Sebutkan kelompok teater modern di Indonesia

Seni Teater SMPMTs Kelas VIII 52 daerahnya ke dalam naskah teater yang ditulis atau dipentaskannya. Karya-karyanya misalnya: Kapai-Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, dan Sumur Tanpa Dasar.

4. Teater Koma

Teater Koma dipimpin oleh Nano Riantiarno dan merupakan kelom- pok teater paling produktif di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Lebih dari seratus produksi panggung dan televisi yang pernah dipentas- kan oleh Teater Koma. Nano Riantiarno adalah penulis naskah yang kuat serta sutradara yang potensial. Karya-karyanya antara lain: Rumah Kertas, Maaf. Maaf. Maaf, Opera Kecoa, Opera Julini, Konglomerat Burisrawa, Semar Gugat, Suksesi, Opera Ikan Asin, dan Kenapa Leonardo?.

5. Teater Mandiri

Teater Mandiri dipimpin oleh Putu Wijaya, seorang sastrawan dan dramawan kelahiran Bali. Putu mantan anggota Bengkel Teater Rendra dan termasuk penulis naskah ulung. Naskah-naskahnya mendapat warna kuat dari naskah Menunggu Godot karya Samuel Beckett yang pernah dipentaskannya bersama Rendra di Bengkel Teater. Naskah ini me- ngisahkan tentang penantian Vladimir dan Estragon terhadap datangnya Godot yang hingga pertun- jukan selesai tidak kunjung datang.

6. Bengkel Muda Surabaya

Lahir di kota Surabaya dan pada awal kemunculannya mengacu teater epik Brecht dengan idiom teater rakyat kentrung dan ludruk. Tokoh yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Akhudiat dan Basuki Rahmat.

7. Kelompok Teater yang Lain

Di samping kelompok-kelom- pok teater yang sudah disebutkan di depan, banyak pula dramawan yang menyemarakkan perkem- bangan teater di Indonesia. Misal- nya: D. Djajakusuma, Wahyu Si- hombing, Pramana Padmodarmaya Teater Lembaga, Ikranegara Teater Saja, Danarto Teater Tanpa Penonton, Adi Kurdi Teater Hitam Putih, Budi S. Otong Teater SAE, Rudolf Puspa dan Derry Sirna Teater Keliling, Ags. Arya Dwipayana Teater Tetas, serta Dindon Teater Kubur. Sumber: www.blontankpoer.blogsome.com Gambar 5.3 Putu Wijaya, penulis naskah sekaligus salah satu sutradara andal Indonesia. Sumber: w w w .blont ankpoer .blogsome.com Gambar 5.4 Pertunjukan Dag Dig Dug karya Putu Wijaya oleh Teater Gidag Gidig di Teater Arena, Taman Budaya Surakarta, 2 Juni 2005.

Bab 5 - Seni Teater Nusantara 53

Selain di Jakarta, teater modern juga muncul dan berkembang di beberapa kota di Indonesia. Di Bandung muncul Teater Payung Hitam pimpinan Rahman Sabur dan Studiklub Teater Bandung pimpinan Suyatna Anirun. Di Yogyakarta muncul Teater Dinasti Emha Ainun Nadjib, Teater Gandrik Butet Kartaradjasa dan Teater Garasi Yudi Ahmad Tajudin sebagai direktur artistik, di Lampung muncul Teater Satu Lampung Iswadi Pratama. Sedangkan di Surakarta muncul Teater Gapit Bambang Widoyo SP, Teater Gidag Gidig Hanindawan, Teater Ruang Joko Bibit Santosa, dan Kelompok Tonil Kloesed Sosiawan Leak, di Makassar muncul pula Teater Merah Putih. Kamu sudah mengenal beberapa kelompok teater modern yang berkembang di Nusantara beserta ciri khasnya. Untuk menambah kreativitasmu, kerjakan tugas berikut ini 1. Apakah yang memengaruhi perkembangan teater modern di Indonesia? 2. Sebutkan beberapa kelompok teater modern yang kamu ketahui serta personil yang memimpin grup tersebut 3. Sebutkan beberapa ciri khas kelompok teater modern yang kamu ketahui 4. Bagaimanakah perkembangan teater modern di daerah sekitar tempat tinggalmu? Apakah ada kelompok teater modern yang berkembang? Jika ada sebutkan ciri khas kelompok tersebut

C. Bentuk Teater Nusantara

Setelah mempelajari materi ini siswa diharapkan mampu menyebutkan dan mengenal beberapa bentuk teater yang berkembang di Nusantara. Bentuk teater Nusantara berdasarkan wujud pertunjukan serta isi cerita- nya dibedakan menjadi tragedi, komedi, dan tragikomedi.

