Nama Bambang In Mardiono, atau yang akrab disapa Mbah Gudel, memang sangat melegenda. Dikenal sebagai Juru Kunci Istana Gebang, dan kemudian sebagai penulis sejarah Blitar lewat bukunya berjudul Napak Tilas Jejak-jejak Kaki wong Blitar dari Masa ke Masa. Namun, Mbah Gudel bukanlah seorang Akademisi. Ia seorang Abdi Negara, lebih tepatnya. Saya mulai mengenal beliau saat pindah tugas ke Perpustakaan Bung Karno. Sebelumnya sebagai Guide bagi para wisatawan yang berkunjung ke Istana Gebang. Istana Gebang dikenal sebagai rumah masa kecil Bung Karno di Blitar, yang dikelola langsung oleh Pemerintah Kota Blitar. Saat ada wisatawan datang, Mbah Gudel akan menyambut dan menjelaskan banyak hal, terutama yang berkaitan dengan isi rumah dan sejarah yang menyertainya. Karena itu ia dikenal sebagai Juru Kunci Istana Gebang. Kemudian pindah tugas sebagai Pustakawan di Perpustakaan Bung karno. Sejarawan informal Sepanjang tahun 2018, sering saya berkunjung ke Perpustakaan Bung Karno dan berbincang dengan Mbah Gudel. Usia beliau saat itu sudah 73 tahun. Kami kemudian membuat diskusi tiap hari Jumat bersama Komunitas Muara Baca. Mbah Gudel punya wawasan yang sangat luas tentang sejarah, khususnya sejarah Blitar. Banyak informasi baru yang ia sampaikan ke para peserta diskusi. Bisa disebut, meski bukan akademisi bidang sejarah, Mbah Gudel adalah seorang Sejarawan Informal. (Meminjam istilah Rosihan Anwar). Mbah Gudel juga yang menemukan akronim BLITAR (Bumi Laya Ika Tantra Adi Raja), yang artinya kira-kira, kurang lebih, Tanah Agung Para Raja. Itu tak terlepas karena Para Raja, khususnya sejak era Majapahit, Abunya didarmakan di wilayah Blitar. Termasuk Bung Karno, Proklamator dan pendiri Negara Indonesia, yang dimakamkan di Blitar. Mbah Gudel juga yang menjelaskan pada saya arti Kelud dan Kawi yang sekarang jadi nama Gunung. Menurutnya, Kelud atau Kelod itu utara dan Kawi atau Kawitan itu timur. Artinya, Mbah Gudel menyakinkan bahwa yang menamai Gunung Kelud dan Kawi itu adalah orang Blitar yang posisinya berada di selatan Gunung Kelud dan Baratnya Gunung Kawi. Itu berarti, komunitas Wong Blitar lebih dulu ada dibanding Kediri dan Malang. Nah, memang tidak semua sepakat dengan pendapat di atas, wajar saja. Semua memiliki argumentasi berdasar fakta, data atau rasionalitas yang ada. Namun, saya kagum dengan dedikasi Mbah Gudel dalam mengkhidmati sejarah. Lewat Blitar Heritage Society (BHS) ia bersama, salah satunya, Ibu Indah Iriani, berupaya menggali sejarah Blitar dari temuan-temuan kuno. Dari hasil penelusuran BHS, mereka membuat rekomendasi bahwa usia Blitar itu sudah lebih dari 1.000 tahun berdasar suatu Prasasti yang bernama Kinwu. Angka yang jauh lebih tua dari usia Kabupaten Blitar saat ini. Meskipun saat ini, narasi atau pemahaman wong Blitar akan sejarahnya, tak bisa dilepaskan dari hasil kajian BHS, yang di dalamnya ada Mbah Gudel dan Bu Indah Iriani. Itu dikarenakan, Mbah Gudel sendiri termasuk yang aktif berkeliling ke komunitas-komunitas, atau orang per orang, untuk bercerita tentang Sejarah Blitar. Tanpa pamrih. Bisa disebut, Mbah Gudel sangat gaul dan merakyat. Asyik diajak nongkrong sambil ngopi sekadar membahas sejarah. Tidak elitis. Meskipun beliau sudah sepuh. Karena faktor fisik yang tak muda lagi itu, tentu saja Mbah Gudel juga harus memikirkan kondisi kesehatannya. Namun ia melakukan itu semua agar generasi muda paham akan sejarah daerahnya sendiri, dan dengan itu ada kebanggaan, rasa percaya diri yang kuat untuk terus maju. Siapa penerusnya? Mungkin akan sangat sulit mencari penerus Mbah Gudel, kecuali jika ada dukungan Pemerintah. Sebab menjadi Sejarahwan Informal itu perlu perjuangan, karena tidak begitu menjanjikan secara materi. Bahkan Bu Indah Iriani pernah menyampaikan bahwa tak jarang kajian yang dilakukan BHS menggunakan dana pribadi. Sungguh suatu perjuangan dan pengorbanan. Maka, siapakah yang masih mau menjadi pengkaji, peneliti dan penulis sejarah, kalau begitu? Nah, dari Mbah Gudel ini kita perlu belajar jika sejarah itu penting. Apalagi sejarah lokal, Unique. Saya dan beberapa teman memang punya suatu komunitas menulis di Blitar, namun atensi untuk menggali sejarah itu belum terbangun karena beragam alasan tadi. Sejauh ini kami baru sekadar sebagai penikmat karya-karya sejarah yang ditulis Mbah Gudel dan kawan-kawan. Semoga itu menjadi Amal Ilmiah, suatu amal dalam bidang penulisan sejarah yang memotivasi, menginspirasi dan menghidupkan semangat banyak orang. Blitar, 21 Januari 2021 Ahmad Fahrizal Aziz
