Ilustrasi wudhu. © Pixabay
TRENDING | 18 Agustus 2021 11:44 Reporter : Kurnia Azizah Merdeka.com - Agama Islam begitu memerhatikan kebersihan dan kesucian. Sehingga dalam tata cara setelah buang air kecil atau air besar, dikenal sebagai istinja'. Hal ini diatur dalam syariat Islam. Sebegitu cinta Allah SWT terhadap hal ini, bahkan tertuang dalam kitab suci Alquran. "Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri," (QS. Al-Baqarah ayat 222) Bahkan tuntunan Nabi Muhammad SAW, mengajarkan cara istinja' sesuai syariat Islam. Beristinja' sejatinya dapati disucikan menggunakan air yang suci atau batu. Batu yang bersih bermanfaat untuk menghilangkan wujud najisnya. Sedangkan air, akan menghilangkan bekasnya tanpa bercampur dengan najisnya. Karena sudah hilang lebih dulu bersama batu. Jika menggunakan salah satu, maka lebih utama beristinja' dengan air. Berikut ini pengertian istinja' atau bersuci, serta tata caranya sesuai syariat Islam, seperti dihimpun dari NU Online, Rabu (18/8). 2 dari 4 halaman
©Shutterstock.com/ Andrey Lishnevsky Dikutip dari al-Fiqh al-Manhaji, istinja' adalah menghilangkan najis atau meringankannya dari tempat keluarnya air seni atau kotoran. Berasal dari kata an-najaa’ yang berarti bersih atau selamat dari penyakit. Disebut demikian, karena melakukan istinja' berarti orang itu mencari keselamatan dari penyakit dan berbuat untuk menghilangkannya. Adab Buanga Air Selaras dengan tuntunan Rasulullah SAW, ada hal yang patut diperhatikan dalam buang air seperti: - Mencari tempat sepi atau jauh dari penglihatan orang. Maksudnya tidak buang air sembarangan, khususnya di tempat orang berteduh, tempat berkumpul, di bawah pohon yang sedang berbuah, di jalanan, lubang hewan, dan lainnya. Karena itu bisa merugikan makhluk lain. Sedangkan Islam sendiri melarang untuk merugikan siapa pun. - Haram menghadap atau membelakangi arah kiblat. Adab buang air, hukumnya haram bila menghadap atau membelakangi arah kiblat. Apalagi bila dilakukan di tempat terbuka. Sementara bila buang air di toilet yang atau tempat tertutup khusus, maka hukumnya makruh. - Menggunakan tangan kiri saat bersuci atau cebok. 3 dari 4 halaman ©2013 Merdeka.com/Shutterstock/silver-john Selain mengarahkan cara buang air yang baik dan benar. Islam pun tak luput dari cara mensucikannya atau beristinja' usai buang air. Berikut ini adab istinja' sesuai syariat: 1. Berdoa saat mau masuk toilet بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك من الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ Bismillâhi Allâhumma innî a'ûdzu bika minal khubutsi wal khabâitsi Artinya: "Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari godaan iblis jantan dan betina." Doa ini dipanjatkan sebelum melangkah masuk. Hikmahnya supaya kita terhindar dari godaan setan laki-laki dan perempuan. Termasuk mencegah diri ini berkhayal yang tidak baik. Selain itu, memohon kepada Allah SWT atas keselamatan menjaga alat kelamin dari perbuatan keji dan hina, seperti zina. 2. Masuk kamar mandi atau toilet mendahulukan kaki kiri. 3. Buang air di lubang yang seharusnya. Bukan di dinding atau lantai. 4. Jongkok saat buang air. 5. Menuntaskan keluarnya kotoran. Tidak perlu menunda kotoran di dalam tubuh. Bisa bantu dengan mengelus perut atau menekan area tertentu supaya lebih lancar. Supaya terhindar dari penyakit akibat sisa kotoran yang menumpuk. 6. Membaca doa keluar toilet. Doa versi pendek : "Alhamdulillahi alladzi adzhaba ‘anni al-adza wa ‘aafaani" Artinya: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dari tubuhku, dan mensehatkan aku." Doa versi panjang atau lengkapnya sebagai berikut: غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ لِلهِ الذي أَذْهَبَ عَنِّيْ الْأَذَى وَعَافَانِيْ اللهم اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ. اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنَ النِّفَاقِ وَحَصِّنْ فَرْجِيْ مِنَ الْفَوَاحِشِ Guhfroonaka alhamdulillahi alladzi adzhaba 'anni al-adza wa 'aafaani. Allahumma ij'alni minat tawwaabiina waj'alni minal mutathohhiriin. Allahumma thohhir qolbi minan nifaaqi wa hashshin farji minal fawaahisyi. Artinya: "Dengan mengharap ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dari tubuhku, dan mensehatkan aku. Ya Allah, jadikanlah aku sebagian dari orang yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang suci. Ya Allah, bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan jaga kelaminku dari perbuatan keji (zina)." 