1. Tragedi

Bentuk teater tragedi isi ceritanya penuh dengan konflik-konflik dan memunculkan tragedi kehidupan manusia. Tokoh utama menga- lami kegagalan dan akhir cerita yang menyedihkan. Contoh cerita tragedi misalnya Sam Pek Eng Tay, Roro Mendut dan Pronocitro, Sumur

Teater modern Indonesia merupakan pertemuan dari berbagai gagasan. Para pendukung teater modern belum sepenuhnya meninggalkan budaya asalnya yang bermuatan tradisional dan memadukannya dengan teater Barat. Hal inilah yang menjadikan teater modern Indonesia memiliki berbagai bentuk dan jenis. Bentuk pertunjukan teater modern cenderung lebih teratur dan dipentaskan di atas panggung dengan arahan seorang sutradara. Berikut ini beberapa kelompok teater modern yang kehadirannya memberikan sumbangan besar bagi perkembangan teater Nusantara.

1. Bengkel Teater Rendra

Bengkel Teater Rendra didirikan W.S. Rendra di Kampung Ketanggunan, Yogyakarta (1961) dan di Depok (1986). Pertunjukan-pertunjukan yang mereka tampilkan selalu mendapatkan sambutan hangat dan seolah menjadi barometer peta pertunjukan teater di tanah air. Rendra sebagai seorang sastrawan, aktor, sutradara, dan penulis naskah yang baik mampu menciptakan pertunjukan yang menarik dan bermutu. Karya-karya yang pernah dipentaskan antara lain: Orang-orang di Tikungan Jalan (1954), Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata), Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Mastodon dan Burung Kondor (1972), Kasidah Barzanji, Panembahan Reso (1986), dan Kisah Perjuangan Suku Naga.

2. Teater Populer

Teater Populer dipimpin Teguh Karya dan pada perkembangannya grup teater ini beralih ke industri perfilman Indonesia. Para pemainnya misalnya: Slamet Rahardjo, El Malik, Christine Hakim, dan Nano Riantiarno. Setelah Teguh Karya meninggal para pemainnya lebih berorientasi ke dunia film.

3. Teater Kecil

Teater Kecil dipimpin oleh Arifin C. Noer. Arifin adalah penulis naskah yang produktif. Naskahnya dipandang memiliki warna Indonesia. Penulis dari Cirebon ini sering memasukkan unsur kesenian 52 Seni Teater SMP/MTs Kelas VIII daerahnya ke dalam naskah teater yang ditulis atau dipentaskannya. Karya-karyanya misalnya: Kapai-Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, dan Sumur Tanpa Dasar.

4. Teater Koma

Teater Koma dipimpin oleh Nano Riantiarno dan merupakan kelompok teater paling produktif di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Lebih dari seratus produksi panggung dan televisi yang pernah dipentaskan oleh Teater Koma. Nano Riantiarno adalah penulis naskah yang kuat serta sutradara yang potensial. Karya-karyanya antara lain: Rumah Kertas, Maaf. Maaf. Maaf, Opera Kecoa, Opera Julini, Konglomerat Burisrawa, Semar Gugat, Suksesi, Opera Ikan Asin, dan Kenapa Leonardo?.

5. Teater Mandiri

Teater Mandiri dipimpin oleh Putu Wijaya, seorang sastrawan dan dramawan kelahiran Bali. Putu mantan anggota Bengkel Teater Rendra dan termasuk penulis naskah ulung. Naskah-naskahnya mendapat warna kuat dari naskah Menunggu Godot karya Samuel Beckett yang pernah dipentaskannya bersama Rendra di Bengkel Teater. Naskah ini mengisahkan tentang penantian Vladimir dan Estragon terhadap datangnya Godot yang hingga pertunjukan selesai tidak kunjung datang.

6. Bengkel Muda Surabaya

Lahir di kota Surabaya dan pada awal kemunculannya mengacu teater epik (Brecht) dengan idiom teater rakyat (kentrung dan ludruk). Tokoh yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Akhudiat dan Basuki Rahmat.

