Karya sastra pada masa kerajaan Majapahit dan isinya

Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama seni sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa Majapahit, antara lain sebagai berikut:

  1. Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca.
  2. Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular.
  3. Kitab Arjunawijaya, karangan Mpu Tantular.
  4. Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.
  5. Kitab Parthayajna, tidak diketahui pengarangnya.

Jadi, jawaban yang tepat adalah A.

Pada masa kerajaan majapahit memiliki berbagai karya sastra seperti negarakertagama, sutasoma, kunjarakarna, parthayana, dan panjiwijayakrama. Karya sastra tersebut ada yang memuat sejarah majapahit dan masalah-masalah keagamaan. Misalnya, negarakertagama menceritakan tentang sejarah dan wilayah-wilayah kekuasaan majapahit ketika masa pemerintahan raja hayam wuruk. Sutasoma menggambarkan keberagaman masyarakat majapahit yang multikultural dan penuh toleransi. Salah satu buktinya adalah semboyan bhinneka tunggal ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).

tirto.id - Kerajaan Majapahit pernah hidup di Indonesia (dahulu Nusantara) pada abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.

Kerajaan bercorak Hindu-Buddha ini mencatat masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada (dikenal sebagai pelopor Sumpah Amukti Palapa).

Berawal dari sebuah hutan di daerah Sungai Brantas, Jawa TImur, Raden Wijaya mendirikan Majapahit pada 1293 (Inajati Adrisijanti, Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kekayaan di Luar Kota, 2012). Ia menjadi raja pertama dengan gelar Kertajasa Jayawardhana (1293-1309).

Kerajaan ini tiga kali melakukan pemindahan pusat pemerintahan sejak pertama kali berlokasi di Mojokerto, Jawa Timur, yakni ke daerah Trowulan, lalu terakhir ke Kediri.

Menurut Mc Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1991), Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir penguasa Nusantara yang diklaim sebagai negara terbesar dalam sejarah Indonesia.

Periode keemasan dicapai oleh Kerajaan Majapahit saat raja Hayam Wuruk atau Rajasanegara memimpin.

Terdapat berbagai macam bukti sejarah yang ditinggalkan sebelum Majapahit runtuh pada 1527. Salah satu peninggalannya adalah dalam bidang sastra.

Kakawin Negarakertagama (Puisi Jawa Kuno)

Menurut S. Muljana dalam Tafsir Sejarah Negara Kertagama (2006), seorang pujangga yang dikenal namanya sebagai Mpu Prapanca adalah penulis naskah ini.

Isinya meliputi syair yang menjabarkan daerah-daerah kekuasaan Majapahit, tepatnya ketika Hayam Wuruk menjadi rajanya.

Berikut ini contoh terjemahan isi dua kalimat pertama Negarakertagama yang ditulis oleh Jagal Abilawa:

“Sembah puji dari hamba yang hina ini ke bawah telapak kaki sang pelindung jagat. Raja yang senantiasa tenang tenggelam dalam samadi, raja segala raja, pelindung orang miskin, mengatur segala isi negara."

Kakawin Sutasoma (Kitab Pelopor Toleransi)

Saat Majapahit ada, penduduknya beragama Hindu-Buddha. Namun, dalam Sejarah Indonesia Jilid I untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Wajib (2016:145) Hapsari dan Adil menambahkan, pendatang beragama Islam dari Pasai, Malaka, dan Tionghoa disambut baik kendati berbeda.

Berikut ini cuplikan terjemahannya:

“Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah Tunggal, berbeda-beda tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran" (Hapsari dan Adil, 2016:145)

Pararaton (Kitab Sejarah)

Mengutip C.C. Berg yang tertulis dalam A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed (1993:18) karya Mc Rickelfs, naskah yang berisi sejarah raja Singasari ini tidak dibuat untuk menjabarkan sesuatu yang sudah lewat, melainkan apa yang akan terjadi di hari kedepannya.

Hal tersebut digambarkan dari cerita Ken Arok yang melakukan inkarnasi agar dapat menjadi raja di kehidupan selanjutnya (Anthony H. Johns, “The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography", The Journal of Asian Study, Volume 24, No.1, 1964).

Ceritanya berlanjut dengan proses kelahiran kembali Ken Arok hingga akhirnya menikah dengan Ken Dedes dan menjadi Raja Singasari.

