Komnas Anti kekerasan terhadap Perempuan dibentuk sesuai keputusan Presiden Nomor

Setiap instansi negara memiliki fungsi dan tujuan, salah satunya adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang berkecimpung di penegakan Hak Asasi Manusia. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Fungsi dan tujuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan sebaiknya kita pahami dulu latar belakang pembentukan instansi yang satu ini.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Pengertian dan Latar Belakang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah salah satu lembaga nasional hak asasi manusia (NHRI, National Human Rights Institution), yang berfokus pada penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan adalah lembaga negara yang independen yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 15 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar pada tragedi kekerasan seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.

Setelah memahami pengertian dan latar belakang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan selanjutnya kita masuk ke fungsi dan tujuan dari lembaga tersebut. Adapun fungsi dan tujuannya terurai sebagai berikut.

Fungsi dan tujuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KNAKP)

Tujuan Komnas Perempuan:

  1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia;
  2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segal bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.

Mandat dan Kewenangan Komnas Perempuan:

  • Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan;
  • Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan;
  • Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan;
  • Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislative, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusuanan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.;
  • Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.

Peran atau Fungsi
Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :

  1. Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak perempuan korban;
  2. Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan;
  3. Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan;
  4. Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggungjawab negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban;
  5. Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Itulah Fungsi dan tujuan dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Anda juga bisa melihat fungsi dan tujuan dari lembaga-lembaga HAM lainnya seperti, Komnas Pelindungan Anak Indonesia, Komite Nasional Perlindungan Konsumen dan Pelaku Usaha, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN). Semoga artikel ini bermamfaat bagi Anda.

Sumber:
Muh. Ilmi Ikhsan Sabur
http://www.smansax1-edu.com/2014/09/fungsi-dan-tujuan-komisi-nasional-anti.html

Komnas Anti kekerasan terhadap Perempuan dibentuk sesuai keputusan Presiden Nomor

Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 181 Tahun 1998

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 181 TAHUN 1998

TENTANG

KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang    :     a.   bahwa Undang‑Undang Dasar 1945 menjamin semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan;

                               b.   bahwa berdasarkan Pancasila, Undang‑Undang Dasar 1945, Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita Tahun 1979 (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Wanita (Convention Against Torure and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment of Punishment), dan Deklarasi PBB 1993 tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, segala bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas hak‑hak asasi manusia;

                               c.   bahwa sesuai dengan prinsip‑prinsip negara berdasar atas hukum, upaya yang dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan perlu lebih ditingkatkan dan diwujudkan secara nyata;

                               d.   bahwa untuk memenuhi maksud tersebut dalam butir a, b, dan c dipandang perlu membentuk suatu Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang bersifat independen.

Mengingat      :     Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 27 Undang‑Undang Dasar 1945;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan    :     KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN.

BAB I

PEMBENTUKAN, ASAS, DAN SIFAT

Pasal 1

Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah kekerasan terhadap perempuan serta penghapusan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan, dibentuk Komisi yang bersifat nasional yang diberi nama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

Pasal 2

Komisi Nasional Anti kekerasan Terhadap Perempuan berasaskan Pancasila.

Pasal 3

Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan bersifat independen.


BAB II

TUJUAN DAN KEGIATAN

Pasal 4

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan bertujuan:

a.   penyebarluasan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang berlangsung di Indonesia;

b.   mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia;

c.   peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak asasi manusia perempuan.

Pasal 5

Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan melakukan kegiatan:

a.   penyebarluasan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya‑upaya pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan;

b.   pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen Perserikatan Bangsa‑Bangsa mengenai perlindungan hak asasi manusia perempuan dan peraturan perundang‑undangan yang berlaku,  serta  menyampaikan  berbagai  saran dan pertimbangan   kepada pemerintah, lembaga legislatif dan masayarakat dalam rangka penyusunan dan penetapan peraturan dan kebijakan berkenaan dengan upaya‑upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan dan penegakan hak asasi manusia bagi perempuan;

c.   pemantauan dan penelitian, termasuk pencarian fakta, tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah;

d.   penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya segala bentuk kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat;

e.   pelaksanaan kerjasama regional dan internasional dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dalam rangka mewujudkan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

BAB III

SUSUNAN ORGANISASI DAN KEANGGOTAAN

Pasal 6

Susunan organisasi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan terdiri dari:

a.   Komisi Paripurna;

b.   Badan Pekerja.

Pasal 7

Anggota Komisi Paripurna adalah tokoh‑tokoh yang:

a.   telah aktif memperjuangkan hak asasi manusia dan/atau memajukan kepentingan perempuan;

b.   mengakui adanya masalah ketimpangan jender;

c.   menghargai pluralitas agama dan ras/etnisitas dan peka terhadap perbedaan kelas ekonomi;

d.   peduli terhadap upaya pencegahan dan penghapusan segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan Indonesia.

Pasal 8

(1) Komisi Paripurna terdiri dari 15 (lima belas) sampai dengan 21 (dua puluh satu) orang anggota dengan seorang Ketua dan dua orang Wakil Ketua.

(2) Ketua dan Wakil Ketua Komisi Paripurna dipilih oleh anggota.

(3) Untuk pertama kalinya anggota Komisi Paripurna diangkat oleh Presiden.

(4) Komisi Paripurna menyediakan kursi keanggotaan bagi tokoh‑tokoh daerah yang memenuhi persyaratan anggota.

Pasal 9

Masa jabatan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Ketua dan Wakil Ketua serta anggota Komisi Paripurna diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Komisi.

Pasal 10

Komisi Paripurna mengadakan Rapat Paripurna sekurang‑kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 11

Badan Pekerja dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, yang dipilih dan diangkat oleh Komisi Paripurna.

Pasal 12

(1) Badan Pekerja terdiri dari:

      a.   Divisi Pemantauan dan Penelitian;

      b.   Divisi Pengkajian dan Pembaharuan Perangkat Hukum;

      c.   Divisi Advokasi dan Pendidikan Masyarakat.

(2) Setiap Divisi terdiri dari seorang Koordinator dan anggota Divisi sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 13

(1) Sekretaris Jenderal bertugas mengelola pelaksanaan Program Kerja.

(2) Sekretaris Jenderal bekerja purna waktu dan mendapatkan kompensasi atas pekerjaannya.

(3) Sekretaris Jenderal dicalonkan oleh Ketua Komisi Paripurna dan diangkat oleh rapat anggota Komisi Paripurna.

Pasal 14

Masa kerja Sekretaris Jenderal akan ditentukan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 15

Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Jenderal dibantu oleh Sekretaris, beberapa Staf Adminnistrasi dan seorang penanggung jawab hubungan masyarakat.

BAB IV

PEMBIAYAAN

Pasal 16

(1) Segala pembiayaan sarana dan prasarana yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dibebankan pada Pemerintah.

(2) Untuk pelaksanaan program kerja, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dapat mencari sumber dana dari sumber‑sumber lain dari masyarakat luas yang tidak mengikat.

BAB V

PENUTUP

Pasal 17

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

                                                                                    Ditetapkan di Jakarta

                                                                                     pada tanggal 9 Oktober 1998

                                                                                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                                                                            ttd.

                                                                                    BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE