agama Buddha di Nusantara berasal dari laporan seorang pengelana Cina bernama Fa Hsien pada awal abad ke 5 Masehi. [4] Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara.[5] Kemudian dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Selain Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda, masih banyak pula kerajaan lain bercorak Hindu-Buddha, seperti Kerajaan Mataram Kuno.[6]


Selanjutnya, muncul dua kerajaan besar, yakni Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.[7] Pada sekitar tahun 670 M, Penjelajah Tiongkok yang bernama I-Tsing mengunjungi ibu kota daerah Palembang. Pada puncak kejayaannya, kekuasaan Sriwijaya mencapai daerah Jawa Tengah dan Kamboja. Pada abad ke-14 terdapat satu kerajaan Hindu di Jawa Timur yang bernama Kerajaan Majapahit. Antara tahun 1331-1364,, Patih Majapahit yang bernama Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.

Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat prasejarah Nusantara telah memiliki kebudayaan yang cukup maju. Selanjutnya, warisan dari Kerajaan Hindu dan Buddha yang pernah ada di Nusantara membentuk berbagai inspirasi hasil karya budaya di Nusantara. Salah satu contohnya ialah karya sastra India yang dibawa ke Indonesia, yakni wiracarita Ramayana, Mahabarata, dan karya sastra lainnya. Adanya kedua kitab itu juga memacu beberapa pujangga Nusantara untuk menghasilkan karyanya sendiri, seperti Empu Dharmaja dari kerajaan Kediri yang menyusun Kitab Smaradhahana, Empu Sedah dan Empu Panuluh dari kerajaan Kediri yang menelurkan karya Kitab Bharatayuda, Empu Tanakung yang membuat Kirab Lubdaka, Empu Kanwa yang memiliki karya Kitab Arjunawiwaha, Empu Triguna dengan Kitab Kresnayana-nya, Empu Panuluh yang menulis Kitab Gatotkacasraya, Empu Tantular yang membuat Kitab Kitab Sotasoma, dan Empu Prapanca yang masyhur dengan magnum opusnya yang berjudul Kitab Negarakertagama.[8]Dengan demikian, cerita dari karya sastra yang muncul pada masa Hindu Buddha ini menjadi sumber inspirasi bagi pewayangan Indonesia.

Selain karya sastra, sistem politik dan pemerintahan pun diperkenalkan oleh orang-orang India dan membuat masyarakat yang pada awalnya hidup dalam kelompok-kelompok kecil menjadi bersatu dan membentuk sebuah kekuasaan yang lebih besar dengan pemimpin tunggal berupa seorang raja. Karena pengaruh hal ini, beberapa kerajaan Hindu-Buddha seperti Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Tarumanegara, dan Kutai akhirnya dapat muncul di Nusantara.[9]

Tidak hanya karya sastra dan sistem politik saja yang berkembang pada masa Hindu Buddha di Nusantara, banyak pula hasil karya manusia masa lalu yang menandakan sejarah berkembangnya Hindu-Buddha di Nusantara. Beberapa di antaranya ialah adanya alat-alat dan benda sarana ritual yang salah satunya berbentuk arca yang memiliki beberapa bentuk yang dapat dikenali dari beberapa tanda khusus (laksana), posisi atau sikap tertentu, dan wahana atau binatang yang dianggap menjadi kendaraan seorang dewa.[10]

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-13 Masehi melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatra dan Demak di Jawa.[11] Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era Hindu-Buddha ini.

