Siapa yang paling berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat?

SIARAN PERS No: 49/SP/HM.01.02/POLHUKAM/4/2022

Polhukam, Surabaya – Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol. Armed Wijaya, menyampaikan bahwa peran pemerintah daerah sangat penting dalam menciptakan keamanan dan ketertiban.

Hal tersebut disampaikannya pada Rapat Koordinasi Dalam Rangka Mengawal Program Prioritas Nasional Pengendalian Tingkat Kriminalitas dan Indeks Kamtibmas di Provinsi Jawa Timur, Jumat (22/4/2022).

“Saya yakin dan percaya pimpinan di daerah beserta unsur-unsur dibawahnya mendukung seluruh giat aparat penegak hukum. Hendaknya kerjasama yang baik yang selama ini telah berlangsung, tetap dipertahankan sehingga kondisi wilayah betul-betul kondusif dan pembangunan daerah dapat berjalan lancar,” kata Armed.

Disampaikan, tingkat kriminalitas serta keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi atensi Kemenko Polhukam dalam menjaga stabilitas keamanan nasional demi terwujudnya Program Prioritas Nasional.

Kedua indikator Program Prioritas Nasional tersebut sangat diperlukan saat ini guna menjaga situasi yang kondusif melalui pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum.

“Berdasarkan data tahun 2021, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di Indonesia yang paling berpengaruh berasal dari jumlah kejadian tindak pidana/kejahatan konvensional seperti pencurian, penipuan, penggelapan, dan penganiayaan,” ungkap Armed.

Baca juga:  Press Release Menko Polhukam Tentang Isu Politik Terkini

Tingginya angka kejahatan konvensional tersebut, menurut Armed perlu menjadi perhatian Kementerian Koordinator karena penanggulangan terhadap kejahatan konvensional membutuhkan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan antar Kementerian/Lembaga.

Dalam rapat, Asdep Koordinasi Penanganan Kejahatan Konvensional dan Kejahatan Terhadap Kekayaan Negara, Brigjen Pol. Asep Jenal Ahmadi menyampaikan pada tahun 2021, Jawa Timur menjadi daerah dengan tingkat kejahatan tertinggi nomor 3 secara nasional dengan jumlah kejahatan mencapai 19.548 kasus, dengan persentase penyelesaian perkara mencapai 47 % atau sekitar 9.137 kasus.

Kasus-kasus kejahatan yang terjadi didominasi oleh jenis kejahatan konvensional seperti; penipuan, curanmor dan curat. Selain itu, jumlah kasus terbanyak lainnya adalah kasus tindak pidana korupsi dan siber. Hal ini dikarenakan semakin aktifnya penggunaan internet dan kegiatan online lainnya.

“Dengan masih tingginya angka kejahatan di wilayah Jawa Timur, selaku aparat penegak hukum kita dituntut untuk lebih serius dalam meningkatkan kewaspadaan, deteksi dini serta deteksi aksi, dengan cara komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam menjaga situasi kamtibmas di wilayah Jawa Timur,” kata Asep.

Sementara itu, Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol. Slamet Hadi Supraptoyo juga mengungkap bahwa Polda Jawa Timur telah melakukan beberapa upaya preventif dan pre-emtif dengan berbagai inovasi.

“Upaya lainnya seperti pelaksanaan pamor keris (patroli motor penegak protokol kesehatan), pelaksanaan patroli siber, diagram (dialog bersama mahasiswa), piramida (ngopi bersama media) serta pelaksanaan latkatpuan (pelatihan peningkatan kemampuan) untuk personel di setiap satker,” ungkap Slamet.

Rapat koordinasi dilaksanakan di Rupatama Polda Jawa Timur serta dihadiri oleh Sekda Provinsi Jawa Timur, Unsur Kajati Provinsi Jawa Timur, Kanwil Kumham Jawa Timur, Lapas Kelas 1 Surabaya, para PJU Polda Jawa Timur, para Kasi Pidum, dan Kasat Reskrim Polres/ta.

Humas Kemenko Polhukam

Terkait

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Undang-Undang tentang Kepolisian) telah didasarkan pada paradigma baru yang menjadikan Polri berorientasi sipil (Civilian Police), namun faktanya Polri belum sepenuhnya mampu mewujudkan diri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum secara profesional. Pelaksanaan fungsi Polri masih menghadapi banyak hambatan dan masalah, baik dari sisi kemampuan dan kualitas sumber daya manusia Polri, kinerja, profesionalitas, penegakan hukum yang berperspektif hak asasi manusia, maupun aspek transparansi dan akuntabilitas kelembagaan. Ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepolisian belum secara optimal memperbaiki kinerja Polri dalam menyesuaikan diri dengan dinamika sosial dan kenegaraan di Indonesia. Fungsi Polri sebagai bagian integral dari fungsi pemerintahan sudah selayaknya mengikuti variasi yang berkembang dalam kondisi ketatanegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan, khususnya juga terhadap produk hukum yang mengatur penyelenggaraan fungsi Polri. Pada dasarnya penyempurnaan Undang-Undang tentang Kepolisian diarahkan untuk meningkatkan kinerja Polri dalam menyesuaikan diri dengan dinamika sosial dan kenegaraan di Indonesia. Upaya meningkatkan kinerja Polri merupakan bagian dari tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum secara profesional. Dengan penyempurnaan Undang-Undang tentang Kepolisian ini diupayakan agar pelaksanaan tugas dan wewenang Polri lebih berkualitas dan pada saat yang bersamaan proses penegakan hukum berjalan semakin baik. Terkait dengan identifikasi kelemahan Undang-Undang tentang Kepolisian, maka bisa ditentukan solusi atas kelemahan untuk menjawab permasalahan terhadap Undang-Undang tentang Kepolisian. Solusi ini mengarahkan perubahan Undang-Undang tentang Kepolisian, yaitu memperbaiki sistem pengangkatan dan pemberhentian Kapolri; penegasan pemberian kewenangan penyadapan oleh Kepolsiian; pemberian bantuan dalam pemanggilan paksa atas permintaan lembaga negara atau instansi pemerintah; komisi kode etik Polri; dan Komisi Kepolisian Nasional.