7. Kelompok Teater yang Lain

Di samping kelompok-kelompok teater yang sudah disebutkan di depan, banyak pula dramawan yang menyemarakkan perkembangan teater di Indonesia. Misalnya:  D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya (Teater Lembaga), Ikranegara (Teater Saja), Danarto (Teater Tanpa Penonton), Adi Kurdi (Teater Hitam Putih), Budi S. Otong (Teater SAE), Rudolf Puspa dan Derry Sirna (Teater Keliling), Ags. Arya Dwipayana (Teater Tetas), serta Dindon (Teater Kubur). Putu Wijaya, penulis naskah sekaligus salah satu sutradara handal Indonesia.

Selain di Jakarta, teater modern juga muncul dan berkembang di beberapa kota di Indonesia. Di Bandung muncul Teater Payung Hitam pimpinan Rahman Sabur dan Studiklub Teater Bandung pimpinan Suyatna Anirun. Di Yogyakarta muncul Teater Dinasti (Emha Ainun Nadjib), Teater Gandrik (Butet Kartaradjasa) dan Teater Garasi (Yudi Ahmad Tajudin sebagai direktur artistik), di Lampung muncul Teater Satu Lampung (Iswadi Pratama). Sedangkan di Surakarta muncul Teater Gapit (Bambang Widoyo SP), Teater Gidag Gidig (Hanindawan), Teater Ruang (Joko Bibit Santosa), dan Kelompok Tonil Kloesed (Sosiawan Leak), di Makassar muncul pula Teater Merah Putih.

Foto File: W.S Rendra membaca puisi dalam konser Suluk Hijau di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2008. TEMPO/Dimas Aryo

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah 60 tahun lamanya, Hari Teater Sedunia di peringati, salah satu tujuannya adalah untuk membawa pesan perdamaian di dunia. Peringatan ini dibuat oleh Institut Teater Internasional atau ITI dan berbagai komunitas teater di Paris, Prancis.

Adapun tujuan lain diadakan Hari Teater Sedunia dari peringatan ini adalah untuk membantu berbagai komunitas dan membuat komunitas teater di penjuru dunia. Dengan hal ini akan banyak melahirkan seniman-seniman teater didunia yang hadir.

Banyak seniman teater dunia yang hadir sejak hadirnya seni ini di dunia, seperti Jean Baptiste Poquelin atau Molière, Jean Paul Satre, William Shakespare, Bernard Shaw, Edmond Rostan, dan masih banyak seniman lainnya. Untuk di Indonesia sendiri juga banyak seniman-seniman teater yang bermunculan mulai dari Rustam Effendi hingga Putu Wijaya.

Rustam Effendi
Rustam merupakan seniman yang lahir di Padang, Sumatera Barat pada 13 Mei 1903. Darah seni Rustam sudah mengalir dari ayahnya, Sulaiman Effendi yang merupakan seorang fotografer. Sejak kecil Rustam sudah tertarik dengan hal yang memiliki unsur kebudayaan dan ia pernah bercita-cita untuk memperbaharui dunia sandiwara.

Rustam masuk dalam kumpulan Pujanggara Baru [1920-an hingga 1930-an]. Ia juga menjadi tokoh pertama di Indonesia yang membuat naskah drama menggunakan Bahasa Indonesia dan menggunakan metode dialog antar tokoh dalam tulisannya. Karya yang ia tulis adalah Bebasari atau yang diartikan sebagai kebebsan yang sesungguhnya. Karya ini ditulis Rustam pada 1926.

Arfin C. Noer
Pria yang lahir di Jawa Barat, 10 Maret 1941 lalu ini memiliki nama lengkap Arifin Charin Noer. Arifin dikenal sebagai penulis naskah dan sutradara teater atau film yang ulung. Bakat menulisnya sudah ada sejak ia duduk dibangku SMP, dengan mengirim cerita pendek dan puisi ke berbagai majalah. Tak hanya itu Arifin juga memulai karir teaternya di Lingkaran Drama Rendra, dan di tempat ini Arifin menemukan karakternya.

Karakter teater Arifin terkenal dengan sebutan Teater Kecil, hal ini seiring dnegan gaya pementasan kaya irama dari musik, blocking, vokal, tata cahaya, kostum, dan verbalisme naskah. Adapun karya-karya Arifin ialah Nenek Tercinta [1966], Matahari di Sebuah Jalan Kecil [1966], Mega-Mega [1966], Sepasang Pengantin [1968], Kapai-Kapai [1970], Sumur Tanpa Dasar [1971], dan masih banyak karya-karya hebat dari Arifin C. Noer.

