Berapa lama vaksin astrazeneca bertahan dalam tubuh

  • home
  • nasional
  • Berapa lama vaksin astrazeneca bertahan dalam tubuh

    Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin Covid-19 dosis ketiga kepada warga di RPTRA Bhinneka, Petukangan Utara, Jakarta, Jumat, 25 Maret 2022. Pemerintah mengizinkan masyarakat untuk mudik Lebaran Hari Raya Idul Fitri 2022 dengan syarat penumpang transportasi umum maupun kendaraan pribadi harus sudah vaksin booster Covid-19. TEMPO/Muhammad Hidayat

    TEMPO.CO, Jakarta -Vaksin booster dianjurkan supaya daya tahan tubuh lebih kuat dari paparan virus Corona. Terlebih lagi, Covid-19 sangat cepat bermutasi dan sudah memunculkan varian-varian baru seperti Delta dan Omicron.

    Syarat Vaksin Booster

    Vaksinasi booster ini hanya boleh dilakukan oleh seseorang yang sudah mendapatkan vaksin penuh yaitu dosis pertama dan kedua.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan agar pemberian vaksin booster dilakukan minimal enam bulan setelah vaksin dosis kedua bagi yang berumur 18 tahun ke atas.

    Vaksin yang umum digunakan sebagai booster yaitu Sinovac, Pfizer, AstraZeneca, Moderna, Janssen, dan Sinopharm. Di Indonesia sendiri, pemberian vaksin booster telah diadakan sejak tanggal 12 Januari lalu.

    Banyak yang masih bingung menentukan pilihan terkait mana merek booster yang akan digunakan.

    Anda tidak perlu bingung sebab Kementerian Kesehatan telah menetapkan ketentuan untuk memilih vaksin booster. Adapun ketentuannya antara lain:

    1. Orang dengan Sinovac sebagai vaksin utama mereka akan memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin booster setengah dosis dari Pfizer atau AstraZeneca.
    2. Orang dengan AstraZeneca sebagai vaksin utama mereka akan memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin booster setengah dosis dari Moderna.

    Dikutip dari laman Corona Jakarta, vaksin AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer merupakan jenis vaksin yang direkomendasikan sebagai booster. Ketiga vaksin ini cukup efektif meningkatkan antibodi dan berpotensi melindungi dari varian Omicron.

    Namun, jenis vaksin ini tidak dapat digunakan untuk semua orang. Ada kriteria sesuai dengan kondisi kesehatannya, seperti di bawah ini.

    1. AstraZeneca hanya boleh digunakan untuk usia 18 tahun ke atas, tidak memiliki riwayat pembekuan darah, tidak memiliki alergi terhadap vaksin sebelumnya, tidak sedang hamil, dan jika terdapat penyakit kronis disarankan berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
    2. Pfizer dapat digunakan untuk orang berusia 16 tahun ke atas, yang tidak memiliki alergi parah, dapat digunakan untuk ibu hamil di atas 12 minggu, dan juga yang memiliki penyakit kronis.
    3. Moderna dapat digunakan untuk orang berusia 18 tahun ke atas, dan diprioritaskan untuk kelompok orang yang memiliki penyakit kronis dan autoimun.

    Setiap merek vaksin akan membantu melindungi manusia dari risiko terpapar Covid-19.

    Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan seseorang tetap terpapar Covid-19, meskipun ia telah vaksin booster. Tetap terapkan gaya hidup sehat dan taati protokol kesehatan.

    VIOLA NADA HAFILDA
    Baca :
    Vaksin Booster Jadi Syarat Mudik Lebaran 2022: Yang Belum Vaksin Booster?Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.




