Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Buddha Gautama dilahirkan dengan nama Siddhārtha Gautama (Sanskerta: Siddhattha Gotama; Pali: "keturunan Gotama yang tujuannya tercapai"), ia yang belakang sekali menjadi sang Buddha (secara harfiah: orang yang sudah mencapai Penerangan Sempurna). Ia juga dikenal untuk Shakyamuni ('orang ahli dari kaum Sakya') dan untuk sang Tathagata. Siddhartha Gautama merupakan guru spiritual dari wilayah timur laut India yang juga merupakan pendiri Agama Buddha[2] Ia secara mendasar dianggap oleh pemeluk Agama Buddha untuk Buddha Luhur (Sammāsambuddha) pada masa sekarang. Waktu lahir dan kematiannya tidaklah pasti: beberapa luhur sejarawan dari awal zaman ke 20 memperkirakan kehidupannya selang tahun 563 SM hingga 483 SM; baru-baru ini, pada suatu simposium para pakar akan masalah ini,[3] beberapa luhur dari ilmuwan yang menjelaskan argumen memperkirakan tanggal berkisar selang 20 tahun selang tahun 400 SM untuk waktu meninggal dunianya, sedangkan yang lain menyokong persangkaan tanggal yang bertambah awal atau waktu setelahnya.

Siddhartha Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama Buddha dirangkum setelah kematiannya dan dihafalkan oleh para pengikutnya. Beragam golongan perlengkapan pengajaran akan Siddhartha Gautama diberikan secara lisan, dan bentuk tulisan pertama kali dimainkan semakin kurang 400 tahun yang belakang sekali. Pelajar-pelajar dari negara Barat bertambah condong untuk menerima biografi Sang Buddha yang dijelaskan dalam naskah Agama Buddha untuk catatan sejarah, tetapi belakang ini "keseganan pelajar negara Barat meningkat dalam memberikan pernyataan yang tidak sesuai mengenai fakta historis akan kehidupan dan pengajaran Sang Buddha."[4]

Orang tua

Ayah dari Pangeran Siddhartha Gautama merupakan Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya merupakan Ratu Mahā Māyā Dewi. Ibunda Pangeran Siddharta Gautama meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Setelah meninggal, ia terlahir di alam/surga Tusita, yaitu dunia surga luhur. Semenjak meninggalnya Ratu Mahā Māyā Dewi, Pangeran Siddharta dirawat oleh Ratu Mahā Pajāpati, bibinya yang juga menjadi isteri Raja Suddhodana.

Riwayat hidup

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Relief lahir Pangeran Siddhartha. Dari kuil Zen You Mitsu, Tokyo.

Lahir

Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 563 SM di Taman Lumbini, ketika Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada ketika ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang yang lain hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.

Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak berada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan supaya Sang Pangeran jangan hingga melihat empat macam kejadian. Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam kejadian itu adalah:

  1. Orang tua,
  2. Orang sakit,
  3. Orang mati,
  4. Seorang pertapa.

Masa kecil

Semenjak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran merupakan seorang anak yang tajam cara melakukan sesuatu dan sangat ahli, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang sedang muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah. Pada ketika berusia 7 tahun, Pangeran Siddharta memiliki 3 kolam bunga teratai, yaitu:

  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Biru (Uppala)
  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Merah (Paduma)
  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Putih (Pundarika)

Dalam Usia 7 tahun Pangeran Siddharta sudah mempelajari beragam ilmu ilmu. Pangeran Siddharta menguasai seluruh pelajaran dengan adun. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan beragam sayembara. Dan ketika berumur 16 tahun, Pangeran memiliki tiga Istana, yaitu:

  • Istana Musim Dingin (Ramma)
  • Istana Musim Panas (Suramma)
  • Istana Musim Hujan (Subha)

Masa matang

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Pangeran Siddhartha melihat empat hal yang mengubah hidupnya.

Kata-kata pertapa Asita menciptakan Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih jumlah orang bawahan untuk merawat Pangeran Siddharta, supaya putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.

Suatu hari Pangeran Siddharta berkeinginan izin untuk berlangsung di luar istana, dimana pada kesempatan yang berlainan dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha berduka dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa guna kehidupan ini, kalau seluruhnya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lagi pula mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak tahu dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan seluruh jawaban tersebut.

Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan batin Pangeran Siddharta berlangsung terus hingga berusia 29 tahun, tepat pada ketika putra tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya sudah bulat untuk melaksanakan Pelepasan Luhur dengan menjalani hidup untuk pertapa.

Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat melepaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati. Pertapa Siddharta berguru kepada Alāra Kālāma dan yang belakang sekali kepada Uddaka Ramāputra, tetapi tidak berpuas diri karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Yang belakang sekali ia bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Habis ia juga meninggalkan prosedur yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung.

Masa pengembaraan

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Pangeram Siddharta mencukur rambutnya dan menjadi pertapa, relief Borobudur.

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Patung Buddha dari Gandhara, zaman ke-1 atau zaman ke-2.

Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa Bhagava dan yang belakang sekali memperdalam prosedur bertapa dari dua pertapa yang lain, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari prosedur bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang dimintanya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan prosedur bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna. Yang belakang sekali pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir tidak jauh Hutan Gaya. Walaupun sudah melaksanakan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dimainkan tersebut.

Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:

Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.

Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang habis memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang sudah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir-hampir merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya, "Walaupun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi diri sendiri tidak akan meninggalkan tempat ini hingga diri sendiri mencapai Pencerahan Sempurna."

Perasaan meminta keterangan ke mana-mana dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir-hampir Ia putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang teguh kukuh, habis godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.

Pertapa Gautama sudah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Sammasam-Buddha), tepat pada ketika bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada ketika mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung guna kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih mengandung guna suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.

Penyebaran nasihat Buddha

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Sang Buddha memberi pelajaran tentang dharma kepada lima pertapa di Taman Rusa

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang selang lain: Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata ('Ia Yang Sudah Datang', Ia Yang Sudah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan untuknya. Lima pertapa yang mendampingi Ia di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha yang mendengarkan khotbah pertama Dhammacakka Pavattana, dimana Ia menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".

Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga habis mencapai usia 80 tahun, ketika ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai Parinibbana.

Sang Buddha dalam keadaan sakit terbaring di selang dua pohon sala di Kusinagara, memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana (versi Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar. Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM).

Sifat Luhur Sang Buddha

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Sang Buddha menjelang Parinirwana.

Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha tidak terbatas oleh waktu dan selalu tidak berkesudahan, karena sudah berada dan memancar semenjak manusia pertama kalinya terlahir dalam lingkaran hidup roda samsara yang disebabkan oleh ketidaktahuan atau kebodohan batinnya. Jalan untuk mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dipunyai oleh manusia. Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia sudah mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak terbatas, yaitu

  1. Berusaha menolong seluruh makhluk.
  2. Menolak seluruh hasrat nafsu keduniawian.
  3. Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
  4. Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.

Buddha Gautama pertama melatih diri untuk melaksanakan amal kebajikan kepada seluruh makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tingkah laku yang dibuat yang diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan cara melakukan sesuatu, yaitu

  • Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, afal jinah.
  • Ucapan (vak): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar, diskusi tiada guna.
  • Cara melakukan sesuatu (citta): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.

Cinta kasih dan kasih sayang seorang Buddha merupakan cinta kasih untuk kebahagiaan seluruh makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin gelap, Sang Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih Sayang-Nya, Sang Buddha menganjurkan supaya mereka berlangsung di atas jalan yang aci dan mereka akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".

Untuk Buddha yang tidak berkesudahan, Ia sudah mengenal seluruh orang dan dengan menggunakan beragam prosedur Ia sudah berusaha untuk meringankan penderitaan seluruh makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakekat dunia, namun Ia tidak pernah bersedia mengatakan bahwa dunia ini asli atau palsu, adun atau buruk. Ia hanya menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana beradanya. Buddha Gautama mengajarkan supaya setiap orang memelihara akar kebijaksanaan sesuai dengan watak, afal dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja mengajarkan melintasi ucapan, akan tetapi juga melintasi afal. Walaupun bentuk fisik tubuh-Nya tidak berada habis, namun dalam mengajar umat manusia yang mendambakan hidup tidak berkesudahan, Ia menggunakan jalan pembebasan dari lahir dan kematian untuk membangunkan perhatian mereka.

Pengabdian Buddha Gautama sudah menciptakan diri-Nya mampu mengatasi beragam masalah di dalam beragam kesempatan yang pada hakekatnya merupakan Dharma-kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakekat yang hakiki dari seorang Buddha. Sang Buddha merupakan pelambang dari kesucian, yang tersuci dari seluruh yang suci. Karena itu, Sang Buddha merupakan Raja Dharma yang luhur. Ia dapat berkhotbah kepada seluruh orang, kapanpun dikehendaki-Nya. Sang Buddha mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak bersedia memperhatikan dan mendengarkan khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya, yang dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Luhur Sang Buddha akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya karena mengandalkan kepintarannya sendiri.

