Muhammadiyah
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) diputuskan oleh Tanwir Muhammadiyah 1969 di Ponorogo, sebagai kelanjutan amanat Muktamar 1968 di Yogyakarta. Matan ini disempurnakan oleh PP Muhammadiyah tahun 1970. Muktamar ke-37 di Yogyakarta bertema Tajdid Muhammadiyah, yang melakukan koreksi organisasi dan re-tajdid bidang: ideologi (keyakinan dan cita-cita hidup), khittah perjuangan, gerak dan amal usaha, organisasi, dan sasaran (tajdid). Muktamar ini diadakan untuk pertama kalinya di masa Orde Baru yang melakukan kebijakan depolitisasi dan deideologisasi. Di masa itu terjadi perubahan sosial akibat modernisasi (Haedar Nashir, Memahami Ideologi Muhammadiyah, 2016). Selain itu, menurut Muchlas Abror, keterlibatan Muhammadiyah di Masyumi sebelum itu dirasa berdampak pada stabilitas gerak organisasi. Muhammadiyah melakukan evaluasi dan menyusun panduan ideologis: Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah:
Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup disempurnakan oleh PP Muhammadiyah, atas kuasa Tanwir 1970 di Yogyakarta dan disesuaikan dengan keputusan Muktamar ke-41 di Surakarta. Lima angka tersebut dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, angka 1 dan 2, mengandung pokok-pokok persoalam yang bersifat ideologis. Kedua, angka 3 dan 4, mengandung persoalan mengenai paham agama menurut Muhammadiyah. Ketiga, angka 5, mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam Negara Republik Indonesia. Hidup berasas Islam ini berimplikasi pada kesadaran cita-cita hidup yang ingin dicapai, berupa terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang baik dan diridhai Allah. Muhammadiyah menyadari kewajibannya, berjuang dan mengajak segenap lapisan bangsa melalui jalur kultural untuk mengatur dan membangun tanah air dan Negara Indonesia. (Muhammad Ridha)
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Sepuluh sifat ‘kepribadian Muhammadiyah’ itu menjadi sifat kebangsaan Muhammadiyah sebagaimana moderasi itu diperlukan. Sifat moderat yang tercantum dalam 10 sifat kepribadian Muhammadiyah harus terus kita gelorakan di media sosial. Hal itu menjadi ajakan Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah kepada media dan warga Muhammadiyah dalam Silaturahim dengan Awak Media Massa, pada Kamis (30/1) di Aula PP Muhammaidyah, Yogyakarta. “Karena sekarang dunia medos menjadi arena yang paling keras termasuk untuk menyuarakan apa saja dengan terbuka dan bebas. Orang seperti tanpa redaksi menulis apa saja. Kalau hal itu terus terjadi, jangan-jangan perang dunia ke-3 lahir dari media sosial,” kata Haedar. Media sosial disebut Haedar juga deras dengan manipulasi kebenaran menjadi Simulacra. Adanya opini , hoax dan prasangka diabsolutkan seakan benar melalui sebuah video singkat, atau ujaran-ujaran singkat. “Dan sekarang orang menikmati Simulacra itu, entah tokoh agama dan siapa saja menikmati hal itu. Ini persis apa yang dikhawatirkan Kiai Dahlan ‘orang itu akan akan cenderung pada hasratnya’. Jadi kalau yang cocok itu di apresiasi, tetapi kalau tidak cocok biarpun benar tidak diapresiasi, “ sebut Haedar. Kendati dunia Simulacra sudah benar-benar menjadi kehidupan sehari-hari, Haedar yakin Muhammadiyah didukung media massa bisa membuat moderasi sebanyak mungkin dengan narasi-narasi alternatif kehidupan diluar yang terminimalisasi. Mereka yang dominan di media sosial dianggap sebagai representasi kebenaran. Inilah yang disebut Haedar sebagai Simulacra meminjam istilahnya Jean Baurdrillard. Haedar mengingatkan, 10 Sifat kepribadian Muhammadiyah sebagai moderasi di era media sosial itu perlu terus menerus disuarakan dan diimpelementasikan karena Muhammadiyah sangat berkepentingan agar bangsa ini semakin cerdas tercerahkan, dan akhil baligh dalam berfikir sehingga kemudian tumbuh menjadi masyarakat yang maju, dan kemudian punya karakter dan kepribadian. “Karakter Muhammadiyah perlu terus diimplementasikan, ditengah banyak gelombang perubahan. Para pendiri dan penjaga Muhammadiyah dari waktu-waktu selalu meletakkan pemikiran yang sering kita sebut sebagai ideologi Muhammadiyah,” sebut Haedar. Diantara ikatan dan frame ideologi Muhammadiyah itu ada yang disebut sebagai kepribadian Muhammadiyah dengan 10 sifat Muhammadiyah yang konteks lahirnya dulu dari pergumulan Muhammadiyah dalam politik bersama Masyumi lalu terjadi trust keras dengan kekuasaan para era orde lama kemudian lahirlah kepribadian Muhammadiyah. Kepribadian Muhammadiyah, kata Headar dirumuskan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang pernah di politik. Jadi justru bukan mereka yang tidak pernah di politik, seperti Faqih Usman dan lain-lain. Sehingga merasa betul latar belakangnya adalah setelah Muhammadiyah berhenti dari politik itu ada dampak ke Muhammadiyah, dimana orang-orang yang dulu di Masyumi kemudian aktif lagi, alam pikir dan cara perjuangannya seperti parpol maka supaya di framing lalu keluarlah 10 sifat ‘Kepribadian Muhammadiyah’. Adapun 10 Sifat ‘Kepribadian Muhammadiyah’ yang disampaikan Haedar Nahsir itu, adalah;
Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) merupakan rumusan ideologi Muhammadiyah yang menggambarkan tentang hakekat Muhammadiyah, faham agama menurut Muhammadiyah dan misi Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Rumusan ini disusun tahun 1968 pada Muktamar Muhammadiyah ke-27 di Yogyakarta yang bertemakan “Tajdid Muhammadiyah”. MKCH berisi lima pokok pikiran yang terbagi dalam tiga kelompok; kelompok persoalan ideologis, kelompok faham agama, dan kelompok persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam Negara Republik Indonesia. Isi:
Pertama-aqidah, yakni dengan bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam. Kedua – Akhlaq, yaitu dengan bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al Qur’an dan Sunah Rasul , tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia. Ketiga, - Ibadah, yaitu dengan bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia. Keempat – Muammalat Duniawiyah, yaitu dengan bekerja untuk terlaksananya muammalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Lasa Hs |