Jelaskan isi dari Prasasti Talang Tuwo dan Prasasti Karang Berahi

sebutkan langkah-langkah ketika seseorang akan menutup sebuah rekening pada sebuah bank​

Bagaimana pengembangan dari penemuan tersebut sejak pertama kali diciptakan sampai dengan saat ini yang membuat penemuan (bisa berupa barang/produk/ t … eori) tersebut lebih baik dan dapat digunakan dengan lebih luas? *Thomas Alva Edison dan Nelson tansu ​

TOLONG BANTU PILIHAN GANDA SEJARAH PEMINATAN ​

perbedaan cara menerima tamu pada zaman dahulu dan zaman sekarang​

tolong bantujan ngasal​

kenapa belanda mengakui RIS padahal Indonesia bukan RIS​

Analisislah mengapa dalam pengakuan kedaulatan suatu negara harus dalam bentuk de facto dan de jure.

Diakronis dalam konsep berfikir sejarah berarti A perjalanan waktu B berkesinambungan C teratur D runtut E lengkap

jelaskan sejelas jelasnya cara istinbath hukum hukum islam !​

1. Pada dasarnya serat tekstil berasal dari tiga unsur utama. Sebutkan! Jawab : . Sebutkan 5 sifat umum serat buatan! Jawab : ****** Apa yang dimaksud … dengan makrame? Jawab: Bagaimana karakter serat rami? Jawab: Tuliskan syarat-syarat perancangan dalam membuat produk kerajinan! Jawab :MINTAA TOLONG BGTTTT​

Prasasti yang ada di kerajaan sriwijaya dapat dilihat di bawah ini, yaknI:

Prasasti Ligor

Prasasti Ligor ditemukan di Nakhon Si Thammarat, Thailand Selatan. Pahatannya ditulis di kedua sisi. Sisi pertama disebut prasasti ligor A, isinya menjelaskan tentang kegagahan raja Sriwijaya, raja dari segala raja dunia yang telah mendirikan Trisamaya caitya untuk Kajara.

Sisi kedua disebut prasasti Ligor B, isinya menjelaskan tentang pemberian gelar Visnu Sesawarimadawimathana pada Sri Maharaja yang berasal dari keluarga Sailendravamsa. 

Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti yang ditemukan di sebuah pinggiran rawa di desa Palas Pasemah, Lampung Selatan, Lampung. Prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno beraksara Pallawa ini tersusun atas 13 baris kalimat.

Isinya menjelaskan tentang kutukan atas orang-orang yang tidak tunduk pada kekuasaan Sriwijaya. Diperkirakan dari bentuk aksaranya, salah satu prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya ini diperkirakan berasal dari abad ke 7 Masehi. Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya 

Prasasti Hujung Langit

Prasasti Hujung Langit adalah prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung. Sama seperti prasasti lainnya, prasasti ini juga ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa.

Susunan pesan dalam prasasti ini tidak cukup jelas karena tingkat keausan batunya sangat tinggi. Akan tetapi, setelah diidentifikasi prasasti ini diperkirakan berasal dari tahun 997 Masehi dan isinya menjelaskan tentang pemberian tanah sima.

Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur ditemukan di pesisir Pulau Bangka sebelah Barat. Prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno beraksara Pallawa ini ditemukan pada Desember 1892 oleh J.K. van der Meulen.

Isinya menjelaskan tentang kutukan bagi siapa saja yang membantah titah dari kekuasaan kemaharajaan Sriwijaya. Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya 

Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu adalah sekumpulan prasasti yang ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang.

Prasasti-prasasti ini berisi tentang kutukan pada mereka yang melakukan perbuatan jahat di kedatuan Sriwijaya. Kini, prasasti-prasasti ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta. 

Prasasti Kedukan Bukit

Pada tanggal 29 November 1920, M. Batenburg menemukan sebuah batu bertulis di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang-Sumatera Selatan.

Prasasti berukuran 45 × 80 cm ini ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa. Isinya menceritakan bahwa seorang utusan Kerajaan Sriwijaya bernama Dapunta Hyang telah mengadakan sidhayarta (perjalanan suci) menggunakan perahu.

Dalam perjalanan yang disertai 2.000 pasukan tersebut, ia telah berhasil menaklukan daerah-daerah lain. Prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.

Prasasti Talang Tuwo

Ditemukan di kaki Bukit Seguntang tepian utara Sungai Musi, Louis Constant Westenen, seorang residen Palembang pada tanggal 17 November 1920 menemukan sebuah prasasti. Prasasti Talang Tuwo –begitu kemudian disebut- adalah sebuah prasasti yang berisi doa-doa dedikasi.

Prasasti ini menggambarkan bahwa aliran Budha yang digunakan Sriwijaya pada masa itu adalah aliran Mahayana. Ini dibuktikan dari digunakannya kata-kata khas aliran Budha Mahayana seperti bodhicitta, vajrasarira, annuttarabhisamyaksamvodhi, dan mahasattva. Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Leiden

Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah Prasasti Leiden. Prasasti ini ditulis di sebuah lempeng tembaga dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Tamil.

