Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

* )& #* ) ; & > ( $! 1; * 1 #* 1 ( 1;!0

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

~ : :1::~~.~~1~;':~.~~.~.~~:1

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

P 1 = P 1 1 = P 1, P 1 2 =

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

Sutardi 1, * Irwandi 1, Taslima 1, Rahmi Nuraztia 1 1

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

1.list Timoteovi 1:1 1 1.list Timoteovi 1:16. 1.list Timoteovi

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

1.list Petrův 1:1 1 1.list Petrův 1:13. 1.list Petrův

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

1.list Korintským 1:1 1 1.list Korintským 1:17. 1.list Korintským

Kerajinan batik dapat diterapkan pada Media kayu Kawung sidomukti Parang Rusak merupakan jenis

1.list Timoteovi 1:1 1 1.list Timoteovi 1:15. 1.list Timoteovi

1 i ORNAMEN BATIK SIDOMUKTI, SIDOLUHUR, DAN SIDOMULYO Kajian Fungsi, Estetika, dan Makna Simbolik Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Tata Busana oleh Amrina Syarofinisa JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

2 ii

3 iii

4 iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto : Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh. (Confusius) Skripsi ini kupersembahkan untuk : 1. Keluarga tercinta dan orang-orang tersayang yang selalu memberi dukungan. 2. Almamater UNNES

5 v PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Ornamen Batik Sidomukti, Sidoluhur dan Sidomulyo, Kajian fungsi, Estetika, dan Makna Simbolik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan, petunjuk, saran, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Fathurrohman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan menyelesaikan Studi Strata Drs. Muhammad Harlanu, M.pd., Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan pengesahan skripsi. 3. Dra. Wahyuningsih, MPd., Ketua Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kelancaran administratif dalam penyusunan skripsi. 4. Muh. Fakhrihun Na am, S.Sn, M.Sn., Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi. 5. Maria Krisnawati, S.Pd, M.Sn., Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 6. Siti Nurrohmah, S.Pd, M.Sn, Dosen Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 7. Asti Suryo Astuti, SH.,KN, Asisten Manager Museum Batik Danar Hadi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

6 vi 8. Drs. Purwanto, M.pd dan Agus Wiranto yang telah bersedia menjadi narasumber penelitian. 9. Bapak Abdullah Afan, Ibu Athy Nurul Hikmah, Adik Akbar Muhammad Ramadhan, Adik Aufa Muhammad Nadif, dan Adik Asyifa Arundina yang telah memberikan dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi ini. 10. Keluarga besar Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Saran dan kritik sangat kami perlukan demi sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan pendidikan pada umumnya. Semarang, 2015 Penulis

7 vii ABSTRAK Syarofinisa, Amrina Ornamen Batik Sidomukti, Sidoluhur, Dan Sidomulyo, Kajian Fungsi, Estetika, dan Makna Simbolik. Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Muh. Fakhrihun Na am, S.Sn, M.Sn dan Pembimbing Kedua Maria Krisnawati, S.Pd, M.Sn. Kata kunci : Estetika, kajian fungsi, makna simbolik, ornamen. Batik merupakan warisan budaya bangsa Indonesia. Beberapa motif batik di antaranya adalah motif Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo. Ketiga batik tersebut berasal dari Keraton Surakarta yang merupakan pola batik klasik dan mempunyai makna atau pesan. Pengetahuan tentang makna atau pesan terasa sangat kurang karena tidak adanya pengetahuan masyarakat mengenai hal itu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fungsi, estetika, makna yang terkandung pada ornamen ketiga batik tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Fokus penelitian adalah batik klasik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan semiotika dan pendekatan estetis. Analisis data menggunakan teori Miles dan Hubermen berupa reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Metode validitas menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motif Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo mempunyai fungsi personal, fisik, dan sosial yang sama pada masyarakat. Fungi personal adalah sebagai ungkapan doa dan harapan penciptanya agar pemilik batik memiliki sifat-sifat baik seperti yang terkandung dan sebagai barang yang akan dijual untuk meningkatkan ekonomi penciptanya. Fungsi fisik yaitu sebagai kain jarit yang dan berkembang menjadi fashion pakaian sehari-hari serta linen rumah tangga. Fungsi sosial yaitu digunakan pada upacara tradisional dan acara yang diselenggarakan oleh pihak Keraton. Kajian estetika menunjukkan ornamen pada ketiga batik memiliki unsur yang hampir sama yaitu didominasi petak belah ketupat yang di dalamnya berupa sayap, hewan, dan tumbuhan. Makna simbolik yang ada pada ketiga batik menunjukkan doa dan harapan agar terpenuhnya kesejahteraan pada keluarga, memiliki derajat dan jabatan yang tinggi, memiliki sifat mulia dan berbudi luhur, serta menjadi pribadi yang bijaksana dan berwibawa untuk pemiliknya. Saran peneliti, penggunaan batik ini sebaiknya memperhatikan makna yang terkandung di dalamnya dan harus disesuaikan dengan tempat, acara, dan tujuan acara tersebut serta batik ini harus dilestarikan supaya masyarakat tidak melupakan makna-makna yang terkandung di dalamnya.

8 viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v ABSTRAK..... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Skripsi... 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Batik Pengertian Batik Klasik Penggolongan Pola Batik Klasik Unsur-unsur motif Batik Klasik Ornamen Pengertian dan Fungsi Ornamen Unsur Ornamen Fungsi Seni Fungsi Personal Fungsi Fisik Fungsi Sosial Estetika... 20

9 ix 2.5 Semiotika Semiotika menurut Roland Barthes Denotasi dan Konotasi Kerangka Berfikir BAB 3 METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Pendekatan Semiotika Pendekatan Estetis Fokus dan Sasaran Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Metode Validitas Data BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pembahasan Kajian Fungsi Fungsi Personal Fungsi Fisik Fungsi Sosial Kajian Estetika Unsur Seni Rupa Ornamen Batik Prinsip Seni Rupa Kajian Semiotika Konotasi dan Denotasi Ornamen Batik Sidomukti Konotasi dan Denotasi Ornamen Batik Sidoluhur Konotasi dan Denotasi Ornamen Batik Sidomulyo Makna Ornamen BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran

10 x DAFTAR PUSTAKA GLOSARIUM LAMPIRAN

11 xi DAFTAR TABEL Tabel 1 Unsur seni batik Sidomukti, Sidoluhur dan Sidomulyo Tabel 2 Denotasi dan konotasi batik Sidomukti Tabel 3 Denotasi dan konotasi batik Sidoluhur Tabel 4 Denotasi dan konotasi batik Sidomulyo... 92

