Tata cara sholat berjamaah imam perempuan

Reporter : Ahmad Baiquni

Apakah imam wanita berada di depan makmum atau dalam shaf?

Dream - Setiap Muslim dianjurkan untuk melaksanakan sholat dengan berjemaah. Ganjarannya jauh lebih besar dari pada sholat sendiri, 27 kali lipat.

Anjuran ini berlaku bagi pria maupun wanita. Bahkan, kaum wanita juga dibolehkan melaksanakan sholat jemaah di antara sesamanya, dipimpin imam wanita dengan makmum juga wanita.

Sholat Nisfu Syaban Berapa Rakaat? Berikut Tata Cara, Doa, Amalan Sunah dan Keutamaannnya

Pada jemaah pria, Imam berada di depan shaf pertama jika jemaahnya lebih dari dua orang. Jika makmumnya hanya satu atau dua, posisi imam hanya berjarak satu telapak kaki dengan makmumnya.

Nah, bagaimana posisi imam wanita? Berikut pembahasannya.

Tata cara sholat berjamaah imam perempuan
Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)

KITA ketahui bahwa perempuan pun bisa menjadi imam. Hanya saja, banyak ulama yang tidak membolehkan perempuan menjadi imam lelaki. Maka, sah-sah saja jika seorang perempuan mengimami perempuan lainnya. Dan memang, alangkah lebih baik jika shalat dilaksanakan secara berjamaah. Jadi, ketika bisa berjamaah, maka lebih baik lakukanlah.

Dalam melaksanakan shalat secara berjamaah, kita seringkali melihat ada perbedaan dalam pelaksanaan shalat berjamaah yang dilakukan kaum perempuan. Posisi imam perempuan, ada yang berada sejajar dengan makmum, ada pula yang di depan makmum. Lalu, bagaimana posisi imam perempuan yang benar?

Mengenai posisi imam perempuan, ada yang berpendapat bahwa imam perempuan mesti berada di tengah-tengah makmum, sejajar dengan mereka. Sementara ada yang berpendapat bahwa imam perempuan sama saja dengan imam laki-laki berdiri di depan makmum.

Hal ini berdasarkan dua hadis sebagai berikut,

Dari Ummu Waraqah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Telah memerintah Rasulullah kepadanya (Ummu Waraqah) mengimami penghuni rumahnya (perempuan),” (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad)

“Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pernah mengimami perempuan, dan ia berdiri bersama mereka dalam satu shof,” (Fiqih Sunah, Sayid Sabiq, 1: 113).

Pendapat pertama, pendapat yang mengatakan bahwa sejajar. Dibolehkan bagi seorang perempuan mengimami jamaah kaum perempuan. Sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari Ummu Waraqah binti Abdullah Bin Al-Harits Al-Anshari dan ia pernah ikut mengumpulkan Al-Quran. Dan Nabi ﷺ pernah memerintahkan kepadanya untuk mengimami shalat keluarganya (kaum wanita), ia mempunyai tukang adzan dan ia menjadi imam di rumahnya.”

Jika seorang perempuan mengimami shalat jamaah kaum perempuan maka ia berdiri di tengah-tengah shaf pertama dari mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dan Al-Baihaqi bahwa Aisyah dan Umu Salamah pernah mengimami kaum perempuan dan mereka berdua berdiri di tengah-tengah mereka.

Demikian juga disebutkan dalam fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz, “Dan imam perempuan mereka (para perempuan) berdiri di tengah-tengah mereka pada shaf yang pertama,” (Majmu Fatawa Bin Baz, 12: 77).

Pendapat kedua, imam laki-laki dan perempuan mempunyai ketentuan yang sama, yaitu berdiri di depan makmum. Kecuali bila makmumnya hanya satu orang, maka makmumnya berdiri di sebelah kanan imam, sejajar.

Adapun arti kata “shaf” ialah garis. Umpamanya, bereskan shaf kalian, bereskan garis kamu. Jadi jika ada keterangan berdiri di tengah-tengah mereka dalam shof, tidak berarti imam sejajar.