Bentuk dan kehadiran Buddha

Sang Buddha tidak hanya dapat mengetahui dengan hanya melihat bentuk dan sifat-Nya semata-mata, karena bentuk dan sifat luar tersebut bukanlah Buddha yang sejati. Jalan yang aci untuk mengetahui Buddha merupakan dengan jalan melepaskan diri dari hal-hal duniawi/menjalani hidup dengan prosedur bertapa. Buddha sejati tidak dapat dilihat oleh mata manusia biasa, sehingga Sifat Luhur seorang Buddha tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Namun Buddha dapat mewujudkan diri-Nya dalam segala bentuk dengan sifat yang serba luhur. Apabila seseorang dapat melihat jelas wujud-Nya atau mengerti Sifat Luhur Buddha, namun tidak tertarik kepada wujud-Nya atau sifat-Nya, dialah yang sesungguhnya yang sudah memiliki kebijaksanaan untuk melihat dan mengetahui Buddha dengan aci.

Lihat pula

  • Agama Buddha
  • Daftar Filsuf

Pranala luar

  • (Indonesia) Nasihat Gautama Buddha dalam bahasa Indonesia
  • (Inggris) Life of the Buddha
  • (Inggris) A sketch of the Buddha's Life
  • (Inggris) Critical Resources: Buddha & Buddhism
  • (Inggris) The Emaciated Gandharan Buddha Images: Asceticism, Health, and the Body
  • (Inggris) The Lalitavistara
  • (Inggris) Life of Gautama Buddha - Free Audio Books

Referensi

  1. ^ "Lumbini, the Birthplace of the Lord Buddha". UNESCO. Diakses 26 May 2011. 
  2. ^ (Inggris) The Buddha
  3. ^ (Inggris) The Dating of the Historical Buddha: A Review Article
  4. ^ (Inggris) [Lopez (1995). Buddhism in Practice. Princeton University Press. pp. 16.


edunitas.com


Page 2

Buddha Gautama dilahirkan dengan nama Siddhārtha Gautama (Sanskerta: Siddhattha Gotama; Pali: "keturunan Gotama yang tujuannya tercapai"), ia yang belakang sekali dijadikan sang Buddha (secara harfiah: orang yang sudah mencapai Penerangan Sempurna). Ia juga dikenal sebagai Shakyamuni ('orang ahli dari kaum Sakya') dan sebagai sang Tathagata. Siddhartha Gautama merupakan guru spiritual dari wilayah timur laut India yang juga merupakan pendiri Agama Buddha[2] Ia secara mendasar dianggap oleh pemeluk Agama Buddha sebagai Buddha Luhur (Sammāsambuddha) pada masa sekarang. Waktu lahir dan kematiannya tidaklah pasti: beberapa luhur sejarawan dari awal zaman ke 20 memperkirakan kehidupannya selang tahun 563 SM hingga 483 SM; baru-baru ini, pada suatu simposium para pakar akan masalah ini,[3] beberapa luhur dari ilmuwan yang menjelaskan argumen memperkirakan tanggal berkisar selang 20 tahun selang tahun 400 SM bagi waktu meninggal dunianya, sedangkan yang lain menyokong bertambah kurang tanggal yang bertambah awal atau waktu setelahnya.

Siddhartha Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama Buddha dirangkum setelah kematiannya dan dihafalkan oleh para pengikutnya. Berbagai golongan perlengkapan pengajaran akan Siddhartha Gautama diberikan secara lisan, dan bentuk tulisan pertama kali dimainkan lebih kurang 400 tahun yang belakang sekali. Pelajar-pelajar dari negara Barat bertambah condong bagi menerima biografi Sang Buddha yang dijelaskan dalam naskah Agama Buddha sebagai catatan sejarah, tetapi belakang ini "keseganan pelajar negara Barat meningkat dalam memberikan pernyataan yang tidak sesuai mengenai fakta historis akan kehidupan dan pengajaran Sang Buddha."[4]

Orang tua

Ayah dari Pangeran Siddhartha Gautama merupakan Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya merupakan Ratu Mahā Māyā Dewi. Ibunda Pangeran Siddharta Gautama meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Setelah meninggal, ia terlahir di alam/surga Tusita, yaitu dunia surga luhur. Sejak meninggalnya Ratu Mahā Māyā Dewi, Pangeran Siddharta dirawat oleh Ratu Mahā Pajāpati, bibinya yang juga dijadikan isteri Raja Suddhodana.