    CNN Indonesia

    Senin, 08 Mar 2021 07:59 WIB

    Berapa lama vaksin astrazeneca bertahan dalam tubuh

    Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada atlet, pelatih dan tenaga pendukung di Istora Senayan. Jakarta, Jumat, 26 Februari 2021. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

    Jakarta, CNN Indonesia --

    Cara kerja Vaksin CoronaVac buatan Sinovac yang digunakan dalam vaksinasi di Indonesia yakni mengajari sistem imun tubuh membuat antibodi guna melawan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Antibodi itu bisa memberikan perlindungan, namun sejauh ini tak ada yang bisa menjamin bakal bertahan berapa lama.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah mengungkap prediksi antibodi dari vaksin Sinovac hanya mampu bertahan hingga 12 bulan.

    New York Times menjelaskan tingkat antibodi karena vaksin Sinovac kemungkinan turun dalam tempo berbulan-bulan setelah seseorang divaksinasi/ Meski demikian ada kemungkinan sistem kekebalan mengandung sel khusus yang disebut sel B memori, yang mungkin menyimpan informasi tentang virus corona selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.


    Sama halnya seperti Sinovac, antibodi yang dihasilkan vaksin lain, misalnya buatan Pfizer-BioNTech, Moderna, atau AstraZeneca-Universitas Oxford juga belum dapat diketahui berapa lama akan bertahan.

    Melansir Quartz, Pfizer-BioNTech masih melakukan penelitian mengenai hal itu meski telah merilis data keamanan dan kemanjuran dalam uji klinis fase 3.

    Pada kasus tertentu ada yang menunjukkan kemungkinan seseorang mengembangkan antibodi Covid-19 lebih dari satu kali. Namun, para ilmuwan mengaku belum dapat memastikan mengapa hal itu terjadi.

    Dugaan awal mengatakan Covid-19 semacam virus musiman, seperti pilek atau flu, yang kekebalan jangka panjangnya tidak dimiliki manusia. Hal ini membuat setiap orang membutuhkan vaksinasi ulang.

    Seperti SARS-CoV-2, virus flu juga bermutasi secara substansial dari tahun ke tahun, itulah sebabnya seseorang membutuhkan vaksin flu setiap tahun. Tidak ada vaksin yang benar-benar ampuh mengalahkan virus penyebab flu biasa.

    Atas alasan itu produsen vaksin harus terus mendesain ulang vaksin Covid-19 sebelum menyuntikannya lagi. Namun sejauh ini, tampaknya SARS-CoV-2 menyebar lebih cepat daripada mutasinya, yang berarti kemungkinan besar seseorang tidak memerlukan vaksin baru setiap tahun.

    Ada juga kemungkinan infeksi ulang hanya terjadi ketika individu tidak optimal mengembangkan respons antibodi yang kuat terhadap virus. Jika itu masalahnya, ada kemungkinan vaksin dapat menghasilkan respons kekebalan lebih kuat atau melindungi orang selama beberapa tahun.

    Studi awal vaksin mRNA pada tikus yang terinfeksi SARS-CoV-2 memberi informasi bahwa kekebalan mampu bertahan selama 13 minggu setelah menerima dua dosis. Bukti itu dapat diterjemahkan menjadi waktu bertahun-tahun pada manusia.

    Namun, kembali dikatakan bahwa tidak ada yang benar-benar mengetahui jawaban berapa lama antibodi pada vaksin yang beredar saat ini bisa bertahan. Para ilmuwan masih terus mengumpulkan informasi dari uji coba vaksin lanjutan untuk mengetahuinya dengan pasti.

    Studi baru oleh New England Journal of Medicine (NEJM) menunjukkan antibodi penetral yang dihasilkan vaksin Moderna berkurang dalam tiga bulan.

    Melansir Forbes, mereka yang berusia 18-55 tahun, mayoritas hanya menunjukkan sedikit penurunan pada antibodi penetral dalam tiga bulan setelah dosis vaksin kedua.

    Tapi, dua dari 34 pasien dalam kelompok usia itu mengalami penurunan signifikan dalam hal antibodi penetral.

    Sedangkan untuk kelompok usia 56-70 dan 71 ke atas, antibodi penetral turun antara 50 dan 75 persen.

    Antibodi penetral mengikat patogen yang menyerang, seperti semua antibodi, tetapi mereka mengikat untuk menghentikan infeksi. Itulah mengapa perusahaan farmasi menghitung antibodi penetral sebagai ukuran penting untuk keberhasilan vaksin mereka.

