Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?

Pada masa Sultan Agung, kerajaan Islam Mataram sangat gigih melawan penjajah. Hal ini terbukti dengan keberhasilannya menaklukkan kekuatan Belanda di Surabaya, kemudian menyerang VOC di Batavia pada tahun 1928-1929. Pelajaran yang dapat diambil dari fakta sejarah tersebut adalah

  1. dalam perjuangan ada kalanya mengalami kegagalan
  2. kerajaan Mataram sangat kuat
  3. kekuatan Belanda sangat kuat
  4. semangat juang kerajaan Mataram patut diteladani
  5. semua jawaban benar

Berdasarkan pilihan diatas, jawaban yang paling benar adalah: D. semangat juang kerajaan Mataram patut diteladani.

Dari hasil voting 987 orang setuju jawaban D benar, dan 0 orang setuju jawaban D salah.

Pada masa Sultan Agung, kerajaan Islam Mataram sangat gigih melawan penjajah. Hal ini terbukti dengan keberhasilannya menaklukkan kekuatan Belanda di Surabaya, kemudian menyerang VOC di Batavia pada tahun 1928-1929. Pelajaran yang dapat diambil dari fakta sejarah tersebut adalah semangat juang kerajaan mataram patut diteladani.

Pembahasan dan Penjelasan

Jawaban A. dalam perjuangan ada kalanya mengalami kegagalan menurut saya kurang tepat, karena kalau dibaca dari pertanyaanya jawaban ini tidak nyambung sama sekali.

Jawaban B. kerajaan Mataram sangat kuat menurut saya ini 100% salah, karena sudah melenceng jauh dari apa yang ditanyakan.

Jawaban C. kekuatan Belanda sangat kuat menurut saya ini juga salah, karena dari buku yang saya baca ini tidak masuk dalam pembahasan.

Jawaban D. semangat juang kerajaan Mataram patut diteladani menurut saya ini yang paling benar, karena kalau dibandingkan dengan pilihan yang lain, ini jawaban yang paling pas tepat, dan akurat.

Jawaban E. semua jawaban benar menurut saya ini salah, karena setelah saya cari di google, jawaban tersebut lebih tepat digunkan untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan diatas, bisa disimpulkan pilihan jawaban yang benar adalah D. semangat juang kerajaan Mataram patut diteladani

Jika masih punya pertanyaan lain, kalian bisa menanyakan melalui kolom komentar dibawah, terimakasih.

JAKARTA - Ambisi Raja Mataram, Sultan Agung (1613-1645) untuk mengalahkan kongsi dagang Belanda, VOC tak perlu diragukan lagi. Sebagai tuan rumah, kala itu sang raja ingin menunjukkan siapa sesungguhnya penguasa pulau Jawa. Alhasil, Mataram kemudian menyerang Batavia sebanyak dua kali, 1628 dan 1629. Sayangnya, kedua serangan itu berujung kekalahan.

Paling pahit kekalahan prajurit Mataram yang berada di bawah komando Tumenggung Bahureksa dan Ki Mandurareja terjadi pada serangan pertama. Walau dalam posisi bertahan, Belanda tak sengaja menggunakan amunisi rahasia, yakni kotoran manusia atau tinja. Lantas, Prajurit Mataram mengenang peristiwa itu dengan menjuluki “Batavia sebagai Kota Tahi.”

Dalam serangan pertama pada 1628, prajurit Mataram yang berjumlah puluhan ribu langsung mencoba mendekati benteng Belanda, Fort Hollandia. Pergerakan prajurit pun tampak senada dengan misi yang diberikan oleh Sultan Agung. Yang mana sang raja dikenal tak menghendaki adanya daerah yang tak takluk oleh Mataram.

Atas serangan tersebut, Gubernur Jenderal VOC yang pernah menjabat dua kali (1619-1623 dan 1627-1629) Jan Pieterszoon Coen mengaku tak pernah menganggap remeh prajurit Mataram. Bagi Coen, prajurit Mataram merupakan musuh yang gigih. Bahkan, penuturan tersebut sempat Coen ungkap dalam laporannya kepada Dewan Hindia 3 November 1628.

"Mereka membawa tangga-tangga dan alat-alat pelantak untuk memanjat kubu atau menghancurkan tembok-tembok. Mereka dilindungi oleh beberapa orang, yang terus menembaki kubu dengan memakai bedil laras panjang. Akan tetapi, sebanyak 24 orang kami yang berada di kubu itu memberikan perlawanan yang gigih, sehingga sepanjang malam itu semua musuh berhasil dipukul mundur sampai semua mesiu habis,” tulis Coen.

Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?
Batavia tempo dulu (wikimedia commons)

Dikutip dari Adolf Heuken SJ dalam buku Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2007), serangan pertama Mataram tampak kurang berhasil. Hal itu terjadi lantaran Mataram tak menghitung secara rinci terkait persediaan makanan untuk pasukan. Parahnya lagi, persenjataan Mataram terhitung kurang modern yang berakibat pada kagagalan merebut benteng dan kota Batavia yang sebagian besar dibekali oleh banyaknya meriam.

Pada serangan kedua pun begitu. Mataram yang enggan belajar dari serangan pertama mendapat masalah yang sama, yakni kekurangan logistik. Namun, bukan seperti pada serangan pertama, kekurangan logistik pada serang kedua tak lain akibat dari tertangkapnya mata-mata Mataram yang berujung pada bocornya rencana penyerangan. Setali dengan itu, Belanda bergerak lebih duku menghancurkan kapal-kapal yang membawa logistik dan perbekalan perang milik Mataram.

 “Karena takut akan hukuman, jika pulang tanpa kemenangan, prajurit Sunda (Dipati Ukur) dan banyak orang Jawa Tengah Desersi dan menetap di sekitar Batavia yang kosong penduduknya. Kurang lebih 50 persen dari pasukan Sultan Agung mati karena kelaparan, penyakit, kecapaian, hukuman, dan tembakan peluru Belanda.”

Batavia Kota Tahi

Seperti diceritakan oleh seorang Jerman, Johan Neuhof dalam buku berbahasa Jerman yang telah diterjemahkan dengan bahasa Belanda, Die Gesantschaft der Ost-Indischen Geselschaft in den Vereinigten Niederlaendern an Tartarischen Cham (1669). Neuhof bercerita kubu VOC dalam serangan pertama Mataram sempat kocar-kacir menghadapi prajurit Mataram.

Ketika prajurit Mataram menyerang pertama kali ke kubu pertahanan Benteng Hollandia yang berada di ujung selatan tanggul kota. Prajurit Mataram tampak berada di atas angin. Lantaran sengitnya perlawanan, para garnisun VOC kemudian kewalahan hingga mereka kehabisan amunisi.

“Perang pun segera terjadi di antara mereka dan pada waktu itu orang Belanda karena dapat dipukul oleh keganasan orang-orang pribumi, maka mereka terpaksa mengunakan batu-batuan yang mereka dapatkan sebagai ganti bola-bola besi (untuk meriam). Namun usaha tersebut tetap menemui kegagalan,” ujar Thomas Stamford Raffles dalam mahakaryanya The History of Java (1817).

Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?
Kota Batavia (wikimedia commons) 

Dalam situasi genting tersebut, Sersan Hans Madelijn kelahiran Pfalz (Jerman) mendapatkan siasat yang licik. Madelijn yang kala itu masih berusia 23 tahun langsung menyelinap ke ruang serdadu dan meminta anak buahnya membawa sekeranjang penuh tinja ke arena pertempuan.

Dengan segala rasa putus asa, Madelijn lalu memerintahkan anak buahnya untuk melempar tinja tersebut ke tubuh-tubuh prajurit Mataram yang sedang meradang dan merayapi dinding Hollandia. Ketika dihantam dengan peluru jenis bau ini, prajurit Mataram lari sambil berteriak dengan marah:

“O, seytang orang Hollanda de bakkalay samma tay!”—O, setan orang Belanda berkelahi sama tahi—demikian ucap prajurit Mataram dalam bahasa Melayu. Menariknya, bahasa tersebut menjadi bahasa Melayu pertama yang tercatat dalam buku berbahasa Jerman tentang Jakarta.

berkat serangan tinja, Prajurit Mataram mundur ke kemah mereka di pedalaman Batavia. Pun, hal itu semakin menambah catatan kekalahan serangan pertama Mataram ke Batavia. Lantaran pasukan Kompeni memiliki cara bertahan yang tak biasa. Pada akhirnya, prajurit Mataram lalu menjuluki Benteng Hollandia sebagai “Kota Tahi” yang lama-kelamaan merembet menjadi Batavia Kota Tahi.

Lewat kemenangan itu, pasukan Kompeni menjadikan cerita perjuangan mereka yang mengalahkan prajut Mataram dengan tinja sebagai cerita turun-temurun yang selalu dibanggakan di banyak tempat. Iksaka Banu dalam cerpennya berjudul ‘Mawar di Kanal Macan dalam buku Semua Untuk Hindia (2014), menceritakan bahwa siasat Belanda yang nyeleneh selalu dibahas secara hangat oleh serdadu Belanda di segala situasi.

Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?
Sudut kota Batavia (wikimedia commons)

Dalam salah satu dialog di sebuah kedai di Batavia, tampak seorang serdadu Belanda meminta rekannya menceritakan kembali peristiwa Batavia Kota Tahi. “Ayo, Letnan. Ceritakan kepada kami semua, bagaimana engkau dan orang-orang Monsieur Jaques Lefebre menahan serbuan Mataram?”

