Membangun solidaritas sosial adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Tentu saja, semua yang terjadi akhir-akhir ini sangat memberikan peluang untuk kembali mengingat kembali esensi gotong royong dalam kata "Solidaritas sosial". Setahun ke belakang, ada berbagai rentetan peristiwa bencana alam. Mulai dari pandemi COVID-19 yang mewabah hingga hari ini, ditambah pada awal tahun 2021 musibah yang datang silih berganti, jatuhnya pesawat terbang, banjir dan longsor yang terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Bersikap tidak peduli? Menyerahkan semua penanganan kepada pemerintah? Seharusnya tidak seperti itu. Di situasi seperti sekarang inilah waktu yang sangat tepat untuk "unjuk gigi" tentang seberapa banyak kita bisa "Berbuat" untuk negeri dan sesama yang membutuhkan. Membangun solidaritas sosial bisa terwujud melalui aksi-aksi individu maupun komunitas. Meskipun demikian, hal tersebut hanya bisa terwujud jika setiap individu memiliki kesadaran akan rasa kebersamaan yang kuat. Jika demikian, setiap individu akan bergerak dengan otomatis untuk melakukan aksi-aksi kebaikan dalam membangun solidaritas sosial. Contoh nyata yang bisa dilakukan setiap individu dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai adalah dengan menahan diri untuk tidak bepergian keluar rumah jika hal tersebut bukanlah hal yang penting dan darurat. Selain itu, dalam lingkup komunitas bisa dilakukan dengan cara tidak mengadakan event yang dapat menjadi penarik perhatian kerumunan manusia. Atau bisa juga melakukan campaign galang dana melalui media sosial, ataupun platform-platform penyalur dana bantuan lainnya. Meskipun terlihat sangat simple, hal-hal tersebut sangat berpengaruh dalam kembali membangun solidaritas sosial yang sedang diperlukan akhir-akhir ini. Di samping itu, pemerintah kita akan sangat terbantu apabila setiap orang dan komunitas memiliki kesadaran dan kepedulian bagi sesama. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk saudara-saudara kita yang terkena bencana seperti banjir dan longsor? Sedangkan jarak menjadi salah satu keterbatasan yang menghalangi niatan dan aksi-aksi nyata kita? Kita bisa juga melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan pada saudara-saudara kita yang terkena pandemi COVID-19. Yap, kita bisa melakukan campaign donasi berupa harta, pakaian, maupun makanan. Akan tetapi tenang saja, tidak hanya bantuan harta atau materil, kita juga bisa melakukan dukungan moril berupa doa yang tentunya sangat dibutuhkan juga untuk saudara-saudara kita. Itu semua hanya bisa terwujud apabila setiap kita memiliki kesadaran diri yang sangat kuat untuk sama-sama membangun solidaritas sosial bagi sesama. Maka dari itu, mari kita tumbuhkan kesadaran itu mulai dari sekarang. Terima kasih. Referensi:bukanarjuna.com
Bergaul dengan orang-orang memiliki pandangan yang berbeda memang bukan hal mudah. Namun, apabila kita dapat menemukan rasa saling memahami dan keinginan untuk saling memberikansemangat kepada satu sama lain tanpa adanya egoisme, hal tersebut akan sangat indah. Itu lah mengapa kita membutuhkanadanya solidaritas. Masing-masing manusia pasti memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Perbedaan bukanlah masalah. Tapi yang paling penting adalah bagaimana cara agar perbedaan tersebut dapat bekerja sama dalam suatu kesatuan sehingga saling melengkapi. Solidaritas diinginkan bagi setiap kelompok. Baik itu dalam masyarakat, kelompok belajar, komunitas, bahkan dalam pertemanan. Secocok apapun kamu dengan orang lain, pasti akan ada saat di mana seseorang menjadi terlihat ketidaksesuaiannya yang membuat solidaritas menjadi berkurang. Maka dari itu, harus ada suatu irama yang harus dijaga agar hubungan dan sosialisasi yang baik terus berjalan dengan nyaman. Solidaritas membangun rasa ingin selalu dapat saling tolong menolong dan peduli terhadap sesama. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuat membantu yang lemah, dan sebagainya. Kamu tentu menginginkan kehidupan yang harmonis, nyaman, aman, dan tentram, bukan? Nah, dengan solidaritas, kamu akan merasakan hal tersebut dengan nyata. Solidaritas dapat membuat hidup menjadi lebih baik. Sayangnya, apa yang terjadi sekarang malah sebaliknya. Kurangnya solidaritas malah membuat orang kaya semakin kaya dan yang kuat semakin kuat. Sebaliknya, orang yang miskin semakin miskin dan yang lemah semakin meratapi kelemahannya. Beberapa perilaku korupsi adalah salah satu contoh bahwa solidaritas sudah mulai terkikis, di mana yang kuat menindas yang lemah. Hal ini memprihatinkan mengingat bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi nilai kesopanannya. Kalau Sahabat GueTau adalah remaja yang asik, peka dan tanggung, mari lakukan perubahan untuk menjaga solidaritas. Bagaimana caranya? Nah kali ini, GueTau memiliki beberapa cara yang dapat kamu lakukan dengan lingkungan sekitar guna menjaga solidaritas baik dalam diri sendiri maupun dengan orang lain. Berikut beberapa cara yang dapat Kamu lakukan :
Pernahkah mendengar kata simpati dan empati? Kedua kata tersebut memiliki makna yang hampir sama, namun dengan level yang berbeda Simpati adalah mengerti tentang orang lain berdasarkan pendapat kita pribadi. Sedangkan empati jauh di atas simpati, yakni kamu mengerti secara keseluruhan tentang orang lain sesuai dengan apa yang dirasakan orang tersebut. Nah, empati inilah yang juga harus ditingkatkan. Ketika kamu mengerti seutuhnya perasaan orang lain dan mampu menempatkan diri menjadi orang tersebut, maka tindakan yang kamu lakukan tentu sesuai dengan yang dibutuhkan orang lain.
Hal ini sederhana, namun sangatlah penting. Sahabat GueTau pasti pernah mendengar kata “tak kenal maka tak sayang”. Nah, dalam level ini, kamu bukan hanya menjaga kata “kenal” tapi menjaga komunikasi dan silaturahmi yang intensif dengan orang lain. Ini hal yang lebih sederhana lagi, namun sudah mulai terkikis di masa kini. Padahal saling sapa satu sama lain dapat membangun ikatan yang kuat antara satu orang dengan orang lainnya. Walaupun hal ini kelihatan sedikit remeh, akan tetapi ini merupakan salah satu kabel penyambung antara seseorang dengan yang lain. Dibanding tiga hal sebelumnya, hal ini adalah hal yang paling sulit untuk diterapkan. Namun, ketika ketiga hal tersebut berhasil kamu terapkan, poin keempat ini akan otomatis dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan empati dan silaturahmi yang baik, maka dengan sendirinya kamu akan merasa perlu untuk saling tolong menolong dengan orang lain. Sumber : https://blog.pucc.or.id/meningkatkan-solidaritas-dalam-organisasi-itu-sederhana/ Artikel Sebelumnya : http://manajemen.uma.ac.id/2021/10/berkarir-atau-berbisnis-ketahui-cara-memilihnya/
Solidaritas sosial tumbuh di level individu dan masyarakat lokal sesuai kearifan lokal masing-masing. Dengan solidaritas sosial tersebut, masyarakat pada akhirnya rela untuk menaati iimbauan pemerintah dan menyumbangkan sebagian kemampuannya untuk menolong sesama demi kebaikan bersama. Demikian beberapa butir kesimpulan dari Serial Diskusi bertajuk Bangkitnya Solidaritas Sosial di Tengah Covid-19. Diskusi yang diselenggarakan Fisipol UGM melalui media daring berlangsung hari Senin (13/4), dengan narasumber Dr. Arie Sudjito dan Fina Itriyati, M.A dan moderator Gilang Desti Parahita, S.IP., M.A. Terlepas dari sejauh mana efektifitas intervensi pemerintah dalam menghadapi krisis Covid-19, tumbuhnya solidaritas sosial di masyarakat ini berhubungan erat dengan karakter yang dimiliki masyarakat lokal. Meski begitu, intervensi pemerintah tetap diperlukan agar solidaritas sosial dapat berlangsung lebih panjang, sebab belum bisa diprediksi sampai kapan krisis ini akan berakhir. Arie Sudjito berpendapat solidaritas sosial yang ditunjukan saat menghadapi pandemi Covid-19, antara lain inisiasi masyarakat di level komunitas untuk melakukan perlindungan diri, baik terkait soal kesehatan, keamanan dan kenyamanan yang bertajuk “lock down komunitas”. Mereka secara bersama melakukan penyemprotan disinfektan di lingkungan, membagi masker, hand sanitizer, kampanye stay at home, isolasi keluarga dan lain-lain. Belum lagi gerakan kemanusiaan berbasis sosial ekonomi, mulai dari charity sampai dengan jaminan sosial warga, berupa bantuan makanan, subsidi kelompok rentan, solidaritas pemotongan gaji dan lain-lain, dan kampanye literasi sosial diantaranya peduli sehat dan solidaritas membantu korban. Arie mengakui persoalan pandemi Covid-19 bukan saja persoalan kesehatan, namun juga berdampak secara sosial. Disitu ada ketegangan, kecurigaan, ketidakpercayaan, juga persoalan kemerosotan ekonomi yang melahirkan kesenjangan sosial yang sangat berpotensi memunculkan konflik kekerasan, dan kriminalitas. Sementara sebagian masyarakat lain masih ada yang menerjemahkan physical and social distancing ini secara berlebihan sehingga memunculkan provokasi dan menciptakan eksklusi sosial hingga ada peristiwa penolakan pemakaman, penutupan akses dan tindakan yang kontraproduktif lainnya. “Solidaritas sosial akibat Covid-19 ini secara spontan entah mereka melihat dari televisi dan media sosial lain yang kaitannya dengan perlindungan diri terkait kesehatan. Jadi, kalau di pemerintah membuat PSBB maka di tingkat lokal mereka membuat perlindungan diri, dengan bersih lingkungan memberikan hand sanitizer, tidak lagi menunggu. Penjahit-penjahit pun kemudian membuat masker, membuat slogan ajakan stay at home dan itu merupakan ajakan yang nampak," ucapnya. Ia menjelaskan karakter bencana Covid-19 saat ini berbeda dengan bencana-bencana sebelumnya seperti erupsi gunung berapi atau gempa. Jika bencana seperti gempa di Bantul beberapa tahun lalu solidaritas masyarakat bisa dilakukan secara massal dengan bergotong royong membantu secara material dan tenaga maka saat pandemi Covid masyarakat dituntut dengan cara-cara yang cerdas. “Di Covid-19 ini, membangun solidaritas bukan semata-mata grudukan massal, di bencana kali ini caranya harus tepat. Seperti ajakan yang dilakukan Didi Kempot dan Sobat Ambyar belum lama ini, cara-cara seperti ini mendapat respons yang positif hingga berhasil mengumpulkan donasi sekitar 6,5 miliar. Ini ikon masyarakat kontemporer ketika lagu sebagai salah satu cara membangun solidaritas," jelasnya. Menurutnya, negara mungkin sedang merumuskan dan menjalankan apa yang sedang disepakati bersama saat ini, tetapi perlu kiranya mempertimbangkan hal-hal positif yang telah terjadi dengan solidaritas masyarakat akhir-akhir ini. Banyak pengetahuan lokal tentang pertahanan diri baik yang positif maupun negatif bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan. “Saya kira agenda kedepan penguatan masyarakat sipil dengan edukasi sehat, literasi informasi dan care untuk kemanusiaan menjadi pelajaran penting untuk selalu dikembangkan," imbuhnya. Itriyani menambahkan jika dibandingkan negara-negara lain, masyarakat Indonesia memiliki kultur gotong royong yang kuat karena kultur kolektivitas interdependensi masyarakat bisa secara spontan bahu membahu saling membantu untuk saudara-saudaranya yang terdampak secara sosial ekonomi akibat Covid-19 ini. Bantuan-bantuan tersebut bisa berkaitan dengan kesehatan, material, bahan pokok dan sebagainya. “Negara lain akan beda tantangannya karena individualized society, kultur gotong royong susah untuk diorganisasikan. Oleh karena itu, solidaritas sosial inisiasi masyarakat ini dapat dibangun di level nasional dengan mengandalkan kerja sama antar komunitas masyarakat, maupun lembaga-lembaga yang memiliki resources," tambahnya. Sementara terkait penolakan pemakaman akibat Covid-19 ini, menurutnya, hal itu disebabkan karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang lengkap. Oleh karena itu, edukasi yang komplet perlu dimulai dengan awardness dan kesiapsiagaan masyarakat. “Mereka saya kira perlu dipersiapkan untuk menghadapi masalah yang unik dan kasuistik," terangnya. Penulis : Agung Nugroho |