Orang-orang indonesia sering disebut sebagai masyarakat konsumtif benarkah pendapat demikian

Pola hidup konsumtif tak bisa dilepaskan dari gaya hidup modern yang serba praktis dan mobile. Hal ini tentu didukung dengan teknologi canggih yang berkembang begitu pesat sehingga memudahkan berbagai kepentingan dan yang terpenting adanya daya beli.

Di satu sisi, pola dan gaya hidup konsumtif memberikan kenikmatan dan kepuasan baik secara fisik maupun psikologis. Namun disadari atau tidak, gaya hidup konsumtif justru memiliki dampak kurang baik terhadap ‘kesehatan’ finansial. Konsumtif dapat diasumsikan sebagai pemborosan. Sementara pemborosan itu sendiri bisa dimaknai sebagai suatu perilaku yang berlebih-lebihan melampaui apa yang dibutuhkan.

Ketika masih memiliki daya beli, perilaku konsumtif memang mengasyikkan, kita bisa membeli segala sesuatu yang tak hanya sekadar apa yang dibutuhkan, tetapi juga yang diinginkan. Tanpa disadari, perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan bahkan mengendap membentuk karakter yang sulit untuk diubah apalagi dihilangkan. Jika sudah demikian, bayangkan apa yang akan terjadi saat daya beli tak mendukung lagi? Tentu saja ‘kesehatan’ finansial akan mengalami gangguan yang bisa jadi semakin kronis dari hari ke hari.

Lantas, jika sudah terlanjur konsumtif, apakah kebiasaan buruk ini masih bisa diubah dan diperbaiki? Intinya selama ada kemampuan dan kemauan untuk mengendalikan diri, pasti bisa. Mengendalikan diri dari perilaku konsumtif seolah masih tampak abstrak. Bagaimana realisasinya? Berikut 8 cara yang bisa dilakukan untuk mengubah gaya hidup konsumtif alias boros:

1. Menabung

Menabung - Cara Mengubah Hidup Konsumtif via duniatraining.com

Meski tampak sederhana, namun tidak semua orang bisa menyisihkan uangnya untuk ditabung, apalagi mereka yang bergaya hidup konsumtif. diakui atau tidak, banyak yang belum menyadari akan pentingnya menabung. Sekadar kesadaran mungkin sudah ada, tetapi belum terealisasi secara terus menerus.

Bagaimana bisa menabung jika gaji saja kecil? Menabung tidak harus dalam jumlah banyak. Namanya juga menyisihkan sebagian, maka dana tabungan bisa diambil sebesar 5% atau 10% dari gaji. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus, tentu nilai tabungan akan semakin banyak, sehingga bisa menjadi dana cadangan ketika memiliki kebutuhan mendadak.

2. Membuat Anggaran Belanja

Membuat Anggaran Belanja via images.wisegeek.com

Anggaran belanja merupakan salah satu alat untuk mengatur aliran dana. Dalam konteks ini tentu saja yang menjadi fokus utama adalah perencanaan pengeluaran. Kebutuhan bisa mencakup harian juga bulanan. Setiap pengeluaran harus diatur dalam pos-pos yang jelas. Dengan demikian, anggaran yang disediakan untuk pemenuhannya juga bisa terpampang secara gamblang. Pembuatan anggaran belanja sekaligus bisa menentukan target pengeluaran.

Membuat anggaran belanja sih mudah, tapi menepatinya itu yang susah. Apalagi ketika godaan belanja barang-barang di luar kebutuhan selalu menghampiri. Untuk itu, kemampuan mengendalikan diri sangat dibutuhkan agar anggaran belanja yang sudah dibuat dapat ditepati. 