12 xii DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Pola geometris Parang (pola Parang Sarpo)... 9 Gambar 2 pola geometris ceplok (pola ceplok kawung) Gambar 3 pola non geometris batik alas-alasan Gambar 4 garis dan bentuk Gambar 5 burung sebagai sumber ide ornamen Gambar 6 proses stilasi sayap burung Gambar 7 menciptakan pola Gambar 8 pemberian warna pada ornamen Gambar 9 Batik Sidomukti sebagai barang komersil Gambar 10 Kain Sidoluhur sebagai jarit pada upacara pernikahan Gambar 11 Kemeja dengan motif batik Sidomulyo Gambar 12 Kemeja dengan motif batik Sidomukti Gambar 13 Kemeja dengan motif batik Sidomukti Gambar 14 Baju sarimbitan dengan motif batik Sidomulyo Gambar 15 Dress dengan batik Sidoluhur Gambar 16 Rok duyung dengan motif batik Sidomulyo Gambar 17 blus kerja dengan motif batik Sidomukti Gambar 18 Blus dengan motif batik Sidomulyo Gambar 19 Gamis dengan motif batik Sidomukti Gambar 20 Gaun pesta anak dengan motif batik Sidomukti Gambar 21 Batik Sidomukti yang dikenakan pada saat karnaval Gambar 22 Tas dengan motif Sidomulyo Gambar 23 Tas tangan dengan motif batik Sidomukti Gambar 24 Blangkon dengan motif batik Sidomukti Gambar 25 Sepatu keds dengan motif batik Sidomukti Gambar 26 Sepatu keds dengan motif batik Sidomukti Gambar 27 Kipas tangan dengan motif batik Sidomukti Gambar 28 Sprei dengan motif batik Sidomulyo Gambar 29 Bedcoverdengan motif batik Sidomulyo... 53

13 xiii Gambar 30 Tutup galon dengan motif batik Sidomukti Gambar 31 Tempat tissu dengan motif batik Sidomulyo Gambar 32 Gorden dengan motif batik Sidomukti Gambar 33 Sarung bantal dengan motif batik Sidomukti Gambar 34 Sarung bantal dengan motif batik Sidomulyo Gambar 35 Motif Sidomulyo digunakan pada taplak meja Gambar 36 Motif Sidomukti digunakan pada taplak meja Gambar 37 Sofa dengan motif batik Sidomukti Gambar 38 Batik Sidomukti sebagai barang koleksi museum Gambar 39 Kain Sidoluhur pada pernikahan Adat Solo tahun Gambar 40 Kain Sidomukti pada pernikahan adat Solo Gambar 41 Kain Sidomukti pada pernikahan adat Solo Gambar 42 Kain Sidomukti pada pernikahan adat Solo Gambar 43 Kain Sidomukti digunakan orang tua pengantin Gambar 44 Kain Sidomulyo pada acara mitoni Gambar 45 Kain Sidomukti pada acara Kirab Pusaka Gambar 46 Kain Sidoluhur pada acara Tingalan Jumenengan PB XXI Gambar 47 Kain Sidomulyo pada acara wisuda abdi dalem Gambar 48 Batik Sidomukti Gambar 49 Unsur garis pada batik Sidomukti Gambar 50 Bangun batik Sidomukti sebagai selembar kain Gambar 51 Unsur Warna pada batik Sidomukti Gambar 52 Unsur gelap-terang pada batik Sidomukti Gambar 53 Batik Sidoluhur Gambar 54 Unsur garis pada batik Sidoluhur Gambar 55 Bangun batik Sidoluhur sebagai selembar kain Gambar 56 Unsur Warna pada batik Sidoluhur Gambar 57 Unsur gelap-terang pada batik Sidoluhur Gambar 58 Batik Sidomulyo Gambar 59 Unsur garis pada batik Sidomulyo Gambar 60 Bangun batik Sidomulyo sebagai selembar kain... 73

14 xiv Gambar 61 Unsur Warna pada batik Sidomulyo Gambar 62 Unsur gelap-terang pada batik Sidomulyo Gambar 63 Ornamen serangga (kupu-kupu) pada batik Sidomukti Gambar 64 Ornamen unggas (ayam) pada batik Sidomukti Gambar 65 Ornamen gedong pada batik Sidomukti Gambar 66 Ornamen lar pada batik Sidomukti Gambar 67 Bidang belah ketupat dan isen-isen pada batik Sidomukti Gambar 68 Ornamen serangga (kupu-kupu) pada batik Sidoluhur Gambar 69 Ornamen tanaman (kembang) pada batik Sidoluhur Gambar 70 Ornamen lar pada batik Sidoluhur Gambar 71 Ornamen gedong pada batik Sidoluhur Gambar 72 Bidang belah ketupat dan isen-isen pada batik Sidoluhur Gambar 73 Ornamen tanaman (kembang) pada batik Sidomulyo Gambar 74 Ornamen lar pada batik Sidomulyo Gambar 75 Ornamen gedong pada batik Sidomulyo Gambar 76 Bidang belah ketupat dan isen-isen pada batik Sidomulyo Gambar 77 Kesebandingan antara ornamen utama dan petak belah ketupat Gambar 78 Dominasi pada batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo Gambar 79 Irama pada batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo Gambar 80 Keserasian pada batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo Gambar 81 Sayap sebagai motif kain Gambar 82 Susunan bulu yang membentuk sayap sebagai hiasan busana Gambar 83 Ornamen lar batik Sidomukti, Sidoluhur dan Sidomulyo Gambar 84 Baju dengan motif ayam Gambar 85 Ornamen Ayam pada batik Sidomukti Gambar 86 Gaun dengan sumber ide kupu-kupu Gambar 87 Ornamen Kupu-kupu pada batik Sidomukti dan Sidoluhur Gambar 88 Gaun dengan sumber ide tumbuhan Gambar 89 Ornamen tumbuhan batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo Gambar 90 Ornamen rumah pada batik Betawi Gambar 91 Ornamen bangunan batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo

15 xv Gambar 92 Gamis dengan motif belah ketupat Gambar 93 Ornamen belah ketupat batik Sidomukti, Sidoluhur, Sidomulyo Gambar 94 Batik Sidomukti dengan warna dominan coklat Gambar 95 Batik lain dengan warna dominan coklat Gambar 96 Batik Sidoluhur dengan warna dominan hitam Gambar 97 Penggunaan busana warna hitam pada upacara pemakaman Gambar 98 Gaun hitam Gambar 99 Batik Sidomulyo dengan warna dominan putih Gambar 100 Pakaian putih yang digunakan oleh pemuka agama