Tantu Panggelaran (Prosa)

Menurut Kemendikbud berdasarkan buku Kajian mitos dan nilai budaya dalam Tantu Panggelaran (1999) karya Nurhajarini, Dwi Ratna, dan Suryami, prosa ini tidak asing dalam lingkungan pembelajaran studi sastra Jawa.

Secara umum, terdapat tiga poin penting yang ingin disampaikan melalui karya ini, yakni tentang penciptaan pertama kali pulau Jawa dengan gunung-gunungnya yang ditekankan punya fungsi penyeimbang, penciptaan manusia laki-laki oleh Brahma dan perempuan oleh Wishnu untuk saling mengasihi, serta masa terjadinya seluruh peradaban manusia (tanpa busana, tanpa rumah, hingga memiliki segalanya).

Sudhamala (Prosa)

Naskah ini bercerita mengenai Batara Umayi yang dikutuk menjadi seorang raksasa perempuan, Batari Durga.

Sebagai solusi agar tidak menjadi makhluk mengerikan lagi, ia musti diruwat oleh Pandawa. Kisah tersebut ternyata termuat dalam sebuah relief candi Tegawangi, Jawa Timur.

Dalam Candi Sukuh dan Kidung Sudamalah yang diterbitkan Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, termuat ringkasan prosa Sudhamala. Berikut ini bagian awalnya:

“Kunti, setelah mendengar Pandawa menghadapi musuhnya yang berupa raksasa Kalanjaya dan Kalantaka, merasa cemas hatinya dan pergi diam-diam dari dalam istana, tidak sepengetahuan para Pandawa, menuju ke kahyangan Batari Durga alias Ranini di Setra." (Hlm 162)

Sastra Lisan

Selain yang tertulis terdapat juga sastra yang diwariskan secara mulut ke mulut, mulai dari Cerita Panji yang mengisahkan cinta Raden Panji Inu Kertapati dari Jenggala dengan Dewi Sekartaji dari Kediri.

Lalu, ada kisah Sri Tanjung yang bercerita tentang asal-usul Kota Banyuwangi, yakni dari nama Sri Tanjung yang merupakan nama bunga yang diklaim wanginya luar biasa.

Terakhir, ada sastra lisan berjudul Bubuksah dan Gagangaking. Sebenarnya cerita ini memiliki beberapa versi karena diwariskan hanya melalui omongan saja.

Salah satu versinya, di masyarakat bali, kedua saudara yang namanya ada dalam judul cerita, mendirikan gubuk sederhana untuk melakukan tapa/laku (Satyawati Suleiman, Seri Penerbitan Bergambar 3: Batur Pendopo Panataran, 1981).

Baca juga:

  • Peninggalan Sejarah Kerajaan Majapahit: Situs Prasasti dan Candi
  • Siapa Pendiri Majapahit? Ini Sejarah Raden Wijaya Sang Raja Pertama

Baca juga artikel terkait ILMU SEJARAH atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/adr)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yandri Daniel Damaledo
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates


Majapahit merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah mewarnai sejarah negeri ini. Eksistensi dari kerajaan ini berlangsung hampir 2,5 abad. Tepatnya sekitar 235 tahun, yaitu dari 1293 M sampai 1528 Masehi.

Selama rentang masa tersebut Majapahit juga menjadi salah satu penghasil karya sastra. Soekmono menguraikan jika pada masa kerajaan Majapahit terdapat dua masa penerbitan karya sastra. Pembagian dua masa tersebut didasarkan pada penggunaan bahasa pada karya sastra tersebut. Kedua masa tersebut yaitu:

  • Ø  Jaman Majapahit I (sekitar abad ke 14). Karya sastra yang dihasilkan menggunakan bahasa Jawa Kuno.
  • Ø  Jaman Majapahit II (sekitar abad 15 - 16). Karya sastra yang dihasilkan menggunakan bahasa Jawa Tengahan.


Berikut adalah uraian dari karya – karya sastra tersebut.