Rekannya menjawab :”Sudah lama berlalu. Banyak tempat, tokoh, dan jabatan yang berubah. Aku akan kerap bertanya di sela ceritaku untuk menyamakan sudut pandnag. Pasti sangat membosankan untuk didengar. Lagi pula sebutan tadi salah alamat. Menurutku, semua penduduk Batavia kala itu adalah pahlawan. Teristimewa, Sersan Madelijn.”

Meski begitu, siasat nyeleneh itu nyatanya membuat kubu Belanda juga menjadi korban. Sesaat setelah serangan banyak orang Belanda di dalam kota tersebut seperti wanita, anak-anak, dan puluhan orang yang terserang roode loop, atau penyakit disentri. “Tahi yang menolong, tahi pula yang membunuh kita,” gumam salah seorang serdadu VOC.

Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?

Gambar 01. Sultan Agung Hanyokrokusumo

Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun.

Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada 1627, tepatnya setelah empat belas tahun Sultan Agung memimpin kerajaan Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Agung daerah pesisir seperi Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan. Pada kurun waktu 1613 sampai 1645 wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat yeng lebih tinggi. Sultan Agung memiliki berbagai keahlian baik dalam bidang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya,yang menjadikan peradaban kerajaan Mataram pada tingkat yang lebih tinggi.

Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?

Gambar 02. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram Islam

Sultan Agung  merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran melakukan perlawanan dengan Belanda yang kala itu hadir lewat kongsi dagang VOC (Vereenigde Ooos Indische Compagnie). Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan karena Sulan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di Batavia dapat membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa. Kekuasaan Mataram Islam pada waktu itu meliputi hampir seluruh Jawa dari Pasuruan sampai Cirebon. Sementara itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia. Selain itu, kehadiran VOC akan menghambat penyebaran agama Islam di Jawa yang dilakukan Sultan Agung. Sultan Agung memiliki prinsip untuk tidak penah bersedia berkompromi dengan VOC maupun penjajah lainnya. Namun serangan Mataram Islam terhadap VOC yang berkedudukan di Batavia mengalami kegagalan disebabkan tentara VOC membakar lumbung persediaan makanan pasukan kerajaan Mataram Islam pada saat itu.

Di samping dalam bidang politik dan militer, Sulan Agung juga mencurahkan perhatiannya pada bidang ekonomi dan kebudayaan. Upaya yang dilakukan Sultan Agung antara lain memindahkan penduduk Jawa Tengah ke Karawang, Jawa Barat, di mana terdapat sawah dan ladang yang luas dan subur. Sultan Agung juga meneruskan pendahulunya untuk meletakan dasar perkembangan Mataram Islam dengan memberikan pengajaran dan pendidikan kepada rakyat Mataram Islam sehingga pada masa pemerintahannya, menempatkan ulama dengan kedudukan terhormat, yaitu sebagai pejabat anggota Dewan Parampara (Penasihat tinggi kerajaan). Disampning itu dalam struktur pemerintahan kerajaan didirikan Lembaga Mahkamah Agama Islam, dan gela raja-raja di Mataram Islam meliputi raja Pandita, artinya disamping sebagai penguasa, raja juga sebagai kepala pemerintahan dan kepala agama (Islam)

Selain itu Sultan Agung juga berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam. Misalnya grebeg disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang saat ini dikenal sebagai garebeg Puasa dan Grebeg Maulud. Selain itu Sultan Agung juga mengenalkan penanggalan tahun saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing. Adapun keberhasilan Sultan Agung dalam bdang kebudayaan yaitu dapat mengubah perhitungan peredaran Matahari ke perhitungan peredaran bulan, sehingga dianggap telah menuliskan tinta emas pada masa pemerintahannya. Berkat usaha yang dilakukan oleh Sultan Agung dalam memajukan agama dan kebudayaan Islam, ia memperoleh gelar Susuhunan (Sunan) yang selama ini diberikan kepada Wali.

Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?

Gambar 02. Grebeg Maulud

Di lingkungan keraton Mataram Islam, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Kebijakan ini diharapkan dapat terciptanya rasa persatuan di antara penghuni istana. Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Dia membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram. Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.

Siapakah Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia?

Gambar 03. Astana Imogiri

Sumber Referensi:

De Graaf. 1985.  Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: Temprint.

De Graaf. 1986. Puncak Kekuasaan Mataram. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.

Kutoyo, Sutrisno. 1986. Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung ke Batavia. Jakarta: Ditjara Mitra Ditjenbud

09.05/09/08/2021