  • 101 - Penempatan Lembah Bujang/Candi Lembah Bujang yang menggunakan aksara Sanskrit Pallava membuktikan hubungan Nusantara dengan India di Sungai Batu.[12]
  • 150 - Kerajaan Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara.
  • 300 - Kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara telah melakukan hubungan dagang dengan India. Hubungan dagang ini mulai intensif pada abad ke-2 M. Memperdagangkan barang-barang dalam pasaran internasional misalnya: logam mulia, perhiasan, kerajinan, wangi-wangian, obat-obatan. Dari sebelah timur Indonesia diperdagangkan kayu cendana, kapur barus, cengkih. Hubungan dagang ini memberi pengaruh yang besar dalam masyarakat Indonesia, terutama dengan masuknya ajaran Hindu dan Budha, pengaruh lainnya terlihat pada sistem pemerintahan.
  • 300 - Telah dilakukannya hubungan pelayaran niaga yang melintasi Tiongkok. Dibuktikan dengan perjalanan dua pendeta Budha yaitu Fa Shien dan Gunavarman. Hubungan dagang ini telah lazim dilakukan, barang-barang yang diperdagangkan kemenyan, kayu cendana, hasil kerajinan.
  • 400 - Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah kerajaan-kerajaan dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain prasasti, candi, patung dewa, seni ukir, barang-barang logam. Keberadaan kerajaan Tarumanagara diberitakan oleh orang Cina.
  • 603 : Kerajaan Malayu berdiri di hilir Batang Hari. Kerajaan ini merupakan konfederasi dari para pedagang-pedagang yang berasal dari pedalaman Minangkabau. Tahun 683, Malayu runtuh oleh serangan Sriwijaya.
  • 671 : Seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-Tsing berangkat dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tata bahasa Sanskerta, kemudian ia singgah di Malayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan perjalanannya ke India.
  • 685 - I-Tsing kembali ke Sriwijaya, disini ia tinggal selama empat tahun untuk menterjemahkan kitab suci Budha dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Tionghoa.
  • 692 - Salah satu kerajaan Budha di Indonesia yaitu Sriwijaya tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi oleh pedagang Arab, Parsi, dan Tiongkok. Yang diperdagangkan antara lain tekstil, kapur barus, mutiara, rempah-rempah, emas, perak. Wilayah kekuasaannya meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya, Kamboja, dan Jawa. Sriwijaya juga menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut China Selatan. Dengan penguasaan ini, Sriwijaya mengontrol lalu lintas perdagangan antara Tiongkok dan India, sekaligus menciptakan kekayaan bagi kerajaan.
  • 760 : Dari prasasti Dinoyo diketahui bahwa di kota di Jawa Timur yang sekarang dikenal dengan nama kota Malang berdiri sebuah kerajaan yang disebut Kanjuruhan. Rajanya bernama Deva Singha yang memiliki putera bernama Liswa dan bergelar Gajayana.[13]
  • 922 : Dari sebuah laporan tertulis diketahui seorang musafir Tiongkok telah datang kekerajaan Kahuripan di Jawa Timur dan maharaja Jawa telah menghadiahkan pedang pendek berhulu gading berukur pada kaisar Tiongkok.
  • 932 - Restorasi kekuasaan Kerajaan Sunda. Hal ini muncul melalui Prasasti Kebon Kopi II yang bertanggal 854 Saka atau 932 Masehi.[14]
  • 1292 - Musafir Venesia, Marco Polo singgah di bagian utara Sumatra dalam perjalanan pulangnya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Marco Polo berpendapat bahwa Perlak merupakan sebuah kota Islam.
  • 1292 : Raden Wijaya, atas izin Jayakatwang, membuka hutan tarik menjadi permukiman yang disebut Majapahit. Nama ini berasal dari pohon Maja yang berbuah pahit di tempat ini.[15]
  • 1293 - Raden Wijaya memanfaatkan tentara Mongol untuk menggulingkan Jayakatwang di Kediri. Memukul mundur tentara Mongol, lalu ia naik takhta sebagai raja Majapahit pertama pada 12 November.[15]
  • 1293 - 1478: Kota Majapahit menjadi pusat kemaharajaan yang pengaruhnya membentang dari Sumatra ke Papua, kecuali Sunda dan Madura. Kawasan urban yang padat dihuni oleh populasi yang kosmopolitan dan menjalankan berbagai macam pekerjaan. Kitab Negarakertagama menggambarkan keluhuran budaya Majapahit dengan cita rasa yang halus dalam seni, sastra, dan ritual keagamaan.[15]
  • 1345-1346 : Musafir Maroko, Ibn Battuta melewati Samudra dalam perjalanannya ke dan dari Tiongkok. Diketahui juga bahwa Samudra merupakan pelabuhan yang sangat penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok. Ibn Battuta mendapati bahwa penguasa Samudra adalah seorang pengikut Mahzab Syafi'i salah satu ajaran dalam Islam.
  • 1350-1389 - Puncak kejayaan Majapahit dibawah pimpinan raja Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada. Majapahit menguasai seluruh kepulauan di asia tenggara bahkan jazirah Malaya sesuai dengan "Sumpah Palapa" yang menyatakan bahwa Gajah Mada menginginkan Nusantara bersatu.
  • 1478 Majapahit runtuh akibat serangan Demak. Kota ini berangsur-angsur ditinggalkan penduduknya, tertimbun tanah, dan menjadi hutan jati.[15]
  • 1570 - Pajajaran, ibu kota Kerajaan Hindu terakhir di pulau Jawa dihancurkan oleh Kesultanan Banten.
  • Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia.[16] Kerajaan ini terletak di Kalimanan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.
  • Kerajaan Sribangun (Buddha)
  • Kerajaan Wijayapura
  • Kerajaan Bakulapura
  • Kerajaan Brunei Buddha
  • Kerajaan Kuripan
  • Kerajaan Negara Dipa
  • Kerajaan Negara Daha
  • Kerajaan Salakanagara (150-362)
  • Kerajaan Tarumanegara (358-669)
  • Kerajaan Sunda Galuh (669-1482)
  • Kerajaan Kalingga
  • Kerajaan Kanjuruhan
  • Kerajaan Mataram Hindu (732-1016)
  • Kerajaan Kahuripan
  • Kerajaan Janggala
  • Kerajaan Kadiri (1042 - 1222)
  • Kerajaan Singasari (1222-1292)
  • Kerajaan Majapahit (1292-1527)
  • Kerajaan Malayu Dharmasraya (1183-1347)
  • Kerajaan Sriwijaya (600-1300)