16 xvi DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar pertanyaan wawancara dan jawaban 2. Surat Penetapan Dosen Pembimbing 3. Surat Pemohonan Izin Obeservasi 4. Surat Pemohonan Izin Penelitian 5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Museum Batik Danar Hadi

17 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Batik merupakan warisan budaya bangsa Indonesia. Selembar kain batik merupakan sebuah hasil karya seni terpadu yang indah dan unik, yang menjadikannya bagian dari warisan leluhur yang kita banggakan. Batik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2007) dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerangkan lilin malam pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Menurut Ari Wulandari (2011: 4) kata batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa yaitu amba, yang bermakna lebar, luas, kain dan titik yang bermakna titik atau matik (kata kerja membuat titik yang kemudian berkembang menjadi istilah batik yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas dan lebar.batik dalam bahasa Jawa ditulis dengan bathik, mengacu pada pada huruf jawa tha yang menunjukkan batik adalah rangkaian titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Batik juga dapat dilihat sebagai sebuah lukisan di atas selembar kain dengan menggunakan perintang warna berupa lilin, atau biasa disebut malam dan penerapannya menggunakan alat khusus yang disebut canthing. Selain cara melukisnya yang unik, kain yang akan menjadi bahan utama batik juga membutuhkan perlakuan khusus, baik sebelum ataupun sesudah dilukis. Sebelum dilukis dengan menggunakan lilin malam, kain

18 2 harus dicuci terlebih dahulu guna menghilangkan kanji yang tersisa pada kain. Setelah kain dicelup dengan pewarna, kain tidak boleh dijemur di bawah sinar matahari langsung supaya hasil pewarnaan merata. Batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Selain itu batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera dan rayon. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin malam dengan menggunakan alat yang dinamakan canting dan canting isen untuk motif halus dan canting klowongan untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin malam meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah diberi motif dengan lilin malam kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warnawarna muda seperti kuning, biru muda, dan krem. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin. Batik dipercaya sudah di Indonesia ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.

19 3 Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga memiliki minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisional tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009 (Abimanyu Mifzal, 2012: 13). Sejak saat itu, batik menjadi semakin populer. Batik juga menarik minat masyarakat dunia. Sejalan dengan kepopulerannya, batik kini tidak hanya digunakan untuk acara resmi atau hanya digunakan sebagai jarit seperti zaman dulu. Batik kini mudah kita temui dimanamana dan tampil dalam bentuk kemeja, blazer, tas, atau pelengkap busana lain seperti sepatu dan aksesori.

20 4 Ada berbagai macam motif batik dari tiap daerah di Indonesia. Beberapa motif batik di antaranya adalah motif Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo. Ketiga batik tersebut ada yang berasal dari Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, dan semuanya memiliki ciri khas masing-masing. Tetapi yang akan menjadi fokus pada penelitian ini adalah batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo yang berasal dari Keraton Surakarta. Pemilihan ketiga batik tersebut sebagai fokus penelitian pada skripsi ini adalah karena ketiga batik ini mengandung kesamaan. Ketiga-tiganya berbentuk dasar belah ketupat, sebuah bentuk geometris, dan di dalamnya ada motif-motif non geometris. Ketiga pola ini merupakan campuran antara bentuk geometris dan non geometris. Dilihat dari namanya pun mengandung unsur kesamaan yaitu dimulai dengan kata sido yang berarti menjadi atau akhirnya menjadi. Motif yang mengisi bidang belah ketupat juga banyak kesamaannya, yaitu terdiri atas motif-motif sayap, burung atau kupu-kupu, dan bangunan. Tetapi apabila dilihat secara seksama maka akan terlihat perbedaan dari unsur-unsur yang menghiasi motif ketiga batik tersebut. Perbedaan itu dapat dilihat dari ukuran ornamen, bentuk dan detail-detail yang menghiasinya, serta warna dasar dari ketiganya. Menurut Oetari Siswomihardjo (2011: 83) pola batik klasik mempunyai makna atau pesan, namun pengetahuan tentang makna atau pesan itulah yang sekarang terasa sangat kurang karena secara umum pewarisan pengetahuan tentang makna pola batik telah terhenti sejak beberapa dekade terakhir, ditambah dengan kenyataan para produsen batik kurang mengindahkan segi pendidikan dan kelestarian budaya. Doa dan harapan yang terkandung dibalik motifnya tidak

21 5 dapat tersampaikan kepada pengguna batik. Hasilnya, mayoritas pembeli batik sekarang hanya melihat batik dari bentuk luarnya, tidak mengkaji makna dari kain batik yang akan mereka pakai. Begitupun yang terjadi dengan batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo. Ketiga batik ini sebenarnya punya fungsi dalam pemakaiannya. Tetapi hanya sedikit orang yang tahu makna batik tersebut dan seringkali salah digunakan oleh kebanyakan masyarakat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: ORNAMEN BATIK SIDOMUKTI, SIDOLUHUR, DAN SIDOMULYO, Kajian Fungsi, Estetika, dan Makna Simbolik Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalahnya adalah: (1) Bagaimana fungsi ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo? (2) Bagaimana kajian estetika yang terkandung dalam ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo? (3) Apa makna yang terkandung dalam unsur-unsur yang ada pada ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui fungsi yang terkandung dalam ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo, (2) Mengetahui estetika yang terkandung dalam ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo,

22 6 (3) Mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam unsur-unsur dan simbol pada ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo Manfaat Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini peneliti berharap penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: (1) Masyarakat mengetahui pemahaman tentang pola batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo melalui pelestarian dan sosialisasi batik. (2) Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pola batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo masing-masing berbeda, baik dalam unsur estetika maupun fungsi dan makna simbolik yang terkandung dalam motifnya. (3) Memberikan pengetahuan tentang adanya pola batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo pada lingkungan masyarakat itu bukan tergolong pola larangan tetapi merupakan pola batik yang dapat digunakan oleh masyarakat umum sehingga masyarakat dapat menggunakan dalam kehidupan sehari-hari Sistematika Skripsi Skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian awal, bagian pokok dan bagian akhir dan terbagi menjadi lima bab, di mana setiap babnya dibagi menjadi beberapa sub bab. Hal ini bertujuan agar penulisan skripsi ini dapat teruraikan secara sistematis. Untuk lebih jelasnya, sistematika skripsi adalah sebagai berikut: (1) Bagian awal, yang terdiri dari: halaman judul, halaman pengesahan, abstrak, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.