3. Prioritaskan Kebutuhan

Prioritaskan Kebutuhan via theperformancecurve.com

Penting dipahami bahwa kebutuhan tidak sama dengan keinginan dan keperluan. Sederhananya, butuh selalu perlu, sedangkan perlu tidak selalu butuh. Jadi, kebutuhan memiliki ‘derajat’ yang lebih tinggi daripada keperluan atau hanya sekadar keinginan. Nah, untuk beranjak dari perilaku konsumtif, prioritaskanlah kebutuhan. Jika kebutuhan telah terpenuhi, maka keinginan atau keperluan bisa dipenuhi ketika ada dana sisa. Bukan kebalikannya, memenuhi keinginan lebih dulu dan mengesampingkan kebutuhan. Ketika dana telah habis untuk memuaskan keinginan, muncul kebutuhan yang mau tak mau wajib dipenuhi sehingga harus merogoh kocek lebih dalam. Beruntung kalau ada dana cadangan, jika tidak maka solusi yang harus diambil adalah dengan berutang. Tentu kondisi ini jauh dari tujuan hidup hemat.

Baca Juga : 22 Cara Hemat BBM yang Bisa Anda Lakukan

4. Hindari Pemakaian Kartu Kredit

Hindari Pemakaian Kartu Kredit via blogcdn.com

Ada yang bilang kartu kredit tak ubahnya seperti kartu setan. Dia begitu mudah membujuk dan merayu berperilaku konsumtif dengan berbelanja berlebihan bahkan untuk barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Mudah, praktis, dan gengsi. Itulah iming-iming yang menggelitik psikologis manusia, terutama yang hidup di perkotaan. Tanpa disadari, iming-iming tersebut justru menjerumuskan secara finansial, karena penggunanya akan dibebani dengan tagihan sebesar dana yang digunakan plus bunga.

Transaksi dengan kartu kredit yang bersifat virtual tanpa uang tunai dan tinggal gesek seolah ‘menyihir’ penggunanya untuk belanja dan terus belanja. Asyik dan nyaman saja ketika menggunakannya, tetapi ketika sadar banyaknya tagihan dan pengeluaran barulah akan menyesakkan dada.

Belanja menggunakan kartu kredit sebenarnya sah-sah saja, asal Anda memiliki komitmen dan kontrol diri yang kuat. Bagi Anda yang cenderung ‘latah’ sebaiknya menghindari berbelanja dengan kartu kredit dan lebih bijak jika menggunakan uang tunai. Dengan demikian, Anda tetap bisa mengontrol pengeluaran Anda.

5. Kurangi Jalan-jalan dan Cuci Mata di Mal

Kurangi Jalan-jalan di Mall via jonathansaullo.com

Jalan-jalan dan cuci mata di mal atau pusat perbelanjaan memang mengasyikkan, namun akan berbahaya, jika hal ini menjadi kebiasaan, maka lama-lama akan menguras kantong Anda. Mengapa? Cuci mata di pusat perbelanjaan berpotensi menimbulkan niat belanja yang tidak terduga dan terencana. Ketika melihat suatu barang yang di-display di toko, bisa jadi Anda langsung tertarik dan ingin membelinya meskipun tidak ada rencana untuk membelinya dalam daftar belanja yang telah Anda buat.

6. Mulailah Berinvestasi

Mulailah Berinvestasi via opma-oacs.com

Investasi merupakan salah satu cara untuk menghindari perilaku konsumtif sekaligus merencanakan kehidupan masa depan yang lebih baik. Apa pentingnya berinvestasi? Investasi dapat dipahami sebagai penanaman modal pada suatu usaha atau barang tak bergerak dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa mendatang. Ketika usia Anda tak lagi produktif, investasi bisa menyelamatkan kehidupan masa tua Anda. Misalnya saja, Anda membeli properti. Jika belum ingin memanfaatkannya untuk diri sendiri, Anda bisa menyewakannya kepada pihak lain sehingga Anda memperoleh keuntungan dari uang sewanya. Selain itu, Anda juga bisa menikmati nilai properti yang cenderung meningkat setiap tahunnya.

