Jelaskan perbedaan karakteristik manajemen strategik dibandingkan dengan manajemen pada umumnya

B. RUMUSAN MANAJEMEN STRATEGIK

Manajemen Strategik merupakan proses menentukan tujuan suatu organisasi, mengembangkan kebijakan, dan perencanaan untuk mencapai tujuan, serta mengalokasikan sumber daya untuk mengimplementasikan perencanaan tersebut.Manajemen Strategik merupakan level tertinggi dalam aktivitas manajemen. Manajemen strategik bukanlah suatu tugas, melainkan satu rangkaian kemampuan manajerial yang diterapkan keseluruhan dalam organisasi dengan berbagai fungsi.

Manajemen strategik dapat dilihat sebagai kombinasi dari rumusan strategi dan implementasi strategi, namun strategi harus erat dengan tujuannya. Rumusan strategi melibatkan tindakan analisis situasi baik secara internal dan eksternal, secara mikro dan makro, yaitu mengatur sasaran, menentukan visi dan misi jangka panjang (peran yang akan diberikan organisasi tersebutuntuk masyarakat), keseluruhan tujuan korporat (baik finansial dan strategis), tujuan taktis, dan perencanaan.

Langkah-langkah rumusan karaketristik manajemen strategik ini kadang dideskripsikan dengan situasi Anda sekarang yang menentukan kemana Anda akan melangkah, dan bagaimana cara menuju kesana. Hal ini sangatlah esensial dalam perencanaan manajemen strategik.Implementasi manajemen strategik melibatkan alokasi sumber daya yang secukupnya (finansial, personnel, waktu, dukungan teknologi), membuat rangkaian tindakan satau struktur alternatif (misalnya tim multifungsi), penugasan tanggungjawab untuk tugas spesifik atau memprosesnya untuk individu atau grup tertentu, mengorganisasi proses, mengawasi hasil, membandingkan dengan benchmark, mengevaluasi kemanjuran dan efisiensi proses, mengontrol variasi, dan membuat penyesuaian proses bila dianggap perlu.

Ketika mengimplementasikan program spesifik, manajemen strategik memerlukan syarat sumber daya, mengembangkan proses, training, mengetes proses, dokumentasi, dan integrasi dengan proses yang sudah dilakukan secara turun temurun.

C. MENERAPKAN MANAJEMEN STRATEGIK

Rumusan dan implementasi strategi merupakan proses bekelanjutan dan tak berkesudahan yang memerlukan pengkajian dan reformasi terus menerus, mengingat manajemen strategik itu dinamis. Manajemen strategik melibatkan pola kompleks aksi dan reaksi. Bisa dikatakan manajemen strategik itu setengah terencana dan setengah tidak terencana. Strategi terencana dan muncul, dinamis, dan interaktif.

Estimasi berlebihan terhadap sumber yang kompeten dan estimasi minim dari waktu yang diperlukan harus dihindari. Pegawai dan jajaran manajemen senior harus berkomitmen memberlakukan keterbukaan komunikasi. Lebih penting lagi, manajemen harus dapat meramalkan reaksi lingkungan dan mengatur perubahan yang ditimbulkan nantinya.