23 7 (2) Bagian pokok terdiri dari: BAB I: Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi. BAB II: Landasan Teori, dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai dasar pembahasan yaitu teori tentang batik, ornamen, fungsi seni dan estetika, semiotika, serta kerangka berfikir sebagai alur pada penelitian. BAB III: Metode penelitian, bagian ini berisi penjelasan tentang pendekatan penelitian, fokus dan sasaran penelitian, metode pengumpulan data, validitas data, dan metode analisis data. BAB IV: Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan. BAB V: Penutup, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. (3) Bagian akhir skripsi ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

24 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Batik Pengertian Batik Klasik Batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang dibuat menggunakan alat bernama canting, dan orang yang melukis atau menulis pada mori memakai canting disebut membatik (Hamzuri, 1994: 1). Menurut Oetari (2011: 5) pola-pola batik ada yang bersifat khusus yaitu pola-pola yang bermakna dan memiliki beberapa keunikan, yaitu: (1) Motif-motifnya merupakan lambang, yang semuanya mengarah pada tujuan yang baik dan benar. (2) Pola-pola tersebut berisi atau mengandung pesan-pesan pencipta pola. Pesanpesan tersebut terdiri dari ajaran hidup, termasuk di dalamnya aturan-aturan moral. Beberapa di antaranya juga ada yang diciptakan khusus untuk memperingati suatu peristiwa yang dipandang penting pada waktu itu. Contohnya adalah batik Ceplok Sriwedari yang diciptakan untuk memperingati berdirinya sebuah taman hiburan rakyat yang dihadiahkan oleh Sri Susuhunan Paku Buwono X kepada rakyat kota Sala. Taman itu diberi nama Taman Sriwedari dan keberadaaannya sangat penting pada masa itu sehingga diabadikan menjadi nama sebuah pola batik (Oetari, 2011: 30).

25 9 (3) Pola-pola selalu diberi nama oleh penciptanya dan penuh arti. Batik klasik adalah pola batik yang sudah berusia puluhan, bahkan ratusan tahun, tanpa mengalami perubahan, yang berarti tidak mengalami perkembangan. Mungkin saja ada gaya motif yang berbeda, dan ada motif yang ditambahkan, tetapi tidak ada motif yang dikurangi. Pola yang mengalami perubahan disebut pola perkembangan (Oetari, 2011: 10) Penggolongan Pola Batik Klasik Oetari (2011: 10) membagi pola batik ke dalam dua golongan besar, yaitu geometris dan non-geometris. (1) Golongan geometris atau bentuk-bentuk ilmu ukur Motifnya dimulai dari titik, menjadi garis, lingkaran, segitiga, dan lain-lain. Susunannya memperlihatkan garis-garis vertikal, horizontal, dan diagonal. Contoh pola geometris adalah pola Lereng atau Parang, dan pola Ceplok. Gambar 1. Pola geometris Parang (pola Parang Sarpo) (Foto: Amrina, 2014)

26 10 Gambar 2. Pola geometris ceplok (pola Ceplok Kawung) (Foto: Amrina, 2014) (2) Golongan non-geometris Motif-motif yang menghiasi pola non-geometris terdiri dari flora, fauna, bangunan-bangunan, sayap, dan benda-benda alam. Contohnya adalah motif alasalasan yang di dalamnya tergambar hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan hutan. Gambar 3. Pola non-geometris batik alas-alasan (Foto: Amrina, 2014)

27 Unsur-Unsur Motif Batik Ditinjau dari segi unsur-unsurnya, motif batik dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: ornamen motif batik dan isen motif batik. Sebagai lazimnya di dalam ornamen, bentuk motif-motif itu mengalami stilasi yaitu merubah dari bentuk alamiah menjadi bentuk baru. Proses menstilasikan motif ada dua tahap, yakni tahap pertama mengubah motif itu menjadi pola garis dan tahap kedua mengisinya dengan apa yang dinamakan isen. Pola garis adalah gambar yang secara linier berupa kontur saja, sedangkan isen adalah gambar-gambar yang diisikan di dalam pola garis untuk melengkapinya dengan tujuan memperindah juga (Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 93). Isen terdiri dari dua jenis yaitu isen latar dan isen ornamen. Isen latar adalah pengisi pada bagian yang kosong yang luas pada suatu pola batik, isen ini biasanya berupa lung atau daun dan bunga kecil. Isen ornamen adalah pengisi bidang kosong pada ornamen untuk memperindah. Isen ini bisa berupa cecek atau titik-titik kecil, ukel, sraweyan, dan lain-lain Ornamen Pengertian dan Fungsi Ornamen Kata ornamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang berarti menghiasi (Aryo Sunaryo, 2009: 3). Gustami dalam Aryo Sunaryo (2009: 3) menerangkan ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi, berdasarkan pengertian itu, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Bentuk hiasan yang menjadi ornamen tersebut fungsi utamanya memperindah benda produk atau barang yang dihias.

28 12 Kehadiran suatu ornamen pada suatu benda akan menjadikannya indah atau tidak tergantung pada penerapannya. Apabila ornamen yang diterapkan kurang tepat, atau bentuk produk sudah menarik dan tidak memerlukan ornamen, sehingga bila ditambahkan ornamen padanya, keindahan bentuknya tertutupi atau bahkan dapat mengacaukannya. Pada umumnya, benda yang dihiasi dengan ornamen adalah produk-produk kerajinan, misalnya peralatan rumah tangga, keramik, busana, tekstil, perabot, sampai komponen-komponen arsitektur. Aryo Sunaryo (2009: 4) menerangkan bahwa bentuk ornamen memiliki beberapa fungsi, yakni fungsi murni estetis, fungsi simbolis, dan fungsi teknis konstruktif. Fungsi murni estetis adalah fungsi ornamen untuk memperindah penampilan produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni. Sebagai contoh adalah produk-produk keramik, batik, tenun, anyam, perhiasan tradisional, senjata tradisional, dan sebagainya. Fungsi simbolis ornamen umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara, atau benda-benda pusaka dan bersifat keagamaan atau kepercayaan, menyertai nilai estetisnya. Misalnya ornamen yang berhiaskan burung atau garuda dipandang sebagai gambaran roh terbang menuju surga serta simbol dunia atas. Sedangkan fungsi teknis konstruktif adalah ornamen dapat berfungsi sebagai penyangga, menopang, menghubungkan, atau memperkokoh konstruksi. Contohnya adalah tiang atau talang air yang didesain bentuk seperti naga yang berfungi sebagai penghias dan juga berfungsi konstruksi Unsur Ornamen Dalidjo dan Mulyadi (1983: 49) menerangkan lima unsur ornamen, yaitu:

29 13 (1) Garis dan bentuk. Bentuk adalah perwujudan dari gagasan penciptanya, yang salah satu unsur untuk mewujudkannya adalah garis. Gambar 4. Garis dan bentuk (2) Sumber ide yang digunakan sebagai motif, yaitu bentuk-bentuk nyata (misalnya bentuk tumbuhan, hewan, manusia) yang dipakai sebagai titik tolak dalam menciptakan ornamen. Gambar 5. Burung sebagai sumber ide ornamen

30 14 (3) Stilasi adalah pengubahan bentuk motif dari bentuk asal sehingga memperoleh bentuk baru yang ornamental dan cocok atau sesuai untuk mengisi bidang hias. Gambar 6. Proses stilasi sayap burung (4) Pola berarti sebagai susunan tertentu dari sebah motif atau rangkaian motifmotif yang dapat digunakan sebagai contoh sekaligus ketentuan atau pegangan dalam pembuatan ulang. Gambar 7. Menciptakan pola

31 15 (5) Warna yang berfungsi memperindah sebuah karya ornamen dan untuk membedakan bagian yang satu dengan bagian yang lain. Gambar 8. Pemberian warna pada ornamen Warna dalam ornamen dapat melambangkan suatu hal. Iwet Ramadhan (2013: 59) menjelaskan tiga warna yang menghiasi kain batik sogan melambangkan tiga dewa (Trimurti) dalam agama Hindu yaitu Brahma Sang Pencipta yang dilambangkan dengan warna merah atau coklat yang berarti semangat, keberanian, dan pengorbanan. Wishnu Sang Pemelihara diwakilkan oleh warna putih yang merupakan simbol keagungan, kemuliaan, kebersihan, kesucian dan ketulusan. Shiva Sang Pelebur diwakilkan oleh warna hitam yang berarti keteguhan, kesepian, duka, dan kegelapan. Trimutri merupakan gambaran dari tiga proses daur hidup di muka bumi yang dimulai dari lahir, hidup dan kemudian meninggal.

32 Fungsi Seni Pembahasan tentang fungsi seni mencakup tiga hal pokok, yaitu: personal functions of art, social functions of art, dan physical functions of art. Dalam personal functions of art dijelaskan bahwa sebagai salah satu dari ekspresi personal tidak semata-mata hanya pada pengenalan diri, yaitu tidak secara ekslusif berurusan dengan dan detil dari kehidupan seorang artis, tetapi personal seni juga mewujudkan pendapat pribadi dari objek publik dan kejadian-kejadian yang akrab untuk kita semua (Edmund Burke Feldman, 1967: 70). Penjelasan mengenai fungsi sosial dari karya seni adalah sebagai berikut. Dalam beberapa hal, semua hasil dari seni mempunyai fungsi sosial, karena mereka diciptakan untuk audiens. Seniman atau artis dapat mengklaim bahwa karya mereka hanya untuk mereka sendiri, tetapi maksudnya adalah mereka menentukan standar mereaka sendiri. Seniman selalu berharap mungkin secara diam-diam, bahwa ada pendiskriminasian dan persepsi publik yang mengagumi karya mereka. Memang, arti yang lebih sempit dan spesifik untuk fungsi sosial dari seni adalah fakta bahwa karya tersebut diciptakan untuk kepuasan audiens. Arti-arti tersebut ada kaitannya dengan respons karakter, yang karya seninya timbul dari audians yang bervariasi. Oleh karena itu, seni menunjukkan fungsi sosial ketika: (1) Mencari atau bermaksud mempengaruhi tindakan kolektif manusia, (2) Diciptakan untuk dilihat atau digunakan terutama pada situasi publik, (3) mengekspresikan dan mendeskripsikan aspek sosial atau kolektif dari keberadaan sebagai penentangan terhadap berbagai macam pengalaman pribadi (Edmund Burke Feldman, 1967: 70). Pada halaman selanjutnya dijelaskan hal yang terkait dengan the physical functions of art sebagai berikut. Fungsi fisik dari seni atau desain berhubungan dengan kinerja efektif dari objek menurut kriteria kegunaan dan efisiensi, maupun penampilan dan daya tarik.

33 17 Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa fungsi karya seni dikategorikan menjadi tiga kelompok besar, yang masing-masing bagian mempunyai kedudukan, peran, dan manfaatnya sendiri dalam sebuah kelompok masyarakat. Fungsi seni sangat dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat menyikapi dan merespons hadirnya sebuah seni dalam mendukung perilaku kehidupan berkesenian masyarakat setempat yang kemudian akan membentuk karakter budaya lokal yang patut dilestarikan Fungsi Personal Fungsi personal merupakan bentuk ungkapan gagasan sebagai saluran ekspresi pribadi. Ekspresi seniman tidak terbatas pada ilham saja yang tidak berhubungan dengan emosi pribadi dan hal tentang kehidupan, dan memiliki pandangan pribadi mengenai peristiwa dan objek yang mendekati kehidupan, termasuk situasi kemanusiaan yang mendasar seperti cinta, sakit, kematian, dan perayaan yang terulang secara konstan sebagai tema-tema seni. Tema seni ini dibebaskan dari kebiasaaan. Tema ini secara pribadi dan unik ditampilkan oleh seniman dengan karakteristiknya. Pandangan pribadi seorang seniman dapat diperlihatkan dalam ekspresi estetiknya. Fungsi seni karya seni merupakan sebagai media ekspresi pribadi seorang seniman (Feldman, dalam SP. Gustami, 1991: 6). Ekspresi pengrajin seni batik tampak pada kesabaran, ketekunan, dan ketelitian dalam membuat hasil karyanya karena pada saat penggoresan malam menggunakan perasaan. Kesabaran dan ketelitian sangat dibutuhkan pembuat batik karena hal ini mempengaruhi dari tingkat proses pembuatan batik yang bermula pada bahan.

