Jelaskan pelaksanaan politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin

SANDY DWI ARIYANTORO, CORRY LIANA



Demokrasi Terpimpin dalam politik luar negerinya banyak diwarnai peristiwa-peristiwa internasional yang cukup membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat dan politiknya. Masalah perdebatan dan pembebasan Irian Barat adalah salah satu peristiwa politik luar negeri yang mewarnai hubungan internasional pada masa Demokrasi Terpimpin. Pada masa Demokrasi Terpimpin juga banyak diwarnai peristiwa-peristiwa internasional yang melibatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional. Politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin merupakan salah satu kajian sejarah yang menarik dalam pembabakan sejarah Indonesia namun tak banyak yang menelaah teori politik luar negerinya terutama dalam dua teori besar. Permasalahan pada penelitian ini yaitu 1) Bagaimana karakteristik politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin? 2) Bagaimana pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin? 3) Bagaimana realisme dalam politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin dan dampaknya? Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu memperoleh penjelasan mengenai politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Penelitian ini juga menjelaskan analisis teori realisme dalam politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Langkah awal yaitu mengumpulkan sumber-sumber terkait dengan judul penelitian yaitu Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) atau yang biasa disebut dengan heuristik, sumber primer didapat dari majalah atau koran sezaman, sedangkan sumber sekunder didapat dari buku-buku dan jurnal online. Kedua, yaitu dengan melakukan kritik sumber, memilah sumber baik primer maupun sekunder yang terkait dengan fakta mengenai perpolitikan luar negeri Indonesia pada tahun 1959-1965. Ketiga, intepretasi sumber yaitu membandingkan sumber satu dengan sumber lain sehingga diperoleh fakta sejarah mengenai politik luar negeri Indonesia masa Demokrasi Terpimpin. Terakhir historiografi, setelah semua fakta sejarah direkontruksi sesuai dengan tema maka dilakukan penulisan sejarah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin banyak ditujukan untuk kepentingan revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia ini diperjuangkan dalam bentuk diplomasi ofensif dan militer demi terwujudnya kepentingan revolusi Indonesia yaitu tuntutan kemerdekaan penuh dan penghapusan imperialisme dan kolonialisme demi terwujudnya perdamaian dunia. Dikarenakan demi tuntutan-tuntutan revolusi Indonesia dan demi menyelenggarkan negara dan dunia yang bebas dari penjajahan maka politik luar negeri Indonesia lebih cenderung bersifat realisme. Realisme dalam politik luar negeri Indonesia secara aktif bersifat radikal dan revolusioner.Kata Kunci: Politik Luar Negeri, Soekarno, Realisme, Power


  • There are currently no refbacks.


Page 2

SANDY DWI ARIYANTORO, CORRY LIANA



Demokrasi Terpimpin dalam politik luar negerinya banyak diwarnai peristiwa-peristiwa internasional yang cukup membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat dan politiknya. Masalah perdebatan dan pembebasan Irian Barat adalah salah satu peristiwa politik luar negeri yang mewarnai hubungan internasional pada masa Demokrasi Terpimpin. Pada masa Demokrasi Terpimpin juga banyak diwarnai peristiwa-peristiwa internasional yang melibatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional. Politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin merupakan salah satu kajian sejarah yang menarik dalam pembabakan sejarah Indonesia namun tak banyak yang menelaah teori politik luar negerinya terutama dalam dua teori besar. Permasalahan pada penelitian ini yaitu 1) Bagaimana karakteristik politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin? 2) Bagaimana pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin? 3) Bagaimana realisme dalam politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin dan dampaknya? Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu memperoleh penjelasan mengenai politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Penelitian ini juga menjelaskan analisis teori realisme dalam politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Langkah awal yaitu mengumpulkan sumber-sumber terkait dengan judul penelitian yaitu Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) atau yang biasa disebut dengan heuristik, sumber primer didapat dari majalah atau koran sezaman, sedangkan sumber sekunder didapat dari buku-buku dan jurnal online. Kedua, yaitu dengan melakukan kritik sumber, memilah sumber baik primer maupun sekunder yang terkait dengan fakta mengenai perpolitikan luar negeri Indonesia pada tahun 1959-1965. Ketiga, intepretasi sumber yaitu membandingkan sumber satu dengan sumber lain sehingga diperoleh fakta sejarah mengenai politik luar negeri Indonesia masa Demokrasi Terpimpin. Terakhir historiografi, setelah semua fakta sejarah direkontruksi sesuai dengan tema maka dilakukan penulisan sejarah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin banyak ditujukan untuk kepentingan revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia ini diperjuangkan dalam bentuk diplomasi ofensif dan militer demi terwujudnya kepentingan revolusi Indonesia yaitu tuntutan kemerdekaan penuh dan penghapusan imperialisme dan kolonialisme demi terwujudnya perdamaian dunia. Dikarenakan demi tuntutan-tuntutan revolusi Indonesia dan demi menyelenggarkan negara dan dunia yang bebas dari penjajahan maka politik luar negeri Indonesia lebih cenderung bersifat realisme. Realisme dalam politik luar negeri Indonesia secara aktif bersifat radikal dan revolusioner.Kata Kunci: Politik Luar Negeri, Soekarno, Realisme, Power