Bilamanakah Blitar mulai berperan sebagai pusat Pemerintahan? Majapahit sebagai negara baru berpusat di dekat Mojokerta. Di bawah pimpinan raden Wijaya sebagai Raja pertama, negara Majapahit tumbuh dengan pesat. Suatu hal yang menarik dalam hubungan sejarah daerah Blitar dari masa itu ialah adanya peningalan bangunan suci yang terletak di Desa Kotes Kecamatan Gandusari. Pada bangunan itu terdapat angka Tahun 1222 Saka dan 1223 Saka. Dengan demikian bangunan tersebut berasal dari tahun 1300 dan 1301 Masehi (Knebel : 1908 : hal. 355). Dengan perkataan lain, bangunan itu adalah sejaman dengan Pemerintah Raja Pertama Majapahit. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sejarah Blitar pada awal abab ke – XIV masih menunjukkan wilayah yang penting. Apakah hubungan pendirian bagunan suci itu dengan sejarah daerah ini ? Suatu petunjuk yang dapat memberikan keterangan tentang hal itu antara lain terdapat sejumlah Prasatti dari masa abad ke – XII Masehi di daerah sepanjang lembah Gunung Kawi sebelah Barat. Ini menunjukkan bahwa daerah ini masih dapat dibuktikan hingga sekarang dengan adannya beberapa perkebunan. Faktor alamiah yang menguntungkan ini menyebabkan adannya kehidupan masyarakat yang makmur. Kemakmuran itu mendorong pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu singkat. Walaupun tidak terdapat catatan tentang jumlah penduduk di daerah bagian Timur ini, namun dapat diperkirakan bahwa dengan adanya men-power maka daerah ini menjadi penting. Tersedianya tenaga manusia yang cukup besar, merupakan salah satu jaminan pergerakan pasukan secara mudah untuk suatu tujuan pertahanan maupun serangan. Seperti halnya dalam prasati Tuhanyaru yang menyebutkan adanya anugrah tanah kepada sejumlah pejabat kerajaan berhubung yang bersangkutan telah berjasa kepada raja, maka prasasti Blitar pun memuat peryataan yang sama. Dapat diketahui bahwa hubungan antara raja Jayanegara dengan daerah Blitar mempunyai sifat yang istimewa. Hubungan yang istimewa itu diperlihatkan pada penempatan sejumlah ha yang diberikan kepada para pejabat, berhubungan dengan kesetiyaan desa Blitar kepada raja. Dalam hubungan ini peristiwa apakah yang terjadi sehingga raja berkenan untuk memberikan anugrah kepada penduduk desa Blitar. Seperti diketahui Raja Jayanegara menjadi raja majapahit yang kedua, mengantikan ayahnya Kerjarajasa Jayawardhana yang meninggal pada tahun 1309 M. Tentang Pemerintahannya ini ada dua sumber yang memberikan keterangan agak berbeda. Kedua sumber tadi adalah Negarakertagama, yang ditulis oleh Prapanca dan Pararaton yang tidak dicantumkan nama penulisnya. Secara singkat sekali Negarakertagama menceritakan tentang masa Pemerintahannya yang berlangsung antara tahun 1309-1328 Masehi. Didalam Pupuh XLVII Prapanca melukiskan yang terjemahan dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut:
Dari puppuh tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa sesama Pemerintahan Jayanegara menghancurkan pemberontakan Nambi. Semua pemberontakan itu dapat di padamkan. Suatu pemberontakan pecah lagi pada Tahun 1316 dan 1317 dibawah pimpinan Kuti dan Seni. Pemberontakan itu mengakibatkan raja jayanegara menghindarkan diri ke Desa Bedander dengan pengawasan pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Gajah mada. Berkat siasat Gajah Mada, Jayanegara berhasil naik tahta. Kuti dan Seni berhasil dibinasakan. (Pararaton : 80-83). Kedua pemberitaan ini memberi petunjuk bahwa sesama bawahan semasa Pemerintahan Jayanegara telah terjadi pemberontakan, tetapi berhasil dipadamkan. Kenyataan diatas membuktikan bahwa Jayanegara menghadapi masa yang sulit pada tahun pertama Pemerintahannya. Kenyataan ini yang dapat memberikan keterangan , apa sebabnya jayanegara mengeluarkan prasastinya tersebut diatas. Tidak dapat diragukan lagi, bahwa penetapan prasasti di Blitar ini merupakan perestiwa penting setelah Jayanegara ini merupakan titik peresmian berdirinya swastanca Blitar dalam naungan kekuasaan Majapahit dibawah Pemerintahan Jayanegara. Dan peristiwa yang penting itu, sesuai dengan unsur penanggalan dalam prasasti, terjadi pada hari Minggu Pahing bulan Srawana tahun Saka 1246, yang bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1324 M. Untuk masa-masa selanjutnya Blitar disebutkan dalam kitab Negarakertagama dalam hubungannya dengan perlawanan Raja Hayam Wuruk ke daerah-daerah Jawa Timur. Beberapa puluh tahun yang membuat hal pemerintah hal itu sepanjang menyangkut Blitar serta tempat-tempat lain di daerah sekitarnya tertulis pupuh-pupuh. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa:
Maka berdasarkan uraian diatas diambil keputusan bahwa HARI LAHIR KABUPATEN BLITAR ialah 5 AGUSTUS 1324 |