34 18 Sebagai contoh, apabila lilin yang digunakan terlalu panas, maka pelekatan lilin akan merembes dan tidak sesuai dengan tebal tipisnya garis canting yang dikehendaki pada gambar yang telah didesain. Apabila lilin kurang panas, maka lilin tersebut tidak akan tembus pada kain sehingga kain akan terkena pewarna. Selain itu, tingkat kerumitan batik juga pada saat proses penggoresan malam yang memakan waktu sangat lama agar menghasilkan ornamen yang indah dan detail. Artinya, kesabaran dan ketelitian pembuat batik harus selalu dipertahankan pada setiap proses pembuatannya Fungsi Fisik Fungsi fisik menurut Feldman adalah sebuah karya seni yang dihubungkan dengan peggunaan benda yang berpengaruh sesuai dengan ciri-ciri kegunaan dan manfaat, baik pada penampilannya ataupun pada tuntutan permintaan (Feldman dalam SP. Gustami, 1991: 128). Seni batik mempunyai fungsi fisik dikarenakan ada manfaatnya, antara wujud dan daya tarik pada penampilannya. Seni kerajinan batik memiliki fungsi fisik yang ditentukan dalam segi estetika, nilai simbolik, dan nilai kepraktisan. Proses pembuatan seni kerajinan batik keberhasilannya juga sangat ditentukan pada tingkat keterampilan pembuatnya (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000: 267). Fungsi secara fisik pada kain batik biasa digunakan sebagai penutup bagian bawah (tapih). Cara memakainya adalah dengan dililitkan memutar ke tubuh. Pola batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo dalam penggunaannya bukan tergolong dalam pola batik larangan sehingga dapat digunakan oleh siapapun sebagai busana dan aksesori.

35 Fungsi Sosial Fungsi sosial merupakan fungsi dari suatu karya seni yang diciptakan untuk masyarakat. Jejarit menunjukkan budaya tatalaku dan pratata sistem sosial. Pada pola batik tradisional terdapat pola batik parang rusak yang merupakan pola batik larangan yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga raja. Batik pada mulanya berasal dari keraton yang merupakan pekerjaan para putri keraton. Batik keluar dari dinding keraton disebabkan oleh banyaknya kebutuhan penggunaan batik yang semakin bertambah, sehingga sangat membutuhkan banyak tenaga untuk menyelesaikanya. Pekerjaan batik pun akhirnya dibantu oleh para abdi dalem keraton dan dibawa pulang ke rumah masing-masing. Para abdi dalem pun dalam mengerjakan pesanan batik juga dibantu oleh para penduduk yang berada di sekitar rumahnya sehingga kerajinan tersebut makin meluas. Terdapat salah satu motif tersebut yang merupakan pola batik larangan digunakan masyarakat luas dalam kehidupan sehari-hari. Beredarnya pola batik larangan tersebut kemudian dibuat satu peraturan dalam penggunaannya yaitu apabila masyarakat yang berada di luar keraton masuk ke dalam keraton tidak diperbolehkan menggunakan pola batik larangan tersebut. Maksud dari peraturan itu adalah untuk menghormati raja sehingga apabila berada di dalam keraton, masyarakat tidak menggunakan motif batik larangan. Secara keseluruhan penampilan busana yang megah dan mewah dalam suatu upacara ritual juga merupakan jaminan legitimasi power dari pemakainya.

36 20 Di sini terlihat bahwa penyajian busana adat keraton tidak dapat dipisahkan dari posisi dan kedudukan pemakainya Estetika Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Estetika berasal dari bahasa Yunani, αισθητική, dibaca aisthetike, atau aisthaomal yang berarti mengamati dengan indera (Lexicon Webster Dic, dalam Iswidayati 1977: 18). Kata Estetis pertama kali dipakai oleh Baumgarten yang merupakan seorang filsuf Jerman, untuk menunjukkan cabang filsafat yang berkaitan dengan seni dan keindahan (Hartoko, 1984: 14). Sedangkan menurut Baumgarten kata aesthetis berarti persepsi, pengalaman, dan perasaan. Pengertian estetika yang lain adalah suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik terhadap karya seni dalam konteks keterkaitan seni dalam perubahan dunia (Van Mater Arnes dalam Agus Sachari, 2002: 3). Sedangkan Suwardi Endraswara (2013: 1) menganggap estetika sebagai wawasan keindahan yang merupakan gambaran keindahan dalam jiwa. Sebagai suatu ilmu, Djelantik (1999) berpendapat estetika merupakan ilmu yang mempelajari hal berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan.

37 21 Estetika Jawa merupakan perpaduan antara budaya Timur dan juga kebudayaaan Islam dan Jawa teradat, bahkan turut mendapat pengaruh kebudayaan Barat pada zaman kolonialisme (Agus Sachari, 2002: 12). Selanjutnya, Sachari (2002: 12) menjelaskan ciri-ciri estetika kebudayaan Jawa yang dibaginya menjadi tiga, yaitu: (1) Bersifat kontemplantif-transendental Masyarakat Jawa mengungkapkan keindahan dengan perenungan (kontemplasi) yang mendalam dan selalu mengandung makna untuk menggagunggkan atau mengungkapkan sesuatu. Tindakannya dipengaruhi berbagai hal, misalnya adat, kebiasaan, pakem, dan agama atau hal gaib yang bersifat kerohanian (transendental). (2) Bersifat simbolik Mayarakat Jawa dalam berekspresi selalu mengandung makna simbolik. (3) Bersifat filosofis Masyarakat Jawa dalam setiap tindakannya selalu didasarkan atas sikap tertentu yang dijabarkan dalam berbagai ungkapan hidup. Estetika dari sebuah karya dapat dilihat dari perwujudan atau rupanya. Menurut Aryo Sunaryo (2002: 5), sebuah karya seni memiliki unsur-unsur rupa dan prinsip-prinsip desain. 1. Unsur-unsur rupa Unsur-unsur rupa (plastic elemets) merupakan aspek-aspek bentuk yang terlihat, konkret, yang dalam kenyataannya jalin-menjalin dan tidak mudah diceraikan satu dengan lainnya (Aryo Sunaryo, 2002: 5). Proses penciptaan

38 22 sebuah karya seni yang baik memerlukan pemahaman terhadap unsur visual sebagai pembentuk sekaligus unsur pendukung agar karya seni tercipta secara sempurna. Secara garis besar unsur-unsur visual yang dikembangkan dalam membuat karya seni adalah sebagai berikut: a. Garis (line) Aryo Sunaryo (2002: 8) menerangkan pengertian garis menjadi tiga, yaitu: (1) sebagai tanda atau markah yang memanjang yang membekas pada suatu permukaan dan mempunyai arah, (2) batas suatu bidang atau permukaan, bentuk, atau warna (3) sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek memanjang. Ditinjau dari segi jenisnya garis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Garis lurus, yaitu garis yang berkesan tegas dan lancar, memiliki arah yang jelas ke arah pangkal ujungnya. (2) Garis lekuk atau zigzag, yaitu garis yang bergerak meliuk-liuk, berganti arah dan tidak menentu arahnya, penampilannya membentuk sudut-sudut atau tikungan yang tajam dan kadang berkesan tegas dan tajam. (3) Garis lengkung: yaitu garis yang berkesan lembut (Aryo Sunaryo, 2002: 8). Ditinjau dari segi arah, garis juga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Garis tegak (vertikal), penampilannya berkesan kokoh. (2) Garis datar (horizontal), penampilannya berkesan tenang dan mantap, meluas. (3) Garis silang (diagonal), penampilannya berkesan limbung, goyah bergerak, dan giat (Aryo Sunaryo, 2002: 8).

39 23 b. Raut atau bangun (shape) Istilah raut dipakai untuk menterjemahkan kata shape dalam bahasa Inggris. Istilah itu sering kali dipadakan dengan kata bangun, bidang/bentuk (Aryo Sunaryo, 2002: 9). Unsur rupa raut adalah pengenal bentuk yang utama, yaitu apakah sebagai bangunan pipih datar yang menggumpal padat, bervolume, lonjong, bulat, persegi, dan sebagainya (Aryo Sunaryo, 2002: 9). Raut dapat dipandang sebagai perwujudan yang dikelilingi oleh kontur dan sapuan-sapuan warna, baik untuk menyatakan pipih dan datar, seperti pada bidang maupun yang padat bervolume. c. Warna (colour) Warna terbagi jenisnya menjadi warna primer, warna sekunder, dan warna tersier (Aryo Sunaryo, 2002: 13). Warna primer atau warna pokok adalah warna yang bebas dari unsur-unsur warna lain. Yang termasuk warna primer adalah kuning, merah dan biru. Warna sekunder adalah perrcampuran dari dua warna primer, misalnya merah dan biru yang menjadi ungu. Sedangkan warna tersier adalah warna ketiga sebagai hasil percampuran yang mengandung ketiga warna pokok, misalnya kuning-jingga. Munsell dalam Aryo Sunaryo (2002: 14) menjelaskan tentang dimensi warna yang terdiri dari jenis (hue), nilai (value), dan kekuatan (intensity atau chroma). Hue adalah rona, yaitu jenis dan nama warna. Value menunjuk pada nilai gelap terangnya warna, akibat hubungan warna dengan hitam dan putih. Warna yang menjadi terang dan memucat karena campuran putih disebut tint, kemudian warna yang redup atau gelap dari campuran suatu warna dengan hitam

40 24 disebut shade, sedangkan campuran rona warna dengan abu-abu yang menjadi warna kusam dan redup disebut tone. Chroma atau intensity menunjuk pada cerah kusamnya warna karena daya pancar suatu warna. Warna-warna dengan intensitas penuh tampak sangat mencolok disebut warna-warna flourescent. d. Gelap-terang atau nada (tone) Gelap-terang adalah hubungan pencahayaan dan bayangan yang dinyatakan dengan gradasi mulai dari yang paling putih untuk menyatakan yang paling terang, sampai kepada yang paling hitam untuk bagian yang sangat gelap (Aryo Sunaryo, 2002: 20). Unsur gelap terang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, antara lain memperkuat kesan trimatra (tiga dimensi) suatu bentuk, mengilusikan kedalaman ruang, dan menciptakan kontras atau suasana tertentu (Aryo Sunaryo, 2002: 20). e. Tekstur (texture) Tekstur atau barik ialah sifat permukaan (Aryo Sunaryo, 2002). Sifat tersebut adalah halus, polos, kasar, licin, mengkilap, berkerut, lunak, keras, dan sebagainya. Kesan tekstur dapat dirasakan melalui indera penglihatan maupun rabaan. Atas dasar tersebut, tekstur dibedakan menjadi tekstur visual dn tekstur taktil. Tekstur visual adalah jenis tekstur yang dicerap oleh penglihatan, walaupun dapat pula membangkitkan pengalaman raba. Sedangkan tekstur taktil merupakan tekstur yang tidak hanya dapat dirasakan dengan melihatnya tetapi juga dengan rabaan tangan (Aryo Sunaryo, 2002: 17). Sebuah tekstur terkadang terlihat halus saat dilihat dengan mata, tetapi berkesan kasar apabila diraba, begitu juga sebaliknya. Aryo Sunaryo (2002: 18)

41 25 kemudian membedakan tekstur menjadi tekstur nyata dan semu. Tekstur nyata menunjukkan kesamaan antara kesan yang diperoleh dari hasil penglihatan dengan rabaan, sedangkan pada tekstur semu tidak diperoleh kesan yang sama antara hasil penglihtan dan rabaan. 2. Prinsip desain a. Kesatuan (unity) Kesatuan merupakan prinsip pengorganisaian unsur rupa yang paling mendasar, tujuan akhir dari penerapan prinsip desain yang lain, seperti keseimbangan, kesebandingan, irama dan lainnya adalah untuk mewujudkan kesatuan yang padu atau keseutuhan. Kesatuan diperoleh dengan terpenuhnya prinsip-prinsip yang lain. Tidak adanya kesatuan dalam suatu tatanan mengakibatkan kekacauan, tercerai berai tak terkondisi (Aryo Sunaryo, 2002: 31). b. Keserasian (harmony) Keserasian merupakan prinsip desain yang mempertimbangkan keselarasan dan keserasian antar bagian dalam suatu keseluruhan sehingga cocok dengan yang lain, serta terdapat keterpaduan yang tidak saling bertentangan (Aryo Sunaryo, 2002: 32). Menurut Graves (dalam Aryo Sunaryo, 2002: 32), keserasian mencakup dua jenis, yaitu keserasian bentuk dan keserasian fungsi. Keserasian fungsi menunjuk adanya kesesuaian diantara objek-objek yang berbeda, karena berada dalam hubungan simbol, atau karena adanya hubungan fungsi. Contohnya adalah burung hantu dan buku yang dalam kebudayaan masyarakat tertentu terdapat hubungan simbol. Adanya hubungan fungsi pada beberapa objek yang berbeda juga dapat dirasakan adanya keserasian di antara objek-objek itu.