7. Cermatlah Ketika Membeli Barang

Cermatlah Membeli Barang via blog.nsbank.com

Mahal tak selalu berkualitas, dan murah tak selalu murahan. Agaknya prinsip tersebut perlu bahkan wajib Anda terapkan ketika membeli suatu barang. Membeli barang berdasarkan fungsi akan lebih bijak dibandingkan berdasarkan merek hanya untuk menunjang gengsi. Contohnya saja tas. Bagi kebanyakan wanita, barang tersebut sangatlah berharga. Tak heran jika barang ini dikoleksi oleh kaum hawa. Namun, untuk apa membeli tas dengan harga mencapai ratusan juta, padahal fungsinya sama dengan tas yang berharga ratusan atau hanya puluhan ribu saja. Perilaku tersebut tentu saja merupakan pemborosan.

8. Beramal dan Bersedekah

Beramal dan Bersedah via media.coindesk.com

Cara yang satu ini memang berbau religi, namun tak kalah ampuh untuk mengubah perilaku konsumtif. Dengan beramal dan bersedekah berarti Anda telah berbagi dengan orang-orang yang secara ekonomi tidak seberuntung Anda. Pesan moralnya, dengan bersedekah, memberikan sumbangan atau donasi ke lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan, panti jompo, atau fakir miskin, Anda telah membantu meringankan beban mereka. Oleh sebab itu, jika memiliki dana berlebih, akan lebih baik apabila Anda menyalurkannya kepada orang-orang yang membutuhkan, bukan justru egois dengan menghambur-hamburkannya untuk kesenangan pribadi, meski itu merupakan hak Anda. Jika Anda termasuk salah seorang yang berperilaku konsumtif, ada baiknya jika tips ini diterapkan sebelum Anda mengalami kebangkrutan.

Baca Juga : Kerja Keras Saja Tidak Cukup, Ini Cara Memaksimalkannya

Belilah Barang yang Memang Anda Butuhkan

Hal lain yang lebih penting adalah, belilah barang yang memang Anda butuhkan. Jangan membeli barang karena ikut-ikutan atau ingin dibilang keren. Pastikan barang yang Anda beli memang diperlukan. Budaya membeli barang karena sedang tren bisa menjerumuskan Anda pada kehidupan konsumtif. Hanya Andalah yang tahu mana barang yang Anda butuhkan dan tidak. Sebelum membeli barang, cermatlah memilih. Pastikan barang itu baik secara mutu dan harga. Barang yang bermutu baik terkadang lebih mahal. Namun ada kalanya harga mahal tidak menjamin mutu yang baik. Jadi Anda harus hati-hati.

Baca Juga : 12 Alasan Resign yang Sering Diungkapkan Pegawai

 

Orang-orang indonesia sering disebut sebagai masyarakat konsumtif benarkah pendapat demikian

Perilaku konsumtif pada masyarakat Indonesia memang cukup tinggi. Gaya hidup yang semakin tinggi menjadi alasan budaya konsumtif makin menjamur pada masyarakat Indonesia. Terutama dalam hal belanja, masyarakat Indonesia sangat senang dalam berbelanja.

Kondisi tersebut memang tidak hanya terlihat di kota-kota besar saja. Seiring perkembangan teknologi hingga ke desa, membuat masyarakat desa tidak ingin kalah untuk menyeimbangkan diri mereka setara dengan masyarakat kota. Memang hal itu tidak dilarang, namun terkadang banyak masyarakat yang sekedar ikut-ikutan bahkan membeli dengan terpaksa tanpa tahu tujuan pembelian produk tersebut.

Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2015 menyebutkan masyarakat Indonesia semakin konsumtif hingga meninggalkan kebiasaan menabung. Bahkan survei yang dilakukan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) per 25 Juni 2020 mengatakan bahwa ketahanan dana darurat masyarakat Indonesia hanya bisa digunakan dalam waktu satu minggu.

Baca Juga: 5 Perilaku Belanja Online Masyarakat yang Harus Diketahui Pengusaha Online

Ada beberapa alasan yang membuat masyarakat Indonesia bersikap konsumtif. Berikut beberapa alasannya:

Keberadaan Teknologi

Orang-orang indonesia sering disebut sebagai masyarakat konsumtif benarkah pendapat demikian
Source: Indozone.id

Alasan pertama mengapa masyarakat Indonesia konsumtif adalah teknologi. Teknologi berperan penting menjadikan masyarakat Indonesia konsumtif. Salah satunya keberadaan media sosial. Media sosial menjadi ajang menunjukan eksistensi diri, banyak masyarakat yang selalu ingin menyerupai atau memiliki sesuatu barang yang mereka lihat di media sosial.

