Pelajaran apa saja yang dapat kita ambil dari sejarah KEMUNDURAN kerajaan Usmani

Metrik

  • visibility 9626 kali dilihat
  • get_app 34 downloads

Tulisan ini mengkaji tentang dinamika pendidikan pada tiga kerajaan besar dalam sejarah kerajaan Islam yakni Moghul, Utsmani dan Safawi. Ketiga kerajaan ini pernah berjaya pada masanya dan akhirnya mengalami kemunduran yang luar biasa. Faktornya bermacam-macam salah satu diantaranya disebabkan karena kurangnya perhatian kerajaan pada bidang pendidikan. Persoalan pokok pada kajian ini adalah menguraikan bagaimana sistem pendidikan pada tiga kerajaan tersebut dan pendidikan yang seperti apa yang menjadi fokus dari ketiga kerajaan ini. Kajian ini menggunakan metode penelitian pustaka dengan pendekatan studi komparatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa (1) Pada Kerajaan Usmani kegiatan pendidikan yang sangat nampak pada dasarnya adalah pendidikan kemiliteran dan pemerintahan; kehidupan seni, budaya (arsitektur), bidang keilmuan, dan ilmu-ilmu keagamaan. (2) Pada Kerajaan Safawi, pendidikan yang menonjol adalah bidang perekonomian; kehidupan seni budaya arsitektur, bidang keilmuan dan ilmu-ilmu keagamaan (3) Pada Kerajaan Moghal kegiatan pendidikan yang nampak berkembang adalah kegiatan pendidikan disegala bidang seni. Kesimpulan dari kajian ini adalah setiap kerajaan memiliki model, cara dan tujuan yang berbeda dalam mengembangkan dunia pendidikan berdasarkan kepentingan Negara di masa depan.

Pelajaran apa saja yang dapat kita ambil dari sejarah KEMUNDURAN kerajaan Usmani

Pelajaran apa saja yang dapat kita ambil dari sejarah KEMUNDURAN kerajaan Usmani
Lihat Foto

Historical Collection

Rakyat Turki berkumpul untuk mendengar proklamasi Republik Turki setelah Revolusi Turki Muda pada 24 Juli 1908.

KOMPAS.com - Di abad ke-15 sampai ke-17, Kekaisaran Turki Usmani berada pada puncak kejayaannya.

Peradaban Turki Usmani sangat maju, mengalahkan kerajaan-kerajaan Eropa.

Di masa kepemimpinan Sultan Sulaiman I (1520-1566), kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan perdagangan berkembang pesat.

Namun setelah sang Sultan wafat, Turki Usmani mengalami kemunduran. Seperti peradaban hebat lainnya, Turki Usmani runtuh juga.

 Baca juga: Sejarah Berdirinya Turki Usmani

Dikutip dari Peradaban Turki (2019), ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Turki Usmani:

  • Pengganti Sultan Sulaiman I tidak ada yang cakap dalam mengendalikan sistem pemerintahan
  • Pengangkatan bawahan tidak lagi didasarkan pada kemampuan mengatur daerah, namun pada perasaan suka atau tidaknya sang sultan
  • Korupsi merajalela dan gaya hidup berfoya-foya. Sikap ini menyimpang dari ajaran Islam
  • Terjadi pemberontakan pasukan bayaran yang membangkang

Selain disebabkan kesalahannya sendiri, ada faktor eksternal yang mendorong kemunduran Turki Usmani:

  • Ancaman dari Dinasti Shafawi yang semakin kuat
  • Beberapa daerah di Semenanjung Balkan berturut-turut melepaskan diri dari Kekaisaran Usmani
  • Kekalahan dalam perang melawan Rusia di abad ke-18

Baca juga: Kejayaan Turki Usmani

Kekalahan dan kemunduran ini membuat Turki Usmani dijuluki oleh negara-negara lain sebagai The Sick Man of Europe.

Kondisi ini terus berlanjut hingga Sultan Hamid II naik tahta pada 1876.

Pemerintahannya yang otoriter memicu munculnya pemberontakan. Gerakan Turki Muda dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk. Ia juga didukung oleh tentara.

Pada Juli 1908, Revolusi Turki Muda meletus. Revolusi itu berhasil menggulingkan Kekaisaran.

Turki berganti menjadi republik dengan Mustafa Kemal Ataturk sebagai presiden pertamanya.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Mustafa Kemal Ataturk, Presiden Pertama Turki

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Sejarah kerajaan Turki Usmani mulai dari masa awal terbentuknya di abad ke 13 M, sampai dengan keruntuhannya di abad ke 20 awal, memang sangat berliku. Ada banyak sejarah gelap seperti perang, pemberontakan, penghianatan dan juga contoh kesetiaan yang bisa diambil hikmahnya.


Awal Keruntuhan

Kesultanan Turki Usmani berakhir saat sultan terakhir Turki Usmani, Sultan Abdul Hamid II, diasingkan ke Salonika. Inggris adalah biang keladi semua kehancuran yang terjadi di kesultanan tersebut. Sejak pertama kali menyerang Istambul, Inggris terus berusaha meruntuhkan keyakinan generasi muda pemimpin Turki untuk tidak lagi menggunakan sistem Islam dalam pemerintahan.

