Mengapa bangsa Indonesia dalam mewariskan semangat kebangsaan membutuhkan sikap keteladanan

PERINGATAN hari Pendidikan Nasional, tidak luput dari pembicaraaan tentang sejarah di Indonesia yang memiliki catatan  sangat panjang. Karena sejarah sendiri memang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan Negeri ini. Ada banyak sejarah yang mesti kita ketahui, salah satunya adalah sejarah pendidikan di Indonesia.  “ Jangan sekali-kali melupakan sejarah”, seperti yang diungkapkan oleh Presiden pertama kita Ir. Soekarno. Berbicara tentang Pendidikan tentunya kita tidak luput dari figur seorang tokoh Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro, yang diperingati oleh bangsa Indonesia setiap tanggal 2 Mei, dan bertepatan pula dengan hari lahir Beliau, yang secara resmi tertulis pada surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 tertanggal 28 November 1959. Sejak saat itulah,  bapak Ki Hajar Dewantoro diangkat sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Dan seperti kita ketahui bersama,  bahwa semboyan Tut Wuri Handayani kini menjadi slogan dari Kementrian Pendidikan Republik Indonesia. Lalu, yang menjadi pemikiran kita saat ini,  dalam Momen Peringatan Hari Pendidikan Nasional sekarang ini,  masih sangat perlu untuk memperkuat peranan dunia pendidikan dalam Pembudayaan Karakter. Hal ini tentu sangat berarti sekali, karena dengan membudayakan karakter dikalangan dunia pendidikan, maka cita-cita luhur, mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan masnusia yang memiliki karakter yang tangguh dapat terlaksana dengan baik. Menurut Ki Hajar Dewantoro ( 2013; 54-55 ),  Kebudayaan adalah buah budi manusia, karena itu manusia meliputi segala gerak-geriknya, rasa dan kemauan, maka kebudayaan dibagi menjadi: buah pikiran, buah perasaan,dan  buah kemauan.

Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya, sangat kaya akan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Nilai-nilai tersebut diwariskan melalui Pendidikan tentunya.  Adapun nilai-nilai yang dimaksud adalah religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kretif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.  Secara teoritis pendidikan mempunyai tujuan yang sangat mulia, dimana tidak hanya memainkan peranan mencerdaskan anak bangsa saja tetapi lebih dari itu, mewariskan budaya bangsa guna membentuk karakter anak. Sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 20 Tahun2003 tentang Sisdiknas yaitu; mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan , kepribadian dan akhlak mulia.  Namun dewasa ini, harapan pada tataran ideal itu, tidak sejalan dengan fakta empiris dalam ranah implementasinya. Generasi muda yang diharapkan memiliki karakter baik tidak benar-benar terwujud. Belakangan ini, warisan budaya yang mengandung nilai-nilai karakter tersebut, seolah-olah hilang dalam diri generasi muda. Nilai-nilai luhur tersebut semakin redup ditelan perubahan zaman; seakan-akan tergilas oleh perkembangan teknologi dan informasi. Sudah semakin jarang kita temui anak-anak memberi salam kepada orang tua. Mereka begitu gampang mengeluarkan kata-kata, murid semakin berani dan brutal menganiaya guru; siswa tidak hanya menentang tetapi juga, mengancam guru sebagai  orang yang  telah mendidiknya. Padahal kalau kita pikirkan dengan seksama, semuanya itu sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa kita.