Riwayat hidup

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Relief lahir Pangeran Siddhartha. Dari kuil Zen You Mitsu, Tokyo.

Lahir

Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 563 SM di Taman Lumbini, ketika Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada ketika ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.

Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan dijadikan seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan dijadikan seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan dijadikan Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda dijadikan cemas, karena apabila Sang Pangeran dijadikan Buddha, tidak berada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan supaya Sang Pangeran jangan hingga melihat empat macam peristiwa. Bila tidak, ia akan dijadikan pertapa dan dijadikan Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah:

  1. Orang tua,
  2. Orang sakit,
  3. Orang mati,
  4. Seorang pertapa.

Masa kecil

Sejak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran merupakan seorang anak yang tajam cara melakukan sesuatu dan sangat ahli, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang sedang muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah. Pada ketika berusia 7 tahun, Pangeran Siddharta mempunyai 3 kolam bunga teratai, yaitu:

  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Biru (Uppala)
  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Merah (Paduma)
  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Putih (Pundarika)

Dalam Usia 7 tahun Pangeran Siddharta sudah mempelajari berbagai ilmu ilmu. Pangeran Siddharta menguasai seluruh pelajaran dengan adun. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara. Dan ketika berumur 16 tahun, Pangeran memiliki tiga Istana, yaitu:

  • Istana Musim Dingin (Ramma)
  • Istana Musim Panas (Suramma)
  • Istana Musim Hujan (Subha)

Masa matang

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Pangeran Siddhartha melihat empat hal yang mengubah hidupnya.

Kata-kata pertapa Asita menciptakan Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena khawatir seandainya putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan dijadikan pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Bagi itu Baginda memilih jumlah orang bawahan bagi merawat Pangeran Siddharta, supaya putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.

Suatu hari Pangeran Siddharta berkeinginan izin bagi berlangsung di luar istana, dimana pada kesempatan yang berlainan dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha berduka dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa guna kehidupan ini, seandainya seluruhnya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lagi pula mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak kenal dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan seluruh jawaban tersebut.

Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan batin Pangeran Siddharta berlangsung terus hingga berusia 29 tahun, tepat pada ketika putra tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan bagi meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya sudah bulat bagi memainkan Pelepasan Luhur dengan menjalani hidup sebagai pertapa.

Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, bagi pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat memerdekakan manusia dari usia tua, sakit dan mati. Pertapa Siddharta berguru kepada Alāra Kālāma dan yang belakang sekali kepada Uddaka Ramāputra, tetapi tidak berpuas diri karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Yang belakang sekali ia bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Belakangnya ia juga meninggalkan metode yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi bagi mendapatkan Penerangan Agung.

Masa pengembaraan

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Pangeram Siddharta mencukur rambutnya dan dijadikan pertapa, relief Borobudur.

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Patung Buddha dari Gandhara, zaman ke-1 atau zaman ke-2.

Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa Bhagava dan yang belakang sekali memperdalam metode bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari metode bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang dimintanya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan metode bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna. Yang belakang sekali pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha bagi melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir tidak jauh Hutan Gaya. Walaupun sudah memainkan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dimainkan tersebut.

Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:

Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Seandainya terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Seandainya terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.

Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang belakangnya memutuskan bagi menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai bagi mandi. Badannya yang sudah tinggal tulang hampir tidak sanggup bagi menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir-hampir merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi diri sendiri tidak akan meninggalkan tempat ini hingga diri sendiri mencapai Pencerahan Sempurna."

Perasaan meminta keterangan ke mana-mana dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir-hampir Ia putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang teguh kukuh, belakangnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.

Pertapa Gautama sudah mencapai Pencerahan Sempurna dan dijadikan Samyaksam-Buddha (Sammasam-Buddha), tepat pada ketika bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada ketika mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung guna kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih mengandung guna suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.

Penyebaran nasihat Buddha

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Sang Buddha memberi pelajaran tentang dharma kepada lima pertapa di Taman Rusa

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang selang lain: Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata ('Ia Yang Sudah Datang', Ia Yang Sudah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dsb-nya. Lima pertapa yang mendampingi Ia di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha yang mendengarkan khotbah pertama Dhammacakka Pavattana, dimana Ia menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".

Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga belakangnya mencapai usia 80 tahun, ketika ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai Parinibbana.

Sang Buddha dalam keadaan sakit terbaring di selang dua pohon sala di Kusinagara, memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana (versi Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar. Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM).

Sifat Luhur Sang Buddha

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Sang Buddha menjelang Parinirwana.

Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha tidak terbatas oleh waktu dan selalu tidak berkesudahan, karena sudah berada dan memancar sejak manusia pertama kalinya terlahir dalam lingkaran hidup roda samsara yang disebabkan oleh ketidaktahuan atau kebodohan batinnya. Jalan bagi mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dipunyai oleh manusia. Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia sudah mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak terbatas, yaitu

  1. Berusaha menolong seluruh makhluk.
  2. Menolak seluruh hasrat nafsu keduniawian.
  3. Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
  4. Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.

Buddha Gautama pertama melatih diri bagi melaksanakan amal kebajikan kepada seluruh makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tingkah laku yang dibuat yang diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan cara melakukan sesuatu, yaitu

  • Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, afal jinah.
  • Ucapan (vak): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar, diskusi tiada guna.
  • Cara melakukan sesuatu (citta): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.

Cinta kasih dan kasih sayang seorang Buddha merupakan cinta kasih bagi kebahagiaan seluruh makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin gelap, Sang Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih Sayang-Nya, Sang Buddha menganjurkan supaya mereka berlangsung di atas jalan yang aci dan mereka akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".

Sebagai Buddha yang tidak berkesudahan, Ia sudah mengenal seluruh orang dan dengan menggunakan berbagai metode Ia sudah berusaha bagi meringankan penderitaan seluruh makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakekat dunia, namun Ia tidak pernah bersedia mengatakan bahwa dunia ini asli atau palsu, adun atau buruk. Ia hanya menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana beradanya. Buddha Gautama mengajarkan supaya setiap orang memelihara akar kebijaksanaan sesuai dengan watak, afal dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja mengajarkan melintasi ucapan, akan tetapi juga melintasi afal. Meskipun bentuk fisik tubuh-Nya tidak berada belakangnya, namun dalam mengajar umat manusia yang mendambakan hidup tidak berkesudahan, Ia menggunakan jalan pembebasan dari lahir dan kematian bagi membangunkan perhatian mereka.

Pengabdian Buddha Gautama sudah menciptakan diri-Nya mampu mengatasi berbagai masalah di dalam berbagai kesempatan yang pada hakekatnya merupakan Dharma-kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakekat yang hakiki dari seorang Buddha. Sang Buddha merupakan pelambang dari kesucian, yang tersuci dari seluruh yang suci. Karena itu, Sang Buddha merupakan Raja Dharma yang luhur. Ia dapat berkhotbah kepada seluruh orang, kapanpun dikehendaki-Nya. Sang Buddha mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak bersedia memperhatikan dan mendengarkan khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya, yang dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Luhur Sang Buddha akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya karena mengandalkan kepintarannya sendiri.

Bentuk dan kehadiran Buddha

Sang Buddha tidak hanya dapat mengetahui dengan hanya melihat bentuk dan sifat-Nya semata-mata, karena bentuk dan sifat luar tersebut bukanlah Buddha yang sejati. Jalan yang aci bagi mengetahui Buddha merupakan dengan jalan memerdekakan diri dari hal-hal duniawi/menjalani hidup dengan metode bertapa. Buddha sejati tidak dapat dilihat oleh mata manusia biasa, sehingga Sifat Luhur seorang Buddha tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Namun Buddha dapat mewujudkan diri-Nya dalam segala bentuk dengan sifat yang serba luhur. Apabila seseorang dapat melihat jelas wujud-Nya atau mengerti Sifat Luhur Buddha, namun tidak tertarik kepada wujud-Nya atau sifat-Nya, dialah yang sesungguhnya yang sudah mempunyai kebijaksanaan bagi melihat dan mengetahui Buddha dengan aci.

Lihat pula

  • Agama Buddha
  • Daftar Filsuf

Pranala luar

  • (Indonesia) Nasihat Gautama Buddha dalam bahasa Indonesia
  • (Inggris) Life of the Buddha
  • (Inggris) A sketch of the Buddha's Life
  • (Inggris) Critical Resources: Buddha & Buddhism
  • (Inggris) The Emaciated Gandharan Buddha Images: Asceticism, Health, and the Body
  • (Inggris) The Lalitavistara
  • (Inggris) Life of Gautama Buddha - Free Audio Books

Referensi

  1. ^ "Lumbini, the Birthplace of the Lord Buddha". UNESCO. Diakses 26 May 2011. 
  2. ^ (Inggris) The Buddha
  3. ^ (Inggris) The Dating of the Historical Buddha: A Review Article
  4. ^ (Inggris) [Lopez (1995). Buddhism in Practice. Princeton University Press. pp. 16.