42 26 Misalnya tempat sampah, sapu, ember, karena memiliki hubungan fungsi menjadi tampak serasi walaupun bentuk dan warnanya kontras satu sama lain. Keserasian bentuk merupakan jenis keserasian karena adanaya kesesuaian raut, ukuran, warna, tekstur, dan aspek-aspek bentuk lainnya. Untuk mencapai keserasian bentuk dapat diperoleh dengan cara memadukan unsur-unsur secara berulang-ulang, memadukan unsur-unsur yang memiliki kemiripan, atau memadukan unsur yang berbeda tetapi terdapat suatu unsur yang mengikat agar perbedaan yang ada tidak tampak bertentangan. c. Irama (rhythm) Irama yang diciptakan dalam sebuah karya seni dimaksudkan untuk memperoleh efek gerak ritmis, menghindarkan kemonotonan, dan memberikan kesan keutuhan secara kuat (Djelantik, 1999: 45). Dalam seni rupa irama sebagai perulangan dari unsur visual. Ada emat macam irama sebagai perulangan bentuk dari unsur visual. Ada empat macam irama dalam penyusunan unsur visual yaitu irama repetitif, irama alternatif, irama progesif, dan irama flowing. Irama repetitif adalah irama yang terjadi apabila suatu unsur visual, baik warna, bidang, garis, dan lainnya yang digunakan secara berulang-ulang. Irama alternatif merupakan bentuk irama yang tercipta dengan cara perulangan unsur-unsur rupa secara bergantian. Irama progresif adalah apabila suatu unsur yang disusun secara berulang menunjukkan ke arah tingkat perubahan yang gradual. Sedangkan irama flowing adalah penyusunan unsur visual yang disusun berurutan sehingga membentuk gelombang (Aryo Sunaryo, 2002: 35).

43 27 d. Dominasi Dominasi merupakan pengaturan bagian atau bagian yang menguasainya dalam sesuatu susunan agar menjadi pusat perhatian dan tekanan (Aryo Sunaryo, 2002: 36). Dominasi dapat menjadi bagian yang penting atau utama dalam suatu susunan secara keseluruhan. Dominasi disebut juga centre of interest (pusat perhatian). Maksud dari dominasi atau penonjolan adalah untuk mengarahkan orang menikmati suatu karya seni pada sesuatu hal tertentu, yang dipandang lebih penting daripada hal-hal yang lain (Djelantik, 1999: 51). Untuk menampilkan dominasi, ditampilkan figur utama sebagai centre of interest dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan objek lain sebagai pendukungnya. e. Keseimbangan (balance) Keseimbangan (balance) berhubungan dengan pengaturan unsur-unsur visual agar terjadi suasana yang seimbang. Ada beberapa bentuk keseimbangan menurut Aryo Sunaryo (2002: 39) yaitu keseimbangan setangkup (simetris), keseimbangan tak setangkup (asimetris), dan keseimbangan memancar (radial). Keseimbangan simetris adalah keseimbangan yang unsur visualnya sama baik di kanan maupun kiri serta atas dan bawah. Keseimbangan semacam ini mudah tercapai. Sedangkan keseimbangan asimetris adalah keseimbangan yang didapat dari unsur yang berlawanan. Keseimbangan radial adalah keseimbangan yang mempunyai arah menuju ke pusat atau sebaliknya. Keseimbangan menurut Djelantik (1999: 5) sangat diperlukan untuk membentuk sebuah karya sehingga terjadi ketenangan dan kedamaian.

44 28 f. Kesebandingan (proporsi) Kesebandingan berarti hubungan antar bagian atau antara bagian terhadap keseluruhan (Aryo Sunayo, 2002: 40). Hubungan yang dimaksud meliputi besar kecil, luas sempit, panjang pendek, atau tunggi rendahnya bagian. Misalnya hubungan antara figur dan latar belakang dan lain sebagainya. Prinsip ini sangat ditekankan dalam karya seni. Dalam penerapannya, unsur rupa dan prinsip desain berkaitan erat dengan nilai estetis, sehingga keduanya membantu membentuk suatu karya seni yang dapat dikatakan memiliki nilai estetis (indah) dan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu nilai intrinsik yang merupakan kualitas atau sifat yang dimiliki suatu karya seni, nilai instrinsik terletak pada bentuk fisiknya (benda). Nilai ekstrinsik yang merupakan kualitas atau harga yang berada di luar atau di balik perwujudan fisik, kualitas atau harga merupakan sesuatu yang tidak nyata berupa pengertian, makna, peran, dan ajaran atau informasi yang berharga Semiotika Semiotika menurut Roland Barthes Roland Barthes merupakan penerus pandangan Saussure dengan menyelidiki hubungan penanda dan pertanda pada sebuah tanda. Penelitian ini menggunakan teori semiotika dari Barthes karena lebih relevan dan lebih mudah dalam membedah makna dari ornamen batik dibandingkan dengan teori yang lain. Hawkes dalam Kurniawan (2001: 22) menjelaskan bahwa Barthes mencontohkan dengan seikat mawar. Mawar dapat digunakan untuk menandai gairah (passion),

45 29 maka seikat bunga itu dapat menjadi penanda dan gairah adalah petanda. Hubungan keduanya menghasilkan istilah ketiga yaitu seikat kembang sebagai sebuah tanda. Bunga sebagai sebuah tanda sangat berbeda dengan bunga sebagai penanda yang berwujud tanaman biasa. Sebagai penanda, seikat bunga adalah kosong, sedangkan sebagai tanda seikat bunga itu penuh Denotasi dan konotasi Denotasi dan konotasi adalah teori Berthes yang biasa digunakan untuk menjabarkan suatu bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, denotasi diartikan sebagai makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif. Sedangkan konotasi berarti tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Secara sederhana, denotasi berati makna sesungguhnya dari suatu kata atau bahasa, sedangkan konotasi adalah makna yang berbeda tergantung dengan perasaan dan pandangan seseorang menilainya. Hubungan konotasi dan denotasi selanjutnya dijelaskan secara rinci oleh Roland Barthes. Barthes memperjelas proses signfikasi lapis ganda dengan perangkap konseptual yakni dengan istilah denotasi dan konotasi. Barthes membedakan lapis ekspresi (expression = E) dari lapis isi (content = C), sebagai pengganti konsepkonsep seperti penanda dan petanda yang diambil dari Saussure. Ekspresi dan isi (E & C), saling berelasi (relation = R), sehingga menghasilkan signifikasi