Tafsir Surah al-Isra>’ (17) Ayat 32 - Larangan Mendekati Zina oleh RIOANDERTA.COM
A. Surah al-Isra>’ (17) : 32 وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا “ Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” B. Munasabah Ayat
Pada ayat sebelumnya Allah Ta’ala, telah melarang membunuh anak dengan alasan takut miskin. Pada ayat ini, Allah menjelaskan larangan berbuat maksiat yakni zina. Jika dilihat sepintas lalu tidak terdapat hubungan antara ayat ini dengan ayat sebelumnya, ayat ini berbicara tentang zina sedang yang sebelumnya berbicara mengenai larangan bersikap kikir, boros dan membunuh anak dengan alasan takut miskin. Akan tetapi jika dilihat lebih mendalam, maka terlihatlah kerterkaitan antara ayat-ayat tersebut. Paling tidak ada dua pokok yang mendasar, pertama [1] surah al-Isra> (17) : 32 mulai dari ayat 23-41 adalah berbincang mengenai persoalan yang harus dipatuhi oleh umat Islam. Al-Hijazi memberi topik ayat-ayat tersebut “Dasar-dasar berdirinya masyarakat Islam” yaitu terdiri dari ketauhidan, ibadah, penghormatan kepada orang tua, kepedulian kepada masyarakat tertindas, jangan membunuh anak, jangan berzina, dan lain-lain. Jadi, memelihara anak dan mencegah perbuatan zina adalah bagian dari tonggak berdirinya masyarakat Islam. Dengan demikian, hubungan ayat 32 dengan ayat sebelumnya 31 adalah keduanya sama-sama menjadi pondasi bagi berdirinya masyarakat Islam. Kedua[2], membunuh anak terkadang merupakan tindak lanjut dari perbuatan zina, sebagai mana terjadi di tengah-tengah masyarakat modern saat ini. Baca Juga:Larangan Melunakkan Ucapan (Genit) dan Bertingkah Laku JahiliyahTafsir Surah An-Nuur (24) Ayat 30-31 - Perintah untuk Menundukan (Menjaga) PandanganLebaran Saatnya Berbagi Maaf dan Menjadi Ahli Surga C. Tafsirnya
Al-Ishfihani berkata “الزِّنَى” secara harfiah kata ini semakna dengan fajara, yang berarti rusak atau berbuat dosa. Istilah az-zina> dalam ayat ini berarti “Hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan, tanpa didahului oleh akad nikah yang syar’i[3]. Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir berkata: bahwa Allah Ta’ala, melarang hamba-hamba-Nya berbuat zina, begitu pula mendekatinya dan melakukan hal-hal yang mendorong dan menyebabkan terjadinya zina [4]. Larangan melakukan zina diungkapkan dengan (وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى) “Janganlah kamu mendekati zina” menurut penulis ungkapan ini maknanya lebih mendalam dari pada perkataan (وَلاَتَزَنُّوا) “Janganlah kalian berbuat zina”, dapat dipahami bahwa jika yang digunakan kalimat (وَلاَتَزَنُّوا) “Janganlah kalian berbuat zina” maka yang diharamkan Allah adalah hanya zina saja, sedangkan segala sesuatu yang mendekatinya (zina) tidak haram. Jika demikian maka kurang mendalam maknanya. Oleh karena itu Allah Ta’ala menggunakan kalimat (وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى) “Janganlah kamu mendekati zina”, yang mana maknanya sangatlah mendalam dan memberi kesan yang sangat tegas. Yaitu segala sesuatu yang mendekati zina sudah dilarang (haram), terlebih lagi melakukannya sudah sangat jelas diharamkan [5].
Dalam pengamatan sejumlah ulama Tafsir, ayat-ayat yang menggunakan kata “jangan mendekati” seperti ayat di atas, biasanya merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa/nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian, larangan mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu yang berpotensi kepada langkah melakukannya [6].
Kata “الفاحشة” dalam ayat ini menurut al-Maraghi ialah perbuatan yang nyata keburukannya [7]. Sedang menurut al-Istihani secara harfiah berarti keji atau jorok. Dan ia mendefinisikan al-Fah}isyah sebagai “suatu perbuatan atau perkataan yang sangat keji atau kotor”, selain itu istilah al-Fah}isyah juga merupakan kina>yah dari zina [8]. Senada dengan itu Ibnu katsir menyatakan bahwa hal itu merupakan dosa yang sangat besar dan merupakan hal yang paling buruk [9]. Dapat dipahami al-Fah}isyah ialah suatu perbuatan yang amat tercela dan telah nyata keburukannya serta merupakan dosa yang sangat besar.
