Kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan manusia

Red: Damanhuri Zuhri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Tafsir, Dr Muchlis Hanafi mengungkapkan, Indonesia menghadapi ancaman kerusakan hutan cukup tinggi.

Dalam kurun waktu 15 tahun, dari tahun 1990 hingga 2005, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 28 juta hektar, terbesar kedua di dunia setelah Brazil yang mengalami kerusakan hutan 48 juta hektar.

''Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia, sangat mengancam kehidupan umat manusia. Hilangnya hutan maka ekosistem akan rusak dan sumber air bersih akan hilang,'' ungkap Muchlis kepada Republika.co.id, Senin (23/11)..

Kerusakan ekosistem, sambung dewan pakar Pusat Studi Alquran (PSQ) ini, sudah kita rasakan dampaknya berupa ancaman perubahan iklim dengan suhu bumi semakin panas dan naiknya permukaan laut.

Kondisi ini, jelas Muchlis, menjadi ancaman terhadap kehidupan flora dan fauna. ''Kemarau panjang terjadi di mana-mana. Dampaknya masih kita rasakan saat ini.  Kebakaran hutan, konversi lahan, polusi dan banyaknya eksploitasi sumber daya alam semakin mengancam keanekaragaman hayati,'' jelasnya mengingatkan.Kerusakan lingkungan inilah, kata Muchlis, yang menyebabkan kita sebagai bangsa selalu dirundung musibah. ''Kita baru saja mengalami kebakaran hutan selama hampir tiga bulan lamanya,'' ujarnya seraya mengatakan berdasarkan informasi dari BMKG, lebih dari tiga perempat wilayah Indonesia tertutup asap tipis hingga tebal. ''Hingga 23 Oktober 2015, hanya dalam waktu antara 2-3 bulan, kebakaran hutan di Indonesia menghasilkan emisi karbondioksida yang melebihi rata-rata emisi karbon yang dihasilkan industri Jerman dalam setahun. Tentu, angka  ini menyumbang secara signifikan bagi pemanasan global.''Seperti tahun-tahun sebelumnya, kata Muchlis, hujanlah yang menjadi pahlawan. Tetapi curah hujan yang turun di banyak wilayah, dan intensitasnya semakin  meningkat pada bulan-bulan mendatang, membayangi ancaman baru, yaitu banjir. ''Baru saja kita lepas dari musibah kebakaran hutan, kita sudah dibayang-bayangi musibah  banjir,'' jelas Muchlis.

Itulah dampak kerusakan lingkungan yang terjadi. ''Kerusakan itu bermula dari ulah tangan manusia. Keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan berbuah duka dan derita. Mahabenar Allah dalam firman-Nya, 'Timbulnya kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan manusia,'' ujarnya.

Terdapat banyak bentuk kerusakan yang disebutkan Alquran.

Mgrol100

Terdapat banyak bentuk kerusakan yang disebutkan Alquran. Ilustrasi Alquran

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,    

Baca Juga

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ أَلَآ إِنَّهُمْ هُمُ ٱلْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah berbuat kerusakan di bumi', mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak merasa." (QS al Baqarah [2]:11-12).

Alquran menyebutkan, sejumlah kaum dan tokoh yang melakukan perbuatan destruktif atau kezaliman di muka bumi. Seperti, bangsa Yahudi, kaum Tsamud, Yakjuj dan Makjuj, Fir'aun, Qarun, dan sederetan nama dan kaum lainnya. Mereka diabadikan dalam Alquran sebagai pelaku atau agen kerusakan, al Mufsiduuna fil Ardh. Atau, dengan bahasa lain, az Zhalimun (orang-orang yang berbuat zalim).

Secara umum dan spesifik, Alquran juga menerangkan diversitas atau bentuk-bentuk kerusakan yang terjadi di atas bumi. Misalnya, merampas atau mencuri harta milik orang lain, baik pribadi maupun milik umum. 

قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الْأَرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ

“Saudara-saudara Yusuf menjawab "Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para pencuri". (QS Yusuf [12]: 73). 