edunitas.com


Page 3

Buddha Gautama dilahirkan dengan nama Siddhārtha Gautama (Sanskerta: Siddhattha Gotama; Pali: "keturunan Gotama yang tujuannya tercapai"), ia yang belakang sekali dijadikan sang Buddha (secara harfiah: orang yang sudah mencapai Penerangan Sempurna). Ia juga dikenal bagi Shakyamuni ('orang ahli dari kaum Sakya') dan bagi sang Tathagata. Siddhartha Gautama merupakan guru spiritual dari wilayah timur laut India yang juga merupakan pendiri Agama Buddha[2] Ia secara mendasar dianggap oleh pemeluk Agama Buddha bagi Buddha Luhur (Sammāsambuddha) pada masa sekarang. Waktu kelahiran dan kematiannya tidaklah pasti: beberapa luhur sejarawan dari awal zaman ke 20 memperkirakan kehidupannya selang tahun 563 SM hingga 483 SM; baru-baru ini, pada suatu simposium para pakar akan masalah ini,[3] beberapa luhur dari ilmuwan yang menjelaskan argumen memperkirakan tanggal berkisar selang 20 tahun selang tahun 400 SM bagi waktu meninggal dunianya, sedangkan yang lain menyokong bertambah kurang tanggal yang bertambah awal atau waktu setelahnya.

Siddhartha Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama Buddha dirangkum setelah kematiannya dan dihafalkan oleh para pengikutnya. Beragam golongan perlengkapan pengajaran akan Siddhartha Gautama diberikan secara lisan, dan bentuk tulisan pertama kali dilakukan sekitar 400 tahun yang belakang sekali. Pelajar-pelajar dari negara Barat bertambah condong bagi menerima biografi Sang Buddha yang dijelaskan dalam naskah Agama Buddha bagi catatan sejarah, tetapi belakang ini "keseganan pelajar negara Barat meningkat dalam memberikan pernyataan yang tidak sesuai mengenai fakta historis akan kehidupan dan pengajaran Sang Buddha."[4]

Orang tua

Ayah dari Pangeran Siddhartha Gautama merupakan Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya merupakan Ratu Mahā Māyā Dewi. Ibunda Pangeran Siddharta Gautama meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Setelah meninggal, ia terlahir di alam/surga Tusita, yaitu dunia surga luhur. Semenjak meninggalnya Ratu Mahā Māyā Dewi, Pangeran Siddharta dirawat oleh Ratu Mahā Pajāpati, bibinya yang juga dijadikan isteri Raja Suddhodana.

Riwayat hidup

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Relief kelahiran Pangeran Siddhartha. Dari kuil Zen You Mitsu, Tokyo.

Kelahiran

Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 563 SM di Taman Lumbini, ketika Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada ketika ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang yang lain hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.

Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan dijadikan seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan dijadikan seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan dijadikan Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda dijadikan cemas, karena apabila Sang Pangeran dijadikan Buddha, tidak berada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan supaya Sang Pangeran jangan hingga melihat empat macam kejadian. Bila tidak, ia akan dijadikan pertapa dan dijadikan Buddha. Empat macam kejadian itu adalah:

  1. Orang tua,
  2. Orang sakit,
  3. Orang mati,
  4. Seorang pertapa.

Masa kecil

Semenjak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran merupakan seorang anak yang tajam cara melakukan sesuatu dan sangat ahli, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang sedang muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah. Pada ketika berusia 7 tahun, Pangeran Siddharta memiliki 3 kolam bunga teratai, yaitu:

  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Biru (Uppala)
  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Merah (Paduma)
  • Kolam Bunga Teratai Berwarna Putih (Pundarika)

Dalam Usia 7 tahun Pangeran Siddharta sudah mempelajari beragam ilmu ilmu. Pangeran Siddharta menguasai seluruh pelajaran dengan adun. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan beragam sayembara. Dan ketika berumur 16 tahun, Pangeran memiliki tiga Istana, yaitu:

  • Istana Musim Dingin (Ramma)
  • Istana Musim Panas (Suramma)
  • Istana Musim Hujan (Subha)

Masa dewasa

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Pangeran Siddhartha melihat empat hal yang mengubah hidupnya.

Kata-kata pertapa Asita menciptakan Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena khawatir seandainya putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan dijadikan pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Bagi itu Baginda memilih jumlah orang bawahan bagi merawat Pangeran Siddharta, supaya putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.