4 dari 4 halaman dumblittleman.com Dilansir dari NU Online, ada tiga macam cara melakukan istinja', yakni: - Menggunakan tiga buah batu atau bisa diganti dengan tiga lembar tisu. Namun jika dirasa masih belum bersih, maka ditambah lagi hingga berjumlah ganjil, lima atau tujuh dan seterusnya. Ini dilakukan apabila tidak ada air. Atau ada air yang tersedia, tapi hanya cukup untuk minum. - Dengan menggunakan air saja. - Menggunakan tiga lembar tisu atau batu terlebih dahulu. Lalu diakhiri dengan menggunakan air. Cara istinja yang ketiga ini adalah yang terbaik. Syarat Istinja' Hanya dengan Batu Pada saat terdesak dan tidak air, Islam juga mengajarkan cara bersuci atau istinja' yang baik. Hal ini supaya terhindar dari sakit, serta tetap menjaga kebersihan. Sebut saja sedang mendaki gunung, tersesat tanpa menemukan sumber air, dan masih banyak lagi. "Syarat beristinja; hanya dengan menggunakan batu ada delapan, yakni Syarat Benda untuk Beristinja' Bila Tak Ada Air Dikutip dari kanal YouTube NU Online, berikut ini syarat diperbolehkannya benda untuk beristinja' selain batu: 1. Selain batu, bisa menggunakan tisu, kayu, daun kering atau benda sejenis yang digunakan untuk bersuci. Harus dengan material yang suci dan tidak terkontaminasi najis. 2. Benda yang digunakan harus benda padat. Bukan benda cair atau lembek. Usahakan tidak dengan benda yang mudah hancur. 3. Benda memiliki permukaan kesat yang bisa mengangkat najis. Tidak sah jika beristinja' dengan kaca atau benda sejenis permukaan halus. 4. Tidak bersuci dengan benda terhormat, seperti tulang, makanan, benda yang tertulis asma Allah dan beragam materi agama lainnya. (mdk/kur)
Beristinja’ artinya menghilangkan najis atau meringankannya dari tempat keluarnya air seni atau kotoran. Terambil dari kata an-najaa’ yang berarti bersih atau selamat dari penyakit. Dinamakan demikian karena orang yang melakukan istinja’ ia mencari keselamatan dari penyakit dan berbuat untuk menghilangkannya (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, al-Fiqh al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 45).Beristinja’ dapat dilakukan dengan menggunakan air mutlak atau air yang suci dan mensucikan saja atau dengan menggunakan batu saja. Namun yang paling utama bila istinja’ dilakukan dengan menggunakan batu pada awalnya, kemudian disempurnakan dengan menggunakan air. Ini dikarenakan batu dapat menghilangkan wujud najisnya sedangkan air dapat menghilangkan bekasnya dengan tanpa bercampur dengan najisnya karena telah dihilangkan oleh batu.Bila orang yang beristinja’ dengan menggunakan salah satunya saja maka beristinja’ hanya dengan menggunakan air lebih utama daripada beristinja’ hanya dengan menggunakan batu, karena air dapat menghilangkan wujud najis sekaligus bekasnya, sedangkan selain air tidak bisa.Namun bila orang yang beristinja’ hanya akan menggunakan batu saja maka ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi sehingga istinja’nya dianggap sah. Dalam kitab Safinatun Naja, Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menyebutkan 8 (delapan) syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak beristinja’ hanya dengan batu saja tanpa menggunakan air. Dalam kitab tersebut beliau menyatakan: شروط اجزاء الحجر ثمانية: أن يكون بثلاثة أحجار وأن ينقي المحل وألا يجف النجس ولا ينتقل ولا يطرأ عليه أخر ولا يجاوز صفحته وحشفته ولا يصيبه ماء وأن تكون الأحجار طاهرة واعلم أن كل ما هو مقيس على الحجر الحقيقي وهو ما اذا وجدت القيود الأربعة فيسمى حجرا شرعيا يجوز الاستنجاء به “Ketahuilah, bahwa segala sesuatu yang dapat diqiyaskan dengan batu secara hakiki—yakni apapun yang padanya terdapat empat batasan—maka dapat digunakan untuk beristinja’. Yang demikian itu disebut batu secara syar’i.”(lihat Muhammad Nawawi Al-Bantani, Kasyifatus Saja, (Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), hal. 34).Dari ungkapan tersebut dapat diambil satu pemahaman bahwa selain menggunakan batu ada barang-barang lain yang juga dapat dijadikan alat untuk beristinja’. Barang-barang ini, sebagaimana dijelaskan Syaikh Nawawi, secara syar’i disamakan dengan batu bila memenuhi empat buah syarat sebagai berikut:1. Barangnya suci.Tidak bisa beristinja’ dengan menggunakan suatu barang najis atau mutanajis (barang yang terkena najis). Tentunya ini justru akan lebih menambah kenajisan tempat yang akan dibersihkan, bukan malah membersihkannya.2. Barangnya padat.Tidak cukup beristinja’ dengan menggunakan sesuatu yang basah baik berupa batu atau lainnya seperti minyak bunga mawar atau air cuka.3. Barang yang dipakai beristinja’ berupa sesuatu yang dapat menghilangkan dan menyerap najisnya. Maka tidaklah cukup beristinja’ dengan kaca atau bambu yang licin.4. Bukan sesuatu yang dihormati.Seperti beristinja’ dengan menggunakan makanan manusia semisal roti dan lainnya atau beristinja’ denganmenggunakan makanannya jin yaitu tulang belulang.Apa pun yang memenuhi keempat syarat tersebut maka dapat dijadikan pengganti batu untuk beristinja’. Seumpama tisu, daun yang telah kering, batu bata dan lain sebagainya bisa digunakan untuk beristinja’ karena ia memenuhi keempat syarat di atas.Sebagai penutup Syaikh Nawawi menyatakan: واذا استنجى بالماء سن تقديم قبله على دبره وعكسه في الحجر “Bila beristinja’ dengan air disunahkan mendahulukan membersihkan bagian qubul dari pada dubur, sebaliknya bila menggunakan batu disunahkan mendahulukan bagian dubur dari pada qubul”.Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin) Kumpulan Khutbah Menyambut Hari Kemerdekaan |