Menghalang-halangi manusia menuju jalan yang diridhai Allah merupakan bentuk kerusakan di muka bumi: 

وَلَا تَقْعُدُوا بِكُلِّ صِرَاطٍ تُوعِدُونَ وَتَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِهِ وَتَبْغُونَهَا عِوَجًا ۚ وَاذْكُرُوا إِذْ كُنْتُمْ قَلِيلًا فَكَثَّرَكُمْ ۖ وَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

“Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-'Araf [7]:86).

Menuruti hawa nafsu duniawi dengan gejalanya, seperti cinta dunia dan takut mati, budaya meterialistis, hedonis, tamak, dan seumpamanya: 

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS al-Mukminun [23]: 71). 

Termasuk jenis kerusakan yang dijelaskan dalam Alquran adalah sikap orang-orang Mukmin yang menjadikan orang-orang yang tidak seakidah sebagai pemimpin: 

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“ Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS al Anfal [8]:73). 

Lebih-lebih apabila umat Islam menjadikan sekelompok orang sebagai teman setia atau kiblat politik, padahal selama ini mereka jelas-jelas memusuhi dan memerangi atas nama agama.  

” إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS al-Mumtahanah [60]:9).

Demikian juga kepongahan dan kesewenang-wenangan dengan segala indikatornya, seperti  merancang konflik, penindasan, dan pembunuhan secara biadab adalah bentuk kerusakan yang sangat nyata: 

إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

“Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash [28]:4).   

Seorang pakar tafsir terkemuka pada era sahabat, Abdullah bin Mas'ud, ketika menafsirkan ayat yang dikemukakan pada pendahuluan di atas (QS al-Baqarah [2]:11-12)  mengatakan, yang dimaksud kerusakan di muka bumi dalam ayat ini adalah jalan kekufuran dan perbuatan maksiat.

Sehingga, logis apabila sejumlah ulama tafsir menarik sebuah kesimpulan, kekufuran dan maksiat kepada Allah merupakan sumber kerusakan. Maknanya, status kufur dan maksiat adalah akar kerusakan yang menimbulkan kerusakan-kerusakan yang lain di atas bumi. 

Sebagaimana dikatakan salah seorang ahli tafsir, Imam Asy-Syaukani, bahwa perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dan maksiat adalah sebab timbulnya berbagai kerusakan di alam semesta.

Kesimpulannya, Islam adalah agama yang menghendaki keselamatan dan kemakmuran di atas bumi. Apa pun bentuk kerusakan dan kemudharatan sebagaimana disebutkan di atas, semuanya bertolak belakang dengan prinsip dan syariat Islam. Orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan orang-orang yang senantiasa berbuat kerusakan merupakan satu paket kezaliman yang sejak dulu diperangi para nabi dan rasul.  

sumber : Harian Republika

Keadaan bumi sudah berada pada titik kritis. Penebangan hutan , pembakaran hutan, alih fungsi lahan yang menyebabkan kegundulan hutan terus meningkat kasusnya. Dalam skala tahun 2000-2007 terjadi penebangan hutan seluas 24 juta hektar di Indonesia. Jelas sekali ini sangat berbahaya bagi kelangsungan lingkungan hidup. Akibat perusakan lingkungan yang notabene dilakukan oleh tangan manusia ini, bencana lingkungan pun semakin tak terhindarkan, seperti banjir, perubahan iklim, hingga pemanasan global.

Demikian diungkapkan oleh Suparlan , Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Yogyakarta dalam seminar lingkungan bertemakan memperkuat peran Civil Society dalam pengelolaan lingkungan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (BEM FISIPOL UMY) bertempat di Kampus Terpadu UMY, Kamis Sore (6/5).

Senada dengan 2500 Profesor yang tergabung dalam Intergovermental of climate change yang menilai bahwa kerusakan lingkungan di dunia di sebabkan oleh ulah tangan manusia, Suparlan juga melihat bahwa kerusakan lingkungan disebabkan oleh negara lebih mementingkan kepentingan para pemilik modal dibandingkan lingkungan hidup maupun kepentingan masyarakat. “Kerusakan lingkungan sering sekali dilakukan oleh korporasi  besar, Illegal logging oleh pengusaha kayu, alih fungsi hutan juga oleh perusahaan yang mendapat dukungan dari pemerintah,”ungkapnya.