  1. ^ "Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa, Kalimantan, dan Sumatra | Negeri Pesona". www.negeripesona.com. Diakses tanggal 2020-08-25. 
  2. ^ Indradjaja 2014, hlm. 30.
  3. ^ Fauzi 2017, hlm. 1731.
  4. ^ Sulistiawan et al 2019, hlm. 27.
  5. ^ Hannigan 2015, hlm. 38-39.
  6. ^ Sari dan Wibowo 2017, hlm. 83.
  7. ^ Widiyani, Rosmha. "Fakta Kerajaan Terbesar di Nusantara dari Sriwijaya hingga Majapahit". detikTravel. Diakses tanggal 2020-08-25. 
  8. ^ Mardiani et al 2019, hlm. 336.
  9. ^ Mardiani et al 2019, hlm. 335.
  10. ^ Mansur 2014, hlm. 113.
  11. ^ Media, Kompas Cyber. "Perkembangan Islam di Indonesia Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-08-25. 
  12. ^ Tamadun 1900 tahun di Merbuk, Oleh OPAT RATTANACHOT, Utusan Malaysia 9 April 2010.[pranala nonaktif permanen]
  13. ^ "SEJARAH MALANG (DI ERA KANJURUHAN ABAD 8 MASEHI -Bagian 1)". JURNALMALANG.COM. Diakses tanggal 2020-08-30. 
  14. ^ Herwig Zahorka, The Sunda Kingdoms of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2007
  15. ^ a b c d "Kronologi Kota Majapahit", Kompas, 5 Januari 2009
  16. ^ Ciel (2020-06-11). "√ 16 Kerajaan Hindu Budha di Indonesia (Penjelasan Lengkap) ..." Saintif (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-25. 

  • Cunino, M. A. (2018). "Nasionalisme, Toleransi, dan Kepemimpinan pada Buku Teks Pembelajaran Sejarah SMA". Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah. 2 (1): 51–60. ISSN 2615-7993. 
  • Fauzi, R. (2017). "Hubungan Pemahaman Siswa Tentang Lahir dan Berkembangnya Agama Hindu-Budha di Indonesia dengan Muncul dan Berkembangnya Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia di Kelas XI SMK Negeri 3 Sibolga". JURNAL PENDIDIKAN IPS. 1 (2): 1727–1903. ISSN 2337-5922. 
  • Hannigan, Tim (2015). A brief history of Indonesia : sultans, spices, and tsunamis : the incredible story of Southeast Asia's largest nation. Tokyo; Vermont: Singapore: TUTTLE Publishing. ISBN 9781462917167.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • Indradjaja, A. (2014). "Awal Pengaruh Hindu Buddha di Nusantara". Majalah Arkeologi. 23 (1): 17–33. ISSN 2550-0449. 
  • Mansur, M. (2014). "Pengaruh Hindu pada Beberapa Wilayah di Jawa Barat Melalui Arca-Arca Koleksi Museum Sribaduga". Jurnal Ilmiah Kebudayaan dan Kesejarahan. 1 (2): 112–120. ISSN 2656-4084. 
  • Mardiani, N., Umasih, U., &, Winarsih, M (2019). "Materi Sejarah Masa Hindu-Buddha dan Penggunaan Sumber Belajar Sejarah dalam Pembelajarannya di SMK". Jurnal Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam. 7 (2): 328–347. ISSN 2528-5882. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  • Nastiti, T. S. (2014). "Jejak-jejak Peradaban Hindu-Buddha di Nusantara". Majalah Arkeologi. 23 (1): 35–49. ISSN 2550-0449. 
  • Sari W. I. D., &, Wibowo A. M. (2017). "Prasasti Anjuk Ladang di Nganjuk Jawa Timur (Sejarah dan Potensinya sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah)". JURNAL AGASTYA. 7 (1): 82–103. ISSN 2502-2857. 
  • Sulistiawan E., Jayusman &, Suharso R. (2019). "Modul Peninggalan Sejarah Hindu-Buddha Sebagai Bahan Ajar Alternatif Bagi Siswa SMA Kabupaten Semarang". Indonesian Journal of History Education. 7 (1): 22–32. ISSN 2549-0354. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Hindu-Buddha&oldid=20981051"