D. KEUNTUNGAN MANAJEMEN STRATEGIK

Manajemen Strategik merupakan sebuah proses di mana manajemen mengambil inisiatif atas izin pemilik bisnis untuk menggunakan sumber daya dan meningkatkan produktivitas perusahaan mereka. Semua tindakan harus merefleksikan misi, visi, objektif, dan kebijakan organisasi itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara mendesain dan mengimplementasikan program yang bertujuan untuk meraih tujuan dan sumber daya yang tersedia harus digunakan secara benar.Manajemen Strategik merupakan tindakan tingkat manajerial yang memprioritaskan tujuan dari pada siasat. Manajemen strategik memberikan arah yang akan diambil organisasi. Bagaimanapun juga, hal ini tidak hanya terbatas pada manajer, namun juga direktur dan pemegang saham lain dalam struktur internal manajemen. Manajemen strategik keseluruhan adalah proses berkelanjutan yang mengontrol organisasi dan industri yang mempengaruhinya.Manajemen strategik mengevaluasi kompetitornya dan menentukan metode untuk menghadapi dan berkompetisi dengan mereka. Langkah pertama yang diambil dalam manajemen strategik adalah kompilasi dan penyebaran misi organisasi. Hal ini akan menentukan tindakan yang dapat diambil oleh organisasi untuk melayani konsumen mereka.Formasi awal strategi dibadi menjadi beberapa proses. Hal ini termasuk lingkungan mikro dan lingkungan makro, evaluasi kompetitor, dan cara menghadapi mereka, dan pertimbangan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi hasil dari proses tersebut. Setelah tahap analisis, manajemen akan mulai menetapkan tujuan. Biasanya ada jangka waktu dan tujuan. Proses ini menitikberatkan pada rumusan visi organisasi, misi, dan rangkuman tujuan.Selama melaksanakan rencana strategi, perubahan di manajemen dapat muncul yang bisa mengakibatkan halangan untuk berkembang. Penting untuk menetapkan perubahan manajemen yang cukup kompeten untuk menghindari efek-efek negatif yang mungkin terjadi. Hal ini penting untuk mendeterminasikan bila telah ada peningkatan ketika mengaplikasikan strategi dan bila kemajuan yang diperoleh konsisten dengan hasil yang diharapkan. Pengkajian ulang juga perlu dilakukan untuk mempertimbangkan tantangan baru teknologi, kompetitor baru, perubahan sosial dan ekonomi, serta minat politis.Manajemen strategik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu manajemen. Hadir sebagai suatu solusi untuk memberdayakan keseluruhan organisasi (perusahaan) agar secara komprehensif dan sistematis mampu mewujudkan visi dan misi organisasi tersebut. Selama bertahun-tahun beragam konsep dan teori yang menjelaskan strategi, terus dikembangkan. Mulai dari yang menekankan perhatian pada kemampuan organisasi untuk memaksimalkan sumber-sumber yang dimilikinya dalam menjawab peluang dan tantangan serta berbagai ketidakpastian yang berasal dari luar organisasi [Porter, 1985], sampai pada kajian yang menekankan pada kemampuan sumber-sumber internal organisasi untuk mendorong terjadinya keunggulan kompetitif (competitive advantages) [Grant, 1991].Namun demikian, terlepas dari perdebatan tentang sudut pandang perencanaan strategis suatu organisasi, kedua aliran jelas memiliki tujuan yang sama yaitu tercapainya sasaran dan tujuan organisasi melalui cara-cara yang sistematis sehingga keberhasilan yang mungkin terjadi dapat ditelusuri kembali. Menurut Hunger dan Wheelen, manajemen strategik adalah seperangkat keputusan serta tindakan manajerial yang menentukan kinerja jangka panjang dari suatu organisasi (perusahaan) [Hunger dan Wheelen, 1996]. Bagi Fred David,manajemen strategik adalah seni dan ilmu penyusunan, penerapan dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsi (cross-functional) yang memberdayakan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.Oleh karenanya manajemen strategik berpusat pada penyatuan manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, riset dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi [David, 1996].

SedangkanProses Manajemen Strategik oleh Hitt, Ireland, dan Hoskisson [Hitt, Ireland, Hoskisson, 1995] dimengerti sebagai seperangkat komitmen, keputusan, dan tindakan yang dibutuhkan suatu perusahaan untuk mencapai persaingan strategik dan memperoleh keuntungan di atas rata-rata.


Alfred Chandler mengatakan bahwa strategi adalah suatu penentuan sasaran dan tujuan dasar jangka panjang dari suatu organisasi (perusahaan) serta pengadopsian seperangkat tindakan serta alokasi sumber-sumber yang perlu untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut [Rumelt, Schendel, dan Teece, 1995]. Dalam kajiannya tentang strategi, Henry Mintzberg mencatat bahwa setidaknya strategi tidak sekadar memiliki dua elemen definisi, yaitu sebagai perencanaan (plan) dan pola (pattern).Lebih dalam lagi, ia mengungkap bahwa definisi strategi telah berkembang dengan tiga ‘P’ baru, yaitu posisi (position), perspektif (perspective), dan penerapan (ploy) (bandingkan Mintzberg, 1994 dan Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel, 1998).Kajian tentang karakteristik manajemen strategik yang terus berkembang selalu diarahkan untuk menghasilkan berbagai pendekatan yang memudahkan organisasi untuk melakukan penyesuaian strategi yang dipilihnya dalam kerangka menjamin keberhasilan usahanya. Dalam lingkungan bisnis yang semakin dinamis, bagaimanapun juga organisasi harus sanggup secara konstan menghadapi perubahan yang demikian cepat [Rainer dan Chaharbaghi, 1995]. Formulasi strategi harus berupa proses kognitif dibanding proses konsepsi semata. Dalam kerangka inilah pembelajaran organisasi menjadi fokus perhatian utama riset dan kemampuan belajar diakui sebagai satusatunya sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) (Nonaka, 1991).

