Tahun 2018, sejarah kemerdekaan Indonesia berusia 73 tahun. Sebuah usia yang sudah cukup tua dan cukup dewasa jika dilihat berdasarkan umur manusia. Namun, ini bukan sebuah perjalanan yang mudah. Apalagi mengingat kondisi negara kita yang terkotak-kotak saat ini. Makna kemerdekaan Indonesia sangat dalam bagi rakyat Indonesia sendiri dan bagi dunia internasional. Kemerdekaan tersebut juga diperoleh bukan dari pemberian atau hadiah dari negara lain. Kemerdekaan yang merupakan buah perjuangan panjang. Perjuangan ratusan tahun lamanya. Perjuangan yang telah banyak mengeluarkan darah dan air mata. Maka, untuk menambah pemahaman tentang nilai juang proklamasi di tengah kondisi Indonesia, khususnya peran generasi muda dalam mengisi kemerdekaan saat ini, artikel kita akan membahas tentang teks proklamasi, tepatnya perubahan redaksi atas teks proklamasi. Sejarah Singkat Penulisan Teks Proklamasi Setelah peristiwa pengasingan atau “penculikan” Ir Soekarno dan Mohammad Hatta yang kemudian dikenal dengan sebutan peristiwa Rengasdengklok, Mr Ahmad Soebardjo berhasil menengahi dua golongan yang saling berbeda pendapat. Malam tanggal 16 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa kembali ke Jakarta dengan tujuan satu, proklamasi harus dilaksanakan keesokan harinya. Atas usaha Mr Ahmad Soebardjo juga akhirnya dipilih rumah Laksamana Maeda sebagai tempat pertemuan untuk membahas teks proklamasi. laksamana Maeda saat itu adalah Wakil Komando Angkatan Laut Jepang. Rumah tersebut berada di Jl Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat. Dipilihnya rumah Laksamana Maeda agar pertemuan tidak terlalu menarik perhatian karena pasca dibawanya dua tokoh Indonesia ke Rengasdengklok oleh para pemuda, banyak kalangan melakukan pencarian. Sebelum pertemuan diadakan, Ir Soekarno dan Mohammad Hatta sempat menemui Jendral Nasyimura. Namun, sikap Nasyimura saat itu menunjukkan ketidaksetujuan atas rencana pemnidahan kekuasaan yang diajukan. Artinya Jendral Nasyimura tidak menyetujui kemerdekaan Indonesia. Akhirnya Ir Soekarno dan Mohammad Hatta memutuskan proklamasi tetap harus berjalan sesuai rencana, tanpa perlu melibatkan pihak Jepang. Laksamana Maeda senrii pada saat perumusan teks proklamasi kemudian mengundurkan diri dan memilih untuk berada di ruang belajarnya di lanai dua rumah. Sementara satu orang Jepang yang ikut hadir, yaitu Miyosi tetap berada di ruang tengah bersama Soekarni, Soediro, dan BM Diah untuk menyaksikan perumusan teks proklamasi. Para pemuda lain berada di luar ruangan. Perubahan Redaksi Atas Teks Proklamasi Setelah beberapa lama teks proklamasi disusun dan ditulis tangan oleh Ir Soekarno. Kemudian, Ir Soekarno meminta Sayuti Melik yang berada di luar ruangan untuk mengetiknya. Pada saat mengetik, Sayuti Melik mengubah beberapa redaksi atas tulisan tangan Ir Soekarno. Perubahan redaksi tersebut dilakukan agar susunan teks sesuai kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar saat itu, mengingat Sayuti Melik pernah menjadi guru. Perubahan redaksi atas teks proklamasi, sedikit diuraikan di bawah ini:
Setelah naskah diketik, awalnya hendak ditandatangani oleh semua yang hadir. Namun, untuk mempersingkat waktu diputuskan hanya ditandatangani oleh Ir Soekarno dan Mohammad Hatta. Kemudian naskah yang diketik oleh Sayuti Melik disebutkan sebagai naskah asli. Naskah tulisan tangan yang awalnya tidak disimpan, disimpan oleh tokoh pers Indonesia, BM Diah bertahun-tahun. Naskah tersebut baru diserahkan pada tahun 1993 kepada Presiden Soeharto. Sekian posting tentang perubahan redaksi atas teks proklamasi. Semoga membantu pelajaran Pkn dan IPS siswa di sekolah dan menambah semangat perjuangan kita membangun Indonesia agar tujuan pembangunan nasional segera tercapai. Terimakasih.
Petugas menunjukkan dokumen naskah konsep teks proklamasi di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Ahad, 16 Agustus 2020. Untuk memperingati HUT ke-75 Kemerdekaan RI, naskah asli tersebut turut dihadirkan pada upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2020. ANTARA/Galih Pradipta
TEMPO.CO, Jakarta - Penyusunan teks proklamasi merupakan salah satu momen penting dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Para tokoh bangsa seperti Soekarno, Hatta, Achmad Soebardjo, Sayuti Melik, Sukarni, dan lainnya berembuk untuk merumuskan pernyataan kemerdekaan itu. Sayuti Melik yang bertugas mengetik teks proklamasi rupanya mengubah beberapa redaksi yang sebelumnya ditulis oleh Soekarno atau Bung Karno dengan tulisan tangannya. Hal ini ia lakukan karena ada beberapa ejaan dan kata yang dinilai tidak tepat. “Sayuti Melik yakin mengubah beberapa kata karena pernah sekolah guru. Jadi, ada ejaan yang dibetulkan dalam naskah tersebut. Pagi harinya pukul 10.00, naskah tersebut dibacakan oleh Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 dan hari itu menjadi hari kemerdekaan Republik Indonesia,” tulis akun Instagram Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik seperti dikutip, Ahad, 15 Agustus 2021. Dalam Wawancara dengan Sayuti Melik karya Arief Priyadi, ketika Soekarno telah menyelasaikan tulisan tangannya, Sayuti Melik mengaku bahwa Bung Besar itu memintanya mengetik naskah proklamasi. “Ti, Ti, tik, tik!” perintahnya. Ketika menuliskan naskah yang sebelumnya merupakan tulisan tangan Soekarno, Sayuti Melik mengubah berbagai ejaan yang menurutnya tidak tepat. Ia berani merubah teks tersebut dikarenakan background-nya yang pernah menjadi seorang guru. Ia mengatakan, perihal ejaan Bahasa Indonesia ia lebih mengetahui daripada Bung Karno. Adapun redaksi yang diubah oleh Sayuti Melik ketika menuliskan ulang teks proklamasi yaitu, perbuhan kata “tempoh” menjadi tempo; kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti “Atas nama Bangsa Indonesia” dengan menambahkan nama “Soekarno-Hatta”. Perbaikan diksi atau kalimat pada teks proklamasi tidak berhenti disitu saja, Sayuti Melik juga merubah kata “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”. Angka tahun 05 mengacu pada singkatan dari 2605 tahun showa Jepang yang sama dengan tahun 1945. Pascamenulis ulang teks proklamasi, Sayuti Melik membiarkan tulisan tangan Bung Karno di meja tempat ia mengetik tulisan tersebut. Namun, teks tersebut diselamatkan wartawan senior Buhanuddin Mohammad Diah atau BM Diah. GERIN RIO PRANATA Baca juga: Ini Makanan yang Disajikan Saat Perumusan Teks Proklamasi
|