Page 2

Siapa yang paling berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat?

Peristiwa tindak kejahatan luar biasa dan gangguan keamanan yang terjadi akhir-akhir ini mengingatkan kembali mengenai pentingnya meningkatkan keamanan dan ketertiban di lingkungan masing-masing secara bersama-sama. Dengan kepedulian menjaga lingkungan bersama berarti turut serta dalam menjalankan kewajiban sebagai warga negara untuk membangun ketertiban umum, ketentraman, dan keamanan masyarakat. Toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu tolerare yang artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda.

Memiliki Rasa peduli terhadap kondisi di lingkungan sekitar menjadi awal yang baik dalam upaya pencegahan terjadinya tindak kejahatan dan gangguan keamanan lainnya. Kepedulian itu perlu ditumbuhkan lagi di tengah-tengah masyarakat perkotaan yang cenderung dianggap individualis.

Wujud kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya dapat dilakukan, salah satunya dengan melaksanakan imbauan pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan pada 17 Mei 2018 yang lalu tentang Peningkatan Kesiapsiagaan dan Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam Mengantisipasi Gangguan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Surat edaran yang bernomor 300/3037/SJ itu memiliki tujuh poin penting.

Baca Juga: Tumbuhkan Nilai-nilai Pancasila Pada Anak, Tripusat Pendidikan Harus Bersinergi

Poin penting tersebut meliputi upaya meningkatkan patroli keamanan di objek vital dan mengaktifkan kembali sistem keamanan lingkungan (siskamling) melalui ronda di wilayah masing-masing. Melalui surat itu, masyarakat juga diminta untuk mengaktifkan wajib lapor bagi tamu 1x24 jam kepada pengurus RT/RW di lingkungannya, serta melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dalam menyikapi serta menyelesaikan isuisu strategis yang berpotensi terhadap gangguan ketentraman dan ketertiban umum.

Menjaga Toleransi

Hal lain yang dapat dilakukan dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan adalah dengan membangun toleransi di antara sesama. Toleransi dapat dilakukan dengan cara saling menghormati dan menghargai pilihan yang diambil oleh orang lain. Hal itu karena masyarakat Indonesia yang majemuk, terdiri atas berbagai macam latar belakang golongan, agama, suku, ras, dan bahasa.

TIGA MACAM SIKAP TOLERANSI:

NEGATIF: -

Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai dan hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa. Contoh: Partai Komunis Indonesia atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru merdeka.

POSITIF: +

Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai. Contoh: Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.

Baca Juga: Praktik Baik Pendidikan Karakter dari Sekolah, Keluarga, Hingga Masyarakat

EKUMENIS:

Ekumenis: Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri. Contoh: Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham.

Sumber: https://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/sumberbelajar/tampil/Toleransi-2010/konten3.html

Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengatakan, toleransi dan kerukunan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dari budaya gotong royong. Budaya gotong royong yang terus dipelihara oleh masyarakat Indonesia akan menghindarkan diri dari sikapsikap intoleransi yang mengancam keutuhan bangsa.

“Saya rasa yang juga penting ialah membangun saling pengertian, saling pemahaman, dan toleransi satu sama lain. Bahwa pengertian toleransi adalah saling menghargai apa yang orang lain yakini, menghargai pandangan kebenaran orang lain tanpa harus mengorbankan keyakinan kita sendiri,” ujar Mendikbud Muhadjir pada kesempatan lain.

Bentuk Toleransi di Lingkungan Masyarakat

Pada lingkup masyarakat, menciptakan suasana yang guyup dan rukun dapat menjadi modal utama dalam menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi. Lingkungan sosial yang harmonis, terbiasa gotong-royong, saling membantu, bermusyawarah atau rembukan, dan satu sama lain merasa terikat adalah hal penting yang harus dibangun serta dilestarikan oleh suatu komunitas masyarakat. Masyarakat yang mempunyai tradisi, budaya, dan sistem yang kuat tentang bagaimana hidup berdampingan dan saling menghargai akan mudah mengendus gejala-gejala masuknya sikap-sikap intoleran di lingkungan mereka, sehingga bisa segera diatasi serta dampak yang akan ditimbulkan pun bisa diminimalisasi.

Baca Juga: Lima Peran Guru Tumbuhkan Sikap Kebinekaan Siswa

Contoh lingkungan masyarakat yang mengedepankan toleransi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada Kampung Toleransi yang terletak di Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. Di tempat itu, meski mayoritas warganya adalah muslim, namun sejumlah tempat ibadah agama lain dibangun saling berdekatan. Setidaknya ada enam gereja, empat wihara, dan dua masjid di kampong tersebut. Selain itu, wilayah ini selalu mengadakan kegiatan bersama lintas umat beragama, mulai dari kerja bakti hingga perayaan hari besar keagamaan.

Contoh lainnya dari bentuk toleransi antar umat beragama ditunjukkan oleh warga di Kwangenrejo, sebuah kampung terpencil yang berada di tepian hutan jati Bojonegoro, Jawa Timur. Hidup berdampingan antara warga beragama Islam dan Kristen, penduduk di kampung ini saling menjaga kerukunan di lingkungannya. Berbagai kegiatan kemasyarakatan pun dilakukan bersama, tanpa membeda-bedakan agama yang dianut oleh masing-masing penduduknya. (RAN)