Merangkum seluruh paparan di atas, Henry Mintzberg, Bruce Ahlstrand, dan Joseph Lampel mengidentifikasikan bahwa formulasi strategi dapat dikelompokkan ke dalamsepuluh aliran pemikiran dan tiga kelompok pemikiran. Kesepuluh aliran tersebut adalah: Design, Planning, Positioning, Entrepreneurial, Cognitive, Learning, Power, Cultural, Environmental, dan Configuration. Tiga aliran pertama masuk ke dalam kelompok Presikriptif yang lebih menekankan pada proses penyusunan strategi; enam aliran berikutnya masuk dalam kelompok Deskriptif yang menekankan pada bagaimana strategi dilakukan; dan aliran terakhir identik dengan kelompok ketiga, yaitu Konfigurasi yang mengkombinasikan/mengintegrasikan aliran-aliran sebelumnya. (Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel, 1998).

E. BAGAIMANA MENERAPKAN MANAJEMEN STRATEGIK?

Terdapat tiga pertanyaan yang mendasari setiap gerak langkah perencanaan strategis, yaitu:1. Di manakah posisi perusahaan saat ini ? Pertanyaan ini mengantar pada analisa tentang situasi yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu: analisa eksternal, analisa internal, dan analisa tentang kompetisi.2. Ke mana perusahaan akan pergi? Pertanyaan ini membawa pada logika mengapa suatu perusahaan (organisasi) didirikan. Mission statement hadir sebagai arahan korporasi/perusahaan (corporate direction), sementara itu tujuan jangka panjang dan sasaran-sasaran jangka pendek hadir dalam unit usaha (business unit direction).3. Bagaimana cara perusahaan bisa sampai ke sana? Pada tahap ini strategi disusun sebagai arahan untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Formulasi strategi dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, aras korporasi (corporate level), aras unit usaha (business unit level), dan aras fungsi manajemen (functional level).Pada prinsipnya, manajemen strategik terdiri atas tiga tahapan, yaitu:1. Tahap Formulasi:Meliputi pembuatan misi, pengidentifikasian peluang dan tantangan eksternal organisasi, penentuan kekuatan dan kelemahan internal, pembuatan sasaran jangka panjang, pembuatan pilihan-pilihan strategi, serta pengambilan keputusan strategi yang dipilih untuk diterapkan.Dalam hal penyusunan strategi, Fred R. David membagi proses ke dalam tiga tahapan aktivitas, yaitu: input stage, matching stage, dan decision stage.[David, 1996]. Termasuk di dalam formulasi strategi adalah pembahasan tentang bisnis baru yang akan dimasuki, bisnis yang dihentikan, alokasi sumbersumber yang dimiliki, apakah akan melakukan ekspansi atau diversifikasi usaha, apakah akan memasuki pasar internasional, apakah akan melakukan merjer atau membentuk joint-venture, serta bagaimana untuk menghindari pangambilalihan secara paksa (hostile takeover).2. Tahap Implementasi (biasa juga disebut tahap tindakan):Meliputi penentuan sasaran tahunan, pengelolaan kebijakan, pemotivasian pegawai, pengalokasian sumber-sumber agar strategi yang diformulasikan dapat dilaksanakan. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan kultur yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi yang efektif, pengarahan usaha-usaha pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta mengkaitkan kompensasi pegawai dengan kinerja organisasi.[bandingkan dengan Senge, 1994].Pada tahap ini, ketrampilan interpersonal sangatlah berperan. Sebagaimana Carl von Clausewitz (1780-1831) dalam bukunya yang diterbitkan kembali On War, strategi bukanlah sekedar aktivitas problem-solving, tetapi lebih dari itu strategi bersifat terbuka (open-ended) dan kreatif untuk mempertajam masa depan dalam model chain of command di mana suatu strategi harus dijalankan setepat mungkin (menghindari bias-bias yang tidak perlu dalam setiap bagian struktur organisasi). [Clausewitz, 1989].3. Tahap Evaluasi:Meliputi kegiatan mencermati apakah strategi berjalan dengan baik atau tidak. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi prinsip bahwa strategi perusahaan haruslah secara terus-menerus disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang selalu terjadi di lingkungan eksternal maupun internal. Tiga kegiatan utama pada tahap ini adalah: Menganalisa faktorfaktor eksternal dan internal sebagai basis strategi yang sedang berjalan, Pengukuran kinerja, dan Pengambilan tindakan perbaikan (bandingkan dengan Kaplan dan Norton, 1996).Terlepas dari pendekatan perencanaan yang digunakan, formulasi strategi harus berlandaskan pada pemahaman secara mendalam pada pasar, kompetisi, dan lingkungan eksternal. Strategi hadir dalam berbagai bentuk. Namun demikian, strategi akan mengidentifikasi tipe-tipe barang dan jasa yang akan dijual, sumbersumber dan teknologi yang digunakan dalam proses produksinya, metoda koordinasi usaha-usaha dan rencana-rencana untuk digunakan untuk menghasilkan kinerja yang efisien dan efektif, serta tipe-tipe aktivitas yang diambil.Richard P. Rumelt mengidentifikasi empat tolok ukur yang digunakan untuk menguji baik atau tidaknya suatu strategi, yaitu (Rumelt, 1997):1. Consistency: strategi tidak boleh menghadirkan sasaran dan kebijakan yang tidak konsisten.2. Consonance: strategi harus merepresentasikan respons adaptif terhadap lingkungan eksternal dan terhadap perubahan-perubahan penting yang mungkin terjadi.3. Advantage: strategi harus memberikan peluang bagi terjadinya pembuatan atau pemeliharaan keunggulan kompetitif dalam suatu wilayah aktivitas tertentu (terpilih).

4. Feasibility: strategi tidak boleh menggunakan sumber-sumber secara berlebihan (di luar kemampuan) dan tidak boleh menghadirkan persoalanpersoalan baru yang tidak terpecahkan.

F. KEGAGALAN MANAJEMEN STRATEGIK

Andrew Campbell dan Marcus Alexander mengidentifikasi sekurang-kurangnya terdapat tiga alasan mengapa suatu strategi dapat gagal dalam mengantar suatu perusahaan untuk mencapai sasaran dan tujuannya. Ketiga hal tersebut adalah (Campbell dan Alexander, 1997):1. Strategi Tanpa Arah (directionless strategies): kegagalan membedakan antara purposes (apa yang akan dilakukan organisasi) dan constraints (apa yang harus dilakukan suatu organisasi agar dapat bertahan). Perusahaan yang gagal memahami constraints yang dimilikinya dan salah membacanya sebagai maksud purposes, akan cenderung terlempar dari arena bisnis.2. Kelumpuhan Perencanaan (planning paralysis): kegagalan menentukan pijakan awal untuk bergerak (dari strategi atau tujuan?) menyebabkan terjadinya rencana yang ‘lumpuh’ akibat kebingungan terhadap pelibatan ‘proses’ dalam penyusunan suatu strategi. Menentukan tujuan dan kemudian menyusun strategi untuk mencapainya ataukah meniru strategi yang telah terbukti berhasil dan kemudian menentukan tujuan yang dapat/ingin dicapai berdasarkan strategi tersebut.3. Terlalu Fokus pada Proses (good strategy vs planning process): Seringkali manajer berharap untuk dapat menyusun suatu strategi yang baru dan lebih baik. Sayangnya keberhasilan seringkali tidak semata bergantung pada proses perencaaan yang baru atau rencana yang didesain dengan lebih baik, tetapi lebih kepada kesanggupan manajer untuk memahami dua hal mendasar, yaitu: keuntungan atas dimilikinya maksud (purposes) yang stabil dan terartikulasi dengan baik; serta pentingnya penemuan, pemahaman, pendokumentasian, dan eksploitasi informasi-informasi penting (insights) tentang bagaimana menciptakan nilai lebih banyak dibanding perusahaan lain.Bandingkan temuan Campbell dan Alexander tersebut dengan apa yang diungkapkan Henry Mintzberg dalam tulisannya di Harvard Business Review (1994a) yang mengungkapkan bahwa perencanaan strategik (strategic planning) memiliki suatu potensi kegagalan besar. Kegagalan tersebut adalah keyakinan bahwa analisa akan menuju pada sintesa dan perencanaan strategik adalah pembuatan strategi (strategy making).Pada dasarnya, kegagalan ini disebabkan oleh tiga kesalahan mendasar pada asumsi, yaitu (Mintzberg, 1994a):1. Fallacy of Prediction: tidak setiap hal dapat begitu saja diprediksi, kecuali hal-hal yang memiliki pola berulang (repetitive pattern) seperti musim. Sedangkan hal-hal lainnya seperti penemuan teknologi dan peningkatan harga hampir tidak mungkin diduga secara relatif akurat, kecuali oleh para visioner yang biasa membangun strateginya secara personal dan intuitif. [bandingkan Ansoff, 1965].2. Fallacy of Detachment: seringkali manajer dipisahkan dari persoalan detil dan operasional, sesuatu yang seharusnya mereka kenal dengan baik. Ketika manajer terjauhkan dari hal-hal mendasar tersebut, manajer akan gagal memahami keseluruhan proses dan mengingkari konsep Frederick Taylor tentang manajemen bahwa proses harus sepenuhnya dipahami sebelum diprogram [lihat Jelinek, 1979].

3. Fallacy of Formalization: kegagalan perencanaan strategik adalah kegagalan sistem untuk bekerja lebih baik daripada manusia. Sistem formal atau mekanikal seringkali gagal mengimbangi informasi yang berkembang dalam otak manusia. Sistem memang sanggup mengelola informasi yang lebih banyak, tetapi tidak sanggup menginternalisasikan, mencernanya, dan mensintesanya. Formalisasi merujuk pada tata urutan yang rasional, tetapi pembuatan strategi adalah proses pembelajaran yang terus bergerak. Formalisasi akan gagal mencerna sesuatu yang tidak kontinu dan baru. Dan oleh karenanya pemahaman tentang perencanaan strategik (strategic planning) harus bisa dibedakan dari pemahaman tentang pembuatan strategi (strategy making). Keduanya tidak bisa dianggap sama.

G. SEGITIGA STRATEGIK

Salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan secara terus-menerus oleh para ahli strategi adalah segitiga strategi-struktur-kultur. Dalam segitiga ini hubungan ketiga elemen tersebut harus dapat dikelola sedemikian rupa agar menjadi seimbang antara satu dengan lainnya. Ketimpangan hubungan tersebut akan bermuara pada tumpulnya stratagi yang dibangun.Strategi mengkaji tentang gerak langkah yang akan diambil perusahaan dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan. Kajian tentang struktur memusatkan perhatian pada perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi beserta berbagai unsur lainnya yang terkait. Sedangkan kajian atas kultur memusatkan perhatian pada persoalan manajemen sumber daya manusia, manajemen perubahan, kultur organisasi, dan berbagai unsur lainnya yang terkait.

Manajemen strategi atau yang saat ini kita sebut dengan manajemen strategik adalah keterampilan (seni), teknik, dan ilmu dalam merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasii serta mengawasi berbagai keputusankeputusan fungsional sebuah organisasi (perusahaan bisnis ataupun non bisnis) yang selalu terpengaruhi oleh lingkungan eksternal dan internal dengan kondisi yang selalu berubah sehingga bisa memberi kemampuan pada perusahaan dalam pencapaian sasaran atau tujuan yang sudah ditetapkan.

Pertanyaan :
Bagaimana cara menyikapi atau langkah langkah yang harus dilakukan seandainya terjadi kegagalan Manajemen strategik seperti yang dipaparkan pada artikel di atas ?