Mengapa baitullah disebut tamu allah swt

Mengapa baitullah disebut tamu allah swt
Ibadah haji di Mekah (Foto: Ardhi Suryadhi/detikcom)

Mekah - Orang yang bergelimang harta tak menjamin diundang oleh-Nya. Sebaliknya, mereka yang terlihat sangat sederhana ternyata mendapat kesempatan lebih dulu menuntaskan rukun kelima.Ini namanya panggilan, bukan semata-mata soal uang. Ya, sinetron 'Tukang Bubur Naik Haji' bukan sembarang cerita fiksi. Sejatinya di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia, kisah soal 'Haji Sulam'--karakter di film 'Tukang Bubur Naik Haji'--memang benar adanya.

Bahkan, sudah di luar batas nalar hitung-hitungan kalkulator manusia. "Kok bisa ya tukang bubur naik haji? Dia cuma tukang cuci tetapi lebih dulu dipanggil ke Tanah Suci," tanya sebagian orang.

Sebaliknya, mereka yang berduit dengan 'tabungan tanpa nomor seri' tak serta merta bisa otomatis naik haji. Okelah, di atas kertas ia bisa dengan mudah membeli paket terbaik nan termahal di biro perjalanan bonafid agar bisa disertakan dalam rombongan haji khusus.Namun kalau memang belum rezekinya, pasti ada saja kendala. Mungkin sebagian dari kita sudah sering mendengar jika ada yang sudah menggelar Walimatus Safar--perayaan seseorang sebelum naik haji--dengan mengundang banyak orang tetapi pada akhirnya tak jadi berangkat. Seribu satu hal bisa menjadi alasan, tetapi kembali lagi, ini tergantung panggilan.

Mengapa baitullah disebut tamu allah swt
Ustaz Ismail Marzuki (Foto: Ardhi Suryadhi/detikcom)

Ustaz Ismail Marzuki, pembimbing jemaah haji khusus Maktour mengatakan, hadiah terindah dalam hidup manusia yang tidak bisa tergantikan sejatinya ada dua perkara. Pertama, ketika Allah menganugerahkan Iman Islam. Kedua, kita ditakdirkan untuk bisa bersimpuh, bersujud di dua kota suci: Mekah dan Madinah. "Kita tidak tahu amalan apa yang pernah kita lakukan sehingga dengan amalan itu Allah turunkan keridaan-Nya kepada kita. Ini agak sedikit merinding memang, di belakang kita mungkin ada orang yang sedekah sembunyi-sembunyi atau memang kita pernah menolong orang tanpa sepengetahuan orang siapapun, yang tahu hanya Allah dan kita saja," jelasnya.Ia menambahkan, inilah cara Allah menurunkan keridaan dan rahmat-Nya. Ini merupakan suatu sesuatu yang 'given' alias hadiah dari Sang Pencipta. "Kita tidak tahu, tiba-tiba ada orang yang kesehariannya sederhana, tukang bersih-bersih datang keridaan Allah SWT dan diantarkan menuju Tanah Suci. Jadi dengan apa? Wallahualam, itu semua rahasia Allah SWT," lanjut Ustaz Ismail. Memang secara fikih, syarat haji adalah mampu baik dalam bekal maupun dalam perjalanannya. Tapi secara hakekat adalah sejatinya yang mengundang dan memberi kemampuan itu Allah SWT. "Beruntunglah bagi kita yang ditakdirkan oleh Allah SWT untuk datang ke bumi Arafah. Ini adalah karunia yang paling besar, rasa syukur inilah yang kita tonjolkan, Kita tidak pernah tahu amalan apa yang pernah kita lakukan sehingga mengundang rahmat Allah SWT," pungkasnya.

Tonton video Taktik Jemaah Haji Melawan Panas Terik:


[Gambas:Video 20detik]

(ash/mae)

BAITULLAH atau ada yang menyebutnya Kakbah Al-Musyarrafah atau lebih luas lagi pemaknaannya dikenal dengan Masjid Baitillahil Haram telah dipadati oleh jutaan manusia para hamba Allah. Dhuyufullah pada pelaksanaan salat Jumat, pukul 9.00 pagi WSA, beberapa pintu Masjid Baitillahil Haram sudah ditutup. Artinya, jamaah haji di jalur pintu itu sudah full jamaah.

Saf-saf salat sudah dipenuhi baik untuk jamaah haji pria, dan secara terpisah jamaah haji kaum wanita ditempatkan pada kelompok wanita. Para pengurus masjid mengawasi dengan ketat pelaksanaan salat berjamaah.

Dengan kekhusyukan yang tercipta dan suara serta kefasihan serta hafalan dari ayat yang dibaca oleh imam masjid terkait dengan konteks pelaksanaan ibadah haji, atau yang terkait dengan makna kehidupan, dan masa depan kehidupan setiap insan hamba Allah di akhirat kelak.

