Lihat Foto Show KOMPAS.com - Candi merupakan salah satu contoh peninggalan kerajaan Hindu maupun Buddha. Hingga saat ini, keberadaan candi masih terus dihormati dan disakralkan. Awalnya candi hanya digunakan oleh masyarakat Hindu. Tujuannya untuk memuliakan orang yang sudah meninggal, khususnya dari kalangan raja serta orang terhormat lainnya. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), candi dalam agama Hindu, sebenarnya berasal dari salah satu nama untuk Dewi Maut atau Dewi Durga Candika. Sehingga fungsi candi dalam agama Hindu digunakan sebagai sarana penghormatan orang yang telah meninggal. Berbeda dengan hal itu, candi dalam agama Buddha digunakan sebagai sarana pemujaan dan untuk memuliakan dewa-dewanya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya stupa dalam bangunan candi agama Buddha. Unsur terpenting dalam bangunan candi ialah bagian dari candi itu sendiri. Candi tersebut hendaknya melambangkan alam semesta dengan tiga bagiannya, yakni:
Oleh karena candi Hindu dan Buddha memiliki perbedaan fungsi. Maka keduanya juga memiliki ciri khas bangunan candi yang berbeda. Dalam struktur candi yang ditemukan di Indonesia, terdapat ciri budaya Indonesia yang menjadi bentuk akulturasi dari budaya Hindu-Buddha yaitu punden berundak. Apa sajakah ciri khas dan candi Hindu dan candi Buddha? Baca juga: Fungsi Candi dalam Agama Hindu Ciri khas candi HinduMenurut Purwo Prihatin dalam buku Seni Rupa Indonesia dalam Perspektif Sejarah (2017), salah satu ciri khas dari candi Hindu ialah bentuk atapnya yang tinggi menjulang. Contohnya Candi Prambanan yang memiliki atap menjulang tinggi.
Lihat Foto
Baca juga: Candi Borobudur, Bangunan Indonesia asli yang Berupa Punden Berundak Lihat Foto Kompas.com/ Nicholas Ryan Aditya Candi borobudur, Magelang, Jawa Tengah. (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); Ciri khas candi BuddhaSalah satu ciri khas utama dari candi Buddha ialah atapnya berbentuk stupa. Selain itu, candi Buddha juga memiliki ciri khas lainnya, yaitu:
Baca berikutnya CANDI merupakan banggunan penting bagi masyarakat Hindu Budha di Nusantara. Ia menjadi tempat pemujaan para dewa. Dalam membangun bangunan suci itu ada benda-benda yang ditanam yang disebut peripih. “Ada yang disebut dengan peripih. Itu sesuatu yang ditanam. Sampai masa yang lebih modern di Jawa dan di Bali ada kebiasaan menanam (pendeman) untuk bangunan suci. Ini cara untuk menarik energi alam semesta yang positif,” jelas arkeolog Universitas Gadjah Mada, Djaliati Sri Nugrahani kepada Historia. Djaliati menjelaskan bahwa peripih adalah benda-benda yang diletakkan dalam satu wadah. Wadah ini yang kemudian akan ditanam oleh para pembangun candi di tempat-tempat tertentu di dalam candi. “Jangan salah kaprah, peripih itu isinya, bukan kotak atau wadahnya, wadahnya namanya kotak peripih,” tegasnya. “Bendanya bermacam-macam, ada yang disebut nawaratna atau sembilan permata, ini mewakili delapan dewa di penjuru mata angin, lalu ada pula yang diisi biji-bijian. Kalau di Bali kan ada misalnya yang memendam kepala kerbau.” Menurutnya, pemilihan benda itu tergantung dari tujuan pembangunan candi. Misalnya, untuk candi yang diperuntukkan memuja kesuburan, maka peripih akan berwujud biji-bijian. Sementara yang berupa nawaratna biasanya khusus untuk pemujaan dewa. Lebih lanjut, berdasarkan letaknya, bervariasi. Paling umum ditemukan di sumuran candi berupa rongga memanjang seperti sumur, di bawah arca perwujudan, dalam bilik candi. “Tidak bisa digeneralisir, bisa juga di pinggir-pinggir pintu masuk, atau di bawah kemuncak,” papar dosen yang biasa dipanggil Nia itu. Sementara, R. Soekmono dalam disertasinya, Candi, Fungsi, dan Pengertiannya menulis, peripih diartikan sebagai wadah zat inti kedewaan dari Sang Dewa. Peripih bisa ditemukan baik pada candi Hindu maupun candi Budha. “Peripih adalah wahana kehadiran dewa. Ia dianggap lebih penting dari arca yang hanya representasi dari bentuk luar sang dewa,” tulisnya. Soekmono juga melengkapi pembahasannya soal abu yang sering ditemukan sebagai pendaman di dasar candi. Menurutnya ini yang sering mengecoh masyarakat, bahwa candi adalah makam. Kenyataannya, abu itu bukan abu manusia (raja), tetapi abu binatang yang dijadikan korban. “Peripih memberi hidup pada candi, memberi benih agar garbhagrha (bilik candi, red) mempunyai kekuatan dan esensi dewa yang dipuja dan yang arcanya ada di garbhagrha itu,” tulis Edi Sedyawati dalam Candi Indonesia: Seri Jawa. |