  • There are currently no refbacks.


Page 3

WAYANG SULUH MADIUN TAHUN 1947-1965

APRILIA SISKAWATI, SEPTINA ALRIANINGRUM

SITI MAHMUDAH, CORRY LIANA

RAMPOGAN MACAN DI KEDIRI TAHUN 1890-1925

MUHAMMAD ROSYID AMMAR MURTADHI, SRI MASTUTI PURWANINGSIH


Page 4

E-Journal AVATARA terbit sebanyak tiga kali dalam satu tahun, dengan menyesuaikan jadwal Yudisium Universitas Negeri Surabaya. E-Jounal AVATARA diprioritaskan untuk mengunggah karya ilmiah Mahasiswa sebagai syarat mengikuti Yudisium.

Jurnal Online Program Studi S-1 Pendidikan Sejarah - Fakultas Ilmu Sosial UNESA


Jelaskan pelaksanaan politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin


Home » Kelas XII » Pelaksanaan Politik Luar Negeri dari Masa ke Masa

Politik luar negeri RI yang bebas dan aktif itu dapat diartikan sebagai kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang diambil atau sengaja tidak diambil oleh Pemerintah dalam hubungannya dengan negara-negara asing atau organisasi-organisasi internasional dan regional yang diarahakan untuk tercapainya tujuan nasional bangsa. Politik luar negeri bebas aktif inilah yang kemudian menjadi prinsip dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan selanjutnya. Tentunya pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif ini juga disesuaikan dengan kepentingan dalam negeri serta konstelasi politik internasional pada saat itu.

A. Masa Demokrasi Parlermenter 1950-1959

Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai di Indonesia, Pada waktu itu Indonesia berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan dunia nternasional dengan cara diplomasi. Keberhasilan Indonesia mendapatkan pengakuan dunia internasional melalui meja perundingan ini menjadi titik tolak dari perjuangan diplomasi Indonesia mencapai kepentingannya.

Indonesia telah memprakarsai dan mengambil sejumlah kebijakan luar negeri yang sangat penting dan monumental, seperti, Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955.dan Gerakan Non-Blok [GNB] atau [Non-Aligned Movement/ NAM]. Forum ini merupakan refleksi atas terbaginya dunia menjadi dua kekuatan besar, yakni Blok Barat [Amerika Serikat ] dan Blok Timur [Uni Soviet]. Konsep politik luar negeri yang bebas aktif ini berusaha membantu bangsa-bangsa di dunia yang belum terlepas dari belenggu penjajahan.

B. Masa Demokrasi Terpimpin

Pada masa Demokrasi Terpimpin [1959-1965], Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner. Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom [nasionalis, agama dan komunis] dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim [Neo Kolonialisme dan Imperialisme].

Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestik maupun internasional. Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi politik antara Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia [PKI].

Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap imperialisme juga dapat dilihat dari responnya terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow.

Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Namun seiring berjalannya waktu, status dan prestis menjadi faktor-faktor pendorong semakin gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas politik luar negeri ini.

C. Masa Orde Baru

Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia. dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Presiden Soeharto mengambil beberapa langkah kebijakan politik luar negeri [polugri], yaitu membangun hubungan yang baik dengan pihak-pihak Barat dan “good neighbourhood policy” melalui Association South East Asian nation [ASEAN].

Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal penerapan New Order [tatanan baru] adalah untuk memobilisasi sumber dana internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta untuk menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk berkonsentrasi pada agenda domestiknya.

Beberapa sikap Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Upaya mengakhiri konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun kembali ekonomi Indonesia melalui investasi dan bantuan dari pihak asing.

Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan wadah bagi politik luar negeri Indonesia. Keberhasilan Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC dan juga keberhasilan menjadi Ketua Gerakan Non Blok X pada tahun 1992, setidaknya memberikan pengakuan bahwa Indonesia adalah salah satu pemimpin internasional.

D. Era Reformasi

Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri Indonesia saat itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada politik internasional.

Pada masa awal reformasi, pemerintah Habibie disibukkan dengan usaha memperbaiki citra Indonesia di kancah internasional yang sempat terpuruk sebagai dampak krisis ekonomi di akhir era Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat di Timor-Timur. Lewat usaha kerasnya, Presiden Habibie berhasil menarik simpati dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Funds [IMF] dan Bank Dunia untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi.

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI dengan negara-negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya Timor- Timur dari NKRI. Presiden Wahid memiliki cita-cita mengembalikan citra Indonesia di mata internasional.

Pada awal pemerintahan Megawati, suasana politik dan keamanan menjadi sejuk dan kondusif. Walaupun ekonomi Indonesia mengalami perbaikan, seperti nilai tukar rupiah yang agak stabil, tetapi Indonesia pada masa pemerintahannya tetap saja tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lainnya.

Presiden Megawati lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945. Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya, Kalimantan Selatan atau Timor Barat.

SBY berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang. Perubahan-perubahan global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’.

Posted by Nanang_Ajim

Mikirbae.com Updated at: 4:22 PM

Politik luar negeri pada masa  Demokrasi Terpimpin ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Namun seiring berjalannya waktu, status dan prestis menjadi faktor-faktor pendorong semakin gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas politik luar negeri ini. Efek samping dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini adalah ditinggalkannya masalah-masalah domestik seperti masalah ekonomi. Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.

Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom [nasionalis, agama dan komunis] dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim [Neo Kolonialisme dan Imperialisme].  Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestik maupun internasional.

Condong ke Blok Komunis

Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi politik antara Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia [PKI] di Indonesia. Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar komunis mampu berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai kelompok luar.

Dibentuknya Poros Jakarta Peking. Faktor dibentuknya poros ini antara lain, pertama, karena konfrontasi dengan Malaysia menyebabkan Indonesia membutuhkan bantuan militer dan logistik, mengingat Malaysia mendapat dukungan penuh dari Inggris, Indonesia pun harus mencari kawan negara besar yang mau mendukungnya dan bukan sekutu Inggris, salah satunya adalah China. Kedua, Indonesia perlu untuk mencari negara yang mau membantunya dalam masalah dana dengan persyaratan yang mudah, yakni negara China dan Uni Soviet.

Merebut Irian Barat

Dalam rangka persiapan kekuatan militer untuk merebut kembali Irian Barat, pemerintah RI mencari bantuan senjata ke luar negeri. Pada awalnya usaha ini dilakukan kepada negara-negara Blok Barat, khususnya Amerika Serikat, namun tidak membawa hasil yang memuaskan. Kemudian upaya ini dialihkan ke negara-negara Blok Timur [komunis], terutama ke Uni Soviet. Pada akhirnya dikirimkanya misi yang dipimpin oleh A.H Nasution untuk membeli senjata ke Uni Soviet.

ASIAN Games Jakarta 1962.

Presiden Soekarno berusaha menjadikan ajang kejuaraan olahraga untuk menunjukan nama Indonesia di dunia internasional.

  1. Pembangunan komplek Istora yang terdiri dari Stadion Gelora Bung Karno, Stadion Renang, Stadion Madya, Stadion Tenis dan Gedung Basket
  2. Hotel Indonesia
  3. Memperluas jalan Thamrin, jalan Jenderal Sudirman, dan Jalan Grogol
  4. Pembangunan jembatan Semanggi
  5. Pembuatan Televisi Republik Indonesia [TVRI] untuk menayangkan pertandingan Asian Games

Berbagai proyek tersebut salah satu dananya merupakan bantuan dari Uni Soviet. Pelaksanaan Asian Games berlangsung dari 24 Agustus – 4 September 1962. Negara yang mengikuti berjumlah 16 negara. Muncul controversial dimana Indonesia tidak mengundang Israel dan Taiwan. Hal ini menyalahi undang-undang Asian Games Foundation oleh karena itu kemudian Indonesia diskors dalam mengikuti Olimpiade musim panas 1964 di Tokyo. Lima besar negara peroleh medali dalam Asian Games ke-4 yaitu Jepang, Indonesia, India, Filipina dan Korea.