Page 2

Anda tidak memiliki hak akses untuk menyunting halaman ini, karena alasan berikut:

Alamat IP Anda berada dalam rentang yang telah diblokir di semua wiki Wikimedia Foundation.

Pemblokiran dilakukan oleh Jon Kolbert (meta.wikimedia.org). Alasan yang diberikan adalah Open proxy/Webhost: Visit the FAQ if you are affected .

  • Mulai di blokir: 7 November 2021 17.35
  • Kedaluwarsa blokir: 7 Desember 2023 17.35

Alamat IP Anda saat ini adalah 168.138.160.234 dan rentang yang diblokir adalah 168.138.0.0/16. Harap sertakan semua rincian di atas dalam setiap pertanyaan Anda.

Jika Anda yakin Anda diblokir merupakan sebuah kesalahan, Anda dapat menemukan informasi tambahan dan petunjuk di kebijakan global Tanpa proksi terbuka. Jika tidak, untuk membicarakan hal ini, silakan mengirim permintaan untuk diperiksa di Meta-Wiki atau mengirim surel ke antrean VRT steward di dengan menyertakan semua rincian di atas.

Anda dapat melihat atau menyalin sumber halaman ini.

== Eksistensi Kerajaan Hindu-Buddha == Agama Buddha pertama kali masuk ke [[Nusantara]] sekitar pada abad ke-2 Masehi. Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan patung Buddha dari perunggu di daerah Jember dan [[Sulawesi Selatan]]. Pengenalan agama Buddha di Nusantara berasal dari laporan seorang pengelana [[Tiongkok|Cina]] bernama Fa Hsien pada awal abad ke 5 Masehi. {{Sfn|Sulistiawan et al|2019|p=27}} Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan [[Tarumanagara]].{{Sfn|Hannigan|2015|p=38-39|Ps=: "In 412 CE, Faxian the wandering monk whose story would inspire Yijing almost three centuries later stopped by on his return from India in a West Java state that seems to have been called Holotan. As a good Buddhist, Faxian was none too approving of the state of religious. Later another state this one called Tarumanagara grew up in the same place."}} Kemudian dilanjutkan dengan [[Kerajaan Sunda]] sampai abad ke-16. Selain Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda, masih banyak pula kerajaan lain bercorak Hindu-Buddha, seperti Kerajaan [[Medang|Mataram Kuno]].{{Sfn|Sari dan Wibowo|2017|p=83}} Selanjutnya, muncul dua kerajaan besar, yakni Kerajaan [[Sriwijaya]] dan Kerajaan [[Majapahit]]. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha [[Sriwijaya]] berkembang pesat di Sumatra.<ref>{{Cite web|last=Widiyani|first=Rosmha|title=Fakta Kerajaan Terbesar di Nusantara dari Sriwijaya hingga Majapahit|url=https://travel.detik.com/domestic-destination/d-5071532/fakta-kerajaan-terbesar-di-nusantara-dari-sriwijaya-hingga-majapahit|website=detikTravel|language=id|access-date=2020-08-25}}</ref> Pada sekitar tahun 670 M, Penjelajah Tiongkok yang bernama [[I-Tsing]] mengunjungi ibu kota daerah [[Palembang]]. Pada puncak kejayaannya, kekuasaan Sriwijaya mencapai daerah [[Jawa Tengah]] dan [[Kamboja]]. Pada abad ke-14 terdapat satu kerajaan [[Hindu]] di [[Jawa Timur]] yang bernama Kerajaan [[Majapahit]]. Antara tahun 1331-1364,, Patih Majapahit yang bernama [[Gajah Mada]] berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.

Kembali ke Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Hindu-Buddha"