Mengapa baitullah disebut tamu allah swt

Memukaunya panggilan suara muazin yang menderu, merdu, melengking, yang telah ditunggu kehadirannya berjam-jam oleh setiap insan hamba Allah, hati mereka semakin terdiam dan menghujam. Subhanallah!

Setiap insan hamba Allah swt yang datang dari seluruh penjuru belahan dunia yang semuanya telah lama merindukan Baitullah, kini tiba waktunya datang. Mereka telah berkumpul dan menyemut yang telah lama merindukan ingin beribadah di Baitullah. Beraneka ragam amalan yang mereka lakukan: mulai melaksanakan thawaf umrah, thawaf sunah, melaksanakan salat-salat sunah seperti salat rawatib (qabliyyyah dan ba’diyyah), salat taubah, salat hajat, salat tasbih, salat tahajud, salat dhuha, salat mutlak, dan salat jenazah.

Sementara itu, salat lima waktu yang pelaksanaannya sangat ditunggu oleh seluruh para jamaah haji menjadikan Masjid Batillahill Haram sangat padat. Tidak ada sejengkal pun tersisa dari lautan tamu Allah yang sedang melaksanakan salat jamaah, termasuk seluruh halaman bagian selatan, utara, timur dan barat sudah terpenuhi dengan sesak.

Bahkan sampai masuk ke ruangan hotel dan pertokoan, misalnya di kawasan Zamzam Tower dan Bin Dawood Plaza, dengan sigapnya sekuriti hotel menyiapkan saf-saf salat dengan tertib dan aman. Kegiatan pelaksanaan bisnis terhenti sesaat selama pelaksanaan salat dan diganti dengan kegiatan salat berjamaah.

Selain itu, sebagian mereka asyik dengan khusyuk mengkhatamkan Alquran beberapa kali di dalam Masjid Baitillahil Haram sekaligus dengan niat iktikaf, dilanjutkan zikir dan doa, serta bersalawat kepada Rasulullah SAW. Apalagi, di antara mereka bisa berdoa dan bermunajat di beberapa tempat mustajab, misalnya: Multazam, Hijir Ismail, Maqam Ibrahim.

Kondisi ini terjadi karena sejumlah jamaah haji dari seluruh dunia telah berkumpul di tujuan yang sama yaitu Baitullah atau Mesjid Baitillahil Haram, baik yang datangnya dari Kota Madinah Al-Munawwaroh maupun yang dari Jeddah. Kloter Kab Bogor seluruhnya sudah masuk di Kota Makkah, juga jamaah haji yang berasal dari kota dan kabupaten seluruh Indonesia.

Inilah yang Rasulullah Muhammad SAW, lima belas abad lalu, telah menyatakan dalam hadisnya, “Salat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1.000 kali salat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Sedangkan salat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 salat di masjid lainnya.”

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-lajnah Ad-Daimah berpendapat bahwa pendapat terkuat dan mayoritas dari para ulama di Makkah Al-Mukarromah menyatakan bahwa berlipat gandanya pahala berlaku umum dilakukan di seluruh wilayah tanah haram (di seluruh kawasan kota suci Makkkah). Karena dalam Alquran dan as sunnah, seluruh tempat di Makkah disebut dengan nama Masjidil Haram. Subhanallah!

Inilah akumulasi balasan yang sangat luar biasa yang disediakan dari Allah SWT dari hasil perjuangan lahir batin dari setiap insan tamu Allah. Yang dengan ikhlas berdesak-desakan mencari tempat duduk untuk beriktikaf, menunggu waktu untuk salat wajib, indahnya menjaga wudu, menahan segala yang membatalkan wudu, dengan hati, mulut, dan semua anggota tubuh aktif untuk berzikir yang diingat dan disebut hanya asma Allah SWT.

Kini mereka sambil menunggu waktu wukuf di Arafah, mabit di Muzdalfah, dan melakukan pelemparan jumrah baik melempar Jumratul Aqabah pada tangggal 10 Dzulhijjah, melempar Jumratul Ula, Wustho, dan Aqabah pada tanggal 11–12 Dzulhijjah.

Bagi yang mengambil Naafar Awwwal serta pelemparan Jumratul Ula, Wustho, dan Aqabah di tanggal 13 Dzulhijjah bagi yang mengambil Nafar Tsani. Mudah-mudahan para jamaah haji semua selalu diberikan kekuatan dan kesehatan lahir batin dari Allah SWT, sehingga dapat melak­sanakan semua prosesi haji dengan semaksimal mungkin, serta tetap mengedepankan untuk saling menghormati dan memuliakan antara sesama tamu Allah SWT.(*)

Ketika mendengar atau setiap terucap doa “Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka Labbaik. Innal hamda, wanni’mata laka wal mulk, La syarika lak.” Hati ini semakin bergetar dan tak akan sanggup untuk menahan tangisan kerinduan; “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, Tidak ada sekutu bagi–Nya, Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk-Mu semata-mata. Segenap kerajaan untuk-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu”. 