Karya Sastra Jaman Majapahit I yang terpenting adalah :

1.    Negarakertagama (karya Mpu Prapanca)

Kitab ini menguraikan tentang riwayat Singhasari dan Majapahit. Keunikan kitab ini adalah sumber penulisannya yang berasal dari sumber – sumber pertama  / primer dan isinya memiliki kesesuaian dengan sejumlah prasasti – prasasti. Uraian di dalam kitab ini antara lain:

a.    Uraian tentang kota Majapahit

b.    Jajahan – jajahan negara Majapahit

c.     Perjalanan Hayam Wuruk di sebagian besar Jawa Timur, dan sejumlah daftar  candi – candi yang ada.

d.    Upacara craddha yang dilakukan untuk roh Gayatri ;dan

e.    Pemerintahan dan keagamaan pada jaman Hayam Wuruk

2.    Sutasoma (karya Mpu Tantular)

Kitab ini menceritakan Seorang anak raja bernama Sutasoma. Sutasoma meninggalkan keduniawian karena ketaatannya pada agama Budha. Sutasoma selalu bersedia mengorbankan dirinya untuk menolong sesama makhluk yang sedang ada dalam kesulitan. Karena kesederhanaannya maka banyak orang yang tertolong. Termasuk seorang raksasa yang biasa memakan manusia pun menjadi penganut Budha.

3.    Arjunawijaya (karya Mpu Tantular)

Kitab ini menceritakan tentang raja raksasa Rawana yang terpaksa tunduk kepada raja Arjuna Sahasrabahu.

Kakawin ini menceritakan seorang raksasa Kunjarakarna yang ingin menjelma menjadi manusia. Kunjarakarna kemudian menghadap Wairocana dan diizinkan melihat keadaan di neraka. Ia taat pada agama Buda dan akhirnya hasratnya terkabul.

Kitab ini isinya meriwayatkan para Pandawa setelah kalah main dadu dan mendapat penghinaan – penghinaan yang di luar batas dari para Kaurawa. Akhirnya mereka pergi ke hutan dan Arjuna bertapa di Gunung Indrakila.

Karya Sastra Jaman Majapahit II antara lain :

Berisi tentang asal muasal Pulau Jawa yang ditempati manusia, serta sejumlah gunung yang ada di Pulau ini. Diceritakan bahwa karena Pulau Jawa sering bergoyang maka Gunung Mahameru pun dipindahkan dari India ke Jawa. Runtuhan gunung – gunung itu menjadi gunung – gunung yang berjajar sepanjang pulau Jawa, sedangkan Mahameru menjadi gunung Semeru di dekat Malang. Wisnu kemudian menjadi raja pertama di Pulau Jawa dengan nama Kandiawan. Ia mengatur pemerintahan, masyarakat dan keagamaan.

Pada masa pemerintahan Airlangga ada seorang janda yang menjadi juru tenung, bernama Calon Arang. Calon Arang memiliki seorang anak cantik sekali tapi tidak ada yang berani meminang. Maka Calon Arang pun merasa terhina. Kemudian dia menyebarkan wabah di seluruh negara. Dengan tipu mus;ihat, akhirnya dia bisa dibunuh Mpu Bharada, atas permintaan raja Airlangga.

Setelah perang besar, para Kaurawa dihidupkan kembali. Kepada mereka dijanjikan bahwa mereka akan dapat membalas dendam pada para Pandawa. Hal ini bisa dilakukan jika mereka bersedia melakukan tapa yang berat sekali. Maka pergilah mereka ke hutan – hutan untuk bertapa.

Berisi tentang kisah dua bersaudara Bubhuksah dan Gagang Aking. Dua bersaudara ini memiliki ketidaksepakatan tentang bagaimana cara mencapai kesempurnaan. Akhirnya mereka pun memutuskan pergi bertapa. Cerita ini mengajarkan bahwa pengorbanan yang dilakukan dengan tulus ikhlas akan membawa manfaat.

Kitab ini juga disebut Katuturanira Ken Angrok. Menceritakan tentang asal usul Ken Angrok sebagai pendiri dinasti Rajasa dan kerajaan Singhasari, namun dengan balutan dongeng. Begitu juga dengan kisah raja – raja Singhasari dan Majapahit. Kisahnya ditutup dengan sejarah raja – raja Majapahit setelah Hayam Wuruk  yang banyak memiliki ketidak sesuaian dengan prasasti.

Berisi tentang cerita – cerita binatang yang selalu mengandung pelajaran.

Sumber :
Soekmono. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. (Cetakan ke 17)