Fenomena yang digambarkan di atas,  sangatlah menunjukkan,  bahwa karakter generasi kita saat ini, sedang bermasalah. Generasi kita saat ini, sedang mengalami degradasi moral. Hal ini mendorong lembaga pendidikan untuk mendesain ulang pola pendidikan karakter. Orientasi pendidikan karakter yang hanya menekankan dan menitik beratkan pada pengetahuan semata sudah saatnya dilakukan perubahan.  Hal ini berarti, pengetahuan akan nilai-nilai karakter tersebut harus diimplementasikan melalui pembudayaan karakter. Yaitu suasana (lingkungan) kehidupan yang diciptakan di sekolah, untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter yang baik bagi semua komponen sekolah yaitu; pendidik, tenaga kependidikan dan siswa. Beberapa praaktek pembudayaan karakter seperti; berdoa yang dilakukan setiap hari pada pagi hari, dijalankan secara bersama-sama di lapangan sekolah sebelum KBM dimulai perlu dilakukan secara terus menerus. Tidak hanya doa secara bersama, doa juga dilakukan di dalam kelas pada saat masuk, istirahat, dan pulang sekolah secara rutin, dan dilaksanakan secara  bersama.  Selain berdoa praktek lain yang dijalankan secara rutin,  seperti menyanyikan lagu-lagu kebangsaaan, kegiatan sosial melalui kegiatan usaha dana, membantu kepada masyarakat yang dilanda  kesusahan,  dilanda musibah dan lain-lainya dapat dilakukan melalui kegiatan dan program OSIS. Melalui praktek pembudayaan seperti yang disampaikan ini, nilai-nilai karakter yang akan kita tanamkan, akan membuat pembudayaan karakater dikalangan mereka generasi muda, akan tertanam dengan baik. Sebagai seorang Pendidik, kita meyakini bahwa, setiap sekolah pasti mempunyai cara sendiri untuk mengembangkaqn budaya karakter di sekolahnya. Namun terlepas dari itu, point yang ingin disampaikan adalah;  pertama, nilai-nilai karakter tidak boleh hanya diwariskan lewat penanaman pengetahuan kepada siswa saja. Nilai-nilai tersebut tidak hanya sebatas diajarkan melalui pembelajaran di kelas. Namun nilai-nilai tersebut mesti dihidupkan dalam praktek keseharian di sekolah, . Kedua,  karakter tumbuh melalui pembiasaan yang dijalankan secara rutin. Nilai-nilai karakter tidak hanya diajarkan atau dipraktekkan dalam sekali saja. Nilai-nilai tersebut harus dipraktekkan secara terus menerus sehingga menjadi pembiasaan.  Ketiga, pembudayaan karakter membutuhkan keteladanan. Penanaman nilai-nilai karakter tidak hanya lewat kata-kata. Tetapi harus membumi dalam keteladanan. Oleh karena itu, dalam penerapan di masing-masing satuan pendidikan guru harus tampil menjadi teladan moral, memberi contoh sikap hidup berkarakter yang baik. Jika ketiga hal tersebut benar-benar diwujudkan, bukan tidak mungkin nilai-nilai karakter akan benar-benar terinternalisasi dalam diri generasi muda, yang menjadi harapan bangsa, harapan kita semua.

Peran guru tentunya, membantu untuk membentuk watak peserta didiknya dengan menanamkan kebiasaan,  sehingga peserta didik bisa membedakan yang buruk dan yang baik. Guru tidak hanya sebagai pendidik. Guru harus bisa menjadi pendidik karakter yang bisa mengajarkan moral yang baik dan budaya untuk para siswanya. Pada jenjang sekolah dasar misalnya; dapat dilakukan langkah-langkah antara lain memberikan pengarahan, melakukan kebiasaan, memberi contoh perilaku teladan, memberi penguatan, dan memberi sanksi berupa hukuman. Nilai-nilai peserta didik dapat di gali oleh pendidik melalui pembelajaran yang bersifat religius, sehingga dapat memunculkan nilai-nilai sosial diri peserta didik.

Untuk membentuk karakter seseorang, dapat menempuh dengan cara yang sederhana, yaitu melakukan aktivitas secara berulang dan terus-menerus. Hal ini akan menjadikan kebiasaan sehingga, kebiasaan tersebut tanpa disadari akan menjadi karakter. Pembentukan karakter selalu berhubungan dengan life skill, dengan keahlian, melatih kemampuan, kebijaksanaan, dan fasilitas, tentunya akan menumbuhkan  pembiasaan karakter peserta didik akan lebih baik pula.

Pada era perkembangan teknologi sekarang ini, para pendidik diharapkan,  bisa membimbing para generasi penerus bangsa,  agar bisa menyesuaikan diri dengan teknologi dan perkembangan dunia. Selain itu, pendidik juga berkewajiban untuk memberikan dorongan,  sehingga bisa menjadi orang yang mampu menentukan jalan hidupnya,  memiliki nilai luhur yang ditanamkan, dan menjadi akar yang mendasar, sehingga manfaatnya tidak hanya dirasakan bagi diri sendiri,  tetapi juga bagi orang lain, terutama sekali bagi peserta didiknya. Walaupun mendidik karakter tidaklah  semudah membalikkan telapak tangan, oleh karena itu,  pembiasaan pembudayaan kepada anak bangsa/generasi muda, melalui penerapan pendidikan karakter harus dimulai  sejak saat ini. SEMOGA ***

