Mengapa kondisi internal daulah Umayyah sudah sulit diselamatkan dari kehancuran

pemerintah Daulah Abbasiyah menjalin kerjasama politik dengan raja farank di sebagian wilayah Andalusia dengan tujuana. mengantisipasi meluasnya daula … h ayyubiyahb. mengantisipasi meluasnya pengaruh daulah fatimiyahc. mengantisipasi meluasnya pengaruh daulah malmulkd. mengantisipasi meluasnya pengaruh daulah Umayyah​

Sebutkan usaha usaha Abu ja’far al-mansur di bidang militer

apakah iktibar yang diperolehi daripada pembentukan fizikal bumi pada hari ini?

Hewan yang tidak dijadikan binatang ternak masyarakat arab adalah​

Tokoh ekonomi Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan negara (Baitul Maal) adalah a. Khalifah al … -Mutawakkil b. Khalifah al-Mansyur c. Khalifah al-Walid d. Khalifah al-Mutasim​

apa saja literature tentang kerjaan mataram yang terpecah menjadi empat kerajaan kecil? identifikasilah pengaruh islam pada masa pemerintahan kerajaan … -kerajaan tersebut!​

1.Siapakah Penemu Lampu?2.Siapakah Penemu HP (HANDPONE)3.Uang Rupiah Keluar Pada Tahun?4. Kapan Indonesia Dijajah?5. Mengapa indonesia Dijajah?6.Negar … a Apa Saja Yang Menjajah Indonesia?plis dijawab yah :)​

Badzan adalah penguasa Yaman asal Persia, Rasulullah Saw mengajak nya untuk​

tolong dijawab dengan benar��

tolong dijawab dengan benar ​

Mengapa kondisi internal daulah Umayyah sudah sulit diselamatkan dari kehancuran

Mengapa kondisi internal daulah Umayyah sudah sulit diselamatkan dari kehancuran
Lihat Foto

Encyclopædia Britannica

Masjid Agung Damaskus atau Masjid Umayyah yang berdiri di Kota Tua Damaskus, Suriah.

KOMPAS.com - Kekhalifahan Bani Umayyah adalah kekhalifahan kedua yang didirikan setelah Nabi Muhammad wafat.

Pendiri Bani Umayyah ialah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I. Sejak didirikan pada 661 Masehi, kekhalifahan ini fokus melakukan perluasan wilayah hingga berhasil menaklukkan seluruh Kerajaan Persia.

Sayangnya, ketika Bani Umayyah sedang berada di puncak keemasan, kekhalifahan yang berpusat di Damaskus ini harus runtuh.

Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan Kekhalifahan Bani Umayyah runtuh pada pertengahan abad ke-8.

Baca juga: Revolusi Abbasiyah, Runtuhnya Kekhalifahan Bani Umayyah

Perang saudara antara sesama Bani Umayyah

Memasuki abad ke-8, kekhalifahan Bani Umayyah sedang mengalami krisis yang serius.

Pada masa ini, Khalifah Walid II bin Yazid, yang terkenal suka berfoya-foya, berhasil dilumpuhkan oleh saudara sepupunya, Yazid III bin Walid.

Namun, tidak lama kemudian, Yazid III wafat karena sakit. Alhasil, posisinya pun digantikan oleh saudaranya, Ibrahim bin Walid, yang juga ditumbangkan oleh kerabatnya, Marwan II bin Muhammad.

Perang saudara yang terjadi di antara para khalifah ini perlahan-lahan menghancurkan wibawa Bani Umayyah.

Akibatnya, muncul berbagai pemberontakan di berbagai provinsi.

Baca juga: Kekhalifahan Bani Umayyah: Masa Keemasan dan Akhir Kekuasaan

Konflik antara Qays dan Yaman

Perang saudara juga terjadi antara kelompok Qays (Arab Utara) dengan kelompok Yaman (Arab Selatan).

Keduanya saling bertentangan karena berusaha untuk mendukung kandidat khalifahnya masing-masing.

Buntut dari pertentangan ini adalah terjadinya perang yang lebih besar dan berkepanjangan.

Mengapa kondisi internal daulah Umayyah sudah sulit diselamatkan dari kehancuran

Mengapa kondisi internal daulah Umayyah sudah sulit diselamatkan dari kehancuran
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Thariq bin Ziyad.

Diskriminasi terhadap kaum Mawali

Penyebab lain yang membuat Bani Umayyah runtuh adalah terjadinya pemberontakan yang disebabkan oleh diskriminasi terhadap kaum Mawali (orang non-Arab yang baru masuk Islam).

Adanya diskriminasi membuat kaum Mawali tidak bisa memegang jabatan tinggi, dipandang rendah secara sosial, serta harus membayar jizyah atau pajak walaupun sudah masuk Islam.

Baca juga: Latar Belakang Berdirinya Dinasti Bani Umayyah

Pemberontakan Bani Abbasiyah

Ketika kekuasaan Bani Umayyah dipegang oleh Yazid II (720-724 M), masyarakat merasakan bahwa kehidupan mereka tidak diperhatikan.

Oleh sebab itu, kerusuhan pun terjadi sampai masa pemerintahan sudah berganti dan dipimpin oleh Hisyam.

Setelah Hisyam wafat, para khalifah yang dijadikan kandidat pun masih belum sesuai alias bermoral buruk.

Setelah Hisyam wafat, khalifah-khalifah selanjutnya tidak hanya lemah, tetapi juga bermoral buruk.

Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah untuk melancarkan pemberontakan yang dikenal dengan sebutan Revolusi Abbasiyah.

Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah: Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir Kekuasaan

Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus pun runtuh pada Januari 750 M, ketika Khalifah Marwan II dikalahkan oleh pasukan Abbasiyah dalam Pertempuran Zab.

Setelah kalah, Marwan II melarikan diri ke Mesir, dan akhirnya terbunuh pada bulan Agustus di tahun yang sama.

Peristiwa itu menjadi tanda berakhirnya pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus. Namun, salah seorang keturunannya bernama Abdurrahman ad-Dakhil berhasil melarikan diri ke Afrika Utara dan menyeberang ke Andalusia (Spanyol).

Abdurrahman kemudian mulai membangun kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia dan memusatkan pemerintahannya di Kordoba.

Kekuasaan Bani Umayyah di Kordoba bertahan hingga 1031 Masehi.

Referensi:

  • Barudin, Topaji Pandu. (2019). Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Umayyah. Klaten: Cempaka Putih.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya

Sudah menjadi sunatullah sebuah kekuasaan akan mengalami kejayaan dan keruntuhan. Ketika peradaban Islam menguasai dunia, secara bergantian  dinasti-dinasti Islam memegang tampuk kekuasaan. Setiap kerajaan atau kesultanan Islam yang berkuasa tentu pernah mengalami masa-masa keemasan.

Tak dapat dipungkiri, sejarah telah membuktikan dinasti-dinasti Islam di era keemasannya telah memberikan kontribusi dan sumbangan yang begitu besar bagi peradaban manusia. Tanpa kejayaan peradaban Islam, barangkali dunia Barat pun belum tentu mencapai kemajuan. Diakui atau tidak, Barat banyak belajar dari peradaban Islam.

Sejarah selalu kaya akan hikmah dan pelajaran. Yang dapat dipelajari dan diambil hikmah dari peradaban Islam tak hanya masa keemasannya saja. Era kejatuhan dan ambruknya dinasti-dinasti Islam juga menarik untuk dipelajari. Redup dan tenggelamnya sebuah dinasti Islam pada masa silam itu tentu mengandung begitu banyak pelajaran.

Setelah terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib pada 20 Ramadahan 40 Hijirah (660M) era Khilafah Rasyidah berakhir, munculah  Dinasti Umayyah yang didirikan pada 661 M oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan.  ‘’Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun,’’ ungkap Sejarawan Islam, Prof Badri Yatim dalam buku bertajuk Sejarah Peradaban Islam.

Dinasti Umayyah yang melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan pra-Islam di Timur Tengah mengundang kritik keras dan memunculkan kubu oposisi.  Kelompok oposisi terbesar yang sejak awal menentang pemerintahan keluarga Bani Umayyah adalah kelompok Syiah, yaitu para pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib serta keturunannya yang merupakan Ahlulbait (keturunan Nabi Muhammad SAW yang berasal dari anak dan menantunya, Fatimah dan Ali).

Selain kelompok Syiah, pemerintahan Dinasti Umayyah juga mendapat penentangan dari orang-orang Khawarij. Kelompok Khawarij ini merupakan orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, karena mereka merasa tidak puas terhadap hasil tahkim atau arbitrase dalam perkara penyelesaian persengketaan antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah.

Usaha menekan kelompok oposisi terus dijalankan oleh penguasa Umayyah bersamaan dengan usaha memperluas wilayah kekuasaan Islam hingga Afrika Utara dan Spanyol.

Selain menghadapi persoalan eksternal, para penguasa Umayyah juga menghadapi persoalan internal, yaitu pemberontakan dan pembangkangan yang dilakukan oleh para orang-orang dekat khalifah di berbagai wilayah kekuasaan Umayyah, seperti di Irak, Mesir, Palestina, dan Yaman.

Pemberontakan yang terjadi selama pemerintahan Dinasti Umayyah umumnya dipicu oleh faktor ketidakpuasaan terhadap kepala daerah yang ditunjuk oleh khalifah.  Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II), misalnya, terjadi sejumlah pemberontakan di wilayah kekuasaannya.

Di Mesir, kerusuhan terjadi karena gubernur yang diangkat Marwan II menghentikan pemberian tunjangan yang dulu diperintahkan oleh Yazid III untuk diberikan kepada para anggota baru dalam angkatan darat dan laut. Sementara di Yaman, kerusuhan timbul antara lain karena pemerintah setempat memungut pajak sangat tinggi dari orang Arab.

Kesibukan Marwan II dalam menumpas pemberontakan membuat  wilayah Khurasan dikuasai Bani Abbas (dinasti yang didirikan Abu Abbas as-Saffah). Gerakan Bani Abbas ini merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup Dinasti Umayyah.

Setelah Khurasan dapat dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat merebut wilayah itu dari pejabat Bani Umayyah. Setelah menguasai wilayah Irak sepenuhnya, pada tahun 132 H/750 M, Abu Abbas as-Saffah dibaiat sebagai khalifah yang menandai berdirinya Dinasti Abbasiyah.

Sejak saat itu, Bani Abbas mulai melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Wilayah-wilayah yang dahulu dikuasai oleh Dinasti Umayyah pun berhasil direbut. Bahkan, pasukan Bani Abbas berhasil membunuh Marwan II dalam sebuah pertempuran kecil di wilayah Bushair, Mesir. Kematian Marwan II menandai berakhirnya Dinasti Umayyah yang berkuasa dari tahun 41 H/661 M-133 H/750 M.

Mengapa kondisi internal daulah Umayyah sudah sulit diselamatkan dari kehancuran