M. Quraish Shihab kata “ سَاء سَبِيلاً” dipahami sebagai jalan yang buruk karena ia mengantarkan menuju neraka. [10] Dengan pengungkapan seperti ini (وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً) maka dapat dapat dipahami bahwa larangan melakukan zina adalah larangan amat tegas dan keras serta merupakan dosa yang amat besar, sebagaimana telah dilarang mendekatinya. Sehingga perbuatan ini benar-benar harus dijauhi.
Menurut Buya Hamka zina yaitu segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah, atau yang tidak sah nikahnya [11]. Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Menurut penulis, Islam menutup rapat-rapat semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan. Atas dasar ini, disaat Allah Ta’ala melarang perbuatan zina, maka Allah Ta’ala melarang semua perantara yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Zina adalah perbuatan haram, maka semua perantara/wasilah yang dapat mengantarkan kepada zina juga haram hukumnya. Menurut penulis perkara-perkara yang dapat mengantarkan seseorang kepada zina adalah sebagai berikut: 1) Pandangan mata yang liar Penglihatan adalah nikmat Allah Ta’ala yang sejatinya disyukuri hamba-hambanya. Allah Ta’ala berfirman: وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“ Dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl (16) : 78)
Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya. Justru digunakan untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Untuk melihat/mamandang yang tidak halal baginya, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti film-film porno, majalah-majalah porno, nyanyian yang berisi ajakan buruk [12]. Pandangan adalah perantara menuju zina, atas dasar inilah Allah Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan[13].
Rasulullah SAW bersabda: حَدَّثَنِي مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَشْبَهَ بِاللَّمَمِ مِمَّا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ وَقَالَ شَبَابَةُ حَدَّثَنَا وَرْقَاءُ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ[14]
“ Telah menceritakan kepadaku Mahmud bin Ghailan telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah memberitakan kepada kami Ma'mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Ibnu 'Abbas mengatakan, belum pernah kulihat sesuatu yang lebih mirip dengan dosa-dosa kecil daripada apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, ia pasti melakukan hal itu dengan tidak dipungkiri lagi, zina mata adalah memandang, zina lisan adalah bicara, jiwa mengkhayal dan kemaluan yang akan membenarkan itu atau mendustakannya". Dan Syababah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Warqa' dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.”
Sabda Rasulullah saw lainnya: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا أَبُو هِشَامٍ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ [15]
Menurut penulis, berdasarkan sabda Rasul SAW di atas maka telah jelas bahwa mata dapat berzina yakni dengan melihat, bahkan dapat menghantarkan pada zina yang lebih besar yakni farji. Dalam sabdanya yang lain Rasul SAW, bersabda bahwa pandangan yang boleh hanyalah pandangan pertama, dan yang selanjutnya adalah terlarang. Sebagaimana hadis yang di riwayatkan ad-Darimi berikut ini: أَخْبَرَنَا أَبُو الْوَلِيدِ الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ أَبِي الطُّفَيْلِ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ لِي قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ الْأُولَى لَكَ وَالْآخِرَةَ عَلَيْكَ[16]
2) Khalwat
Menurut Buya Hamka, apabila seorang laki-laki dengan seorang perempuan telah berdekat, susah mengelakkan tumbuhnya gelora syahwat, karena pada diri laki-laki ada syahwat bersetubuh dan pada perempuan pun ada.[17] Marion Hylard [18], mendapat kesimpulan yang kuat tentang pengaruh naluri perempuan sebagai perempuan, yang membangkitkan nafsu sex. Menurut beliau tempat yang sepi berdekatan berdua, persinggungan kulit sesama kulit, persentuhan ujung jari sekalipun, apalagi disertai oleh rabaan dan ciuman, semuanya itu adalah pembangkit syahwat perempuan yang terpendam dalam diri seorang perempuan. Disaat itu tibalah waktu mereka tidak dapat menguasai diri lagi. Sehingga terjadilah sebuah persetubuhan (zina).