Selamat Memperingati Hari Pendidikan Nasional, Tahun 2021. “Jaya Selalu Para Pendidik Terhebat Indonesia”.

oleh: Yudiasaro, S.Pd

Guru Seni Budaya SMA Negeri 1 Manggar

Artikel ini telah terbit di harian Belitong Ekspres pada tanggal 28 April 2021

adjar.id - Apakah Adjarian tahu, bagaimana cara menerapkan semangat kebangsaan?

Semangat kebangsaan dalam arti luas juga dapat diterapkan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitar, lo!

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, semangat adalah kekuatan (kegembiraan, gairah) batin; keadaan atau suasana batin. 

Sedangkan, kebangsaan adalah perihal bangsa; mengenai atau yang bertalian dengan bangsa.

Baca Juga: Perkembangan Periode Semangat dan Komitmen Kebangsaan: Sebelum dan Sesudah

Nah, semangat kebangsaan terbagi menjadi tiga, yaitu keteladanan, pewarisan, dan ketokohan. 

Ketiganya memiliki pengertian dan juga contohnya masing-masing, lo!

Namun, apakah kalian sudah mempelajari ketiga hal penting ini saat di sekolah?

Kalau belum, yuk, kita simak informasi lengkap mengenai peran tokoh masyarakat terhadap semangat kebangsaan dan komitmen kebangsaan berikut ini!

"Semangat kebangsaan dan komitmen kebangsaan di dalam kehidupan masyarakat terbagi menjadi tiga."

1. Keteladanan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keteladanan adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh. 

Nah, keteladanan tersebut dapat diberikan di berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah, negara, dan masyarakat luas, lo!

Contohnya, disiplin dan tepat waktu dalam membayar pajak, mematuhi tata tertib yang berlaku. 

Baca Juga: Pengertian Hakikat Semangat dan Komitmen Kebangsaan

Selain itu, ikut serta dalam kegiatan gotong-royong di lingkungan sekitar, dan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan. 

Hal-hal di atas di atas merupakan beberapa contoh bentuk keteledanan, ya. 

2. Pewarisan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pewarisan adalah proses, cara, pembuatan mewarisi atau mewariskan, ya.

"Disiplin dan tepat waktu dalam membayar pajak merupakan salah satu contoh masyarakat yang teladan."

Dengan demikian, pewarisan semangat kebangsaan dapat diartikan sebagai proses atau cara menurunkan nilai-nilai, sikap, dan perilaku terpuji kepada generasi berikutnya, ya. 

Contoh dari pewarusan antara lain adalah tulus ikhlas dalam membantu orang sekitar kita yang terkena musibah. 

Selain itu, juga bersifat jujur dan bertanggung jawab. 

O iya, dapat dipercaya dalam mengemban amanah, serta terbiasa belajar dan bekerja tepat waktu. 

Baca Juga: Semangat dan Komitmen Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila

3. Ketokohan

Mengapa bangsa Indonesia dalam mewariskan semangat kebangsaan membutuhkan sikap keteladanan

Pexels/Alex Green

Semangat kebangsaan dapat disalurkan melalui nilai-nilai keteladaan, pewarisan, dan ketokohan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ketokohan memiliki arti sebagai perihal tokoh. 

Dengan ini, kita dapat menyimpulkan sebagai "tokoh terkemuka".

Ketokohan juga sangat berkaitan erat dengan semangat kebangsaan, dengan ini ketokohan perlu dijadikan sebagai panutan dalam memberikan motivasi dan semangat bagi generasi muda, ya. 

Contoh dari ketokohan adalah senantiasa berbuat kebaikan, tidak cepat puas dan ingin meningkatkan prestasi, serta rajin dan cekatan dalam membantu orang lain. 

Nah Adjarian, itulah peran tokoh masyarakat terhadap semangat kebangsaan yang perlu kita ketahui dan pelajari.

Sekarang, yuk, coba jawab soal berikut ini!

Pertanyaan

Sebutkan salah satu contoh semangat kebangsaan yang Adjarian ketahui!

Petunjuk: Cek halaman 1-3.