Potensi Tenaga angin dapat ditemukan di kawasan

Potensi Tenaga angin dapat ditemukan di kawasan

Potensi Tenaga angin dapat ditemukan di kawasan

Ini 8 Negara Pengguna Tenaga Angin Terbesar Dunia

JAKARTA - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, menempatkan Indonesia sebagai negara pemilik PLTB terbesar se-Asia Tenggara.

Dengan total 30 turbin angin (wind turbin generator/WTG) yang memiliki ketinggian 80 meter dan baling-baling sepanjang 57 meter, PLTB pertama kebanggaan Indonesia ini mampu menghasilkan listrik sebesar 75 megawatt (MW).

Kendati demikian, capaian Indonesia tersebut terbilang masih jauh bila dibandingkan sejumlah negara yang telah lebih dulu memanfaatkan tenaga angin sebagai sumber energinya. Negara-negara ini telah memiliki PLTB dengan kapasitas terpasang belasan hingga ratusan gigawatt (GW). Berdasarkan data Global Wind Energy Council (GWEC), pada 2017 total kapasitas terpasang PLTB di seluruh dunia mencapai 539,123 GW. Sementara, 8 negara terbesar pengguna tenaga angin dunia di 2017 adalah sebagai berikut.

1. China, dengan total kapasitas terpasang 188,39 GW.2. Amerika Serikat, dengan total kapasitas terpasang 89,07 GW.3. Jerman, dengan total kapasitas terpasang 56,13 GW.4. India, dengan total kapasitas terpasang 32,84 GW.5. Inggris, dengan total kapasitas terpasang 18,87 GW.6. Prancis, dengan total kapasitas terpasang 13,75 GW.7. Brasil, dengan total kapasitas terpasang 12,76 GW.8. Kanada, dengan total kapasitas terpasang 12,23 GW.

  • energi terbarukan
  • pembangkit listrik tenaga bayu (pltb)

Lima wilayah di Indonesia terdeteksi memiliki potensi energi angin untuk dapat dikonversi menjadi sumber tenaga listrik sebesar 100 MW.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), wilayah sebaran tersebut adalah Sukabumi (170 MW), Garut (150 MW), Lebak dan Pandeglang (masing-masing 150 MW) serta Lombok (100 MW).

Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyatakan akan terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), karena Indonesia memiliki potensi yang sangat luar biasa besar salah satunya energi angin.

Sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang panjang, Indonesia juga menjadi negara yang memiliki potensi energi angin yang besar. Sebut saja wilayah Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan yang berpotensi menghasilkan energi listrik dari angin hingga lebih dari 200 megawatt (MW). 

Saat ini, di kedua wilayah tersebut telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dengan kapasitas 75 MW di Sidrap dan di Jeneponto kapasitasnya 72 MW.

Selain lima wilayah tersebut di atas, wilayah lain yang memiliki potensi energi angin dibawah 100 MW antara lain, Gunung Kidul (10 MW) dan Bantul (50 MW) di DIY Yogyakarta, Belitung Timur (10 MW), Tanah Laut (90 MW), Selayar (5 MW), Buton (15 MW), Kupang (20 MW), Timur Tengah Selatan (20 MW),dan Sumba Timur (3 MW).

Kemudian, di Nusa Tenggara Timur serta Ambon (15 MW) Kei Kecil (5 MW) dan Saumlaki (5 MW) di Ambon. Di lokasi-lokasi tersebut terdapat beberapa lokasi potensial dan sedang dilakukan pengembangan oleh pengembang listrik swasta.

Pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk energi angin sebagai tulang punggung energi nasional akan terus diupayakan pemerintah guna mencapai target bauran energi nasional sebesar 23% yang berasal dari EBT pada 2025. (ant)

Potensi Tenaga angin dapat ditemukan di kawasan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, target bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2025 paling sedikit 23% dan 31% pada tahun 2050. Target kapasitas PLT-Angin (Pembangkit Listrik Tenaga Angin) pada tahun 2025 yakni 255 MW. Sementara hingga tahun 2020 PLT-Angin baru terpasang sekitar 135 MW dengan perincian 75 MW di daerah Sidrap dan sebesar 60 MW di daerah Janeponto). Dengan demikian pengembangan energi angin di Indonesia masih menjadi tantangan nasional.

Ketersediaan peta potensi energi angin yang akurat di seluruh wilayah Indonesia sangat diperlukan sebagai langkah awal dalam identifikasi dan pemilihan lokasi proyek energi angin. Peta tersebut memberikan informasi mengenai karakteristik angin di berbagai wilayah seperti kecepatan angin rata-rata, kecepatan maksimum dan minimum yang dapat dikonversi menjadi peta rapat daya dan peta energi tahunan (dalam kWh/ atau W/m2 ). Informasi tersebut sangat berguna sebagai dasar penentuan lokasi dan pemilihan teknologi turbin yang tepat.

Penyediaan data potensi energi angin offshore memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, mulai dari kesulitan dalam membangun struktur pondasi yang kuat, instalasi power supply, transfer data hingga pemeliharaan yang sulit jika terdapat kerusakan. Kesulitan tersebut menyebabkan pengukuran angin offshore membutuhkan biaya jauh lebih mahal dibandingkan di darat, padahal data pengukuran angin offshore yang beresolusi tinggi sangat berguna untuk estimasi potensi angin yang akurat.

