GH Dhafi Quiz Find Answers To Your Multiple Choice Questions (MCQ) Easily at gh.dhafi.link. with Accurate Answer. >>
Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia :
Apa itu gh.dhafi.link??gh.dhafi.link Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung. tirto.id - Pemilu 1977 merupakan ajang pemilihan umum kedua rezim Orde Baru setelah sebelumnya dilakukan pada 1971 yang dimenangkan telak oleh Golkar dan memantapkan posisi Soeharto sebagai presiden. Ada catatan sejarah penting dalam penyelenggaraan “pesta demokrasi" ini, yakni peleburan atau fusi partai politik (parpol) peserta pemilu. Terdapat 9 parpol ditambah 1 organisasi masyarakat (ormas), yakni Golkar, yang menjadi kontestan dalam Pemilu 1971. Dua tahun berselang, pada 1973, MPR mengeluarkan ketetapan tentang GBHN yang menegaskan mengenai perlunya pengelompokan organisasi peserta pemilu. Artinya, parpol-parpol yang dianggap “sejenis" akan difusikan. Kelompok pertama melakukan fusi adalah partai-partai politik berideologi Islam, yakni Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam PERTI. Dikutip dari buku Strategi PPP 1973-1982 karya Umaidi Radi, keempat partai Islam ini melebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhitung sejak 5 Januari 1973.
Djarnawi Hadikusumo, Ketua Parmusi, mengatakan, penggabungan partai-partai politik berideologi Islam menjadi PPP ini tidak menemui kendala berarti karena sesuai dengan rencana yang dicanangkan pada Kongres Umat Islam 1969. Lima hari berselang, tanggal 10 Januari 1973, giliran kelompok nasionalis, plus dua partai agama non-Islam, yang meleburkan diri, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) serta Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Hasil fusinya menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di tengah-tengah dua kubu itu, Golkar, pendatang baru yang langsung memenangkan Pemilu 1971 dengan telak, tetap berstatus sebagai organisasi masyarakat, dan inilah kendaraan politik Orde Baru yang amat dibutuhkan Soeharto untuk melanggengkan kekuasaan.
Baca juga:
Di Balik Siasat FusiGagasan fusi sebenarnya sudah pernah tertuang dalam pidato Presiden Soeharto dalam Kongres XII PNI tanggal 11 April 1970 di Semarang. Sebelum itu, wacana penyederhanaan partai-partai politik sudah tertuang dalam Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966. Tulisan Manuel Kaisiepo berjudul “Dilema Partai Demokrasi Indonesia: Perjuangan Mencari Identitas" dalam Majalah Prisma No. 12 edisi Desember 1981 mengungkapkan, gagasan penyederhanaan partai atau fusi partai awalnya diterima dengan baik oleh partai-partai Islam dan partai-partai berhaluan nasionalis. Gagasan tersebut sempat diwacanakan menjelang Pemilu 1971. Namun, lantaran terjadi pro dan kontra, termasuk penolakan dari Partai Kristen Indonesia dan Partai Katolik, maka rencana penyederhanaan partai-partai politik belum bisa diterapkan di pemilu pertama rezim Orde Baru tersebut. Penyederhanaan partai-partai politik peserta pemilu tentu saja bukan tanpa alasan. Rully Chairul Azwa dalam Politik Komunikasi Partai Golkar di Tiga Era (2009) memaparkan, setelah dilakukan kebijakan fusi partai-partai politik pada 1973 itu, posisi Golkar semakin kuat di antara dua kekuatan politik lainnya, yakni PPP dan PDI. Selain itu, partai-partai hasil fusi ternyata tidak lantas bisa bebas bergerak begitu saja. Soeharto melalui jejaring kekuasaannya berhasil menyetir PPP dan PDI lewat Direktorat Sospol di TNI AD dan Kementerian Dalam Negeri. Identitas asli partai-partai yang berfusi pun perlahan digerus sehingga hanya menyisakan dua ideologi besar, yakni partai Islam dan partai nasionalis. PPP, PDI, dan Golkar pun bertarung di Pemilu 1977 untuk memilih calon anggota DPR dan DPRD. Sementara presiden menjadi ranah MPR dan Soeharto lewat segala cara selalu bisa memastikan bahwa ia yang akan tetap menduduki kursi kekuasaan.
Baca juga:
Manipulasi yang dilakukan rezim Orde Baru semakin kuat pada Pemilu 1977 ini. Pemilihan menggunakan sistem proporsional daftar tertutup. Pemilih tidak dapat melihat wajah dan mengetahui nama calon-calon anggota parlemen yang seharusnya akan dipilih, dan hanya bisa mencoblos partai politik. Hasilnya pun sudah dapat diperkirakan. Golkar menang telak dengan perolehan 62,1 persen suara dan memperoleh 232 kursi di DPR. Di posisi kedua ada PPP dengan 29,2 persen suara (99 kursi DPR, dan PDI menduduki tempat ketiga dengan 8,6 persen suara (29 kursi DPR). Golkar lagi-lagi dominan, Soeharto pun tetap nyaman di puncak kekuasaan.
Baca juga
artikel terkait
SEJARAH PEMILU
atau
tulisan menarik lainnya
Indira Ardanareswari
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Sebutkan lah nama tokoh kish para rasul 2:1-47 QUISbagaimana cara menjadi mermaid?? 40. Dalam mekanisme pemilihan raja baru zaman Romawi periode kerajaan, jika dalam waktu lima hari Senat belum berhasil memilih raja baru, interrex yan … kapankah indonesia merdeka khalifa umar bin khattab berhasil mengelola baitul mal dengan baik sehingga kondisi ekonomi umat islam meningkat. Saat ini, di negara kita muncul amil … Demokrasi pemerintahan itu merupakan hak asasi / HAM dalam rakyat untuk mempertahankan/ mengatur/ melindungi diri sendiri adalah pemikiran dari seroan … Bahasa jurnalistik dipilih melalui proses perencanaan dan bahkan hasil kajian yang sangat panjang. Setiap media biasanya memiliki buku podoman atau pa … Bagaimana perkembangan kehidupan politik dan ekonomi Indonesia di masa orde baru ? 1). Tuliskan pengertian penelitian sejarah menurut para ahli, 2). Tuliskn langkah" penelitian sejarah (di sertai pengertiannya)........ Sistem legislatif yang dianut Indonesia dengan Amerika Serikat.berbeda. Jelaskan! |