Menurut Suparlan, Ibarat orang yang sakit, bumi yang harus kritis juga harus segera di obati. Fakta lapangan yang menunjukan kerusakan lingkungan sudah ditunjukkan di depan mata. Akibatnya juga sudah dirasakan mulai dari perubahan iklim yang menyebabkan petani gagal panen, nelayan tidak bisa melaut. Serta eksploitasi terhadap alam yang dilakukan oleh kelompok manusia termasuk korporasi seperti yang terjadi di Sidoarjo. Lumpur Lapindo telah melumpuhkan basis produksi masyarakat di sana. “Untuk mengobati bumi yang sakit ini, perlu upaya masyarakat maupun gerakan civil society dalam proses memperbaiki kerusakan lingkungan hidup ini khususnya di Indonesia,”urainya.

Memang agak sulit untuk menciptakan masyarakat yang sadar lingkungan. Parahnya lagi, menurut Suparlan saat ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa bencana lingkungan itu adalah hal biasa. Sehingga kerusakan lingkungan pun terasa menjadi hal yang biasa saja dan tidak perlu ditanggapi dengan serius. “Menimbulkan kesadaran masyarakat ini lah yang perlu di lakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun gerakan-gerakan civil society,”paparnya.

Selain menumbuhkan sadar lingkungan, masyarakat juga harus mulai menanam pohon menanam pohon ini juga harus disertai dengan kesadaran untuk tidak menggantungkan oksigen pada orang lain. Masyarakat juga harus mengontrol kebijakan pemerintah terkait dengan lingkungan. Serta memproduksi maupun menggunakan produk ramah lingkungan. Namun dalam  memproduksi produk ramah lingkungan, Suparlan menekankan jangan sampai logika ekonomi yang bermain. Suparlan memaparkan bahwa di Yogyakarta ada kelompok ibu-ibu yang memamfaatkan plastik bekas deterjen, sabun yang dikumpulkan dari sampah rumah tangga maupun sampah warung untuk dijadikan barang ekonomi seperti tas dan keranjang. Namun sering kali ketika orderan semakin banyak dan para ibu ini kehabisan bahan plastik, mereka membeli plastik barang terebut di swalayan. “Harusnya kan dari sampah bukan membeli dari swalayan. Kalau begitu ya sama saja,”ungkapnya.

Di lain sisi, Tasdianto, Sp, M.Si selaku kepala kantor lingkungan hidup regional Jawa, yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut memaparkan bahwa saat ini pemerintah telah melakukan upaya menciptakan masyarakat berwawasan lingkungan melalui komunitas-komunitas. Di Yogyakarta, pemerintah mengklasifikasi masyarakat menjadi empat komunitas yakni komunitas pendidikan, komunitas pebisnis, komunitas kampung, dan komunitas agama. Menurut Tasdianto cara melakukan penyadaran terhadap masing-masing komunitas berbeda-beda sesuai dengan karakteristik masing-masing.

Komunitas agama biasanya penyadaran dilakukan berdasarkan kitab suci masing-masing agama. Untuk komunitas agama islam, Tasdianto memaparkan sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pesantren di Regional Jawa untuk menciptakan para santri yang berwawasan lingkungan. “Di Jogja, di bawah lereng merapi ada sebuah pesantren yang saat ini menjadikan wawawan dan sadar lingkugan sebagai salah satu subjek yang didalami selain pengetahuan agama dan umum,”paparnya. Selain dengan pesantren, Pemerintah juga melakukan kerjasama dengan organisasi ummat salah satunya dengan Muhammadiyah. “Pemerintah dengan PP Muhammadiyah telah bekerja sama dalam gerakan penaman pohon dan sadar lingkungan yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu dan akan terus berlanjut,”tandasnya.