Salah satu upaya untuk mempercepat pemanfaatan sumber daya angin, Badan Litbang ESDM melalui P3TKEBTKE telah mengembangkan metode perhitungan potensi energi angin dengan membuat peta potensi energi angin Indoesia resolusi 5 km di tahun 2016. Pada tahun 2020, peta tersebut perbaharui dengan memperpanjang periode inputan model kemudian menghitung potensi energi angin onshore dan offshore Indonesia. Selanjutnya untuk menggambarkan potensi energi angin Indonesia, hasil pemodelan tersebut ditampilkan dalam peta distribusi kecepatan angin onshore dan offshore, peta distribusi kecepatan angin per musim, peta distribusi rapat daya angin (Wind Power Density/WPD), dan peta distribusi produksi energi tahunan (Annual Energy Production/AEP). Verifikasi model dilakukan terhadap data pengukuran 111 stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan 11 lokasi pengukuran Pusat Penelitian Pengembangan Geologi dan Kelautan (P3GL-KESDM). Verifikasi dilakukan dengan menghitung bias dan root mean square error (RMSE) antara hasil model dan data pengukuran. 

Berdasarkan hasil pemetaan distribusi kecepatan angin, didapat kecepatan angin yang tinggi (6 - 8 m/s) di onshore terjadi di pesisir selatan pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Maluku, dan NTT. Sementara kecepatan angin di daerah offshore menunjukkan angka lebih dari 8 m/s terjadi di Offshore Banten, offshore Sukabumi, offshore Kupang, offshore Pulau Wetar, dan offshore Kab Jeneponto, dan offshore Kab Kepulauan Tanimbar. Kecepatan angin maksimum terjadi pada periode Juni, Juli, Agustus (JJA) saat terjadi monsun Australia sedangkan minimum terjadi pada periode Maret, April, dan Maret (MAM) saat peralihan monsun Asia ke monsun Australia.

WPD di lokasi Sukabumi, Pandeglang, Yogyakarta bagian selatan, Kupang, Sulawesi Selatan, Maluku, mencapai 400–500 watt/m2 termasuk dalam kelas good. Offshore Banten, offshore Sukabumi, offshore Kupang, offshore Pulau Wetar, dan offshore Kab Jeneponto, dan offshore Kab Kepulauan Tanimbar memiliki kelas WPD excellent (500 – 600 watt/m2 ). AEP untuk wilayah onshore Sukabumi, Pandeglang, Yogyakarta bagian selatan, Kupang, Alor, dan Maluku dengan turbin Bonus 1 MW menghasilkan 4 – 5 GWh/year. Area dengan AEP 5 - 6 GWh/year terdapat di wilayah offshore Pandeglang, offshore Kabupaten Sukabumi, offshore Kabupaten Jeneponto, offshore Kupang, offshore Pulau Wetar, dan offshore Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Selain itu, untuk mengetahui potensi energi angin secara detail, di tahun 2020 ini P3TKEBTKE juga melakukan pre-Feasibility study terhadap dua lokasi yang memiliki menara ukur angin, yaitu Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur dan Saumlaki, Maluku. Potensi energi angin onshore di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur didapat kecepatan angin rerata di ketinggian 50 m, 30 m, dan 20 m berurutan adalah 5,82 m/s, 5,69 m/s, dan 5,23 m/s, arah angin dominan dari tenggara, kecepatan angin harian di ketinggian 50 m merata sepanjang hari dengan kecepatan angin maksimum dan cenderung seragam terjadi di siang-sore hari pukul 10.00-17.00 (7 jam) dengan kecepatan sekitar 6 m/s, sedangkan kecepatan angin di pukul 17.00 – 10.00 berkisar antara 5,4 m/s – 5,9 m/s. Sementara untuk potensi energi angin onshore di Saumlaki, Maluku didapat kecepatan angin rerata di ketinggian 50 m, 30 m, dan 20 m berurutan adalah 5,20 m/s, 4,37 m/s, dan 3,66 m/s, arah angin dominan dari tenggara, kecepatan angin harian di ketinggian 50 m merata sepanjang hari dengan kecepatan angin maksimum dan cenderung seragam terjadi di siang hari pukul 11.00-14.00 (3 jam) dengan kecepatan sekitar 6 m/s, sedangkan kecepatan angin di pukul 14.00 – 11.00 berkisar antara 4,6 m/s – 5,9 m/s.

Potensi Tenaga angin dapat ditemukan di kawasan

Gambar 1. Peta distribusi kecepatan angin onshore dan offshore Indonesia

Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan yang cukup besar, salah satunya energi angin.  Sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang panjang, Indonesia juga menjadi negara yang memiliki potensi energi angin yang besar.

Potensi Tenaga angin dapat ditemukan di kawasan

Ilustrasi: Pekerja melintas di dekat baling-baling yang akan dirakit di Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo I di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Rabu (4/4/2018). - JIBI/Paulus Tandi Bone