    (jps/fea)

    Saksikan Video di Bawah Ini:

    Usai vaksinasi, sistem kekebalan berkeliling mencari sel yang terinfeksi SARS-CoV-2.

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di seluruh dunia, ada tanda-tanda bahwa kekebalan terhadap virus corona tidak bertahan lama meski sudah divaksinasi. Israel sekarang mengalami salah satu lonjakan Covid-19 terburuk di dunia, sekitar lima bulan setelah memvaksinasi mayoritas penduduknya. 

    Di Amerika Serikat (AS), pejabat kesehatan merekomendasikan suntikan booster setelah delapan bulan. Jadi, berapa lama kekebalan bertahan setelah dua dosis vaksin? Enam bulan atau lebih? Dan pada saat itu, berapa banyak perlindungan yang tersisa?

    "Itu semua tergantung pada jenis kekebalan jenis vaksinnya," kata ahli imunologi di Universitas Washington di St Louis, Ali Ellebedy, dilansir di laman NPR, Kamis (2/9).

    Enam bulan setelah vaksinasi, tubuh mungkin lebih siap untuk melawan virus corona. "Jika sudah divaksinasi enam bulan lalu, sistem kekebalan tubuh telah dilatih selama enam bulan, tubuh lebih siap untuk melawan infeksi Covid-19," kata Ellebedy.

    Serangkaian penelitian baru, termasuk dua yang dipimpin oleh Ellebedy, menunjukkan bahwa vaksin mRNA seperti dari Pfizer-BioNTech dan Moderna memicu sistem kekebalan untuk membangun perlindungan jangka panjang terhadap Covid-19 yang parah.

    Baca juga : Miqat Makani Mana yang Paling Jauh dari Makkah?

    "Perlindungan dua vaksin ini kemungkinan akan bertahan beberapa tahun atau bahkan lebih lama," kata Ellebedy.

    Misalnya seseorang sudah menerima vaksin Moderna atau Pfizer kedua enam bulan lalu. Segera, sistem kekebalan tubuh mulai bekerja dan mulai membuat antibodi.

    Antibodi ini agak mirip pemanah di luar parit kastil. Mereka terpasang di lapisan hidung dan tenggorokan, siap untuk menembak jatuh (alias menetralisasi) partikel SARS-CoV-2 yang mencoba memasuki parit (alias jaringan hidung).

    Ahli bioimunologi di University of Arizona, Deepta Bhattacharya, mengatakan antibodi ini bisa mencegah infeksi. "Mereka menghentikan virus, memasuki sel, dan mendirikan perlindungan. Mereka adalah pertahanan garis depan tubuh," kata dia.

    Namun, kata Bhattacharya, segera setelah vaksinasi, putaran awal antibodi ini memiliki beberapa masalah. Antibodinya agak lemah. "Mereka tidak terlatih dengan baik untuk membunuh SARS-CoV-2, dan mereka tidak terlalu tahan lama," ujarnya.

    Sekitar sebulan setelah suntikan mRNA kedua, jumlah antibodi dalam darah mencapai tingkat puncaknya dan kemudian mulai menurun. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature melaporkan pada Juni lalu, menyebut antibodi itu terdegradasi dan sel-sel membuatnya mati.

    Ini terjadi pada setiap vaksin, baik itu untuk Covid-19, flu, atau campak. "Dalam setiap respons imun, ada peningkatan tajam dalam antibodi, periode penurunan tajam, dan kemudian mulai menetap ke titik nadir yang lebih stabil," ujar Bhattacharya.

    Sebagian besar media berfokus pada penurunan antibodi ini sebagai penyebab kekebalan yang memudar. Penurunan antibodi ini dikombinasikan dengan potensi tingginya varian Delta yang mulai mendominasi banyak negara tahun ini, kemungkinan meningkatkan tingkat infeksinya pada orang yang divaksinasi lengkap.