Suatu hari Pangeran Siddharta berkeinginan izin bagi berlangsung di luar istana, dimana pada kesempatan yang berlainan dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha berduka dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa guna kehidupan ini, seandainya seluruhnya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lagi pula mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak kenal dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan seluruh jawaban tersebut.

Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan batin Pangeran Siddharta berlangsung terus hingga berusia 29 tahun, tepat pada ketika putra tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan bagi meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya sudah bulat bagi melaksanakan Pelepasan Luhur dengan menjalani hidup bagi pertapa.

Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, bagi pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat memerdekakan manusia dari usia tua, sakit dan mati. Pertapa Siddharta berguru kepada Alāra Kālāma dan yang belakang sekali kepada Uddaka Ramāputra, tetapi tidak berpuas diri karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Yang belakang sekali ia bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Habis ia juga meninggalkan prosedur yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi bagi mendapatkan Penerangan Agung.

Masa pengembaraan

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Pangeram Siddharta mencukur rambutnya dan dijadikan pertapa, relief Borobudur.

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Patung Buddha dari Gandhara, zaman ke-1 atau zaman ke-2.

Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa Bhagava dan yang belakang sekali memperdalam prosedur bertapa dari dua pertapa yang lain, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari prosedur bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang dimintanya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan prosedur bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna. Yang belakang sekali pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha bagi melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir tidak jauh Hutan Gaya. Walaupun sudah melaksanakan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.

Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:

Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Seandainya terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Seandainya terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.

Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang habis memutuskan bagi menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai bagi mandi. Badannya yang sudah tinggal tulang hampir tidak sanggup bagi menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya, "Walaupun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi diri sendiri tidak akan meninggalkan tempat ini hingga diri sendiri mencapai Pencerahan Sempurna."

Perasaan meminta keterangan ke mana-mana dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Ia putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang teguh kukuh, habis godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.

Pertapa Gautama sudah mencapai Pencerahan Sempurna dan dijadikan Samyaksam-Buddha (Sammasam-Buddha), tepat pada ketika bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada ketika mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung guna kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih mengandung guna suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.

Penyebaran nasihat Buddha

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Sang Buddha memberi pelajaran tentang dharma kepada lima pertapa di Taman Rusa

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang selang lain: Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata ('Ia Yang Sudah Datang', Ia Yang Sudah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan baginya. Lima pertapa yang mendampingi Ia di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha yang mendengarkan khotbah pertama Dhammacakka Pavattana, dimana Ia menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".

Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga habis mencapai usia 80 tahun, ketika ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai Parinibbana.

Sang Buddha dalam keadaan sakit terbaring di selang dua pohon sala di Kusinagara, memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana (versi Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar. Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM).

Sifat Luhur Sang Buddha

Sang Buddha Gautama mendapatkan gelar tathagatha yang artinya

Sang Buddha menjelang Parinirwana.

Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha tidak terbatas oleh waktu dan selalu tidak berkesudahan, karena sudah berada dan memancar semenjak manusia pertama kalinya terlahir dalam lingkaran hidup roda samsara yang disebabkan oleh ketidaktahuan atau kebodohan batinnya. Jalan bagi mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dipunyai oleh manusia. Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia sudah mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak terbatas, yaitu

  1. Berusaha menolong seluruh makhluk.
  2. Menolak seluruh hasrat nafsu keduniawian.
  3. Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
  4. Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.

Buddha Gautama pertama melatih diri bagi melaksanakan amal kebajikan kepada seluruh makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tingkah laku yang dibuat yang diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan cara melakukan sesuatu, yaitu

  • Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, afal jinah.
  • Ucapan (vak): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar, diskusi tiada guna.
  • Cara melakukan sesuatu (citta): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.

Cinta kasih dan kasih sayang seorang Buddha merupakan cinta kasih bagi kebahagiaan seluruh makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin gelap, Sang Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih Sayang-Nya, Sang Buddha menganjurkan supaya mereka berlangsung di atas jalan yang aci dan mereka akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".

Bagi Buddha yang tidak berkesudahan, Ia sudah mengenal seluruh orang dan dengan menggunakan beragam prosedur Ia sudah berusaha bagi meringankan penderitaan seluruh makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakekat dunia, namun Ia tidak pernah bersedia mengatakan bahwa dunia ini asli atau palsu, adun atau buruk. Ia hanya menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana beradanya. Buddha Gautama mengajarkan supaya setiap orang memelihara akar kebijaksanaan sesuai dengan watak, afal dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja mengajarkan melintasi ucapan, akan tetapi juga melintasi afal. Walaupun bentuk fisik tubuh-Nya tidak berada habis, namun dalam mengajar umat manusia yang mendambakan hidup tidak berkesudahan, Ia menggunakan jalan pembebasan dari kelahiran dan kematian bagi membangunkan perhatian mereka.