Baca: Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

W.S. Rendra
Willibordus Surendra Broto Rendra atau yang akrab disapa Rendra lahir di Surakarta pada 7 November 1935. Rendra sudah piawai menulis cerita pendek, puisi, dan drama ketika masih duduk di bangku SMP. Ia juga sudah piawai di atas panggung drama.

Rendra yang juga terkenal dengan puisi-puisinya, mulai memplubikasikannya di media-media massa pada tahun 1952 di Majalah Siasat. Rendra juga membentuk Bengkel Teater pada 1967 di Yogyakarta dan melahirkan banyak seniman-seniman hebat di dalamnya. Bengkel Teater sempat kocar-kacir akibat tekanan politik di Indonesia, dan akhirnya ia memindahkannya di Depok, Oktober 1985.

Adapun karya-karya Rendra adalah Mastodon dan Burung Kondor, Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Orang-Orang di Tikungan Jalan, Lingkaran Kapur Putih, Penambahan Reso, dan beberapa kali menerjamhkan karya-karya dari William Shakespare.

Putu Wijaya
Putu lahir di Puri Anom Tabanan, Tabanan, Bali, 11 April 1944 dengan nama I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Selain sebagai penulis Putu juga dikenal sebagai pelukis. Karya pertama Putu berjudul Etsa, sebuah cerita pendek yang ia tulis ketika duduk bangku SMP dan dimuat dalam Harian Suluh Indonesia, Bali.

Putu Wijaya pertama kali tampil di sebuah teater drama yang ia buat sendiri ketika duduk di bangku SMA bersama kelompok-kelompok teater yang ada di Yogyakarta. Putu juga alumni dari Bengkel Teater yang dibuat oleh W.S Rendra. Karya-karya drama dari Putu ialah, Dalam Cahaya Bulan [1966], Lautan Bernyanyi [1967], Bila Malam Bertambah Malam [1970], Invalid [1974], Tak Sampai Tiga Bulan [1974], Anu [1974], Aduh [1975], Dag-Dig-Dug [1976], Gerr [1986], Edan [1988], Hum-Pim-Pah [1992].

GERIN RIO PRANATA

hal yang tidak menunjukkan ciri-ciri pasel painting adalah...Sayarat menjawab:1.bukan jawaban ngasal2.mohon jelaskan3.alasan jawaban. ​

Berikut ini dua macam bahan yang dapat digunakan dalam proses pembuatan kerajinan adonan tepung [flour clay] adalah... * a. Lilin dan pewarna makanan … b. Tepung terigu dan sabun c. Tepung tapioca dan lilin d. Pewarna makanan dan lem​

Flour clay sebagai bahan dasar untuk membuat produk kerajinan berukuran​

sejarah Musik pop kreatif​

Berilah contoh tari yang pola lantainya berbentuk lingkaran​

Tuliskan 3 bentuk latihan berjalan dan berlari merubah arah !​

Tuliskan nama tarian,asal daerah,dan pola lantainya!​

berikut yang diperhatikan dalam persiapan peragaan tari daerah adalah a nama tarian yang akan dibawakan B busana yang akan dipakai C tata rias D musik … pengiring​

Cari 5 karya Seni Rupa 3 Dimensi Dan sebutkan bahan dan cara membuat/tekniknya​

mengapa simbol tempo dan dinamika sangat di butuhkan? ​

Teater modern Indonesia merupakan pertemuan dari berbagai gagasan. Para pendukung teater modern belum sepenuhnya meninggalkan budaya asalnya yang bermuatan tradisional dan memadukannya dengan teater Barat. Hal inilah yang menjadikan teater modern Indonesia memiliki berbagai bentuk dan jenis. Bentuk pertunjukan teater modern cenderung lebih teratur dan dipentaskan di atas panggung dengan arahan seorang sutradara. Berikut ini beberapa kelompok teater modern yang kehadirannya memberikan sumbangan besar bagi perkembangan teater Nusantara.