    Dia menyebut jika terinfeksi Delta jumlah besar, virus bisa menyelinap melewati dinding antibodi awal. Anda mungkin melihat beberapa tanda itu, tetapi tingkat infeksi mungkin tidak sedramatis yang diperkirakan.

    Baca juga : Merck Mulai Uji Coba Tahap Akhir Obat Pencegah Covid-19

    Mengapa? Alasannya, karena sebagian besar media mengabaikan beberapa fakta penting tentang antibodi yang ada delapan bulan setelah vaksinasi. "Antibodi itu lebih kuat, dipicu oleh vaksin," kata Bhattacharya.

    Saat dosis pertama vaksin menjaga saluran pernapasan, sistem kekebalan tidak hanya duduk diam. Sebaliknya, sistem kekebalan sibuk melatih vaksin agar lebih baik.

    Setelah dosis kedua vaksin, sistem kekebalan mendirikan pusat kekebalan di kelenjar getah bening untuk mengajarkan sel-sel khusus bagaimana membuat antibodi yang lebih kuat. Kualitas antibodi meningkat dari waktu ke waktu.

    Dibutuhkan jauh lebih sedikit antibodi baru untuk melindungi tubuh. "Jadi menurut saya, mengkhawatirkan penurunan antibodi bukanlah sesuatu yang produktif," ujarnya.

    Pada saat yang sama, sel-sel yang membuat antibodi yang disuplai ini akan menjadi tersuplai sendiri. Di pusat kekebalan, mereka belajar bagaimana membuat sejumlah besar antibodi yang sangat kuat.

    Bhattacharya mengatakan, sel-sel ini luar biasa. Mereka diperkirakan mengeluarkan sekitar 10 ribu molekul antibodi per detik. 

    "Jadi tubuh tidak memerlukan banyak sel untuk melindungi diri dari infeksi di masa depan," kata Bhattacharya.

    Selain itu, sel-sel ini mempelajari sesuatu yang luar biasa di pusat kekebalan yaitu bagaimana cara bertahan. "Mereka pada dasarnya diberi karunia keabadian," kata ahli imunologi, Ellebedy.

    Dia dan rekan-rekannya telah menemukan sekitar enam bulan setelah vaksinasi, sel-sel penghasil antibodi ini masuk ke sumsum tulang, di mana mereka bisa hidup selama beberapa dekade, bahkan mungkin seumur hidup. Penelitian juga menunjukkan itu akan terus memproduksi antibodi sepanjang waktu.

    Selain melatih antibodi yang lebih baik dan pabrik untuk membuat sel plasma, sistem kekebalan juga berkeliling ke seluruh tubuh. Sistem kekebalan yang berkeliling itu disebut sel B memori dan sel T memori, dan mereka sebagian besar berfungsi sebagai sistem pengawasan, mencari sel lain yang terinfeksi SARS-CoV-2.

    Baca juga : Turunkan Harga, Ini Tarif Tes Antigen di Indonesia

    "Mereka berpatroli di mana-mana, memeriksa apakah sel lain terinfeksi SARS-CoV-2 yang bersembunyi di dalamnya. Ini hampir seperti melewati sebuah lingkungan, melihat rumah demi rumah, dan memastikan itu semua bersih," kata Ellebedy.

    “Mereka ini tidak bisa mencegah infeksi dari awalnya terjadi, tetapi mereka bisa dengan cepat menghentikannya begitu terjadi,” kata ahli imunologi di University of Toronto, Jennifer Gommerman.

    Sekarang, Anda memiliki semua informasi untuk memahami apa yang terjadi dengan vaksin Covid-19 dan daya tahan kekebalan. Sekitar enam bulan setelah vaksinasi, antibodi dalam darah telah turun.

    Mereka juga sedikit kurang efektif terhadap varian Delta. Namun pada orang yang sudah divaksinasi, infeksi ini kemungkinan besar akan ringan atau sedang karena sistem kekebalan tidak dimulai dari awal melainkan telah melatih sel dan antibodi selama berbulan-bulan.