Musthafa Kemal Pasha yang kemudian menjadi popular karena dianggap berjasa dalam sebuah Perang Ana Forta, lantas merintis Pan-Turkisme. Yaitu menuntut kemerdekaan bagi negara Turki sendiri, terlepas dari kesultanan yang bernaung dalam kekalifahan Islam. Musthafa Kemal Pasha ini tidak lain adalah boneka Inggris berdarah Yahudi yang sengaja dimunculkan untuk menyerang dari dalam tubuh Turki sendiri.

Tidak lama kemudian, negara-negara Arab pun menuntut kemerdekaannya sendiri, menyusul kemerdekaan Turki. Dengan demikian, kekhilafahan yang berdasarkan pada persatuan atas nama agama Islam pun runtuh oleh sistem nasionalisme yang digembar-gemborkan Inggris. Masing-masing negara jadi mementingkan wilayahnya sendiri dan melupakan persatuan untuk melawan musuh Islam yang sudah memecah belah mereka.


Pelajaran Penting dari Keruntuhan Turki Usmani

Dari sejarah kerajaan Turki Usmani, nampak bahwa selemah apapun sebuah sistem kekhalifahan, ia tetap menjadi sebuah kekuatan yang ditakuti oleh kaum kafir. Oleh karena itu, dengan cara apapun kaum kafir itu akan berusaha mengganti sistem kekhalifan dengan sistem pemerintahan lain. Inggris misalnya, menyebarkan paham nasionalisme dan separatisme serta demokrasi untuk membubarkan sistem khalifah.

Sistem khalifah yang berlaku di kesultanan Turki sudah tidak murni lagi, melainkan sudah berubah menjadi sistem kerajaan. Sehingga berlaku pewarisan kekuasaan kepada anak dan keturunan raja, walaupun tetap ada dewan perwakilan dari ulama sebagai penasehat sultan. Itu membuat kualitas seorang khalifah terus menurun. Seorang khalifah tidak lagi dipilih berdasarkan pertimbangan keilmuan Islam serta derajat keimanannya lagi.

Sejarah kerajaan Turki Usmani yang ada dalam artikel di atas adalah versi singkat. Namun inti permasalahan yang menyebabkan kehancuran sebuah sistem kekhalifan terakhir di dunia Islam tersebut, semoga dapat kita ambil hikmahnya, dan membuat pembaca semakin yakin bahwa banyak sekali pihak yang takut jika kekuasaan Islam kembali berjaya.  


View the original article here


Page 2

Kejatuhan Turki Utsmani merupakan proses sejarah panjang dan tidak terjadi secara tiba-tiba. Kiprahnya dalam panggung sejarah selama lima abad (akhir abad ke-13 hingga awal abad ke-19), merupakan fase yang pasang-surut. Dengan demikian, kejatuhan imperium besar ini merupakan akumulasi dari sejumlah kondisi sebelumnya. Namun faktor penyebab utama kemunduran Turki Utsmani, adalah kelemahan para sultan.

Sepeninggal Sultan Sulaiman al-Qanuni, Turki Utsmani diperintah oleh para pemimpin yang lemah. Kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya di abad ke-17 M. Di dalam negeri timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti di Suriah di bawah pimpinan Kurdi Jumbulat, di Lebanon di bawah pimpinan Drize Amir Fakhruddin. Dengan negara-negara tetangga, terjadi peperangan seperti Venitia (1645-1664 M) dan dengan Syah Abbas dari Persia.

Jenissary, nama yang diberikan kepada tentara Utsmani juga berontak dan sultan-sultan berada di bawah kekuasaan Harem. Pada saat yang sama di Eropa mulai timbul negara-negara yang kuat, sedang di Rusia di bawah Peter Yang Agung telah pula berubah menjadi negara yang maju. Dalam peperangan dengan negara-negara ini, Kerajaan Utsmani mengalami kekalahan demi kekalahan dan daerahnya di Eropa mulai diperkecil sedikit demi sedikit.29 Hingga paruh pertama abad ke-19 M tidak ada tanda-tanda membaik. Satu per satu negeri negeri di Eropa yang pernah dikuasai Turki Utsmani kemudian memerdekakan diri.

Sementara itu, di Arabia muncul kekuatan baru yakni aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd Wahab yang dikenal dengan gerakan Wahabiyah dengan penguasa lokal Ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya pada awal paruh kedua abad ke-18 M. Pemberontakan tidak hanya terjadi pada daerah-daerah yang tidak beragama Islam, tetapi juga di daerah-daerah yang berpenduduk Muslim. Gerakan-gerakan seperti itu, terus berlanjut hingga abad ke-19 dan 20 M.

Dari uraian tersebut, diketahui bahwa kelemahan para sultan yang memimpin, membuat Turki Utsmani sangat rentan dengan terjadinya degradasi. Betapa tidak, wilayah kekuasaan yang sangat luas tanpa ditunjang oleh kemampuan atau kecakapan pemimpin, pada gilirannya berimplikasi pada lemahnya kekuatan politik. Bahkan membawa efek buruk pada perekonomian dan berbagai sendi kehidupan sosial umat. Kondisi Turki Utsmani ini umumnya dialami dinasti-dinasti Islam sebelumnyasekaligus menjadi faktor penyebab mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh.

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press,1985),

Hassan Ibrahim Hassan, “Islamic History and Culture” diterjemahkan oleh Djahdan Human, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 342.