Ibnu Hazim dalam al Muhalla (4: 220) menjelaskan kata-kata “al-shaf” ini. “Sama sekali tidak mengetahui (mendapatkan) keterangan (hujjah) untuk melarang perempuan bediri di depan, dan hukumnya menurut pendapat saya, ia berdiri di depan makmum perempuan.”

Dalam kitab Subulus Salam diterangkan, “Apabila mereka (perempuan) shalat dan imamnya perempuan, maka shaf mereka seperti laki-laki (imamnya laki-laki), yaitu shaf-shaf yang paling utama adalah shaf pertama.”

Imam Syafi’i menyuruh supaya imam perempuan sejajar dengan shaf pertama. Namun Imam Syaifi’i sendiri menjelaskan dalam Al-Um 1: 145 (kitab pokok Imam Syafi’i), “Apabila seorang perempuan (imam) berdiri di depan perempuan (makmum), maka shalatnya (imam) dan yang di belakangnya (makmum) sah (memadai).”

Dalam hadis riwayat Abu Daud, Rasulullah ﷺ memerintahkan, “Washshitu Imama (Tempatkanlah imam di tengah-tengah).” Perintah tersebut tidak berarti bahwa imam laki-laki dan perempuan di tengah-tengah sejajar dengan makmum. Tetapi, Muqobilun Li Wasthi Ash-Shofi (searah dengan tengah-tengah shaf makmum (Lihat, Bustanu al-Akhbar, 1: 254, Risalah Wanita, hal. 78-81).

Jadi, tak ada keterangan khusus yang menunjukkan bahwa seorang imam perempuan berada dalam posisi sejajar ataukah di depan makmum. Setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing. Dan setiap pendapat terdapat sumber yang shahih untuk dijadikan rujukan. Maka, mau sejajar atau di depan makmum, maka kembali lagi kepada keyakinan diri kita. []

SUMBER: REFERENSI MUSLIM

Jum'at, 17 Juli 2020 - 11:15 WIB

Wanita diperkenankan mengerjakan salat berjamaah, namun salat wanita lebih baik adalah di rumahnya. foto ilustrasi/ist

Bagi kaum pria, salat berjamaah adalah wajib hukumnya. Lantas bagaimana dengan salat berjamaah bagi wanita? Seluruh ulama sepakat (ijma') bahwa kaum wanita tidak wajib mengerjakan salat berjamaah. Tetapi syariat tetap membenarkan mereka boleh melakukan salat secara berjamaah.

Hanya saja, ketika kaum wanita melaksanakan salat jamaah ada beberapa cara dan syarat yang harus dipenuhi. Dikutip dari kitab 'Fiqhus Sunnah Lin Nisaa' atau (Fiqih Sunnah untuk Wanita) yang ditulis Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, menjelaskan tentang tata cara salat jamaah bagi wanita ini.

Salat berjamaah bagi wanita dapat dilakukan dengan dua cara:

Pertama, kaum wanita mengerjakan salat berjamaah dengan imam seorang wanita. Cara ini dibenakan oleh syariat berdasarkan tiga alasan, yakni :

1. Pengertian umum hadis-hadis yang menyebut keutamaan salat berjamaah seperti sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : "Salat berjamaah dua puluh tujuh (derajat) lebih utama daripada salat sendirian," (HR Bukhari dan Muslim)

Saat akan menunaikan sholat jamaah di masjid, sebaiknya sudah mengambil air wudhu sejak dari rumah. Hal ini sesuai dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya." (HR. Muslim)

2. Membaca Doa

Tata cara sholat berjamaah termasuk dengan menjalankan adabnya, membaca doa dalam perjalanan menuju masjid yang berbunyi;

"ALLAHUMMAJ'AL FII QOLBI NUURA WA FII BASHARI NUURA WA FII SAM'I NUURA WA'AN YAMIINIHI NUURA WA'AN YASAAARII NUURA WA FAUQI NUURA WA TAHTI NUURA WA AMAANI NUURA WA KHALFI NUURA WAJ'AL LII NUURA"

Artinya: "Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya di belakangku. Dan jadikanlah untukku cahaya". (HR. Muslim).