OLDEFO dan NEFO

Mundurnya Indonesia dari PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan Internasional. Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan dengan sikap konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme. Doktrin itu mengatakan bahwa dunia terbagi dalam dua blok, yaitu

  1. Old Established Forces [Oldefo] adalah negara-negara imperialis/kolonialis/kapitalis dan negara negara sedang berkembang yang cenderung pada imperialisme/kolonialis.
  2. New Emerging Forces [Nefo] yaitu kelompok negara-negara sedang berkembang yang anti imperialis/kolonialis dan sosialis serta komunis. Indonesia temasuk dalam Nefo.

PelaksanaanGames of The New Emerging Forces [GANEFO]

Ganefo merupakan pesta olahraga untuk negara-negara yang termasuk Nefo. Ganefo diadakan atas prakarsa Presiden Soekarno sebagai tandingan dari Olimpiade. Hal ini dilatarbelakangi oleh peristitwa sebelumnya yang mana Indonesia diskors oleh komite Olimpade dikarenakan pada saat Asian Games tahun 1962 di Jakarta, negara Israel dan Taiwan tidak boleh mengikuti pertandingan olahraga tersebut.

Ganefo dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 10-23 November 1963 yang diikuti oleh 53 negara. Penyelenggaraan Ganefo diboikot oleh negara-negara Barat. Meski demikian Ganefo tetap berlangsung. Motto dari Ganefo adalah “Maju Terus Jangan Mundur”. Lima besar perolehan medali pada Ganefo yaitu: Cina, Uni Soviet, Indonesia, Republik Arab Bersatu, dan Korea Utara.

Pelaksanaan Conference of The New Emerging Forces [CONEFO]

Pelaksanaan Conference of The New Emerging Forces [CONEFO] merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi blok barat dan blok timur. Conefo merupakan tandingan terhada Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB]. Pada saat itu, Presiden Soekarno menentang PBB dikarenakan PBB justru dikuasai oleh negara adidaya.

Sebagai realisasi dari adanya Conefo, maka Presiden Soekarno melakukan pembangunan gedung Conefo yang diharapkan akan lebih megah dibandingkan dengan markas PBB di New York. Rencananya Conefo akan dilaksanakan pada tahun 1966.  Akan tetapi gagal dilaksanakan karena kondisi politik Indonesia tidak menentu pasca adanya peristiwa G 30/S PKI.

Konfrontasi dengan Malaysia

Pembentukan federasi Malaysia oleh Inggris dianggap membahayakan Indonesia. Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara.  Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia. Oleh karena itu, berdirinya negara federasi Malaysia ditentang oleh pemerintah Indonesia. Pada 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat [Dwi Kora] yang isinya:

  1. Perhebat ketahanan revolusi Indonesia
  2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Manila, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia

Untuk menjalankan konfrontasi Dwikora, Presiden Soekarno membentuk Komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai Panglimanya. Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB.

Indonesia Keluar dari PBB

Ditetapkannya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, menyulut kemarahan Indonesia. Hingga akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Berikut ini merupakan alasan Indonesia keluar dari PBB:

  1. Presiden Soekarno menganggap bahwa markas PBB [New York] tidak netral. Seharusnya diluar blok Amerika dan blok Uni Soviet
  2. PBB dianggap lamban dalam menyikapi konflik antara negara
  3. Adanya hak veto yang dimiliki oleh lima negara yakni Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet [Rusia] Perancis dan Cina mencerminkan dominasi negara tertentu
  4. Banyak kebijakan yang menguntungkan negara-negara Barat.

Untuk materi lebih lengkap tentang PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN DI INDONESIA silahkan kunjungi link youtube berikut ini. Jikalau bermanfaat jangan lupa subscribe, like dan share.. Terimakasih

Video yang berhubungan