Sebuah kerinduan akan Baitullah tak lagi terbendung, bila lantunan talbiyah terus mengiang di telinga, maka lepaskan semua kesibukan, dan berlarilah menuju Allah. Namun, bila engkau tak sanggup berlari, maka berjalanlah. Bila tak sanggup juga, maka merangkaklah. Jangan hanya diam. Karena jarak itu tak akan mengecil kecuali engkau melangkah mendekatinya. 

Sungguh karunia yang begitu besar bagi yang terpilih menjadi tamu Allah. Akan tetapi walaupun Allah sudah mengundang secara resmi melalui firman Qs (Ali Imran; 96-97) namun belum tentu kita semua diberi kemampuan dan kesempatan memenuhi undangan Allah tersebut. Begitulah kerinduan di jiwa setiap muslim untuk berusaha memampukan diri melakukan perjalanan suci ke Baitullah serta menyinggahi kota Nabi sangatlah besar. 

Akan tetapi mengapa hati kita selalu ragu untuk menuju Baitullah? mengapa pula kita merasa belum mampu ke Baitullah? dan mengapa hati kita selalu terbelenggu dunia dan ketidakyakinan? Keniscayaannya dibutuhkan sebuah keyakinan yang harus kita miliki sebagai mana sebuah hadist yang diriwayatkan dalam HR. Al-Fakihani dalam Akhbaru Makkah, jika orang yang melaksanakan haji dan orang yang melaksanakan umrah adalah tetamu Allah. Allah SWT akan memberi apa yang mereka minta; akan mengabulkan doa yang mereka panjatkan; akan mengganti biaya yang telah mereka keluarkan; dan akan melipat-gandakan setiap satu dirham menjadi satu juta dirham.”

Menyoal derajat keyakinan seseorang Ibnu Taimiyah membagi pengertian yakin itu kepada 3 derajat, yaitu: (1).‘Ilmu yakin yaitu keyakinan yang didasarkan kepada pendengaran, pemberitaan, (kabar). (2).’Ainun yakin yaitu keyakinan karena berdasar penglihatan dengan mata, mempersaksikan sendiri. (3). ’Haqqul-yakin yaitu keyakinan yang timbul karena turut mengalami sendiri, merasakan dan menghayatinya.  Ibnu  Taimiyah  memberikan  perumpamaan tentang tingkat dan derajatnya satu demi satu, dengan mengambil contoh mengenai madu. Derajat yang pertama (ilmul-yakin),seseorang mendengar  bahwa di suatu tempat  ada tersedia madu. Dia percaya karena orang  yang  memberitahukan itu adalah seseorang yang lurus (siddik). Dia percaya  karena  di  tempat yang disebutkan itu memang banyak di jumpai madu. 

Kemudian,  dia melihat dan mempersasikan sendiri madu itu dengan mata kepalanya. Dia melihat warna yang kemerah-merahan seperti air gula, kental  dan  lain-lain. Pada saat itu, keyakinannya  meningkat  kepada ‘ainul-yakin. Akhirnya, dia mencoba mencicipi madu itu, terasa manis dan segar, rasa dan  lezatnya  memang benar-benar madu. Di  sini  kepercayaannya meningkat mencapai derajat haqqul-yakin, keyakinan yang pasti. (‘’Majmu-‘aitul Rasa-ilil Kubra’’,oleh Ibnu Taimiyah, jilid II, hal. 159).

Sebuah jaminan untuk ibadah haji atau umrah, Allah sudah menyebarluaskan panggilan atau undangan ini kepada seluruh umat manusia. Undangan ini sudah dibuat oleh Allah dan disebarluaskan untuk hambaNya sejak ribuan tahun lalu oleh Nabi Ibrahim AS dan dilanjutkan oleh Rasulullah SAW, undangan ini akan tetap ada sampai akhir zaman. 

Yakinlah bahwa Allah itu tidak memanggil orang yang mampu, tetapi Allah memampukan orang yang terpanggil’, selalu mantapkan hati dan yakinkan diri jika tak ada yang tak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Untuk bisa menjadi yang “terpanggil” niat saja tidak cukup, haruslah jika niat dan keinginan yang kuat itu dimanifestasikan dalam ibadah dan ikhtiar kita secara istiqomah. Salah satu ciri orang yang layak menjadi tamu Allah adalah orang yang memang dalam keseharianya adalah orang yang taat kepada Allah.. Man Jadda Wa Jadda.