Saat ini prasastu Leiden berada di Musium Belanda. Isinya menceritakan hubungan baik antara dinasti Chola dari Tamil dengan dinasti Sailendra dari Sriwijaya, India Selatan.

Prasasti Karang Birahi

Prasasti Karang Brahi ditemukan oleh Kontrolir L.M. Berkhout pada tahun 1904 di tepian Batang Merangin, Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Merangin-Jambi. Sama seperti prasasti Telaga Batu, Prasasti Palas Pasemah, dan Prasasti Kota Kapur, prasasti ini menjelaskan tentang kutukan pada mereka yang berbuat jahat dan tidak setia pada sang Raja Sriwijaya.

Pelajari lebih lanjut

========================

Detil Jawaban

Kode          : 11.3.1

Kelas          : 11 SMA

Mapel         : Sejarah

Bab             : Kerajaan Hindu Buddha di Indonesia

#AyoBelajar

Jelaskan isi dari Prasasti Talang Tuwo dan Prasasti Karang Berahi
Prasasti Kedukan Bukit terdapat tiga pertanggalan, yaitu 23 April 582, 19 Mei 682, dan 16 Juni 682. Pertanggalan ini merupakan proses pembentukan wanua di Kerajaan Sriwijaya. (Facebook/Bambang Budi Utomo)

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Utama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo menjelaskan isi beberapa prasasti bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya. Penjelasan tersebut sebagai bantahan tentang apa yang dikatakan Budayawan Betawi Ridwan Saidi mengenai Sriwijaya fiktif.

Sebelumnya, Ridwan Saidi yang biasa disapa Babe Ridwan kepada Tempo, 29 Agustus 2019 lalu, menyatakan bahwa para arkeolog tidak mengerti bahasa-bahasa kuno, hal itu yang menyebabkan sejarah Indonesia fatal dan perlu direkontruksi.

Babe Ridwan menyebutkan Sriwijaya fiktif dalam video di kanal Youtube Macan Idealis. Kerajaan Sriwijaya dianggapnya sebagai gabungan bajak laut.

Tomi sapaan Bambang menjelaskan secara singkat melalui akun media sosial pribadinya di Facebook Bambang Budi Utomo mengenai isi dari prasasti-prasasti Sriwijaya. Berikut penjelasan Tomi yang diunggah pada Senin, 9 September 2019:

1. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di sebuah rumah warga di Lorong Kedukan, Kelurahan 35 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Palembang. Dituliskan pada sebuah batu andesit yang tidak dibentuk, masih dalam keadaan alami.

Dalam prasasti ini ada tiga pertanggalan penting sampai terbentuknya sebuah wanua (kampung), yaitu pertama pada 23 April 682 Dapunta Hiyan melakukan perjalanan suci, untuk merayakan Hari Trisuci Waisak.

"Kedua 19 Mei 682 Dapunta Hiyan dengan membawa lebih dari dua laksa tentara dengan 200 peti perbekalan naik perahu dan 1312 orang berjalan kaki berangkat dari Minana. Dan 16 Juni 682 rombongan Dapunta Hiyan tiba di Mukha Upan, kemudian membuat wanua, dan Sriwijaya menang," tulis Tomi

2. Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan di Desa Talang Kelapa, Kecamatan Talang Kelapa, Palembang pada 1920. Prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno terdiri dari 14 baris.

"Dipahatkan pada sebuah batu yang sudah dibentuk empat persegi jajaran genjang. Isinya tentang pembangunan Taman Sriksetra oleh Sri Jayanasa pada 23 Maret 684 dengan tujuan untuk kesejahteraan semua mahluk," tutur Tomi.

Tomi juga menuliskan empat poin sebagian isi prasasti tersebut. Pertama, pada 23 Maret 684 Masehi, pada saat itulah taman ini yang dinamakan Sriksetra dibuat. Kedua, di bawah pimpinan Sri Baginda Sri Jayanasa. Inilah niat baginda: semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu.

Kemudian ketiga, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya.

"Dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan," demikian isi poin keempat Prasasti Talang Tuwo yang dijelaskan Tomi.

3. Prasasti-prasasti Persumpahan

Jelaskan isi dari Prasasti Talang Tuwo dan Prasasti Karang Berahi
1. Prasasti Talang Tuwo isinya tentang pembangunan Taman Srksetra oleh r Jayana bertanggal 23 Maret 684. 2. Prasasti Telaga Batu berisi persumpahan Datu Sriwijaya. 3. Prasasti Jayasiddhayatra (Prasasti D-156) (Facebook/Bambang Budi Utomo)

Prasasti-prasasti ini berisikan kutukan dan ancaman bagi mereka yang menentang atau tidak mau berbakti kepada datu Sriwijaya. Istilah "Persumpahan" berasal dari datu Sriwijaya sendiri, sebagaimana tercantum dalam prasasti-prasasti itu.