Pada akhirnya, masyarakat terjebak dalam sikap konsumtif. Media sosial mendorong terjadinya perilaku konsumtif. Masyarakat Indonesia sangat mudah tergoda dengan apa yang orang lain lakukan. Ketika banyak orang yang suka kopi memposting dirinya sedang minum kopi, lalu sebagian orang lagi melihat lalu akhirnya mereka ikut membeli meskipun sebenarnya orang yang melihat tidak menyukai kopi sama sekali. Disitulah muncul budaya konsumtif.

Komunitas

Selain teknologi, orang-orang terdekat terutama komunitas menjadi penyebab tingginya konsumsi masyarakat Indonesia. Termasuk dalam lingkungan rumah. Ketika ada anggota kelompok yang membeli barang, lalu menceritakan kepada orang lain. Ada Sebagian orang lain yang merasa harus bisa dan ingin mencoba membeli produk yang sama.

Biasanya ada seorang “provokator” dalam kelompok yang membuat masyarakat Indonesia lebih konsumtif. Seseorang akan merasa tertekan ketika mereka tidak ikut-ikutan membeli produk yang dibeli oleh anggota kelompok yang lain.

Meskipun produk yang disebutkan belum tentu dibutuhkan. Sikap gengsi inilah menjadi penyebab banyak masyarakat Indonesia yang bersikap konsumtif.

Hanya Berpikir Jangka Pendek

Penyebab perilaku konsumtif pada masyarakat Indonesia disebabkan oleh pemikiran jangka pendek. Masyarakat Indonesia sering membeli sesuatu hanya karena diskon saja. Padahal belum tentu produk yang mereka beli benar-benar mereka butuhkan.

Padahal ada lebih banyak produk yang sebenarnya mereka butuhkan dibandingkan produk-produk yang diskon tersebut. Masyarakat Indonesia memang sering mendapat julukan “Gelap Mata” sering berbelanja hingga khilaf tanpa berpikir jangka panjang.

Prestise

Masyarakat Indonesia sangat menyukai sesuatu yang branded. Tak heran banyak masyarakat membeli produk-produk branded meskipun mereka sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk membeli produk tersebut. Banyak masyarakat melakukan hal tersebut untuk mendapatkan pujian dari anggota kelompoknya. Pujian tersebut membuat seseorang merasa terangkat derajat mereka di mata anggota kelompok yang lain.

Akhirnya sikap pujian tersebut membuat banyak masyarakat hanya ingin menghabiskan uangnya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Sikap konsumtif sering hadir ketika kita ingin tampil lebih baik atau setara dengan orang lain.

Pengaruh Influencer

Kehadiran influencer nyatanya tidak hanya membawa dampak positif pada kehidupan masyarakat Indonesia. Melainkan membuat masyarakat tampil lebih konsumtif. Saat ada seorang influencer yang diidolakan menggunakan suatu brand tertentu, sebagian masyarakat ingin membeli produk yang digunakan oleh influencer yang menjadi idola mereka.

Influencer menjadi kepanjangan tangan dari brand-brand tertentu. Brand selalu ingin dekat dengan target pasar mereka melalui influencer. Saat ini promosi melalui influencer dikatakan cukup efektif dibandingkan melalui media massa.

Baca Juga: Peran Influencer dalam mengembangkan bisnis

Itulah beberapa alasan perilaku konsumtif pada masyarakat Indonesia. Semoga setelah membaca artikel ini bisa membantu Anda terhindar dari perilaku konsumtif. Sikap konsumtif akan menghancurkan diri Anda. Pastikan gunakan produk yang memang mampu Anda beli dan juga memiliki manfaat jangka panjang untuk Anda. Pastikan juga Anda bisa mengendalikan diri untuk bijak mengelola uang.

Orang-orang indonesia sering disebut sebagai masyarakat konsumtif benarkah pendapat demikian