3. Membaca Doa Masuk dan Keluar Masjid

Telah diajarkan dalam Islam bahwa ketika masuk masjid, disunnahkan untuk mendahulukan kaki kanan baru kaki kiri, sambil memanjatkan doa sebagai berikut:

"ALLOHUMMAFTAHLII ABWAABA RAHMATIK" Artinya: "Ya Allah! Bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu."

Sedangkan ketika keluar masjid sebaiknya membaca doa:

"ALLAHUMMA INNI AS-ALUKA MIN FADHLIK'" Artinya: "Ya Allah! Aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu."

4. Tidak Melewati Orang yang Sedang Sholat

Adab yang berikutnya adalah tidak melewati orang yang sedang sholat. Berdasarkan sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Seandainya orang yang lewat di depan orang yang salat mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscahya ia memilih untuk berhenti selama 40 (tahun), itu lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang sholat." (HR. Bukhari 510 dan Muslim 1132).

5. Sholat Sunnah Tahiyatul Masjid

Adab sholat berjamaah selanjutnya dengan menunaikan salat tahiyatul masjid ketika sudah masuk dan sebelum duduk seperti riwayat yang berbunyi; "Jika salah seorang dari kalian masuk ke dalam masjid, maka hendaklah ia sholat dua rakaat sebelum dia duduk." (HR. Bukhari 537 dan Muslim 714).

6. Menjawab Panggilan Azan dan Berdoa

Menjadi sunnah bagi umat muslim yang mendengar azan, maka menjawab setiap kalimat panggilan tersebut. Ketika muadzin mengumandangkan iqamah juga terdapat kalimat jawaban. Semisal, bila muazin berucap " Allahu akbar Allahu akbar" maka Anda jawab dengan ucapan yang sama, "Allahu akbar Allahu akbar" . Bacaan doa seusai mendengar adzan adalah:

"ALLAAHUMMA ROBBA HAADZIHID DAWATIT TAAMMAH, WASHSHOLAATIL QOO-IMAH, AATI SAYYIDANAA MUHAMMADANIL WASHIILATA WAL FADHIILAH, WASYSYAROFA, WAD DARAJATAL, AALIYATAR ROFIIAH, WABATSHU MAQOOMAM MAHMUUDANIL LADZII WAADTAH, INNAKA LAA TUKHLIFUL MIIAADZ."

Artinya: "Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al-wasilah (derajat di surga), dan al-fadhilah (keutamaan) kepada nabi Muhammad. Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati kedudukan terpuji yang Engkau janjikan." (HR. Bukhari, Abu dawud, Tarmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).

7. Membaca Doa Sesudah Iqomah

"ALLAAHUMMA ROBBA HAADZIHID DAWATIT TAAMMAH, WASHSHOLAATIL QOO-IMAH, SHALLI WA SALLIM ALAA SAYYIDINIA MUHAMMADIN WA AATIHI SULAHU YAUMUL QIYAAMAH"

Artinya: "Ya Allah Tuhan yang memiliki panggilan yang sempurna, memiliki salat yang ditegakkan, curahkanlah rahmat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan berilah/kabulkanlah segala permohonannya pada hari kiamat."

8. Merapikan Shaf Sholat

Adab sholat berjamaah selanjutnya dengan meluruskan dan merapikan barisan sholat. Perhatikan depan, belakang, kanan dan kiri apakah para jamaah telah berada pada shaf yang tepat. Sesuai dalam hadis berikut, Rasulullah SAW bersabda:

"Hendaknya kalian bersungguh-sungguh dalam meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh kana memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian." (HR. Bukhari 717 dan Muslim).