Pengabdian Buddha Gautama sudah menciptakan diri-Nya mampu mengatasi beragam masalah di dalam beragam kesempatan yang pada hakekatnya merupakan Dharma-kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakekat yang hakiki dari seorang Buddha. Sang Buddha merupakan pelambang dari kesucian, yang tersuci dari seluruh yang suci. Karena itu, Sang Buddha merupakan Raja Dharma yang luhur. Ia dapat berkhotbah kepada seluruh orang, kapanpun dikehendaki-Nya. Sang Buddha mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak bersedia memperhatikan dan mendengarkan khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya, yang dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Luhur Sang Buddha akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya karena mengandalkan kepintarannya sendiri.

Bentuk dan kehadiran Buddha

Sang Buddha tidak hanya dapat mengetahui dengan hanya melihat bentuk dan sifat-Nya semata-mata, karena bentuk dan sifat luar tersebut bukanlah Buddha yang sejati. Jalan yang aci bagi mengetahui Buddha merupakan dengan jalan memerdekakan diri dari hal-hal duniawi/menjalani hidup dengan prosedur bertapa. Buddha sejati tidak dapat dilihat oleh mata manusia biasa, sehingga Sifat Luhur seorang Buddha tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Namun Buddha dapat mewujudkan diri-Nya dalam segala bentuk dengan sifat yang serba luhur. Apabila seseorang dapat melihat jelas wujud-Nya atau mengerti Sifat Luhur Buddha, namun tidak tertarik kepada wujud-Nya atau sifat-Nya, dialah yang sesungguhnya yang sudah memiliki kebijaksanaan bagi melihat dan mengetahui Buddha dengan aci.

Lihat pula

  • Agama Buddha
  • Daftar Filsuf

Pranala luar

  • (Indonesia) Nasihat Gautama Buddha dalam bahasa Indonesia
  • (Inggris) Life of the Buddha
  • (Inggris) A sketch of the Buddha's Life
  • (Inggris) Critical Resources: Buddha & Buddhism
  • (Inggris) The Emaciated Gandharan Buddha Images: Asceticism, Health, and the Body
  • (Inggris) The Lalitavistara
  • (Inggris) Life of Gautama Buddha - Free Audio Books

Referensi

  1. ^ "Lumbini, the Birthplace of the Lord Buddha". UNESCO. Diakses 26 May 2011. 
  2. ^ (Inggris) The Buddha
  3. ^ (Inggris) The Dating of the Historical Buddha: A Review Article
  4. ^ (Inggris) [Lopez (1995). Buddhism in Practice. Princeton University Press. pp. 16.


edunitas.com


Page 4

Tags (tagged): sierra, nevada, u, s, , center of, studies, sierra nevada, unkris, range, 6 merupakan sebuah, barisan pegunungan, gap, muir john 1894, chapter the, nevada the mountains, north san, diego, county owens valley, pomona valley, the, redwood city san, jos sunnyvale, santa, clara san luis, san joaquin san, luis obispo, san, mateo santa barbara, santa sierr


Page 5

Tags (tagged): sierra, nevada, u, s, , center of, studies, sierra nevada, unkris, ne, a a snowy, mountain range, 6, merupakan sebuah barisan, toms place, california, referensi mount whitney, ngs data, of, california united states, forest service, diarsipkan, tidak ditemukan teks, ref bernama, gap, muir john 1894, geographical dictionary university, of nevada, press, p 215 sierr


Page 6

Tags (tagged): sierra, nevada, as, pusat, ilmu pengetahuan, unkris, ne a, a, snowy mountain range, 6 merupakan, sebuah, barisan, toms place, california referensi, mount, whitney ngs data, of california, united, states forest service, diarsipkan, tidak, ditemukan, teks ref bernama, gap muir, john, 1894, pusat ilmu, pengetahuan geographical, dictionary, university of nevada, press p, 215, sierra nevada


Page 7

Tags (tagged): sierra, nevada, as, pusat, ilmu pengetahuan, unkris, range 6, merupakan, sebuah barisan pegunungan, gap muir, john, 1894 chapter the, sierra nevada, the, mountains, north san, diego county, owens, valley pomona valley, redwood, city, san jos sunnyvale, santa clara, san, luis, pusat ilmu, pengetahuan san, joaquin, san luis obispo, san mateo, santa, barbara santa sierra