"vanak mmu ura vinunu sumpa dari mama kamu. kadci kmu tda bhakti," Tomi menuliskan salah satu kalimat dari Persumpahan. Yang artinya: "Apabila kalian tidak setia kepadaku, kalian akan mati oleh kutukan ini."

Prasasti persumpahan atau prasasti kutukan ditemukan sejak 1892 hingga yang terakhir ditemukan 1985 seluruhnya berjumlah enam buah prasasti, lima buah di antaranya dalam keadaan utuh. Dari enam prasasti tersebut yang paling lengkap isi persumpahannya hanya Prasasti Telaga Batu yang ditemukan di Palembang pada 1935 di Kelurahan 2 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II.

"Berbeda dengan prasasti-prasasti Sriwijaya lainnya, prasasti ini bagian atasnya dihias dengan kepala tujuh ekor naga. Bagian yang ditulis terletak di bawah hiasan kepala naga, dan bagian bawah bidang yang ditulis terdapat saluran air yang membentuk semacam corong ke tengah," ujar Tomi.

Mungkin, Tomi melanjutkan, tempat air pembasuh tulisan yang kemudian ditampung dalam wadah dan diminum oleh pejabat yang diambil sumpah. Sayangnya, pada prasasti ini tidak tercantum pertanggalannya. Namun berdasarkan paleografinya berasal dari abad ke-7 Masehi.

Prasasti Telaga Batu ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, terdiri dari 28 baris tulisan. Secara garis besar isinya kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan, pengkhianatan, dan tidak taat kepada perintah datu.

4. Prasasti Siddhayatra

Prasasti ini paling banyak ditemukan di daerah bekas kota Sriwijaya di Palembang. "Siddhayatra" berarti "perjalanan suci" atau lengkapnya "Jayasiddhayatra". Ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno pada sekeping batu yang tidak utuh.

Maksudnya ditemukan dalam keadaan fragmentaris, sebagian besar ditemukan di Situs Telaga Batu, dekat dengan temuan Prasasti Telaga Batu. Menurut laporan Belanda, dari situs tersebut ditemukan 30 buah prasasti siddhaytra.

Jayasiddhayatra (Prasasti D-156); Siddhayatra (Prasasti D-157); Jayasiddhayatrasarwwasatwah (Prasasti D-158) yang berarti "perjalanan suci yang menang dan sukses bagi semua mahluk"; Jayasiddhayatra (Prasasti D-159); Siddhayatra sarwasatwa (Prasasti D-160), yang berarti "perjalanan suci yang menang dan sukses bagi semua mahluk."

Selain di kota Palembang, prasasti Siddhayatra ditemukan juga di Situs Kota Kapur, Prasasti Siddhayatra D. 126 (Desa Kota Kapur, Kecamatan Mendo Darat, Kabupaten Bangka), dan di Situs Candi Agung (Amuntai, Kalimantan Barat).

5. Prasasti Hujun Lanit

Pada 1912/1913 di Kampung Harakuning, Desa Hanakau, Kec. Sukau, Lampung Barat, ditemukan sebuah prasasti batu terdiri dari 18 baris tulisan yang ditulis dalam aksara mirip Jawa Kuno (Pasca Pallawa) dan bahasa Melayu Kuno yang kadang bercampur dengan Jawa Kuno.

"Setelah lama ditemukan, barulah pada 2004 prasasti ini berhasil dibaca dan diinterpretasi oleh Binsar Tobing sebagai kajian skripsi. Secara garis besar prasasti ini berisi tentang penetapan hutan di Hujun Lanit sebagai sima oleh Pungku Haji Yuwarajya Sri Haridewa, supaya dipergunakan untuk pemeliharaan bangunan suci vihara," tutur Tomi.

Peristiwa tersebut disaksikan oleh banyak pejabat yang hadir, dan ditetapkan pada 12 November 997 Masehi. Meskipun ini bukan prasasti yang dikeluarkan oleh Sriwijaya, tapi masih dalam kurun keberadaan Sriwijaya.

Dengan demikian, hingga saat ini baru Prasasti Hujun Lanit yang merupakan satu-satunya prasasti tentang penetapan sebuah desa menjadi sima. Yang dikatakan Babe Ridwan "bebas pajak."

"Demikian sedikit uraian ringkas tentang prasasti-prasasti Sriwijaya. Prasasti yang berkaitan langsung dengan Sriwijaya ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuno (bukan Bahasa Armenia)," kata Tomi.

Isinya tentang pembentukan wanua (perkampungan) Sriwijaya, pembangunan taman Sriksetra, persumpahan, dan tentang perjalanan suci (Siddhayatra). Sebuah prasasti yang tidak berkaitan langsung berisi tentang penetapan sebuah desa menjadi sima, yaitu Prasasti Hujun Lanit.

Menurut Tomi, prasasti Sriwijaya merupakan prasasti asli, bukan tinulad (salinan). Prasasti tinulad biasanya dipahatkan pada lempengan logam tembaga atau perunggu. "Semoga kutukan Datu Sriwijaya tidak menimpa bagi yang membelokkan sejarah," demikian kalimat penutup tulisan Tomi.