Kenapa kita tidak boleh mempermasalahkan perbedaan individu

Harus diakui, sebagian dari masyarakat di negara ini masih ada yang gemar mempermasalahkan keragaman yang ada di bumi nusantara. Buktinya sejumlah konflik yang bersumber dari adanya suatu perbedaan, seperti agama, ras, suku dan golongan masih sering terjadi. Bahkan, di dalam dunia olahraga sekalipun yang notabene dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas. Di olahraga sepak bola misalnya,tak jarang antara suporter tim sepak bola yang satu terlibat bentrokan fisik dengan suporter tim sepak bola lainnya hanya karena perbedaan tim kesebelasan yang didukung. Hal yang sama sering pula terjadi pada jenis olahraga-olahraga lainnya, seperti basket, bola voli, hingga futsal.

Dunia olahraga tentu bukan termasuk hal yang esensial, dalam artian tidak terkait langsung dengan harga diri (prestise) maupun hajad hidup individu tertentu. Akan tetapi justru disitulah pokok persoalannya, jika terkait hal yang tidak esensial (sepele) saja sebagian masyarakat masih mudah tersulut emosinya, bagaimana jika dihadapkan dengan persoalan yang lebih signifikan terkait bentuk keragaman lainnya?. Sudah tentu, masyarakat yang demikian akan lebih reaktif lagi dalam menyikapi persoalan yang ada tersebut. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, mengapa kemudian keragaman atau perbedaan (harus) dipermasalahkan? Toh jika dinalar secara sehat, keragaman dalam hal apa pun tidak akan menimbulkan kerugian bagi pihak atau individu mana pun.

Misalnya keragaman suku, adanya Suku Jawa tentu tidak serta merta membuat Suku Batak kehilangan hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan hajad hidupnya. Demikian pula terkait harga diri, keberadaan Suku Jawa tentu tidak akan serta merta dapat mengusik harga diri Suku Batak. Sebab, mafhum disadari bahwa pada dasarnya yang dapat membuat tinggi atau rendahnya harga diri suku tertentu ialah individu-individu di dalam internal suku tersebut. Apabila masing-masing individunya melakukan perbuatan yang baik, terlebih mempunyai nilai tambah dalam hal prestasi, tentu dengan sendirinya harga diri suku itu akan menjadi tinggi di mata khalayak. Begitu pula sebaliknya, jika masing-masing individunya malah gemar melakukan perbuatan tercela, disamping itu juga tidak mempunyai prestasi yang dapat dibanggakan, tentu harga diri suku itu akan menjadi rendah (buruk) di mata khalayak.

Keragaman dalam Islam

Dalam konteks kehidupan beragama, khususnya Islam, disadari bahwa Allah tidak menilai seseorang itu dari latar belakang suku, bahasa, warna kulit atau bentuk keragaman individu lainnya. Akan tetapi, penilaian tersebut murni dilakukan berdasarkan atas amal perbuatan yang dilakukan sebagaimana ditegaskan melalui firman-Nya dalam QS Al-Maidah ayat 27. Yang artinya, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa”. Hal senada ditegaskan pula secara eksplisit di dalam QS Al-Bayyinah ayat 5, yang berbunyi “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus”.

Jadi, sangat tegas bahwa Allah tidak menilai atau memandang seseorang itu dari latar belakang keragaman yang dimiliki. Tetapi, sepenuhnya dari amalan perbuatan yang dilakukan oleh masing-masing individu. Dari perspektif tersebut, maka dapat pula dipahami bahwa mempermasalahkan keragaman ialah suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bila dilakukan konsekuensinya tentu ialah mendapat dosa dari oleh Allah SWT. Oleh karenanya, sebagai umat yang bertakwa kepada Allah SWT, perbuatan yang seperti itu sudah sepatutnya dihindari. Di lain sisi, melakukan perbuatan yang selaras dengan nilai-nilai Islam itulah yang hendaknya dilakukan, termasuk dalam wujud menghargai dan menghormati keragaman yang ada di muka bumi ini.

Dengan demikian, akan ada banyak dampak positif yang bisa diperoleh, diantaranya yakni terciptanya perdamaian, keadilan dan kesejahteraan. Sementara bagi masing-masing individu, keuntungan jauh lebih besar akan didapat yang akan berguna bagi kehidupan di akhirat kelak, yakni catatan amal baik dari Allah SWT. Sebagai penutup, perlu kiranya kita renungkan kembali mengenai keragaman yang ada di bumi pertiwi ini. Apakah dengan (terus) mempermasalahkan keragaman akan membawa dampak positif atau malah sebaliknya?. Jika memang tidak ada dampak positif yang diperoleh, maka sudah seharusnya jangan lagi mempermasalahkan soal keragaman. Tetapi lebih jauh, harus memberikan penghormatan terhadap keragaman yang ada sebagaimana ditegaskan dalam firman-firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an.

Photo by fauxels from Pexels

Perbedaan bukanlah alasan untuk membeda-beda kan, tetapi perbedaan adalah alasan untuk mempersatukan.

Manusia merupakan makhluk yang unik, oleh karena itu kalau boleh saya katakan setiap manusia itu spesial. 

Mengapa demikian?

Tuhan menciptakan manusia sedemikian rupa sehingga setiap kita memiliki ciri yang berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak hanya soal fisik yang tampak oleh mata, tetapi juga sifat, perilaku dan kepribadian kita berbeda. Kita dilahirkan dari keluarga, ras, suku, agama, budaya atau lebih ringkasnya kita lahir dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Tentu menjadi hal yang wajar ketika kita tumbuh menjadi pribadi yang memiliki perilaku dan kepribadian yang berbeda-beda. Tetapi manusia seringkali mendebatkan serta mempermasalahkan persoalan perbedaan ini. Rasisme merupakan salah satu isu yang seringkali muncul dilingkungan kita yang dilatar belakangi oleh perbedaan. Hanya karena perbedaan warna kulit, sebagian manusia dapat memperlakukan mereka yang berbeda dengannya secara tidak adil. Miris bukan? Tetapi hal tersebut juga merupakan bagian dari manusia, ketika kita belum bisa memahami, menerima atau beradaptasi dengan perbedaan, secara naluriah kita akan memberikan respon atau reaksi terhadap berbagai macam hal, baik itu berasal dari internal maupun eksternal, respon itu dapat kita sebut sebagai perilaku.

Perilaku Individu

Perilaku manusia sebagai seorang individu tidak begitu saja terbentuk, akan tetapi ada hal-hal yang menyebabkan setiap individu memiliki perilaku yang akan berbeda dari satu dengan yang lainnya.  Sebelum kita membahas lebih dalam terkait perilaku individu, kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan perilaku.

Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan sebuah respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar (eksternal) maupun dalam (internal) dirinya (Notoatmojo, 2010). Sedangkan menurut Okviana (2015), perilaku merupakan segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, mulai dari perilaku yang paling tampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai yang tidak dapat dirasakan. Jadi perilaku merupakan sebuah respon individu yang merupakan sebuah wujud dari interaksinya terhadap lingkungan, baik itu sebuah perilaku yang dapat dilihat maupun tidak dan sesuatu yang dapat dirasakan ataupun tidak. 

Berdasarkan penjelasan diatas, sebuah perilaku tidak hanya sesuatu yang dapat dilihat atau dirasakan oleh orang lain, tetapi perilaku juga dapat berupa sesuatu yang hanya dapat diketahui oleh diri kita sendiri. 

Pengelompokan Perilaku

Menurut Notoadmojo (2011) perilaku dapat dikelompokkan menjadi 2, sebagai berikut :

a. Covert behavior atau perilaku tertutup yang merupakan perilaku atau respon yang kita berikan belum dapat dilihat, dirasakan atau diamati oleh orang lain. Respon ini berupa sebuah perasaan maupun emosi dan hal lain yang tidak dapat secara langsung dilihat oleh orang lain.

b. Overt behavior atau perilaku terbuka merupakan kebalikan dari covert behavior, perilaku ini cenderung dapat diamati langsung oleh orang lain yang dapat berbentuk tindakan, perkataan maupun gestur tubuh atau wajah.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Bhineka Tunggal Ika”, itulah sepenggal kalimat sederhana yang terdapat pada lambang negara kita Pancasila. Bhineka Tunggal Ika yang juga merupakan semboyan negara kita itu kini nampaknya semakin dilupakan. Padahal hampir setiap saat kita mendengar kata-kata sakti itu. Entah kenapa pemaknaannya masih jauh dari yang diharapkan. Pancasila tetap ada, Bhineka Tunggal Ika tetap ada, namun permusuhan dan perpecahan “hanya” gara-gara masalah perbedaan juga tetap jalan. Terus apa ini yang dinamakan “Berbeda-beda tetapi tetap satu”?

Ironis memang, ketika bangsa ini masih saja mempermasalahkan perbedaan seperti “kekanak-kanakan”. Entah itu perbedaan keyakinan, etnik, pandangan politik, hingga bahkan perbedaan secara fisik individu. Itu percuma sekali bukan? Jelas-jelas bangsa ini adalah bangsa yang beragam, multikultural, heterogen. Itu sudah terjadi sejak awal berdirinya negara ini. Dan sudah banyak sekali buku-buku yang menuliskan tentang hal itu. Setiap hari digembor-gemborkan bahwa “Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi pluralisme”. Apa masih kurang jelas?

Lagi dan lagi, mempermasalahkan perbedaan. Ya, perbedaan penentuan awal puasa Ramadhan. Ada yang mulai tanggal 20 Juli ada pula yang mulai tanggal 21 Juli. Terus langsung menjadi perdebatan di berbagai obrolan di dunia nyata maupun dunia maya. Padahal yang jauh lebih penting di sini yaitu bagaimana memaknai dan mengisi bulan Ramadhan itu sendiri. Dengan berintrospeksi diri, pengendalian diri, pendidikan ruhani, dan peningkatan iman serta amal. Bukan justru mempermasalahkan perbedaan yang tidak penting itu.

Ya, sampai kapanpun yang namanya perbedaan akan selalu ada di negara kita tercinta ini. Lah namanya saja bangsa multikultural. Ngapain mesti terus sibuk mencari-cari dan mempermasalahkan yang namanya perbedaan?! Nggak bakalan ada rampungnya juga kan? Itu cuma bakalan nguras energi bangsa ini sia-sia. Sekali lagi, ITU CUMA SIA-SIA bung! Mendingan yuk kita bareng-bareng cari persamaan yang bisa terus menyatukan bangsa ini. Ingat, kita ini SATU NUSA, SATU BANGSA, SATU BAHASA >> INDONESIA!

Perbedaan adalah anugerah. Perbedaan itu indah. Perbedaan itu menyempurnakan. Perbedaan itu khazanah yang menyatukan. Indonesia hebat dan besar oleh karena perbedaan yang ada. Tinggal bagaimana kita menyikapi setiap perbedaan yang ada itu dengan arif dan bijaksana :)