1. Bengkel Teater Rendra

Bengkel Teater Rendra didirikan W.S. Rendra di Kampung Ketanggunan, Yogyakarta [1961] dan di Depok [1986]. Pertunjukan-pertunjukan yang mereka tampilkan selalu mendapatkan sambutan hangat dan seolah menjadi barometer peta pertunjukan teater di tanah air. Rendra sebagai seorang sastrawan, aktor, sutradara, dan penulis naskah yang baik mampu menciptakan pertunjukan yang menarik dan bermutu. Karya-karya yang pernah dipentaskan antara lain: Orang-orang di Tikungan Jalan [1954], Bip Bop Rambaterata [Teater Mini Kata], Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Mastodon dan Burung Kondor [1972], Kasidah Barzanji, Panembahan Reso [1986], dan Kisah Perjuangan Suku Naga.

2. Teater Populer

Teater Populer dipimpin Teguh Karya dan pada perkembangannya grup teater ini beralih ke industri perfilman Indonesia. Para pemainnya misalnya: Slamet Rahardjo, El Malik, Christine Hakim, dan Nano Riantiarno. Setelah Teguh Karya meninggal para pemainnya lebih berorientasi ke dunia film.

3. Teater Kecil

Teater Kecil dipimpin oleh Arifin C. Noer. Arifin adalah penulis naskah yang produktif. Naskahnya dipandang memiliki warna Indonesia. Penulis dari Cirebon ini sering memasukkan unsur kesenian 52 Seni Teater SMP/MTs Kelas VIII daerahnya ke dalam naskah teater yang ditulis atau dipentaskannya. Karya-karyanya misalnya: Kapai-Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, dan Sumur Tanpa Dasar.

4. Teater Koma

Teater Koma dipimpin oleh Nano Riantiarno dan merupakan kelompok teater paling produktif di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Lebih dari seratus produksi panggung dan televisi yang pernah dipentaskan oleh Teater Koma. Nano Riantiarno adalah penulis naskah yang kuat serta sutradara yang potensial. Karya-karyanya antara lain: Rumah Kertas, Maaf. Maaf. Maaf, Opera Kecoa, Opera Julini, Konglomerat Burisrawa, Semar Gugat, Suksesi, Opera Ikan Asin, dan Kenapa Leonardo?.

5. Teater Mandiri

Teater Mandiri dipimpin oleh Putu Wijaya, seorang sastrawan dan dramawan kelahiran Bali. Putu mantan anggota Bengkel Teater Rendra dan termasuk penulis naskah ulung. Naskah-naskahnya mendapat warna kuat dari naskah Menunggu Godot karya Samuel Beckett yang pernah dipentaskannya bersama Rendra di Bengkel Teater. Naskah ini mengisahkan tentang penantian Vladimir dan Estragon terhadap datangnya Godot yang hingga pertunjukan selesai tidak kunjung datang.

6. Bengkel Muda Surabaya

Lahir di kota Surabaya dan pada awal kemunculannya mengacu teater epik [Brecht] dengan idiom teater rakyat [kentrung dan ludruk]. Tokoh yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Akhudiat dan Basuki Rahmat.

7. Kelompok Teater yang Lain

Di samping kelompok-kelompok teater yang sudah disebutkan di depan, banyak pula dramawan yang menyemarakkan perkembangan teater di Indonesia. Misalnya:  D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya [Teater Lembaga], Ikranegara [Teater Saja], Danarto [Teater Tanpa Penonton], Adi Kurdi [Teater Hitam Putih], Budi S. Otong [Teater SAE], Rudolf Puspa dan Derry Sirna [Teater Keliling], Ags. Arya Dwipayana [Teater Tetas], serta Dindon [Teater Kubur]. Putu Wijaya, penulis naskah sekaligus salah satu sutradara handal Indonesia.

Selain di Jakarta, teater modern juga muncul dan berkembang di beberapa kota di Indonesia. Di Bandung muncul Teater Payung Hitam pimpinan Rahman Sabur dan Studiklub Teater Bandung pimpinan Suyatna Anirun. Di Yogyakarta muncul Teater Dinasti [Emha Ainun Nadjib], Teater Gandrik [Butet Kartaradjasa] dan Teater Garasi [Yudi Ahmad Tajudin sebagai direktur artistik], di Lampung muncul Teater Satu Lampung [Iswadi Pratama]. Sedangkan di Surakarta muncul Teater Gapit [Bambang Widoyo SP], Teater Gidag Gidig [Hanindawan], Teater Ruang [Joko Bibit Santosa], dan Kelompok Tonil Kloesed [Sosiawan Leak], di Makassar muncul pula Teater Merah Putih.

Video yang berhubungan