Para peneliti di Universitas Valencia menegaskan bahwa seorang yang berkhalwat dengan wanita (yang bukan mahram) menjadi daya tarik yang akan menyebabkan kenaikan sekresi hormon kortisol [19]. Sebagaimana sabda Rasul SAW, larangan berkhalwat; حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ كِلَاهُمَا عَنْ سُفْيَانَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُا سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَلَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَإِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ و حَدَّثَنَاه أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ عَمْرٍو بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ يَعْنِي ابْنَ سُلَيْمَانَ الْمَخْزُومِيُّ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ[20]
Sabda Rasul SAW lainnya: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ الْمُبَارَكِ أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُوقَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَطَبَ النَّاسَ بِالْجَابِيَةِ فَقَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ مَقَامِي فِيكُمْ فَقَالَ اسْتَوْصُوا بِأَصْحَابِي خَيْرًا ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَبْتَدِئُ بِالشَّهَادَةِ قَبْلَ أَنْ يُسْأَلَهَا فَمَنْ أَرَادَ مِنْكُمْ بَحْبَحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا وَمَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ[21] “ Telah menceritakan kepada kami Ali Bin Ishaq telah memberitakan kepada kami Abdullah yaitu Ibnul Mubarak telah memberitakan kepada kami Muhammad Bin Suqah dari Abdullah Bin Dinar dari Ibnu Umar bahwa Umar Bin Al Khaththab berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus) dan berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di hadapan kami seperti aku berdiri di hadapan kalian, kemudian beliau bersabda: "pujilah para sahabatku dengan kebaikan, kemudian kepada orang-orang setelah mereka, kemudian kepada orang-orang setelah mereka, kemudian setelah itu akan menyebar kedustaan, sehingga seorang lelaki memulai bersaksi sebelum dia ditanya, maka barangsiapa ingin mencium baunya syurga, hendaknya dia berpegang teguh kepada Jama'ah karena sesungguhnya setan beserta orang yang sendirian, sedangkan dari dua orang dia akan menjauh, janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin." Menurut penulis, hasil penelitian dari Universitas Valencia telah menjelaskan dan membuktikan kepada kita kenapa rasulullah SAW melarang kita untuk berkhalwat. Berkhalwat hanyalah membawa banyak kemudharatan kepada kita yang pada akhir akan menghantarkan dan membuat kita terjatuh pada jebak setan yaitu perzinahan. 3) Ikhtilat Makna ikhtilat secara bahasa berasal dari kata ikhtalatha-yakhtalithu-ikhtilathan, maknanya bercampur dan berbaur. Maksudnya bercampurnya laki-laki dan wanita dalam suatu aktifitas bersama, tanpa ada batas yang memisahkan antara keduanya[22]. Berbeda dengan khalwat yang bersifat menyendiri, ikhtilat terjadi secara kolektif dan bersama. Di mana laki-laki dan wanita dalam jumlah yang lebih dari dua orang berbaur dalam suatu keadaan tanpa dipisahkan dengan jarak. Yang dijadikan titik perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah masalah pemisahan antara kedua jenis kelamin ini. Sebagian ulama memandang bahwa pemisahan itu harus dengan dinding, baik yang terbuat dari tembok ataupun dari kain tabir penghalang yang tidak tembus pandang. Namun sebagian ulama lain mengatakan bahwa pemisahan cukup dengan posisi dan jarak saja, tanpa harus dengan tabir penutup. Ikhtilat yang dibolehkan ialah hanya dalam dua hal yakni terpaksa (Dharurah) dan keperluan (Hajat) [23]. Menurut penulis, khalwat telah jelas keharamannya, sedangkan ikhtilat masih terjadi perbedaan di kalangan ulama, yakni mengenai pemisahan kedua jenis kelamin tersebut. Penulis sependapat dengan ulama yang mengatakan pemisahan tersebut cukup dengan posisi dan jarak saja, serta harus tetap memperhatikan etika pergaulan. 4) Tidak menutup aurat Seiring dengan terjadinya era globalisasi, modernisasi, dan westernisasi. Umat Islam perlahan namun pasti telah mengikuti pola perilaku bangsa barat yang terbuka, umat Islam telah terbiasa membuka auratnya. Padahal telah jelas Allah Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk menutup aurat, menahan pandangan serta menjaga kemaluan, agar kita tidak terjerumus ke dalam perzinahan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah an-Nuur (24) : 30-31, al-Ahzab (33) : 59 dan al-Mu’minuun (23): 5-7. 5) Berbicara yang mendayu-dayu (genit/manja) يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا “ Wahai isteri-isteri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. al-Ahzab (33): 32) Dalam ayat ini telah jelas Allah Ta’ala telah melarang seorang wanita untuk tidak berbicara mendayu-dayu atau genit. Gaya bicara (intonasi) yang genit/manja ini akan membangkit gairah nafsu syahwat, yang pada akhirnya akan menjerumuskan seseorang pada perzinahan atau tindakan yang tidak menyenangkan. Maka dari itu hendaklah ucapkanlah perkataan yang baik dan tegas. 6) Pacaran/pergaulan bebas Menurut Guerney dan Arthur [24], pacaran adalah aktifitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan keluarga. Salah satu karakteristik dari pacaran yaitu adanya kedekatan atau keintiman secara fisik atau (physical intimacy). Keintiman (intimacy) tersebut meliputi berbagai tingkah laku tertentu, seperti berpegangan tangan, berciuman, dan berbagai interaksi prilaku seksual. Sedangkan menurut Duvall & Miller keintiman dalam berpacaran tersebut antara lain meliputi berpegangan tangan, ciuman, petting dan intercourse. Berdasarkan hal yang di atas dapat disimpulkan pacaran adalah kegiatan yang dilakukan dua orang yang berbeda jenis kelamin yang tidak menikah dan tidak ada hubungan keluarga, yang meliputi sejumlah prilaku yaitu berpegangan tangan, berciuman, petting dan intercourse. Menurut DeLamenter dan MacCorquodale [25], ada beberapa prilaku pergaulan dengan lain jenis (lawan jenis) yang biasa dilakukan masyarakat modern sekarang ini:
Berdasarkan definisi, serta gambaran menurut para pakar di atas maka dapatlah penulis simpulkan bahwa pacaran yang telah lumrah di kalangan muda-mudi sekarang ini adalah wasilah menuju perzinahan. Hal ini dikarenakan dalam perbuatan berpacaran itu sendiri sudah mengandung sekian banyak kemaksiatan, seperti memandang, menyentuh, dan berduaan dengan bukan mahram. Yang mana berdasarkan sabda Rasul SAW itu semua merupakan zina mata, lisan (mulut), hati, pendengaran, tangan dan kaki. Dan bahkan tidak jarang mereka yang berpacaran terjerumus pada zina yang lebih besar yakni zina farji.
مامن ذنب بعد الشرك اعظم عند الله من نطفة وضعها رجل رحم لا يحل له[31] “Tiada dosa yang lebih besar di sisi Allah sesudah syirik, dari tetesan sperma yang diletakkan dalam rahim yang haram baginya” Dikatakan demikian menurut penulis, karena zina merupakan perbuatan yang amat buruk dan telah nyata keburukannya. Dimana keburukan tersebut tidak hanya bagi pelaku zina melainkan orang-orang berada disekitarnya, terlebihlah keluarganya sendiri. Maka sangatlah wajar jika perbuatan zina tersebut dinilai sebagai dosa yang amat besar dan hampir menyamai syirik. Sabda Rasul SAW lainnya: من زنى بمرأة فتح الله عليه فى قبره ثمانية ابواب من النار يخرج من تلك الابواب عقارب وحيات الى يوم القيامة[32] “Siapa berzina dengan seorang wanita, maka Allah membukakan padanya dalam kuburannya delapan pintu dari neraka, dari pintu-pintu itu keluarlah kala jengking-kala jengking dan ular-ular sampai hari kiamat.” Hadis di atas menggambarkan kepada kita betapa buruknya tempat kembali bagi para penzina, di alam kubur mereka telah diberikan siksaan yang amat berat hingga hari kiamat tiba, terlebih lagi setelah hari perhitungan mereka akan di tempat di dalam neraka. Dapat dipahami bahwa perbuatan zina merupakan perbuatan yang sangat keji dan buruk, menyebabkan berbagai penyakit, hancurnya garis keturunan, menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, pembunuhan, merusak ketenangan berumah tangga, menghancurkan rumah tangga itu sendiri, merendahkan martabat manusia, merupakan dosa besar, mendapat hukuman/azab baik di dunia [33] dan akhirat. Oleh sebab itu Allah Ta’ala berfirman; “ Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra> (17): 32 Dengan penegasan bahwa mendekati perbuatan zina saja sudah dilarang, terlebih lagi melakukan perbuatan zina. Maka beruntunglah orang-orang mukmin yang menjaga kemaluannya dari perbuatan zina serta perbuatan yang mendekatkan diri pada perzinahan, sebagaimana Firman Allah Ta’ala; “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Mu’minu<n (23): 1-11) Menurut Penulis surah al-Mu’minu>n ini merupakan kabar gembira bagi mereka yang menjaga/memelihara kemaluannya dari perbuatan zina, mereka merupakan orang yang sangat beruntung. Dikatakan beruntung, karena mereka melaksanakan perintah Allah Ta’ala. Selain itu juga mereka yang menjaga diri dari perbuatan zina sudah barang tentu terbebaskan atau terhindar dari berbagai keburukan yang akan ditimbulkan oleh perbuatan zina. Dan di akhirat kelah jika mereka istiqamah dalam menjalankan perintah Allah maka mereka akan mewarisi syurga Firdaus dan kekal di dalamnya. [1] M. yusuf, Tafsir Ayat Ahkam (Jakarta:AMZAH,2011) h. 298 [2] Ibid., [3]Ibid., 296 [4]Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kas|ir, Tafsir Ibnu Katsir Juz 15, ter. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), h. 200 [5]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya; Edisi yang disempurnakan, Jilid V (Jakarta: Lembaga Percetakan al-Qur’an Depag, 2009), h. 472 [6] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Volume 7 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) h. 456 [7] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Juz 15, terjemahan Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly (\Semarang: Toha Putra), h. 55 [8] Lihat, Kadar M. yusuf, loc. cit., [9] Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kas|ir, op.cit., h. 201 [10] M. Quraish Shihab, op.cit., h. 457 [11] H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juz 15 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1983) h. 4047 [12] Lihat H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Juz 15., Ibid., [13] Lihat Deperteman Agama RI, Qur’an dan Terjemahan, an-Nuur [24] : 30-31 [14] Muhammad bin ‘Ismail abu ‘Abdullah al-Bukha>ri al-Ja’fi, S}ah}ih} al-Bukha>ri, Juz 8 (Beirut: Da>r T{auq an-Naja>h}, 1422 H.), h. 125 [15] Muslim bin al-Hajja>j Abu Husain al-Qusyari al-Naisa>buri, S}ah}ih} al-Muslim, Juz 4 (Beirut: Dar Ihya' Al-Turats Al-Arabi, tt) h. 2047 [16] ‘Abdullah bin ‘abd al-Rahman abu Muhammad al-Darimi, Sunan al-Darimi, Juz 3 (Saudi Arabiyah: Darul Mughni, 1412 H.) h. 1779 [17] H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Juz 15., op. cit., h. 4048 [18] Ibid., [19]Adapun Kortisol adalah hormon yang bertanggung jawab terjadinya stres dalam tubuh. Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh tetapi dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah, namun jika meningkat hormon dalam tubuh dan berulang terus proses tersebut, maka yang demikian dapat menyebabkan penyakit serius seperti penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dan berakibat pada diabetes dan penyakit lainnya yang mungkin meningkatkan nafsu seksual. Lihat http://www.jurnalhajiumroh.com, Penjelasan Ilmiah Larangan Pria dan Wanita Bukan Mahram Berduaan. [20] Muslim bin al-Hajja>j Abu Husain al-Qusyari al-Naisa>buri, op.cit., h. 978 [21]Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad al-Ima>m Ahma>d bin Hanbal, Juz 1 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1421 H.) h. 268 [22] Ahmad Sarwat, Perbedaan Ikhtilat dan Khalwat (http://blog.re.or.id.), di akses 15 Juni 2013 [23] Ibid., [24] Lihat Lesti Laurika S, Skripsi; Gambaran Kecerdasan Emosional pada Remaja yang Berpacaran, (USU, 2008), h. 23 [25] Ibid., [26] Yatimin, Etika Seksual dan Penyimpangan dalam Islam; Tinjauan Psikologi Pendidikan dari Sudut Pandang Islam (Jakarta: AMZAH, 2003), h. 102-103 [27] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Edisi yang disempurnakan, Jilid V., op.cit., h. 472-473 [28] Ibid., [29] Ibid., [30] UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya Juz 15., op.cit., h. 569 [31] Ibid., h. 174 [32] Ibid., [33] Hukuman bagi seorang pezina di dunia yakni, berdasarkan Surah An-Nu>r [24]: 2-3, pelaku zina itu dikategorikan kepada dua macam, yaitu gadis (bikr) atau perjaka dan yang sudah pernah menikah (muhshan). Adapun yang pertama hukumannya cambuk seratus kali, kemudian jika dia masih hidup diasingkan atau diusir selama satu tahun. Dan hukuman bagi pezina yang sudah pernah menikah adalah rajam, yaitu dengan mengubur badannya separuh di persimpangan jalan kemudian dilempar batu sampai mati. Lihat Kadar M. Yusuf, Tafsir Ahkam., op.cit., h. 300-304 |